Anda di halaman 1dari 80

Karin Felicity

405120232
Sumpah Kedokteran Indonesia
Declaration of Geneva, 1948
• AT THE TIME OF BEING ADMITTED AS A MEMBER OF THE MEDICAL
PROFESSION:
– I SOLEMNLY PLEDGE to consecrate my life to the service of humanity;
– I WILL GIVE to my teachers the respect and gratitude that is their due;
– I WILL PRACTISE my profession with conscience and dignity;
– THE HEALTH OF MY PATIENT will be my first consideration;
– I WILL RESPECT the secrets that are confided in me, even after the patient has
died;
– I WILL MAINTAIN by all the means in my power, the honour and the noble
traditions of the medical profession;
– MY COLLEAGUES will be my sisters and brothers;
– I WILL NOT PERMIT considerations of age, disease or disability, creed, ethnic
origin, gender, nationality, political affiliation, race, sexual orientation, social
standing or any other factor to intervene between my duty and my patient;
– I WILL MAINTAIN the utmost respect for human life;
– I WILL NOT USE my medical knowledge to violate human rights and civil
liberties, even under threat;
– I MAKE THESE PROMISES solemnly, freely and upon my honour

http://www.wma.net/en/30publications/10policies/g1/
Kode Etik Kedokteran Indonesia
Pasal 1: Sumpah Dokter
• Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah dan atau janji dokter
• Cakupan pasal:
1. Dokter lulusan Fakultas Kedokteran di Indonesia wajib melafalkan
sumpah/janji dokter sebagaimana dimaksud pada Pasal 1, di depan pimpinan
fakultas kedokteran yang bersangkutan dalam suasana khidmat
2. Dokter lulusan luar negeri dan atau dokter asing yang hendak melakukan
pekerjaan profesi di Indonesia wajib melafalkan sumpah/janji dokter
sebagaimana dimaksud pada pasal 1 di depan pemimpin IDI dan penjabat
kesehatan setempat
3. Setiap dokter yang akan menjalankan tugas sebagai anggota tim dokter
pemeriksa atau pembuat visum et repertum/surat keterangan ahli wajib
menyatakan diri bahwa ia telah/belum melafalkan sumpah sebagaimana
dimaksud Pasal 1
4. Bunyi sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 cakupan pasal (1)
dan (2) adalah sebagai berikut:
• Demi Allah saya bersumpah, bahwa:
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan
perikemanusiaan
2. Saya akan menjalankan tugas dengan cara yang terhormat
dan bersusila sesuai dengan martabat pekerjaan saya
sebagai dokter
3. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan
tradisi luhur profesi kedokteran
4. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui
karena keprofesian saya
5. Saya tidak akan menggunakan pengetahuan saya untuk
sesuatu yang bertentangan dengan perikemanusiaan,
sekalipun diancam
6. Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai saat
pembuahan
7. Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dengan
memperhatikan kepentingan masyarakat
8. Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya
tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan,
kesukuan, gender, politik, kedudukan sosial dan jenis penyakit
dalam menunaikan kewajiban terhadap pasien
9. Saya akan memberi kepada guru-guru saya penghormatan dan
pernyataan terima kasih yang selayaknya
10. Saya akan perlakukan teman sejawat saya seperti saudara
kandung
11. Saya akan mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran
Indonesia
12. Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan
mempertaruhkan kehormatan diri saya
UU no 29 tahun 2004
Bab VI: Registrasi Dokter dan Dokter
Gigi
Pasal 29
• (1) Setiap dokter dan dokter gigi yang
melakukan praktik kedokteran di Indonesia
wajib memiliki surat tanda registrasi dokter
dan surat tanda registrasi dokter gigi
• (2) Surat tanda registrasi dokter dan surat
tanda registrasi dokter gigi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Konsil
Kedokteran Indonesia
• (3) Untuk memperoleh surat tanda registrasi
dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi harus
memenuhi persyaratan :
– a. memiliki ijazah dokter, dokter spesialis, dokter gigi,
atau dokter gigi spesialis;
– b. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan
sumpah/janji dokter atau dokter gigi;
– c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
– d. memiliki sertifikat kompetensi; dan
– e. membuat pernyataan akan mematuhi dan
melaksanakan ketentuan etika profesi
• (4) Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda
registrasi dokter gigi berlaku selama 5 (lima) tahun dan
diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali dengan
tetap memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf c dan huruf d
• (5) Ketua konsil kedokteran dan ketua konsil
kedokteran gigi dalam melakukan registrasi ulang harus
mendengar pertimbangan ketua divisi registrasi dan
ketua divisi pembinaan
• (6) Ketua konsil kedokteran dan ketua konsil
kedokteran gigi berkewajiban untuk memelihara dan
menjaga registrasi dokter dan dokter gigi
Pasal 30
• (1) Dokter dan dokter gigi lulusan luar negeri yang akan
melaksanakan praktik kedokteran di Indonesia harus
dilakukan evaluasi
• (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
– a. kesahan ijazah;
– b. kemampuan untuk melakukan praktik kedokteran yang
dinyatakan dengan surat keterangan telah mengikuti program
adaptasi dan sertifikat kompetensi;
– c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan
sumpah/janji dokter atau dokter gigi;
– d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; dan
– e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika profesi
• (3) Dokter dan dokter gigi warga negara asing
selain memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) juga harus melengkapi
surat izin kerja sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan kemampuan
berbahasa Indonesia
• (4) Dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) diberikan surat tanda registrasi
dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi oleh
Konsil Kedokteran Indonesia
Pasal 31
• (1) Surat tanda registrasi sementara dapat diberikan
kepada dokter dan dokter gigi warga negara asing yang
melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan,
pelatihan, penelitian, pelayanan kesehatan di bidang
kedokteran atau kedokteran gigi yang bersifat
sementara di Indonesia
• (2) Surat tanda registrasi sementara berlaku selama 1
(satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu)
tahun berikutnya
• (3) Surat tanda registrasi sementara diberikan apabila
telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (2)
Pasal 32
• (1) Surat tanda registrasi bersyarat diberikan kepada peserta
program pendidikan dokter spesialis atau dokter gigi spesialis warga
negara asing yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di Indonesia
• (2) Dokter atau dokter gigi warga negara asing yang akan
memberikan pendidikan dan pelatihan dalam rangka alih ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk waktu tertentu, tidak
memerlukan surat tanda registrasi bersyarat
• (3) Dokter atau dokter gigi warga negara asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus mendapat persetujuan dari Konsil
Kedokteran Indonesia
• (4) Surat tanda registrasi dan persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (3) diberikan melalui penyelenggara
pendidikan dan pelatihan
Pasal 33
• Surat tanda registrasi tidak berlaku karena
– a. dicabut atas dasar ketentuan peraturan
perundang-undangan;
– b. habis masa berlakunya dan yang bersangkutan
tidak mendaftar ulang;
– c. atas permintaan yang bersangkutan;
– d. yang bersangkutan meninggal dunia; atau
– e. dicabut Konsil Kedokteran Indonesia
Pasal 34
• Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
registrasi, registrasi ulang, registrasi
sementara, dan registrasi bersyarat diatur
dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia
Pasal 35
• (1) Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi
mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai
dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas:
– a. mewawancarai pasien;
– b. memeriksa fisik dan mental pasien;
– c. menentukan pemeriksaan penunjang;
– d. menegakkan diagnosis;
– e. menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien;
– f. melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi;
– g. menulis resep obat dan alat kesehatan;
– h. menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi;
– i. menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan; dan
– j. meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di
daerah terpencil yang tidak ada apotek
• (2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kewenangan lainnya diatur
dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia
UU no 29 tahun 2004
Bab VII: Penyelenggaraan Praktik Kedokteran

Bagian Kesatu: Surat Izin Praktik


Pasal 36
• Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan
praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki
surat izin praktik
Pasal 37
• (1) Surat izin praktik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 dikeluarkan oleh pejabat
kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota
tempat praktik kedokteran atau kedokteran gigi
dilaksanakan
• (2) Surat izin praktik dokter atau dokter gigi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat
• (3) Satu surat izin praktik hanya berlaku untuk 1
(satu) tempat praktik
Pasal 38
• (1) Untuk mendapatkan surat izin praktik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dokter
atau dokter gigi harus :
– a. memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat
tanda registrasi dokter gigi yang masih berlaku
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 31,
dan Pasal 32;
– b. mempunyai tempat praktik; dan
– c. memiliki rekomendasi dari organisasi profesi
• (2) Surat izin praktik masih tetap berlaku
sepanjang :
– a. surat tanda registrasi dokter atau surat tanda
registrasi dokter gigi masih berlaku; dan
– b. tempat praktik masih sesuai dengan yang
tercantum dalam surat izin praktik
• (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat izin
praktik diatur dengan Peraturan Menteri
UU no 29 tahun 2004
Bab VII: Penyelenggaraan Praktik Kedokteran

Bagian ketiga ,Paragraf 3: Rekam


Medis
Pasal 46
• (1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam
menjalankan praktik kedokteran wajib membuat
rekam medis.
• (2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien
selesai menerima pelayanan kesehatan.
• (3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi
nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang
memberikan pelayanan atau tindakan.
Pasal 47
• (1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi,
atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam
medis merupakan milik pasien.
• (2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter
atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan
kesehatan.
• (3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Rekam Medis

Permenkes 269 tahun 2008


Bab I: Ketentuan Umum
Bab II: Jenis dan isi rekam medis
• Pasal 2
– (1) Rekam medis harus dibuat secara tertulis,
lengkap dan jelas atau secara elektronik
– (2) Penyelenggaraan rekam medis dengan
menggunakan teknologi informatika diatur lebih
lanjut dengan peraturan tersendiri
Bab III: Tata Cara penyelenggaraan
Bab IV: Penyimpanan, pemusnahan, dan
kerahasiaan
Bab V: Kepemilikan, pemanfaatan, dan tanggung
jawab
Bab VI: Pengorganisasian
• Pasal 15
– Pengelolaan rekam medis dilaksanakan sesuai
dengan organisasi & tata kerja sarana pelayanan
kesehatan
Bab VII: Pembinaan dan pengawasan
Bab VIII: Ketentuan Peralihan
• Pasal 18
– Dokter, dokter gigi, dan sarana pelayanan
kesehatan harus menyesuaikan dengan ketentuan
sebagaimana diatur dalam Peraturan ini paling
lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal
ditetapkan
Bab IX: Ketentuan Penutup
Hak dan Kewajiban Dokter atau
Dokter Gigi
Pasal 50
• Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan
praktik kedokteran mempunyai hak :
– a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang
melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional
– b. memberikan pelayanan medis menurut standar
profesi dan standar prosedur operasional
– c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur
dari pasien atau keluarganya; dan
– d. menerima imbalan jasa
UU no 29 tahun 2004
Bab VII: Penyelenggaraan Praktik Kedokteran
Bagian Ketiga, Paragraf 6
Pasal 51
• Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran mempunyai kewajiban :
– a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
– b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang
mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila
tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
– c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;
– d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu
melakukannya; dan
– e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan
ilmu kedokteran atau kedokteran gigi

UU no 29 tahun 2004
Bab VII: Penyelenggaraan Praktik Kedokteran
Bagian Ketiga, Paragraf 6
Hak dan Kewajiban Pasien
Pasal 52
• Pasien, dalam menerima pelayanan pada
praktik kedokteran, mempunyai hak:
– a. mendapatkan penjelasan secara lengkap
tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 ayat (3);
– b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
– c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan
kebutuhan medis;
– d. menolak tindakan medis; dan
– e. mendapatkan isi rekam medis.
UU no 29 tahun 2004
Bab VII: Penyelenggaraan Praktik Kedokteran
Bagian Ketiga, Paragraf 7
Pasal 53
• Pasien, dalam menerima pelayanan pada
praktik kedokteran, mempunyai kewajiban :
– a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur
tentang masalah kesehatannya;
– b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau
dokter gigi;
– c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana
pelayanan kesehatan; dan
– d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang
diterima.
UU no 29 tahun 2004
Bab VII: Penyelenggaraan Praktik Kedokteran
Bagian Ketiga, Paragraf 7
Kaidah Bioetika
• Four commonly accepted principles of health
care ethics, excerpted from Beauchamp and
Childress (2008), include the:
– Principle of respect for autonomy,
– Principle of nonmaleficence,
– Principle of beneficence, and
– Principle of justice
Respect for Autonomy
• Any notion of moral decision-making assumes that
rational agents are involved in making informed and
voluntary decisions.
• In health care decisions, our respect for the autonomy
of the patient would, in common parlance, imply that
the patient has the capacity to act intentionally, with
understanding, and without controlling influences that
would mitigate against a free and voluntary act.
• This principle is the basis for the practice of "informed
consent" in the physician/patient transaction regarding
health care.
The Principle of Nonmaleficence
• The principle of nonmaleficence requires of us that we not
intentionally create a harm or injury to the patient, either through
acts of commission or omission.
• In common language, we consider it negligent if one imposes a
careless or unreasonable risk of harm upon another.
• Providing a proper standard of care that avoids or minimizes the risk
of harm is supported not only by our commonly held moral
convictions, but by the laws of society as well (see Law and Medical
Ethics).
• This principle affirms the need for medical competence.
• It is clear that medical mistakes may occur; however, this principle
articulates a fundamental commitment on the part of health care
professionals to protect their patients from harm.
• There is another category of cases that is confusing since a single action
may have two effects, one that is considered a good effect, the other a
bad effect
• the principle governing this category of cases is usually called theprinciple
of double effect
• four conditions that usually apply to the principle of double effect:
– The nature of the act. The action itself must not be intrinsically wrong; it must
be a good or at least morally neutral act.
– The agent’s intention. The agent intends only the good effect, not the bad
effect, even though it is foreseen.
– The distinction between means and effects. The bad effect must not be the
means of the good effect,
– Proportionality between the good effect and the bad effect. The good effect
must outweigh the evil that is permitted, in other words, the bad effect.
• (Beauchamp & Childress, 1994, p. 207)
The Principle of Beneficence
• The ordinary meaning of this principle is that health
care providers have a duty to be of a benefit to the
patient, as well as to take positive steps to prevent and
to remove harm from the patient.
• These duties are viewed as rational and self-evident
and are widely accepted as the proper goals of
medicine.
• This principle is at the very heart of health care
implying that a suffering supplicant (the patient) can
enter into a relationship with one whom society has
licensed as competent to provide medical care, trusting
that the physician’s chief objective is to help.
• The goal of providing benefit can be applied
both to individual patients, and to the good of
society as a whole.
• For example, the good health of a particular
patient is an appropriate goal of medicine, and
the prevention of disease through research
and the employment of vaccines is the same
goal expanded to the population at large.
The Principle of Justice
• In fact, our society uses a variety of factors as
criteria for distributive justice, including the
following:
– To each person an equal share
– To each person according to need
– To each person according to effort
– To each person according to contribution
– To each person according to merit
– To each person according to free-market exchanges
(Beauchamp & Childress, 1994, p. 330)
The Prima Facie
• The four principles referred to here are non-hierarchical,
meaning no one principle routinely “trumps” another
• Yet, when two or more principles apply, we may find that
they are in conflict
• In other words, in the face of no other competing claims,
we have a duty to uphold each of these principles (a prima
facie duty).
• However, in the actual situation, we must balance the
demands of these principles by determining which carries
more weight in the particular case
• A moral person's actual duty is determined by weighing and
balancing all competing prima facie duties in any particular
case (Frankena, 1973)
Kodeki
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
• Pasal 14
– Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh keilmuan dan
ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/ keluarganya, ia wajib merujuk pasien
kepada dokter yang mempunyai keahlian untuk itu.
• Pasal 15
– Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa dapat berinteraksi
dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk dalam beribadat dan atau penyelesaian
masalah pribadi lainnya.
• Pasal 16
– Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
• Pasal 17
– Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN
SEJAWAT
• Pasal 18
– Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya
sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
• Pasal 19
– Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien
dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan
keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI
• Pasal 20
– Setiap dokter wajib selalu memelihara
kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
• Pasal 21
– Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran/ kesehatan.
Surat Keterangan Dokter
Surat Keterangan Dokter
• Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang dokter
kadang kalanya harus menerbitkan surat-surat keterangan
dokter.
• Pedomannya antara lain:
1. Bab I Pasal 7 KODEKI,” Setiap dokter hanya memberikan
keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya”.
2. Bab II Pasal 12 KODEKI, “ Setiap dokter wajib
merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
seorang pasien bahkan juga setelah pasien meninggal
dunia”.
3. Paragraph 4, pasal 48 UU No.29/2004 tentang praktik
Kedokteran.
Jenis Surat Keterangan Dokter
1. Surat Keterangan lahir
2. Surat Keterangan Meninggal
3. Surat Keterangan Sehat
4. Surat Keterangan Sakit
5. Surat Keterangan Cacat
6. Surat Keterangan Pelayanan Medis untuk penggantian biaya dari
asuransi kesehatan
7. Surat Keterangan Cuti Hamil
8. Surat Keterangan Ibu hamil, bepergian dengann pesawat udara
9. Visum et Repertum
10. Laporan Penyakit Menular
11. Kuitansi
Surat Keterangan Lahir
• SK kelahiran berisikan tentang waktu (tanggal dan jam)
lahirnya bayi, kelamin, BB dan nama orang tua.
• Diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya oleh karena
sering adanya permintaan khusus dari pasien.
• Hal yang sering menjadi masalah:
1.Anak yang lahir dari inseminasi buatan dari semen donor
(Arteficial Insemination by Donor = AID)
2.Anak yang lahir hasil bayi tabung yang sel telur dan/atau sel
maninya berasal dari donor (In vitro Fertilization by Donor)
3.Anak yang lahir hasil konsepsi dari saudara kandung suami
• Ketiga hal diatas bertentangan dengan hukum yang berlaku di
Indonesia.
Surat Keterangan Meninggal
• Surat keterangan untuk keperluan penguburan, perlu
dicantumkan identitas jenazah, tempat, dan waktu
meninggalnya.
• Surat Keterangan (Laporan) Kematian
Mengenai hal ini perlu diisi:
- Sebab kematian sesuai dengan pengetahuan dokter.
- Lamanya menderita sakit hingga meninggal dunia.
- Jika jenazah dibawa ke luar daerah atau luar negeri maka
adanya kematian karena penyakit menular harus diperhatikan.
Surat Keterangan Sehat
A. Untuk Asuransi Jiwa
• Dalam menulis laporan pengujian kesehatan untuk asuransi jiwa, perlu
diperhatikan agar:
– Laporan dokter harus objektif.
– Sebaliknya jangan menguji kesehatan seorang calon yang masih atau pernah
menjadi pasien sendiri untuk menghindari timbulnya kesukaran.
– Jangan memberitahukan kesimpulan hasil pemeriksaan medik kepada pasien,
langsung kepada perusahaan asuransi itu sendiri.
• Dokter selaku ahli, bukan orang kepercayaan perusahaan asuransi
kesehatan.
• Pemeriksaan oleh dokter yang dipilih pasien pada dasarnya untuk
kepentingan pihak asuransi oleh karena sebagai dokter penguji kesehatan
tersebut, dokter wajib memberitahukan kepada perusahaan tentang
segala sesuatu yang ia ketahui dari orang yang kesehatannya diuji. Dapat
terjebak melanggar wajib simpan rahasia jabatan. Seharusnya dokter
keluarga menolak untuk menguji kesehatan pasiennya
B. Untuk memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM)
• Perlu diperhatikan oleh karena pengendara atau faktor
manusia merupakan faktor utama penyebab kecelakaan
lalu lintas.
C. Untuk Nikah
• Selain pemeriksaan medis, dokter juga harus memberikan
edukasi reproduksi dan pendidikan seks kepada pasangan
calon suami-istri.
• Yang sering menjadi dilema adalah apakah dokter harus
memberitahukan kepada salah satu calon suami-istri
tersebut apabila menemukan kelainan-kelainan atau
penyakit-penyakit yang diderita salah satu calon
pasangannya?
Surat Keterangan Sakit untuk Istirahat
• Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan
simulasi atau agravasi pada waktu memberikan keterangan
mengenai cuti sakit seorang karyawan. Ada kalanya cuti sakit
disalahgunakan untuk tujuan lain.
• Surat keterangan cuti sakit palsu dapat menyebabkan seorang
dokter dituntut menurut pasal 263 dan 267 KUHP.
SURAT KETERANGAN SURAT KETERANGAN
CACAT CUTI HAMIL
• Sangat erat hubungannya • Hak cuti hamil seorang ibu
dengan besarnya adalah 3 bulan, yaitu sekitar
tunjangan atau pensiun 1 bulan sebelum dan 2 bulan
setelah persalinan.
yang akan diterima oleh
• Tujuan : agar si ibu cukup
pekerja, yang tergantung
istirahat dan mempersiapkan
kepada keterangan dokter dirinya dalam menghadapi
tentang sifat cacatnya. proses persalinan, dan mulai
kerja kembali setelah masa
nifas.
Surat Keterangan Penggantian Biaya
dari Asuransi Kesehatan
• Informasi Dasar: Identitas pasien dan
perwalian (bila diperlukan), hasil rekam medik
oleh dokter
• Diisi dan digabungkan dengan formulir claim
asuransi
Surat Keterangan Ibu Hamil bepergian
dengan Pesawat Udara
• Sesuai dengan ketentuan internasional
Aviation, Ibu hamil tidak dibenarkan bepergian
dengan pesawat udara, jika mengalami :
1. hiperemesis atau emesis gravidarum
2. hamil dengan komplikasi ( perdarahan, preeklamsi
dsb )
3. hamil >36 minggu
4. hamil dengan penyakit-penyakit lain yang
beresiko.
VISUM et REPERTUM
• Visum et repertum (VeR) adalah surat
keterangan yang dikeluarkan oleh dokter
untuk penyidik dan pengadilan.
• VeR mempunyai daya bukti dan alat bukti yang
sah dalam perkara pidana.
• Kasus Pemerkosaan
– Kesulitan jika korban dikirim terlambat karena hasil
pemeriksaan tidak menunjukkan keadaan sebenarnya
• Bedah mayat kedokteran kehakiman
– Harus objektif tanpa pengaruh dari mereka yang
berkepentingan dalam perkara. Keterangan dibuat
dengan istilah yang mudah dipahami, berdasarkan apa
yang dilihat dan ditemukan, sehingga tidak berulang
kali dipanggil ke pengadilan untuk dimintakan
keterangan tambahan.
Laporan penyakit menular
• Diatur dalam UU No. 6 tahun 1962 tentang
wabah.
• Kepentingan umum yang diutamakan.
• Pasal 50 KUHP : “ Tiada boleh dihukum barang
siapa melakukan perbuatan untuk
menjalankan aturan undang-undang”.
Kuitansi
• Sering diminta sebagai bukti pembayaran, tidak menimbulkan
masalah apabila sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Berhubungan dengan penggantian biaya berobat dari perusahaan
tepat pasien atau pasangannya bekerja.
• Contoh :
– perusahaan hanya mengganti 50% biaya pengobatan, pasien minta
dibuatkan kuitansi sebesar 2 kali imbalan jasa yang diterima dokter,
– pasien meminta agar imbalan jasa dokter dinaikkan dengan sisa
imbalan dibagi 50-50% antara dokter dan pasien,
– Pasien meminta agar biaya pengangkutan pulang pergi dari luar kota
ke tempat berobat dimasukkan dalam kuitansi berobat (built in),
sedangkan dokter tidak menerima bagian dari biaya pengangkutan
tersebut.
• Ketiga contoh di atas jelas malpraktik etik dan malpraktik kriminil.
Sanksi Hukum
Penyimpangan Pembuatan Surat Keterangan

Pasal 267 KUHP: Pasal 179 KUHAP:


1. Seorang dokter yang dengan sengaja 1. Setiap orang yang diminta
memberikan surat keterangan palsu pendapatnya sebagai ahli
tentang ada atau tidaknya penyakit, kedokteran kehakiman atau dokter
kelemahan, atau cacat diancam dengan atau ahli alinnya wajib memberikan
hukuman penjara paling lama empat
tahun. keterangan ahli demi keadilan.
2. Jika keterangan diberikan dengan 2. Semua ketentuan tersebut di atas
maksud untuk memasukkan seseorang untuk saksi berlaku juga bagi mereka
dalam rumah sakit gila atau untuk yang memberikan keterangan ahli,
menahannya disitu, dijatuhkan hukuman dengan ketentuan bahwa mereka
penjara paling lama delapan tahun enam mengucapkan sumpah atau janji
bulan. akan memberikan keterangan yang
3. Diancam dengan pidana yang sama, sebaik-baiknya dan sebenar-
barang siapa dengann sengaja benarnya menurut pengetahuan
memberikan surat keterangan palsu itu dalam bidang keahliannya.
seolah-olah isinya sesuai dengan
kebenaran.

Anda mungkin juga menyukai