PERKEMBANGAN BAHASA
INDONESIA
Kelompok 3 :
1. Jadiroh
2. Nanda Kurniasari
3. Caca
4. Rifa
5. Rizki Saputra
6. Rizqi Santika
Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia
pada Masa Prakemerdekaan
1. Budi Otomo
2. Sarikat Islam
3. Balai Pustaka
4. Sumpah Pemuda
Sejarah Perkembangan EYD
• Ejaan van Ophuijsen
Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu
dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang
dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan
Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun
ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata
bahasa yang kemudian dikenal dengan nama
ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui
pemerintah kolonial pada tahun 1901.
Ciri-ciri dari ejaan Ejaan van Ophuijsen
yaitu:
• Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai
akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri
dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga
digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam
Soerabaïa.
• Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah,
sajang, dsb.
• Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe,
oemoer, dsb.
• Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema,
untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’,
dsb.
• Ejaan Soewandi
Ejaan Soewandi adalah ketentuan
ejaan dalam Bahasa Indonesia yang
berlaku sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini
kemudian juga disebut dengan nama
edjaan Soewandi, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan kala itu.
Ciri-ciri ejaan Soewandi :
• Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru,
itu, umur, dsb.
• Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k
pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
• Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti
pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
• Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya
ditulis serangkai dengan kata yang
mendampinginya.
Perbedaan-perbedaan antara ejaan ini
dengan ejaan Van Ophuijsen ialah:
• huruf ‘oe’ menjadi ‘u’, seperti pada goeroe → guru.
• bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya
dinyatakan dengan (‘) ditulis dengan ‘k’, seperti pada
kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
• kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti
ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.
• awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ kedua-duanya ditulis
serangkai dengan kata yang mengikutinya. Kata depan
‘di’ pada contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan
dengan imbuhan ‘di-’ pada dibeli, dimakan.
• Ejaan Yang Disempurnakan
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan
Bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama
telah ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia
pada masa itu, Tun Hussien Onn dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,
Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung
persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah
disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang
Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan.
Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan
Keputusan Presiden No. 57, Tahun 1972,
berlakulah sistem ejaan Latin (Rumi dalam
istilah bahasa Melayu Malaysia) bagi bahasa
Melayu dan bahasa Indonesia. Di Malaysia ejaan
baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi
Bersama (ERB). Selanjutnya Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan menyebarluaskan
buku panduan pemakaian berjudul “Pedoman
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”.
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan
sebelumnya adalah:
• ‘tj’ menjadi ‘c’ : tjutji → cuci
• ‘dj’ menjadi ‘j’ : djarak → jarak
• ‘oe’ menjadi ‘u’ : oemoem -> umum
• ‘j’ menjadi ‘y’ : sajang → sayang
• ‘nj’ menjadi ‘ny’ : njamuk → nyamuk
• ‘sj’ menjadi ‘sy’ : sjarat → syarat
• ‘ch’ menjadi ‘kh’ : achir → akhir
• awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ dibedakan
penulisannya. Kata depan ‘di’ pada contoh “di rumah”,
“di sawah”, penulisannya dipisahkan dengan spasi,
sementara ‘di-’ pada dibeli, dimakan ditulis serangkai
dengan kata yang mengikutinya.
Perkembangan Bahasa Indonesia
Masa Reformasi
Munculnya Bahasa Media Massa (bahasa Pers):
• Bertambahnya jumlah kata-kata singkatan (akronim);
• Banyak penggunaan istilah-istilah asing atau bahasa asing
adalam surat kabar.