Disusun oleh:
Riski Karunia M (20160220025)
Ada beberapa pengertian mengenai daya yang sering digunakan didalam melakukan estimasi
terhadap kebutuhan daya pada sistem penggerak kapal, antara lain :
1. Daya Efektif (Effective Power-PE)
2. Daya Dorong (Thrust Power-PT)
3. Daya yang disalurkan (Delivered Power-PD)
4. Daya Poros (Shaft Power-PS)
5. Daya Rem(Brake Power-PB)
6. Daya yang diindikasi (Indicated Power-PI)
REVIEW TENTANG DAYA MOTOR PENGGERAK
KAPAL
𝑝𝐸 = 𝑅𝑇 x 𝑉𝑠
Keterangan:
𝑝𝐸 :Daya Efektif (Kw)
𝑅𝑇 :Gaya Hambat Total (KN)
𝑉𝑠 :Kecepatan Servis kapal [{Kec. dlm Knots} * 0.5144 = {Kec. dlm m/det}]
REVIEW TENTANG DAYA MOTOR PENGGERAK
KAPAL
𝑃𝑇 = 𝑇 𝑥 𝑉𝑎
Keterangan:
𝑃𝑇 : Daya Dorong (Kw)
T : Gaya Dorong (KN)
𝑉𝑎 :Kec. Advanced aliran fluida di bagian Buritan Kapal (M/det)
:Vs (1-w),dimana w adalah wake fraction (fraksi arus ikut)
REVIEW TENTANG DAYA MOTOR PENGGERAK
KAPAL
𝑃𝐷 = 2𝜋𝑄𝐷 𝑛𝑃
Keterangan:
𝑃𝐷 : Daya yang disalurkan (Kw)
𝑄𝐷 : Torsi baling-baling kondisi di belakang badan kapal (KNm)
𝑛𝑃 : Putaran baling-baling (rps)
REVIEW TENTANG DAYA MOTOR PENGGERAK
KAPAL
4. Daya Poros (Shaft Power-PS)
Daya Poros (PS) adalah daya yang terukur
hingga daerah di depan bantalan tabung poros
(stern tube) dari sistem perporosan
penggerak kapal. Untuk kapal-kapal yang
berpenggerak dengan Turbin Gas, pada
umumnya, daya yang digunakan adalah PS.
Keterangan:
𝑃𝑇 : Daya Dorong (Kw)
T : Gaya Dorong (KN)
𝑉𝐴 :Kec. Advanced aliran fluida di bagian Buritan Kapal(M/det)
𝑝𝐸 :Daya Efektif (Kw)
𝑅𝑇 :Gaya Hambat Total (KN)
𝑉 :Kecepatan Servis kapal
REVIEW TENTANG DAYA MOTOR PENGGERAK
KAPAL
Sistem penggerak kapal memiliki beberapa definisi tentang daya yang ditransmisikan mulai dari
daya yang dikeluarkan oleh motor penggerak hingga daya yang diberikan oleh alat gerak kapal ke
fluida sekitarnya. Rasio dari daya-daya tersebut sering dinyatakan dengan istilah efisiensi,
meskipun untuk beberapa hal sesungguhnya bukanlah suatu nilai konversi daya secara langsung.
EFISIENSI PADA SISTEM PENGGERAK KAPAL
𝑃𝐸 Keterangan:
ƞ 𝐻𝑈𝐿𝐿 = 𝑝𝐸 :Daya Efektif (Kw)
𝑃𝑇
𝑅 𝑥 𝑉𝑠 𝑃𝑇 :Gaya Hambat Total (KN)
ƞ 𝐻𝑈𝐿𝐿 = 𝑉𝑠 :Kecepatan Servis kapal (knot atau M/s)
𝑇 𝑥 𝑉𝑎 𝑉𝑎 : Kec. Advanced aliran fluida di bagian Buritan Kapal (M/det)
𝑇 1 − 𝑡 𝑥 𝑉𝑠 𝑡 dan w : 𝑡 dan w merupakan propulsion parameters
ƞ 𝐻𝑈𝐿𝐿 = 𝑡 : Thrust Deduction Factor
𝑇 𝑥 𝑉𝑠 (1 − 𝑤)
(1 − 𝑡)
ƞ 𝐻𝑈𝐿𝐿 =
(1 − 𝑤)
EFISIENSI PADA SISTEM PENGGERAK KAPAL
∀ ∀
𝐶𝑝 = 𝐾𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑃𝑟𝑖𝑠𝑚𝑎𝑡𝑖𝑘 = =
𝐿 𝑥 𝐵 𝑥 𝑇 𝑥 𝐶𝑚 𝐿 𝑥 𝐴𝑚
EFISIENSI PADA SISTEM PENGGERAK KAPAL
Sedangkan w adalah wake fraction yang dapat dicari dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut,
𝑉𝐴
𝑤 =1−
𝑉𝑠
𝑊𝑠𝑎𝑡𝑛𝑑𝑎𝑟 = 0,70 𝑥 𝐶𝑝 Single screw ship with normal stern
𝑎
𝑊𝑠𝑎𝑡𝑛𝑑𝑎𝑟 = 0,70 𝑥 𝐶𝑝 − 0,3 + 0,3 𝑥 (0,4 − ) Twin screw ships
𝐵
Dimana :
a : Jarak antar 2 poros (m)
B : Lebar kapal (m)
EFISIENSI PADA SISTEM PENGGERAK KAPAL
Persamaan berikut ini menunjukkan kedua kondisi dari Efisiensi Baling-baling, sebagai berikut ;
𝑇 𝑥 𝑉𝑎
Efisiensi baling-baling (open water) :ƞ 0 =
2𝜋𝑄0 𝑛
𝑃𝑇 𝑇 𝑥 𝑉𝑎
Efisiensi baling-baling (Behind the ship) :ƞ 𝐵 = =
𝑃𝐷 2𝜋𝑄0 𝑛
EFISIENSI PADA SISTEM PENGGERAK KAPAL
Karena ada dua kondisi tersebut(Efisiensi baling-baling (open water) dan Efisiensi baling-baling
(Behind the ship) ) , maka muncul suatu rasio efisiensi yaitu yang dikenal dengan sebutan Efisiensi
Relative-Rotative, ƞ RR ; yang merupakan perbandingan antara Efisiensi Baling-baling pada kondisi
di belakang kapal dengan Efisiensi Balingbaling pada kondisi di air terbuka, sebagai berikut ;
𝑇 𝑥 𝑉𝑎
ƞ𝐵 ൗ2𝜋𝑄 𝑄0
𝐷
ƞ𝑅𝑅 = = =
ƞ0 𝑇 𝑥 𝑉𝑎ൗ 𝑄𝐷
2𝜋𝑄0
sehingga ƞ RR sesungguhnya bukanlah merupakan suatu sifat besaran efisiensi yang sebenarnya
(bukan merupakan power conversion). Efisiensi ini hanya perbandingan dari besaran nilai efisiensi
yang berbeda. Maka besarnya efisiensi relative-rotative dapat pula lebih besar dari satu, namun
pada umumnya diambil nilainya adalah berkisar satu.
EFISIENSI PADA SISTEM PENGGERAK KAPAL
𝑃𝐷
ƞ𝑠 =
𝑃𝑠
EFISIENSI PADA SISTEM PENGGERAK KAPAL
𝑃𝐸 𝑃𝑇 𝑃𝐷
ƞ𝑃 = 𝑥 𝑥 = ƞ𝐻𝑈𝐿𝐿 𝑥 ƞ𝐵 𝑥 ƞ𝑠 = ƞ𝐻𝑈𝐿𝐿 𝑥 ƞ0 𝑥 ƞ𝑅𝑅 𝑥 ƞ𝑠
𝑃𝑇 𝑃𝐷 𝑃𝑠
ƞ HULL, ƞ O, dan ƞ RR adalah tergantung pada karakteristik hydrodynamics, sedangkan ƞ S adalah
tergantung pada karakteristik mekanis dari sistem propulsi kapal. Namun demikian, peranan yang
terpenting adalah upaya-upaya guna mengoptimalkan ƞ P.
DAYA MOTOR YANG DI INSTAL
Daya motor penggerak kapal (PB) yang dimaksud adalah Daya Rem (Brake Power) atau daya
yang diterima oleh poros transmisi sistem penggerak kapal (PS), yang selanjutnya dioperasikan
secara kontinyu untuk menggerakkan kapal pada kecepatan servisnya (VS). Jika besarnya efisiensi
mekanis pada susunan gearbox, yang berfungsi untuk me-reduce dan me-reverse putaran motor
penggerak, adalah 98 persen (seperti pada Gambar 2). Maka daya motor penggerak kapal dapat
dihitung, seperti persamaan dibawah ini ;
𝑃𝑆
𝑃𝐵−𝐶𝑆𝑅 =
0,98
PB-CSR adalah daya output dari motor penggerak pada kondisi Continues Service Rating (CSR),
yaitu daya motor pada kondisi 80 - 85% dari Maximum Continues Rating (MCR)-nya. Arti
phisiknya, daya yang dibutuhkan oleh kapal agar mampu beroperasi dengan kecepatan servis VS
adalah cukup diatasi oleh 80 - 85% daya motor (engine rated power) dan pada kisaran 100%
putaran motor (engine rated speed).
DAYA MOTOR YANG DI INSTAL
Untuk menentukan besarnya daya motor yang harus di-instal di kapal, adalah Seperti yang
ditunjukkan oleh persamaan sebagai berikut ;
𝑃𝐵−𝐶𝑆𝑅
𝑃𝐵−𝑀𝐶𝑅 =
0,85
Daya pada PB-MCR inilah yang selanjutnya dapat digunakan sebagai ‘ancer-ancer’ (acuan) dalam
melaksanakan proses pemilihan motor penggerak (Engine Selection Process).
II.KARAKTERISTIK LAMBUNG & BALING-BALING
(HULL & PROPELLER CHARACTERISTICS)
Salah satu tahapan yang sangat berpengaruh didalam melaksanakan proses Analisa Engine -
Propeller Matching adalah tahap pemodelan dari karakteristik badan kapal yang dirancang/diamati.
Hal ini disebabkan karena Karakteristik Badan Kapal mempunyai efek langsung terhadap
karakteristik baling-baling (propeller).
1. TAHANAN KAPAL & KECEPATAN SERVIS
Tahanan kapal ini merupakan gaya hambat dari media fluida yang dilalui oleh kapal saat
beroperasi dengan kecepatan tertentu. Besarnya gaya hambat total ini merupakan jumlah dari
semua komponen gaya hambat (tahanan) yang bekerja di kapal, meliputiTahanan Gesek, Tahanan
Gelombang, Tahanan Appendages, Tahanan Udara, dsb. Secara sederhana Tahanan Total Kapal
dapat diperoleh dengan persamaan, sebagai berikut ;
𝑅𝑇 = 0,5 𝑥 𝜌 𝑥 𝐶𝑇 𝑥 𝑆 𝑥 𝑉𝑆2
KARAKTERISTIK LAMBUNG & BALING-BALING
(HULL & PROPELLER CHARACTERISTICS)
Dari persamaan yang didapat untuk mencari
Tahanan total sebelumnya, dimana 𝜌 adalah
massa jenis fluida (Kg/m3); CT adalah
koefisien tahanan total kapal dan S
merupakan luasan permukaan basah dari badan
kapal (m2). Dan jika variabel-variabel tersebut
adalah constant ( 𝛼), maka Persamaan 16 dapat
dituliskan sebagai berikut ;
𝑅𝑇 = 𝛼 𝑥 𝑉𝑆2
KARAKTERISTIK LAMBUNG & BALING-BALING
(HULL & PROPELLER CHARACTERISTICS)
2. GAYA DORONG KAPAL (𝑻𝑺𝑯𝑰𝑷 )
Gaya Dorong (Thrust) kapal merupakan komponen yang sangat penting, yang mana digunakan
untuk mengatasi Tahanan (Resistance) atau Gaya Hambat kapal. Pada kondisi yang sangat-sangat
ideal, besarnya gaya dorong yang dibutuhkan mungkin sama besar dengan gaya hambat yang terjadi
dikapal. Namun kondisi tersebut sangatsangat tidak realistis, karena pada faktanya di badan kapal
tersebut terjadi phenomena hidrodinamis yang menimbulkan degradasi terhadap nilai besaran gaya
dorong kapal. Sehingga untuk gaya dorong kapal dapat ditulis seperti model persamaan, sebagai
berikut ;
𝑅
𝑇=
(1 − 𝑡)
∝ 𝑉𝑆2
𝑇=
(1 − 𝑡)
∝𝑉𝑆2 𝑉𝐴
Jika unsur 𝑉𝑆 pada persamaan (𝑇 = ) juga dapat didistribusikan dengan persamaan (𝑤 = 1 − )
(1−𝑡) 𝑉𝑠
diperoleh model persamaan gaya dorong kapal (𝑇𝑆𝐻𝐼𝑃 ) :
∝ 𝑣𝑠2
𝑇𝑆𝐻𝐼𝑂 =
1 − 𝑇 (1 − 𝑊)2
KARAKTERISTIK LAMBUNG & BALING-BALING
(HULL & PROPELLER CHARACTERISTICS)
Jika 𝛼
𝜎𝑉𝐴2 𝛽= 𝑥 𝜌𝐷2
𝑇𝑆𝐻𝐼𝑃 = 1 − 𝑡 (1 − 𝑤)²
(1 − 𝑡)(1 − 𝑤)2
TSHIP = Tprop
Sehingga diperoleh persamaan
𝛼 𝑥 𝑉𝑎2
𝐾𝑇 = 𝐾𝑇 = 𝛽 𝑥 𝐽2
1 −𝑡 (1−𝑤)²𝜌 𝑥 𝑛2 𝑥 𝐷4
INTERAKSI LAMBUNG KAPAL
& BALING-BALING
Jika ditambahkan untuk kebutuhan Hull Service Margin, yaitu kebutuhan yang dikarenakan
dalam perhitungan perencanaan, yang mana analisanya dikondisikan untuk ideal conditions (kondisi
ideal), antara lain : perfect surface pada lambung dan baling-baling kapal, serta calm wind & seas,
maka perlu ditambahkan kelonggaran sebesar ±20% dari nilai 𝐾𝑇 tersebut. Dan notasinya pun
ditambahkan sub-script “SM”, yang artinya adalah survice-margin.
𝐾𝑇 −𝑆𝑀 = 𝐾𝑇 + 20% 𝐾𝑇
Langkah berikutnya adalah dengan membuat ‘tabulasi’ dari Pers ( 𝐾𝑇 = 𝛽 𝑥 𝐽2 ) dan Pers
(𝐾𝑇 −𝑆𝑀 = 𝐾𝑇 + 20% 𝐾𝑇 ). Harga “J” diambil dari Diagram Openwater Test baling-baling yang akan
digunakan pada kapal, yaitu dari angka terendah bergerak secara gradual ke angka tertingginya.
Kemudian, hasil tabulasi tersebut di-plot-kan pada Diagram Openwater Test balingbaling tersebut.
INTERAKSI LAMBUNG KAPAL
& BALING-BALING
Pada gambar disamping terlihat bentuk
interaksi dari kinerja propellerI pada
kondisi dibelakang badan kapal, yang mana
pada Kurva 1 merupakan trendline koefisien
propeller thrust untuk trial conditions. Dan
dengan melihat keadaan Kurva J (3),
diperoleh harga koefisien propeller torque,
𝐾𝑄 pada kondisi trial. Sedangkan, Kurva 2
adalah trendline dari propeller thrust
coefficient pada kondisi hull service margin
dan dengan menarik Kurva J (4) sedemikian
hingga melewati titik 𝐾𝑇 −𝑆𝑀 , maka diperoleh
koefisien torsi baling-baling, 𝐾𝑄 −𝑆𝑀 , pada
kondisi hull service margin. Selanjutnya,
kedua angka 𝐾𝑄 𝑑𝑎𝑛 𝐾𝑄 −𝑆𝑀 inilah yang
digunakan untuk menentukan karakteristik
beban propeller.
KARAKTERISTIK BEBAN BALING-BALING
(PROPELLER LOAD CHARACTERISTICS)
Didalam mengembangkan ‘trend’ karakteristik beban propeller, variabel yang terlibat adalah
propeller torque dan propeller speed. Untuk propeller torque merupakan hasil pengolahan secara
grafis dari hull & propeller interaction, yaitu 𝐾𝑄 dan 𝐾𝑄 −𝑆𝑀 ; yang kemudian dikembangkan seperti
persamaan dibawah ini,
Qprop = 𝛾 𝑥 𝑛2 = 𝑓1 (𝑛2 )
Q′prop = 𝛾′ 𝑥 𝑛2 = 𝑓2 (𝑛2 )
KARAKTERISTIK BEBAN BALING-BALING
(PROPELLER LOAD CHARACTERISTICS)
Dari kedua persamaan sebelumnya, maka trend karakteristik propeller power (propeller load) dapat
diperoleh sebagai berikut :
[Power] = [Torque] * [Speed]
Seperti diketahui bahwa energy pada motor penggerak ini adalah berasal dari bahan bakar
(fuel), yangmana energy tersebut hilang ke atmosphere dalam bentuk panas adalah ± 35 % ; lalu ±
25 % hilang melalui air pendingin dan getaran ; serta sekitar 2 % hilang pada poros propeller.
Sehingga hanya sekitar 38 % dari energy dari fuel yang tertinggal untuk propulsion.
Dari sisa sekitar 38 % tersebut, secara kasar dapat dibagi-bagi lagi, yaitu : ± 3 % digunakan
untuk mengatasi air resistance, ± 27 % terpakai untuk mengatasi wave resistance, ± 17 %
digunakan untuk mengatasi resistance akibat wake & propeller wash, ± 18 % untuk mengatasi skin
friction, dan sekitar 35 % dipakai untuk memutar propeller (baling-baling).
KARAKTERISTIK MOTOR PENGGERAK KAPAL
𝑃𝐸𝑁𝐺= 𝑚𝑓𝑢𝑒𝑙 𝑥 𝐶𝑓
Ket:
PENG = Engine Power (Daya Motor Penggerak)
mfuel = mass fuel rate (Laju Aliran Bahan Bakar)
Cf = Calorific Value of Fuel (Nilai Kalor Bahan Bakar)
𝑃𝐸𝑁𝐺= 𝑏𝑚𝑒𝑝 𝑥 𝐿 𝑥 𝐴 𝑥 𝑁
Ket :
Bmep = Brake mean effective pressure
L = Langkah Torak (Length of stroke)
A = Area of piston-bore (Luasan torak)
n = Rate of power strokes
Dari Persamaan diatas terlihat bahwa besarnya engine power sangat tergantung dari besarnya
bmep yang terjadi pada engine, karena harga L, A, dan n pada suatu engine adalah sudah tetap.
Sehingga dengan kata lain, besarnya engine power adalah proporsional dengan nilai dari bmep yang
terjadi.
KARAKTERISTIK MOTOR PENGGERAK KAPAL
Tahap yang ketiga adalah engine power yang diukur dengan metode pengereman di engine test
bed, yangmana merupakan power output dari engine seperti yang ditunjukkan pada Persamaan
sebagai berikut ;
Ket :
𝑄𝐸𝑁𝐺 = Engine Torque
𝑛𝐸𝑁𝐺 = Engine Speed
Berdasarkan Persamaan diatas tampak bahwa perubahan yang signifikan dari engine power hanya
dapat dilakukan dengan merubah nilai dari engine torque-nya.
KARAKTERISTIK MOTOR PENGGERAK KAPAL
Masing-masing variabel potensial pada 3 Persamaan sebelumnya, dan memiliki keterikatan dan
pengaruh secara proporsional, sehingga kondisi tersebut dapat disederhanakan sebagai berikut ;
1. MATCHING POINT
Matching point merupakan suatu titik operasi dari putaran motor penggerak kapal (engine
speed) yang sedemikian hingga tepat (match) dengan karakter beban balingbaling, yaitu titik
operasi putaran motor dimana power yang di-absorb oleh propeller sama dengan power produced
oleh engine dan menghasilkan kecepatan kapal yang mendekati (sama persis) dengan kecepatan
servis kapal yang direncanakan.
KOMBINASI KARAKTERISTIK
ENGINE & PROPELLER
Untuk dapat menyamakan kedua trendline tersebut ke dalam satu sarana plotting yang sama, maka
terlebih dahulu harga kedua trendline dijadikan dalam persen (%) seperti yang digambarkan pada
kurva berikut ini;
KOMBINASI KARAKTERISTIK
ENGINE & PROPELLER
Pada engine speed, n, adalah merupakan titik operasi putaran motor penggerak yang sesuai
dengan kondisi beban propeller, sebab, daya yang dihasilkan oleh motor penggerak adalah sama
dengan daya yang diabsorb oleh propeller, P. Hal ini tentunya akan memberikan konsekuensi yang
optimal terhadap pemakaian konsumsi bahan bakar dari motor penggerak kapal terhadap
kecepatan servis kapal yang diinginkan.
KOMBINASI KARAKTERISTIK
ENGINE & PROPELLER
Penurunan bahan bakar (fuel) yang disuplai ke engine akan menyebabkan turunnya bmep, dan
tentunya akan menurunkan engine torque. Perubahan pada engine torque inilah yang selanjutnya
dipakai untuk menentukan besaran putaran engine dengan cara men- set posisi engine throttles
(fuel stroke position) untuk kebutuhan operasional kapal, sebagai berikut ;
1 - S (Slow Ahead)
2- H (Half Ahead)
3 - F (Full Ahead)
KOMBINASI KARAKTERISTIK
ENGINE & PROPELLER
Gambar dibawah ini memberikan ilustrasi beberapa kondisi matching points antara kurva-kurva torsi motor
penggerak terhadap kurva beban propeller. Terlihat titik perpotongan antara kurva engine torque [1] dan
kurva propeller load yangmana menghasilkan titik operasi {P1 & N1}; Yaitu bilamana kapal diinginkan bergerak
dengan kecepatan yang relatif rendah (slow ahead), seperti misalnya kondisi daerah perairan terbatas.
Sedangkan pada matching points {P2 & N2} dan {P3 & N3}
adalah dibutuhkan untuk mendukung dan memenuhi tingkat
operasional kapal, bilamana dikehendaki peningkatan
kecepatan servis kapal.
KOMBINASI KARAKTERISTIK
ENGINE & PROPELLER
Jika matching point untuk pitch yang tepat adalah pada titik operasi {P1 & N1}, maka kondisi
pitch yang tidak tepat untuk kurva beban propeller terjadi seperti kurva 1 dan kurva 2. Kurva 3
menunjukkan karakteristik beban propeller untuk kondisi pitch yang terlalu rendah (light propeller
load), sedangkan kurva 4 menunjukkan karakteristik beban propeller untuk kondisi pitch yang
terlalu tinggi (heavy propeller).
Dari Gambar sebelumnya terlihat bahwa ketika beban propeller bertambah (heavy propeller)
akibat pitch yang terlalu tinggi, maka trend beban cenderung bergeser naik. Kemudian titik potong
kurva beban propeller tersebut dengan kurva maximum engine torque, cenderung bergeser
sedemikian hingga putaran engine turun hingga titik N3. Kondisi seperti ini adalah sangat tidak
menguntungkan untuk operasi engine, seakan-akan engine beroperasi dalam kondisi over load.
Demikian juga sebaliknya, ketika beban propeller lebih ringan akibat pengambilan pitch yang
terlalu rendah. Maka beban propeller yang terjadi akan bergeser turun, sehingga putaran engine
akan naik hingga N2. Kondisi ini pun tentunya akan merusak engine, karena engine seakan-akan
beroperasi dalam kondisi over speed.
KOMBINASI KARAKTERISTIK
ENGINE & PROPELLER
Ketika kapal masih dalam kondisi baru (clean hull, smooth, etc), kondisi kurva beban propeller
seperti yang digambarkan pada kurva 1. Dan saat itu jika engine di-running dengan engine torque
seperti digambarkan oleh kurva 1, maka design speed untuk kapal sudah dapat dicapai pada kondisi
engine speed, N1.
Namun, saat lambung kapal sudah banyak ditempeli oleh binatang-binatang laut maka tahanan
kapal akan berubah seperti yang ditunjukkan oleh kurva 2. Bila engine dirunning tetap seperti yang
ditunjukkan oleh kurva 1, maka engine speed akan turun dari N1 ke N2. Dan tentu sebagai
konsekuensi adalah kecepatan servis kapal akan mengalami penurunan juga. Akan tetapi, bila
engine masih memiliki ‘margin’ yang cukup sedemikian hingga kurva engine torque dapat dinaikkan
seperti yang digambarkan oleh kurva 2, maka engine speed dapat dipertahankan pada N1. Sehingga
kondisi operasional kapal tidak ‘terganggu’ (kecepatan servis kapal masih mampu dipertahankan).
Sebagai catatan bahwa kondisi operasi kurva 2 adalah masih berada pada ± 90% rated bmep (atau,
pada 85-90% rated power at 100% rated speed).
ENGINE RATING
Apabila engine di-rated pada 10.000 kW, artinya adalah, Daya sebesar 10.000 kW disuplai oleh engine ke
propeller. Walaupun demikian, perlu diketahui juga bahwa pada kondisi yang bagaimana engine tersebut mampu
memproduksi daya sebesar 10.000 kW tersebut. Misalnya, bagaimana keadaan dari lingkungan ruangan saat
engine di-rated, dan bagaimana pula harga dari putaran poros.
Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan didalam penentuan engine rating tersebut, antara lain :
1. Rated Power
2. Rated Torque
3. Rated Speed
4. Rated Brake Mean Effective Pressure
ENGINE RATING
Dengan mengambil asumsi bahwa kondisi overload power adalah 10% , maka P ∞ n3 dapat diuraikan sebagai
berikut ;
3
𝑃2 𝑛2
=
𝑃1 𝑛1
3
𝑛2 = 1.1 = 1.03
Sehingga engine speed masih dapat dinaikkan hingga 3 % untuk waktu yang relatif pendek (singkat).
Kecepatan motor hingga 103% ini hanya dapat diharapkan jika kapal beroperasi dalam kondisi beban yang
relatif rendah.
ENGINE RATING
{ Max. Continues Power Rating } = { Max. Rated Torque } x { Max Rated Speed }
{Max. Rated Torque} ∞ {Max. Rated BMEP}
Maka arti phisiknya, Maximum Continues Power Rating adalah kondisi rating dari engine power pada 100 %
bmep dan 100 % rpm, yang telah ditetapkan oleh engine builder. Ini merupakan nilai rating yang disajikan oleh
engine builder untuk pemakian operasi secara kontinyu pada kondisi yang standar.
ENGINE RATING
KOREKSI RATING
Harus dipahami bahwa rating yang ditetapkan oleh engine builder, sesungguhnya masih belum
mempertimbangkan kondisi lingkungan engine saat terpasang di kapal (ship environment). Ambient conditions
sangat berpengaruh pada engine performance. Rating yang dikembangkan oleh engine builder adalah specified
under standard conditions.
Jika engine dioperasikan pada ambient conditions yang tidak standar, maka engine rating harus
dimodifikasi (misalnya dioperasikan pada daerah tropis). Ada beberapa standar yang diikuti, dan langkah-
langkah yang diambil guna pemodifikasian dari engine rating dengan mempertimbangkan ambient operating
conditions saat service adalah dikenal dengan istilah DE-RATING.
RUMUSAN EMPIRIS YANG SERING DIGUNAKAN UNTUK
PERTIMBANGAN TEKNIS TERHADAP PERBEDAAN
ANTARA KONDISI OPERASI YANG SEBENARNYA
DENGAN KONDISI YANG STANDAR
a) De-rate motor penggerak kapal, sebesar 10% ; untuk setiap penurunan tekanan barometrik sebesar 4
inch-Hg.
b) De-rate motor penggerak kapal, sebesar 2,5% ; untuk setiap kenaikan temperatur kondisi udara sekitar
(ambient air condition) sebesar 10 0 F.
c) De-rate motor penggerak kapal, sebesar 1% ; untuk setiap kenaikan kelembaban relatif (relative humidity)
dari kondisi udara sekitar (ambient air condition) sebesar 10 %.
d) Untuk motor penggerak kapal dengan sistem pendingin “intercooled” dan menggunakan ‘air laut’; maka De-
rate motor penggerak kapal, sebesar 2 % ; untuk setiap kenaikan temperatur air laut (ambient air
condition) sebesar 10 0 F.
e) De-rate motor penggerak kapal, sebesar 1% ; untuk setiap kenaikan ‘exhaust back pressure’ (ambient air
condition) sebesar 4 inch-Hg.
OPERATING MARGINS
Nilai margin sebesar 30% tersebut mungkin agak berlebihan, dalam prakteknya nilai dari margins tersebut
biasanya merupakan nilai gabungan yang diambil secara empiris.
OPERATING MARGINS
Di dalam proses mengestimasi service speed dan engine power yang dibutuhkan di kapal, biasanya calon
pemilik kapal akan melakukan pendekatan kepada pihak galangan serta meminta quatation untuk kapal bangunan
baru. Margins mungkin juga dapat didefinisikan sebagai ‘Ketentuan Kontrak’ ( atau juga ‘Kecepatan Servis’
untuk operasional kapal ).
Selain itu, Calon pemilik kapal biasanya juga mensyaratkan khusus terhadap ukuran tonase bobot mati
kapal yang dibutuhkan, jenis muatan, kecepatan servis kapal, yangmana keinginannya untuk sea margin dan
route-route perdagangan yang diproyeksikan tersebut terkait dengan Beaufort Number. Kebutuhan daya
tersebut kemudian akan diestimasi, serta titik operasi baling-baling yang direncanakan akan ditetapkan oleh
calon pemilik kapal, galangan dan engine builder.
OPERATING MARGINS
Berdasarkan Gambar 18, diperoleh bahwa untuk masing-masing kurva beban propeller memiliki batasan
tersendiri terhadap available power (sbg output power) yang dikeluarkan oleh engine. Jika margin bertambah
maka kurva beban propeller (initial) akan bergerak turun dan bergeser ke kanan. Artinya, Jumlah kebutuhan
daya untuk mendapatkan kecepatan design menjadi lebih kecil prosentasenya terhadap rated power-nya.
Namun sebaliknya bila usia kapal bertambah dan lambung kapal mulai kasar (foulings), maka kurva beban
propeller akan bergeser ke kiri pada Gambar Speed-Power Map tersebut.
Selanjutnya, Engine speed menjadi batasan yang perlu mendapat perhatian. Karena pengambilan
prosentase margin yang proporsional akan berpengaruh pada kelangsungan operasional kapal. Untuk
penyempurnaan terhadap situasi yang demikian, maka biasanya diambil langkah-langkah sebagai berikut :
Dipilih CPP (Controllable Pitch Propeller) untuk propulsor kapal, atau Mengganti propeller dengan yang baru
saat dilaksanakan mid-life dry docking.
OPERATING MARGINS
OPERATING MARGINS
Keterangan :
1. Optimum range untuk operasi yang kontinyu
2. Range Kerja yang hanya dibolehkan untuk waktu yang sangat
terbatas saja
3. “Upper speed range”, dicoba saat sea trial saja
4. Range dari ‘Karakteristik Engine’ pada saat sea trial dengan
kondisi cuaca yang cerah, dan keadaan lambung kapal (hull)
masih bersih
5. Kurva beban propeller hampir mendekati titik MCR,
meskipun Engine masih mampu kerja didalam range 2 untuk
waktu yang terbatas. Maksud dari kurva 5 ini adalah untuk
menunjukkan beban propeller yang seharusnya dicapai(dalam
tahapan ‘perancangan propeller’)
6. Batas dari Range 2
Tabel 1 : Diesel Engine Environmental Standard
Reference Conditions
Keterangan :
1. Maximum
2. Minimum
3. Temperature at outlate
Tabel 2 : Diesel Manufacturer’s Standards For Four-
Stroke Engines
OPERATING MARGINS
Pada perancangan baling-baling kapal, besarnya daya yang di-absorb oleh balingbaling adalah umumnya
berkisar 85 – 90% dari nominal power pada nominal speed (rated power, rated speed). Sehingga, besarnya
selisih (10 – 15%) yang dipilih tersebut, didasari pada ‘permintaan’ Owner serta pertimbangan teknis dari
kekhususan bentuk lambung kapal itu sendiri. Maka daya yang tersedia masih mencukupi kebutuhan untuk
mempertahankan kondisi servis kapal, seiring dengan kenyataan adanya binatangbinatang laut yang tumbuh
menempel di lambung kapal. Kapal sebaiknya dijadwalkan untuk melaksanakan dry docking, ketika kapal dalam
operasi servisnya harus merunning engine pada kondisi 100% nominal dari maximum continuous power rating.
SERVICE RATING = 85 – 90 %
= {Brake Power Trials} / {Brake Power Manufacturer Rating}
OPERATING MARGINS
Ratio ini harus dihitung dengan seluruh pertimbangan teknis, meliputi kondisi lingkungan, tipe bahan
bakar, dan koreksi-koreksi yang digunakan. Dan jika terjadi kondisi engine & Propeller match yang seperti
ditunjukkan pada region 2 dalam Gambar 18, maka salah satu langkah yang harus diambil adalah sebagai
berikut :
Propeller replaced (diganti),
Re-pitched,
Tips cropped (potong bagian tip dari daun propeller).
OPERATING MARGINS
Engine & Propeller Matching adalah sangat esensial, tidak hanya pertimbangan terhadap alasan
ekonomisnya saja. Akan tetapi juga untuk menghindari kerusakan dari Engine. Beban thermal dari engine
tergantung pada bmep dan posisi titik operasi pada kurva 6 dari Gambar 18 tentang Speed Power Map,
yangmana menyajikan kemungkinan kecepatan terendah untuk suatu nilai bmep yang diberikan. Untuk
memperoleh kondisi kerja yang optimum, maka titik-titik operasi engine untuk continuous service sebaiknya
berada dalam “Range 1 ” (Gambar 18). Engine boleh dioperasikan dalam “Range 2 ”, namun hanya untuk periode
yang terbatas.
Jika Engine di-set pada kondisi CSR adalah 85% power pada nominal speed. Dan ketika kelebihan daya
tersebut kemudian dibutuhkan, maka putaran engine dapat dinaikkan hingga;
103% dari nominal speed-nya, selama continuous operation.
108% dari nominal speed-nya, untuk periode sekitar 1 jam selama trials run. Dan ini hanya dapat dilakukan
jika shafting bukan menjadi sumber getaran torsional yang tidak dapat diijinkan.
OPERATING MARGINS