Anda di halaman 1dari 17

Keperawatan Medikal Bedah II

“Steven Johnson”
Kelompok 2:
Eva Hartani
Ledia Gresiana
Kristiana Nova
Ricco Valentino
Definisi Sindrom Steven Johnson
• Steven Johnson Sindrom adalah sebuah kondisi mengancam jiwa yang
mempengaruhi kulit dimana kematian sel menyebabkan epidermis terpisah
dari dermis. Sindrom ini diperkirakan oleh karena reaksi hipersensitivitas yang
mempengaruhi kulit dan membrane mukosa. Walaupun pada kebanyakan
kasus bersifat idiopatik, penyebab utama yang diketahui adalah dari
pengobatan, infeksi dan terkadang keganasan. (Kusuma & Nurarif, 2015)
• Sindrom Steven Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput
lendir diorifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan
sampai berat.
• Terdapat tiga derajat klasifikasi yang diajukan menurut (Kusuma &Nurarif,
2015):
a) Derajat 1 : erosi mukosa SSJ dan pelepasan epidermis kurang dari 10%
b) Derajat 2 : lepasnya lapisan epidermis antara 10-30%
c) Derajat 3 : lepasnya lapisan epidermis lebih dari 30%
Etilogi
• Menurut (Porth & Maffin, 2009 dalam Brunner & Suddarth, 2010) sindrom
steven johnson dipicu oleh reaksi obat. Etiologinya tidak diketahui,tetapi
kemungkinan berhubungan dengan sistem imun dan bisa berupa suatu reaksi
terhadap obat atau kelainan sekunder akibat infeksi virus. Antibiotik,
antikonvulsan, butazon dan sulfonamid merupakan obat yang paling sering
terlibat.
Maniesfestasi Klinis
• Menurut (Kusuma & Nurarif, 2015), pada sindrom ini terlihat adanya kelainan
berupa :
1. Kelainan kulit

2. Kelainan selaput lendir di orifisium

3. Kelainan mata
Patofisiologi
• Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena reaksi alergi tipe III dan IV.
Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang
membentuk mikropresipitasi sehingga terjadi aktivasi sistem komplemen.
Akibatnya terjadi akumulasi netrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan
menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran. Reaksi tipe IV terjadi
akibat limfosit T yang tersensitisasi berkontak kembali dengan antigen yang
sama, kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Muttaqin,
2012).
Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang
Pemeriksaan untuk mendukung ditegakkannya diagnosis sindrom steven johnson
menurut (Kusuma & Nurarif, 2015), yaitu :
1. Laboratorium : Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia. Bila disangka
penyebabnya infeksi dapat dilakukan kultur darah.
2. Histopatologi : Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema, dan
esktravasasi sel darah merah. Degenerasi lapisan basalis. Nekrosis sel
epidermal dan spongiosis dan edema intrasel di epidermis.
3. Imunologi : Dijumpai deposis IgM dan C3 di pembuluh darah dermal
superficial serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.
Komplikasi
Komplikasi yang tersering ialah bronkopneumia yang didapati sejumlah 80 %
diantara seluruh kasus yang ada. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan
atau darah, gangguan keseimbangan cairan elektrolit dan syok pada mata dapat
terjadi kebutaan karena gangguan laksimasi.
1. Bronkopneumonia (16%)
2. sepsis
3. kehilangan cairan/darah
4. gangguan keseimbangan elektrolit
5. syok
6. kebutaan gangguan lakrimasi
Pencegahan
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah sindrom langka ini,
yaitu:
1. Umumnya bagi masyarakat Asia, dianjurkan untuk melakukan uji genetika
sebelum mengonsumsi obat-obatan tertentu seperti carbamzepine.
2. Konsultasikan ke dokter jika memang memiliki riwayat penyakit ini.

3. Hindari mengonsumsi obat-obatan yang bisa memicu kekambuhan jika


sebelumnya Anda pernah mengalami sindrom Steven Johnson.
Pengobatan
Menurut (Brunner & Suddarth, 2013) sasaran penanganan antara lain
mengontrol keseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah sepsis, dan
mencegah komplikasi pada mata. Fokus utama penanganan adalah pemberian
asuhan yang suportif, diantaranya yaitu :
1. Jika memungkinkan, pasien dirawat di pusat pengobatan luka bakar.
2. Operasi debridemen atau hidroterapi yang dilakukan di awal untuk
mengangkat kulit yang rusak.
3. Sumpel jaringan dari nasofaring, mata, telinga, darah, urine, kulit, dan
lepuhan yang tidak pecah digunakan untuk mengidentifikasi patogen.
4. Cairan intravena diberikan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
5. Penggantian cairan diberikan melalui NGT dan oral secepat mungkin.
Manajemen Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut (Smeltzer, Suzanne C, 2010) inspeksi kulit yang cermat harus dilakukan, dan
penampilan kulit serta luas lesi dicatat. Kulit yang normal diobservasi secara ketat untuk
menentukan apakah timbul daerahdaerah bula yang baru. Perembasan cairan dari bula
dipantau untuk memantau jumlah, warna dan baunya. Inspeksi rongga mulut untuk mendeteksi
pembentukan bula dan lesi yang terkelupas harus dilakukan setiap hari. Kondisi pasien dinilai
setiap hari untuk menemukan keluhan gatal, terbakar dan kekeringan pada mata. Kemampuan
pasien menelan dan meminum cairan, di samping kemampuan berbicara secara normal,
ditentukan. Tanda-tanda vital pasien dimonitor dan diberikan perhatian khusus terhadap
keberadaan serta karakter demam di samping terhadap frekuensi, dalam serta irama
pernapasan dan gejala batuk. Karakteristik dan jumlah sekresi respiratorius dicatat.
Pemeriksaan untuk menilai panas yang tinggi, takikardia dan kelemahan serta rasa lelah yang
ekstrim sangat penting, karena semua ini menunjukkan proses nekrosis epidermis, peningkatan
kebutuhan metabolik dan kemungkinan pelepasan jaringan mukosa gastrointestinal serta
respiratorius. Volume urin, berat jenis dan warnanya harus dipantau. Tempat pemasangan
jarum infus diinspeksi untuk menemukan tanda-tanda infeksi setempat. Berat badan pasien
dicatat setiap hari (Smeltzer, Suzanne C, 2010).
Kepada pasien diminta untuk menjelaskan keluhan rasa lelah dan tingkat nyeri yang
dirasakannya. Upaya untuk mengevaluasi tingkat kecemasan pasien harus dilakukan.
Mekanisme koping dasar yang dimiliki pasien dinilai dan strategi koping yang efektif
diidentifikasi (Smeltzer, Suzanne C, 2010).
Diagnosa Keperawatan
Menurut (NANDA, 2015), diagnosa yang dapat ditegakkan pada klien dengan
sindrom steven johnson, adalah :
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agens farmaseutikal ditandai
dengan adanya lesi pada kulit, mukosa, dan mata
2. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat
(gangguan integritas kulit)
3. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera ditandai dengan kulit yang
terkelupas dan adanya lesi
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan makan ditandai dengan demam, sakit
tenggorokan, dan adanya gangguan pada mukosa
5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan faktor yang
mempengaruhi kebutuhan cairan
Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agens farmaseutikal
ditandai dengan adanya lesi pada kulit, mukosa, dan mata
1. Pantau kulit dan membran mukosa pada area yang mengalami perubahan
warna, memar, dan kerusakan.
2. Pantau adanya kekeringan dan kelembaban yang berlebihan pada kulit.

3. Oleskan salep yang sesuai dengan kulit/lesi.

4. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka.


Diagnosa 2: Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak
adekuat (gangguan integritas kulit)
1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan dengan tepat.

2. Monitor karakteristik luka, termasuk drainase, warna, ukuran, dan bau.

3. Batasi jumlah pengunjung

4. Tingkatkan intake nutrisi yang tepat.

5. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada saat memasuki dan


meninggalkan ruangan pasien.
6. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi dan kapan
harus melaporkannya kepada penyedia perawatan kesehatan.
Diagnosa 3: Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera ditandai dengan kulit
yang terkelupas dan adanya lesi
1. Kaji tingkat nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan
dan durasi, frekwensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor
presipitasinya.
2. Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan

3. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

4. Lakukan perubahan posisi dan relaksasi.


5. Tingkatkan istirahat/tidur yang cukup untuk membantu mengurangi rasa
nyeri.
Implementasi Keperawatan
Implementasi disesuaikan dengan intervensi keperawatan yang sudah
di rencanakan
Evaluasi Keperawatan
1. Integritas kulit klien mulai membaik
2. Tidak terjadinya infeksi
3. Skala nyeri klien berkurang
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai