Anda di halaman 1dari 32

TANAH LONGSOR

MUHAMMAD DARRUSSALAM K. (R1A115037)


FATRIA (R1A115012)
MURLIANI (R1A115023)
ILMA SEPTIA NINGSI (R1A115059)
DEFINISI TANAH LONGSOR
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 22 Tahun 2007, longsor adalah
suatu proses perpindahan massa
tanah/batuan dengan arah miring dari
kedudukan semula, sehingga terpisah dari
massa yang mantap, karena pengaruh
gravitasi, dengan jenis gerakan berbentuk
rotasi dan translasi.
JENIS-JENIS TANAH LONGSOR
BERDASARKAN KEDALAMANNYA
TIPE KEDALAMAN (m)

Longsor Permukaan (surface slide) < 1,5

Longsor Dangkal (Shallow slide) 1,5 -5,0

Longsor Dalam (deep slide) 5,0 – 20

Longsor Sangat Dalam (very deep > 20


slide)
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22 Tahun 2007,
ada 6 jenis tanah longsor yaitu :
1. Longsoran translasi
Longsoran translasi adalah
bergeraknya massa tanah dan
batuan pada bidang gelincir
berbentuk rata atau
menggelombang landai.
Longsoran translasional
terjadi pada bidang yang
lemah seperti bidang
sesar/patahan, bidang kekar,
lapisan yang kaya lempung,
atau terjadi pada batuan keras
berada di atas batuan yang
lunak.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22 Tahun 2007,
ada 6 jenis tanah longsor yaitu :
2. Longsoran rotasi
Longsoran rotasi adalah
bergeraknya massa tanah dan
batuan pada bidang gelincir
berbentuk cekung. Longsoran
rotasional mempunyai bidang
longsor melengkung ke atas,
dan sering terjadi pada massa
tanah yang bergerak dalam
satu kesatuan. Longsoran
rotasional murni (slump)
terjadi pada meterial yang
relatif homogen seperti
timbunan buatan (tanggul).
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22 Tahun 2007,
ada 6 jenis tanah longsor yaitu :
3. Pergerakan blok
Pergerakan blok adalah
perpindahan batuan
yang bergerak pada
bidang gelincir
berbentuk rata.
Longsoran ini disebut
juga longsoran translasi
blok batu.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22 Tahun 2007,
ada 6 jenis tanah longsor yaitu :
4. Runtuhan batu
Terjadi ketika sejumlah
besar batuan atau material
lain bergerak ke bawah
dengan cara jatuh bebas .
Umumnya terjadi pada
lereng yang terjal hingga
menggantung terutama di
daerah pantai. Batu-batu
besar yang jatuh dapat
menyebabkan kerusakan
yang parah.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22 Tahun 2007,
ada 6 jenis tanah longsor yaitu :
5. Rayapan tanah (Creep)
Rayapan tanah adalah jenis
tanah longsor yang bergerak
lambat. Jenis tanahnya
berupa butiran kasar dan
halus. Jenis longsor ini
hampir tidak dapat dikenali.
Rayapan ini biasanya terjadi
pada tanah di dekat
permukaan maupun pada
kedalaman tertentu.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22 Tahun 2007,
ada 6 jenis tanah longsor yaitu :
6. Aliran bahan rombakan
Terjadi ketika massa tanah
bergerak didorong oleh
air. Kecepatan aliran
tergantung kemiringan
lereng, volume dan
tekanan air, dan jenis
materialnya.
FAKTOR FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TANAH LONGSOR
YAITU :
1. Curah Hujan
2. Kemiringan Lereng
3. Faktor Tanah
4. Penggunaan Lahan
5. Geologi
6. Getaran / Kegempaan
7. Aktivitas Manusia
PERAN VEGETASI DAN HUTAN TERHADAP LONGSOR
Peran vegetasi dalam pengendalian longsor lahan
antara lain sebagai evapotrasnpirasi, infiltrasi,
perkolasi, lengas tanah air di bawah dan di atas
permukaan. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 22 Tahun 2007, hujan lebat pada awal
musim dapat menimbulkan longsor, karena
melalui tanah yang merekah air akan masuk dan
terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga
menimbulkan gerakan lateral. Bila ada pepohonan
di permukaannya, tanah longsor dapat dicegah
karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar
tumbuhan juga akan berfungsi mengikat tanah.
STUDI KASUS
MANAJEMEN RISIKO DAN MITIGASI BENCANA LONGSOR
DI KAWASAN MODEL DAS MIKRO WATUGEDE
KABUPATEN GUNUNGKIDUL

DISUSUN OLEH :
DIAH PERMATA SARI

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS KEHUTANAN


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
GAMBAR DIAGRAM ALIR MITIGASI TANAH LONGSOR
Metode Penelitian
Lokasi penelitian berada di kawasan Model DAS
Mikro (MDM) Watugede yang mencakup
Kecamatan Gedangsari dan Kecamatan Nglipar,
Kabupaten Gunungkidul. Kecamatan Gedangsari
yang mencakup 14 dusun di Desa Hargomulyo, 7
dusun di Desa Mertelu dan 3 dusun di Desa
Ngalang serta Kecamatan Nglipar yang hanya
mencakup 1 dusun di Desa Pengkol. Luas
kawasan MDM Watugede yaitu 2.326,15 Ha.
Penelitian ini dilakukan pada Bulan Februari
sampai dengan Bulan Juni 2016.
Peralatan lapangan yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain :
 Soil ring sampel, untuk mengambil sampel tanah tidak terusik untuk analisis
permeabilitas tanah.
 Cangkul dan sekop, untuk mengambil sampel tanah terusik.
 Kantong plastik, untuk menyimpan sampel tanah terusik untuk analisis
tekstur tanah.
 Perangkat keras laptop dengan perangkat lunak Arc GIS 10.2. untuk
pengolahan data dan peta
 GPS untuk penentuan posisi titik kejadian longsor.
 Clinometer untuk mengukur kelerengan
 Kuesioner untuk memperoleh informasi yang berasal dari masyarakat.
 Recorder untuk merekam pada saat wawancara dengan instansi dan
masyarakat.
 Kamera untuk dokumentasi.
Analisis Ancaman Longsor di Kawasan MDM Watugede
Ancaman/bahaya (hazard) merupakan kemungkinan
terjadinya bahaya dalam suatu periode tertentu pada
suatu daerah yang berpotensi terjadinya bahaya tersebut.
Bahaya berubah menjadi bencana apabila telah
mengakibatkan korban jiwa, kehilangan atau kerusakan
harta dan kerusakan lingkungan. Semakin tinggi bahaya
atau ancaman pada suatu kawasan maka akan semakin
tinggi pula tingkat risikonya. Analisis ancaman longsor di
MDM Watugede dalam penelitian ini menggunakan
faktor-faktor meliputi curah hujan, kemiringan lereng,
penggunaan lahan, geologi, tekstur tanah, permeabilitas
tanah dan kedalaman tanah.
Peta Ancaman Longsor di Kawasan MDM Watugede
Analisis Kerentanan Longsor di Kawasan MDM Watugede
Kerentanan merupakan keadaan atau
sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang
menyebabkan ketidakmampuan menghadapi
bahaya atau ancaman yang ditentukan oleh
faktor-faktor sosial, ekonomi, fisik dan
lingkungan. Semakin tinggi tingkat kerentanan
dalam suatu kawasan akan semakin tinggi pula
tingkat risikonya apabila tidak disertai dengan
penguatan kapasitas masyarakat dan pemerintah
dalam menghadapi bencana. Analisis kerentanan
di kawasan MDM Watugede menggunakan
faktor-faktor kerentanan sosial, kerentanan
ekonomi, kerentanan fisik dan kerentanan
lingkungan.
Peta Kerentanan Longsor di Kawasan MDM Watugede
Analisis Kapasitas di Kawasan MDM Watugede
Kapasitas merupakan kemampuan individu,
masyarakat dan pemerintah dalam rangka
menghadapi bahaya atau ancaman bencana di
daerahnya. Tingkat ketahanan daerah bernilai
sama untuk seluruh kawasan desa dalam
daerah tersebut. Faktor-faktor kapasitas yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi
aturan dan kelembagaan penanggulangan
bencana, sistem peringatan dini, pendidikan
kebencanaan dan pembangunan kesiapsiagaan
pada seluruh lini. Semakin tinggi kapasitas
masyarakat atau daerah maka semakin rendah
tingkat risikonya.
Peta Kapasitas Masyarakat terhadap Longsor di Kawasan MDM Watugede
Analisis Risiko Bencana Longsor di Kawasan MDM
Watugede
Skor Risiko merupakan hasil dari perkalian antara
skor ancaman dan kerentanan dibagi dengan skor
kapasitas. Kemudian, hasilnya dikelaskan ke dalam
tiga kelas yaitu tinggi, sedang dan rendah seperti
yang ditunjukkan dalam Tabel 5.31. Berdasarkan
hasil analisis risiko, dalam satu kawasan MDM
Watugede didominasi oleh tingkat risiko tinggi
yaitu sekitar 53,54% (Tabel 5.32) yang tersebar di
seluruh kawasan desa
Peta Tingkat Risiko Longsor di Kawasan MDM Watugede
Mitigasi Bencana Longsor di Kawasan MDM
Watugede
Berdasarkan hasil overlay peta penggunaan lahan,
peta kelas kelerengan, peta tekstur tanah, peta
permeabilitas tanah dan peta kedalaman tanah
diperoleh 117 unit lahan. Hasil analisis kluster
berupa histogram. Berdasarkan histogram
tersebut diperoleh kluster-kluster yang memiliki
kesamaan karakteristik berdasarkan faktor-faktor
yang digunakan untuk overlay. Apabila dilihat
dalam skala 5 (Rescaled distance cluster combined
5) terdapat 64 kluster, apabila dalam skala 10
terdapat 22 kluster, dalam skala 15 terdapat 7
kluster dan dalam skala 20 terdapat 3 kluster.
Mitigasi Bencana Longsor di Kawasan MDM
Watugede
Dengan demikian, dipilih skala 15 dengan 7
kluster karena jumlahnya diasumsikan cukup
untuk mengelompokkan kawasan MDM Watugede
untuk perumusan upaya mitigasi pada setiap
klusternya. Apabila memilih skala 5 dan 10
memiliki kluster terlalu banyak, sedangkan dalam
skala 20 memiliki kluster terlalu sedikit.
Mitigasi Bencana Longsor di Kawasan MDM
Watugede
1. Relokasi
Arahan mitigasi berupa relokasi permukiman
diarahkan untuk kluster 1 dan kluster 2 karena
memiliki karakteristik kelas lereng curam (25 –
40%) dan sangat curam (>40%) terutama pada
lahan permukiman bersolum tebal, bertekstur
halus dan permeabilitas lambat (dalam kluster1).
Mitigasi Bencana Longsor di Kawasan MDM
Watugede
2. Pengembalian Fungsi Kawasan Lindung
Kawasan dalam kluster 1, kluster 2, kluster 3 dan
kluster 6 memiliki kelas kelerengan curam dan
sangat curam. Upaya pengembalian fungsi
kawasan lindung atau pengembalian fungsi
penggunaan lahan saat ini menjadi kawasan
lindung sangat direkomendasikan. Kawasan ini
merupakan kawasan hulu DAS yang memberikan
perlindungan bagi kawasan di bawahnya,
sehingga kerusakan yang terjadi di dalamnya
akan berpengaruh juga ke kawasan di bawahnya.
Mitigasi Bencana Longsor di Kawasan MDM
Watugede
3. Pembatasan Pemanfaatan
Pembatasan pemanfaatan dalam kawasan
kluster 2 diarahkan apabila pada kawasan
tersebut telah banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat baik untuk permukiman,
sawah maupun tegalan.
Mitigasi Bencana Longsor di Kawasan MDM
Watugede
4. Konsep water harvest
Konsep water harvest (panen air) merupakan
salah satu konsep konservasi air yang bertujuan
untuk mengumpulkan air hujan terutama pada
daerah-daerah yang sering mengalami
kekeringan. Konsep ini dapat berupa embung,
danau, maupun waduk atau bendungan.
Beberapa lokasi di kawasan Kecamatan
Gedangsari sering mengalami kekeringan atau
kesulitan air pada musim kemarau.
Mitigasi Bencana Longsor di Kawasan MDM
Watugede
5. Pendidikan dan Pelatihan Bencana
Serangkaian upaya mitigasi untuk lahan dan
vegetasi dalam kawasan MDM Watugede tersebut
tidak akan akan terealisasi tanpa adanya
penguatan kapasitas masyarakat. Oleh karena itu,
diperlukan upaya mitigasi secara sosial (social
engineering) yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran dan pemahaman
masyarakat di kawasan MDM Watugede. Selain
itu diharapkan juga mampu meningkatkan
kemampuan tanggap darurat dan kepedulian
masyarakat terkait bencana.
KESIMPULAN
Tingkat risiko bencana longsor di kawasan MDM
Watugede didominasi oleh tingkat risiko tinggi
(53,54%). Tingkat risiko tinggi mencakup
seluruh desa yang meliputi 93,31% wilayah Desa
Ngalang; 72,77% wilayah Desa Mertelu; 99,01%
wilayah Dusun Kedokploso, Desa Pengkol dan
27,77% wilayah Desa Hargomulyo. Tingkat risiko
longsor sedang di kawasan MDM Watugede
sekitar 41,73% yang sebagian besar mencakup
wilayah Desa Hargomulyo dan Mertelu. Tingkat
risiko longsor rendah hanya mencakup sekitar
4,72% dari total luas kawasan MDM Watugede
dan sebagian besar berada di wilayah Desa
Hargomulyo.
ITU SAJA PRESENTASIMU!!!!
-TAUNT-

Anda mungkin juga menyukai