Anda di halaman 1dari 19

EFEK SITOGENETIK PADA

FORMULASI KOMERSIAL
CYPERMETHRIN DALAM SEL-
SEL MERISTEM AKAR ALLIUM
SATIVUM: SPEKTROSKOPIK
DASAR KERUSAKAN
KROMOSOM
ISNA RAHMAWATI
1808045021
PENDAHULUAN
 Piretroid sintesis sangat beracun bagi ikan dan
organisme akuatik lan yang lebih rendah dan telah
menyebabkan efek toksik pada tanaman, hewan,
dan manusia.
 Piretroid sintesis yang umum digunakan yaitu
cypermethrin ester alfa-siano-3-fenoksibenzil dari
2,2-dimethyl-3- (2,2-diklorovinyl) asam
siklopropana karboksilat.
 Genotoksisitas adalah kemungkinan efek samping
yang serius dari paparan piretroid.
PENDAHULUAN
 Pada studi sebelumnya, piretroid dapat
meningkatkan penyimpangan kromosom,
pembentukan mikronukleus, menghasilkan
kerusakan kromosom dan penyimpangan mitosis
dalam sel-sel meristem akar Allium cepa.
 Toksisitas gen piretroid sintesis muncul
tergantung pada sistem model yang digunakan
serta titik akhir genetik yang dievaluasi.
 Uji Allium cepa telah digunakan sebagai standar
uji pemantauan lingkungan.. Allium sativum,
mengandung sejumlah kromosom serupa dengan
ukuran yang sama seperti A. ceppa.
PENDAHULUAN
 Penelitian ini berkaitan dengan potensi
genotoksik dari cypermethrine dan penentuan
konsentrasi non-genotoksik dari senyawa uji serta
menekankan sensitivitas A. sativum dalam
biomonitoring lingkungan.
 Efek sitogenetik dari formulasi cypermethrin
komersial pada sel-sel meristem akar A. sativum
untuk menjelaskan sensitivitas yang lebih baik
daripada A. cepa. Spektroskopi ultraviolet (UV)
dan FTIR digunakan untuk memberikan
penjelasan untuk kerusakan DNA yang
disebabkan oleh cypermethrin.
METODE
1. Bahan kimia
Formulasi komersial cypermethrin, bercak, dan bahan kimia lainnya
2. Uji organisme
Siung A. sativum (2n = 16) ddipertahankan pada suhu 20 ± 2 ◦C
dalam inkubator B.O.D untuk memastikan pertumbuhan akar yang tepat.
3. Uji agen
Larutan stok cypermethrin 25 mg bahan aktif/ml disiapkan dengan
melarutkan 2 ml formulasi komersial dalam 18 ml aseton. Konsentrasi
aseton tertinggi tertinggi (0,6 ml / l) diuji sebagai kontrol pelarut dan
sebagai kelompok kontrol yang tidak mendapat perlakuan. Metil metana
sulfonat (MMS, 10 ppm) digunakan sebagai kontrol positif.
METODE
4. Penentuan EC50
Siung bawah putih diletakkan di atas kapas dibasahi cypermethrin 2,0-32
ppm. 10 siung terkena air mengalir yang mengandung jumlah aseton yang
sesuai (0,3%) sebagai kontrol negatif. Setelah lima hari, panjang akar diukur.
Rata-rata panjang akar siung yang mendapat perlakuan dan kontrol diplot
sebagai fungsi konsentrasi cypermethrin dan konsentrasi menghasilkan 50%
pertumbuhan relatif terhadap kontrol dihitung sebagai konsentrasi EC50.
5. Uji konsentrasi dan jadwal paparan
Dua kali lipat nilai EC50 (16 ppm), konsentrasi EC50 (8 ppm) dan
beberapa pengenceran dua kali lipat dari konsentrasi EC50 (1, 2 dan 4 ppm)
diuji untuk menemukan konsentrasi yang toksik dan non toksik. Siung bawang
berakar dipaparkan larutan konsentrasi (10 siung / konsentrasi) dari
cypermethrin selama 24 jam. Setelah dipaparkan, 5 akar dari setiap kelompok
uji segera dipasang dalam fiksatif Carnoy dan siung yang tersisa dengan akar
utuh dicuci secara menyeluruh dan dipindahkan ke tap water selama 24
diinkubasi sebelum fiksasi. 10 siung juga diinkubasi dengan kontrol pelarut,
kontrol yang tidak mendapat perlakuan, dan kontrol positif. Ujung akar dalam
cairan Carnoy dan disimpan pada suhu 4 C semalam di lemari es. Akar-akar
tetap dicuci, dihidrolisis dengan HCl 1 N dan diwarnai dengan hematoksilin.
METODE
6. Mitotic Index/Chromosomal Aberration Assay
Kaca mikroskop diberi kode dan diberi skor blind. Untuk MI, jumlah
sel pembagi dihitung dalam total 5000-6000 sel (1000 sel/slide) per
konsentrasi, dan dinyatakan sebagai persentase. CA dan MA dihitung
dalam 500-600 sel pembagi untuk masing-masing konsentrasi.
7.Analisis Statistik
Data MI dan CA/MA dinyatakan dalam persen dan tingkat
signifikansi ditentukan oleh ANOVA dan Chisquare Test
8. Pengukuran spektral
Larutan stok DNA disiapkan dalam larutan natrium nitrat 0,01 M
dengan gentle shaking selama 2 hari pada suhu 4 C. konsentrasi DNA
ditentukan menggunakan nilai ε 6600M − 1 pada 260 nm. Spektrum
serapan UV direkam pada direkam pada GBC-Cintra 40
Spectrophotometer. Spektrum FTIR dari 99,9% cypermethrin murni
ditentukan pada resolusi 2 cm − 1 dalam kisaran 450–5000 cm − 1
pada spektrofotometer Perkin-Elmer 1800.
HASIL
HASIL
HASIL
HASIL
HASIL
DISKUSI
 A. sativum lebih sensitif pada uji relatif sistem terhadap A.
cepa sebagai nilai EC50 dari cypermethrin ditentukan pada
10 ppm, yaitu 2 ppm lebih tinggi dari EC50 dalam A. cepa.
 Piretroid mengandung gugus alfa-siano menghasilkan inhibisi
mitotik dalam sel meristem akar A. cepa, sumsum tulang
tikus dan limfosit manusia.
 Frekuensi tinggi pada MA diinduksi oleh efek cypermethrin
pada spindel mitosis, mengubah orientasi kromosom pada
berbagai tahap siklus sel.
 Gangguan fungsi spindel mitosis mungkin karena interaksi
dari cypermethrin dengan kelompok tubulin-SH
 Kelengketan ini mungkin disebabkan oleh kekacauan serat
kromatin, yang mengarah ke koneksi subkromatid antar
kromosom.
DISKUSI
 CA dan MA yang diamati relatif lebih tinggi dalam
sistem A. sativum dibandingkan dengan A. cepa, yang
menunjukkan sensitivitas yang lebih baik.
 Transformasi metabolik cypermethrin dalam sel-sel
ujung akar bertanggungjawab atas berkurangnya
frekuensi penyimpangan pada tanaman dibiarkan
recover selama 24 jam setelah paparan.
 Uji konsentrasi cypermethrin yang digunakan lebih
rendah dari biasanya yaitu 45-73 mg/l.
 Hasil uji spektroskopi UV menunjukkan bahwa
cypermethrin berinteraksi dengan DNA secara
langsung, yang bertanggungjawab untuk genotksisitas
pada senyawa uji.
DISKUSI
 Ikatan cypermethrin dengan DNA terjadi
karena polarisasi yang kuat dengan atom
klorin dalam cypermethrin.
 CA, pertukaran kromatid sister dan
pembentukan mikronukleus dalam tumbuhan
dan hewan mengindikasi senyawa ini
berinteraksi dengan DNA dan menyebabkan
kerusakan.
 Perlakuan pada tikus dengan cyprmethrin,
terjadi peningkatan peroksidasi lipid serebral
dan hati pada tikus.
DISKUSI
 Pembentukan ion karbonium reaktif melalui
hidroksilasi dan asetilasi serta pengikatan ion
karbonium ini dengan DNA merupakan
penjelasan yang mungkin untuk aktivitas
mutagenik dan karsinogenik monuron. Selain
itu terdapat kemungkinan mekanisme
genotoksisitas cypermethrin berdasarkan
parameter struktur dan sifat getaran yang
terlibat dalam interaksi cypermethrin dengan
DNA
DISKUSI
DISKUSI
 Vibrasi atom molekul yang melibatkan wedge
1 aktif akan mempolarisasi molekul DNA
dan terjadi pengikatan.
 Polarisasi muncul karena perubahan
polarisasi listrik selama vibrasi berinteraksi
dengan cypermethrin yang menyebabkan.
 Ikatan cypermethrin dengan DNA melalui
polarisasi dapat menyebabkan destabilisasi
struktur DNA dan gulungan DNA helix
menginduksi kerusakan kromosom.
KESIMPULAN
 Sensitivitas A. sativum untuk biomonitoring genotoksisitas
pada lingkungan kimia yang cocok dengan sistem uji yang
lain.
 Konsentrasi rendah tidak efektif pada A. cepa menginduksi
frekuensi signifikan pada kromosom dan penyimpangan
mitotik dalam A. sativum, yang mendukung sensitivitas A.
Sativum lebih baik dari A. cepa.
 Konsentrasi cypermethrin 1 ppm secara konsisten tidak
toksik dan non genotoksik pada A. sativum.
 Cypermethrin secara langsung berikatan dengan DNA
getaran dari wedge yang menyebabkan terjadinya polarisasi.
 Mekanisme yang diusulkan ini dapat digunakan untuk
memprediksi potensi genotoksik dari senyawa terkait.

Anda mungkin juga menyukai