Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

F 20 SKIZOFRENIA
Anis Restuwaty, S.Ked
Bonardo A. Hasibuan, S.Ked
Riska Yuliana, S.Ked

Pembimbing:
dr. Firdaus Yamani, Sp.KJ
Definisi

Skizofrenia adalah suatu gambaran sindrom dengan variasi


penyebab dan perjalanan penyakit yang luas. Skizofrenia berasal
dari bahasa Yunani, schizein yang berarti terpisah dan phren yang
berarti jiwa dimana terjadi ketidakserasian antara afek, perilaku dan
kognitif. Skizofrenia termasuk gangguan mental psikotik dengan
gangguan yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi,
pikiran, afek dan perilaku seseorang.
Epidemiologi
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di
dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data world health organization (WHO) tahun 2016
terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena orang terkena
bipolar, 21 juta terkena skizofrenia , serta 47,5 juta terkena demensia.

Data riset kesehatan dasar (riskesdas) tahun 2013 menunjukkan prevalensi ganggun
mental emosional yang diunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk
usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang 6% dari jumlah penduduk
Indonesia. Sedangkan prevalensi skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau
sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.
ETIOLOGI

■ Somatogenik
A. Endokrin
B. Metabolisme

■ Psikogenik
A. Adolf Meyer
B. Teori Sigmund Freud
C. Teori Eugene Bleuler
D. Skizofrenia sebagai Sindrom
ETIOLOGI

Penyebab dari skizofrenia sampai saat ini masih belum


jelas. Namun ada beberapa teori yang dapat menjelaskan
etiologi skizofrenia. Salah satu teori yang banyak dianut
mengenai penyebab skizofrenia yaitu teori stress diatesis.
Stress diatesis

■ Biologi
■ Psikososial
■ Lingkungan
Subtipe skizofrenia

■ F20.0 Skizofrenia Paranoid


■ F20.1 Skizofrenia Hebefrenik
■ F20.3 Skizofrenia Tak Terinci
■ F20.4 Depresi Pasca-skizofrenia
■ F20.5 Skizofrenia Residual
■ F20.6 Skizofrenia Simpleks
Pedoman diagnostik skizofrenia
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-
gejala itu kurang tajam dan kurang jelas) :
(a) – “thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepaanya (tidak
keras), dan isi pikiran ulangan, waluapun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau
- “thought insertion or withdrawal” : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya
(insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
- “thought broadcasting” : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya;
(b) - “delusion of control” : waham dikendalikan
- “delusion of influence” : waham dipengaruhi
- “delusion of passivity” : waham tentang dirinya tidak berdaya (pasrah)
- “delusional perception” : pengalaman inderawi seperti mukjizat
(c) halusinasi auditorik
(d) waham-waham menetap jenis lainnya, misal mampu mengendalikan cuaca
Pedoman diagnostik skizofrenia
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
(e) halusinasi yang menetap dari indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang
maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide
berebihan yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-
bulan terus menerus;
(f) arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berakibat
inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
(g) perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah, posturing, atau fleksibilitas cerea, negativism,
mutisme, stupor
(h) gejala-gejala negatif
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas teah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih
(tidak berlaku untuk fase non psikotik prodormal);
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality)
dari berapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebaai hilangnya minat, hidup
tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri dan menarik diri secara social.
Tatalaksana

■ Fase akut
Farmakoterapi pada fase akut terapi bertujuan mencegah pasien melukai dirinya atau
orang lain, mengendalikan perilaku yang merusak, mengurangi beratnya gejala psikotik
dan gejala terkait lainnya misalnya agitasi, agresi dan gaduh gelisah.
Keputusan untuk memulai pemberian obat. Pengikatan atau isolasi hanya dilakukan
bila pasien berbahaya terhadap dirinya sendiri dan orang lain serta usaha restriksi
lainnya tidak berhasil. Pengikatan dilakukan hanya boleh untuk sementara yaitu sekitar
2-4 jam dan digunakan untuk memulai pengobatan. Meskipun terapi oral lebih baik,
pilihan obat injeksi untuk mendapatkan awitan kerja yang lebih cepat serta hilangnya
gejala dengan segera perlu dipertimbangkan.
Tatalaksana

■ Obat injeksi:
a) Olanzapine, dosis 10 mg/injeksi, intramuskulus, dapat diulang setiap 2 jam, dosis maksimum
30mg/hari.
b) Aripriprazol, dosis 9,75 mg/injeksi (dosis maksimal 29,25 mg/hari), intramuskulus.
c) Haloperidol, dosis 5mg/injeksi, intramuskulus, dapat diulang setiap setengah jam, dosis maksimum
20mg/hari.
d) Diazepam 10mg/injeksi, intravena/intramuskulus, dosis maksimum 30mg/hari.
■ Obat oral:
Pemilihan antipsikotika sering ditentukan oleh pengalaman pasien sebelumnya dengan antipsikotika
misalnya, respons gejala terhadap antipsikotika, profil efek samping, kenyamanan terhadap obat
tertentu terkait cara pemberiannya. Pada fase akut, obat segera diberikan segera setelah diagnosis
ditegakkan dan dosis dimulai dari dosis anjuran dinaikkan perlahan-lahan secara bertahap dalam
waktu 1 – 3 minggu, sampai dosis optimal yang dapat mengendalikan gejala.
Tatalaksana

■ Fase Stabilisasi
Tujuan fase stabilisasi adalah mempertahankan remisi gejala atau untuk mengontrol,
meminimalisasi risiko atau konsekuensi kekambuhan dan mengoptimalkan fungsi dan
proses kesembuhan (recovery). Setelah diperoleh dosis optimal, dosis tersebut
dipertahankan selama lebih kurang 8 – 10 minggu sebelum masuk ke tahap rumatan.
Pada fase ini dapat juga diberikan obat anti psikotika jangka panjang
■ Fase Rumatan
Dosis mulai diturunkan secara bertahap sampai diperoleh dosis minimal yang masih
mampu mencegah kekambuhan. Bila kondisi akut, pertama kali, terapi diberikan
sampai dua tahun, bila sudah berjalan kronis dengan beberapa kali kekambuhan,
terapi diberikan sampai lima tahun bahkan seumur hidup.
Tatalaksana

Bila terjadi efek samping, misalnya sindrom ekstrapiramidal (distonia akut atau
parkinsonisme), langkah pertama yaitu menurunkan dosis antipsikotika. Bila tidak
dapat ditanggulangi, berikan obat-obat antikolinergik, misalnya triheksilfenidil,
benztropin, sulfas atropin atau difenhidramin injeksi IM atau IV atau bila obat
antipsikosis masih diperlukan diberikan Trihexypenidyl 2 mg atau sulfas atropin 0,5-
0,75 mg IM. Pada pasien ini mendapatkan obat trihexypenidyl 2 mg 3x1 sehari untuk
mengatasi efek samping dari obat antipsikosis
TERIMAKASIH
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Anda mungkin juga menyukai