Infeksi intrauterin atau korioamnionitis merupakan
infeksi yang terjadi pada membran (korion) dan cairan amnion. Beberapa buku obstetri memperlihatkan insidens berkisar 1% dari seluruh persalinan. Di negara berkembang dimana asuhan prenatal dan nutrisi ibu yang buruk selama kehamilan mempunyai insidens yang lebih tinggi dalam hal terjadinya korioamnionitis. Korioamnionitis dapat terjadi akibat invasi mikroba ke cairan amnion dimana bakteri yang mencapai rongga amnion menyebabkan terjadinya infeksi serta inflamasi di membran plasenta dan umbilical cord.Infeksi amnion dapat terjadi baik pada membran yang masih utuh maupun pada membran yang telah ruptur dan lamanya ruptur dari membran secara langsung berhubungan dengan perkembangan korioamnionitis. Korioamnionitis dapat menyebabkan bakteremia pada ibu, menyebabkan kelahiran prematur dan infeksi yang serius pada bayi.Penyebab tersering infeksi intrauterin adalah bakteri yang ascendingdari saluran kemih ataupun genital bagian bawah atau vaginitis. 2.2 Etiologi Organisme penyebab terjadinya korioamnionitis adalah organisme normal di vagina, termasuk Eschericia coli, selain itu Streptokokusgrup B juga sering berperan sebagai penyebab infeksi.Chlamydia trachomatissebagai salah satu bakteri penyebab cervicitisjuga berperan sebagai bakteri penyebab infeksi intrauterin dan berhasil diisolasi dari cairan amnion.Peran virus sebagai penyebab korioamnionitis sampai dengan saat ini belum jelas diketahui. Jalur Ascending Infeksi Intrauterin Mikroorganisme dapat memasuki kantong amnion dan fetus melalui jalur : 1.Naik dari vagina dan serviks 2.Penyebaran hematogen melalui plasenta (infeksi transplasenta) 3.Retrogradedari rongga peritoneum melalui tuba falopi 4.Accidentalpada waktu melakukan prosedur invasif, seperti amniosentesis, percutaneus fetal blood sampling, chorionic villous sampling, atau shunting
Penyebab tersering infeksi intrauterin adalah melalui jalur
pertama yaitu bakteri naik dari vagina dan serviks. Korioamnionitis secara histologi didapati lebih sering dan lebih berat pada daerah dimana terjadi ruptur membran dibandingkan dengan daerah lainnya, seperti placental chorionic plate atau umbilical cord. Identifikasi bakteri pada kasus ini mirip dengan bakteri yang terdapat di saluran genital bagian bawah. Bila terjadi infeksi kantong amnion selalu terlibat. Faktor predisposisi Persalinan prematur Persalinan lama Ketuban pecah lama Pemeriksaan dalam yang dilakukan berulang-ulang Adanya bakteri patogen pada traktus genitalia (IMS, BV) Alkohol Rokok Tanda dan gejala klinis korioamnionitis meliputi: 1.Demam 2.Takikardia ibu (>120x/menit) 3.Takikardia janin (>160x/menit) 4.Cairan ketuban berbau atau tampak purulen 5.Uterus teraba tegang 6.Leukositosis ibu (leukosit 15.000-18.000 sel/mm3) Penatalaksanaan Korioamnionitis diterapi antimikroba dan janin dilahirkan tanpa memandangusia gestasi. Antibiotika yang diberikan adalah antibiotika intravena berspektrumluas. Untuk sebagian besar kasus, cukup digunakan antibiotika tunggal. Terdapatpenelitian yang membuktikan bahwa pemberian antibiotika intrapartum dibandingkandengan postpartum akan menurunkan kejadian sepsis & pneumonia neonatal danmorbiditas postpartum ibu. Terdapat studi yang merekomendasikan pemberian ampisilin(2 g setiap 6 jam) ditambah dengan gentamisin (1,0-1,5mg/kg setiap 8 jam). Ampisilin diberikan sebagai pilihan pertama karena dapat melintasi plasenta dengancepat (<30 menit) dalam konsentrasi tinggi (rasio darah maternal/darah umbilicus0,71). Regimen intravena yang direkomendasikan termasuk cefoxitin (4X2gr),cefotetan (2x2gr), piperasilin atau mezlocilin (4x3- 4gr), ampisilin sulbaktam (4x3gr),tikarsilin/klavulanat (4x3gr). Pada kasus yang lebih berat misalnya pada sepsis dapatdiberikan terapi kombinasi yang terdiri dari penisilin atau ampisilin, aminoglikosidadan agen anaerob seperti klindamisin (3x900gr). Pilihan cara persalinan pada kasus korioamnionitis sebaiknya pervaginam.Jika persalinan tidak timbul spontan, maka dilakukan induksi persalinan, baik denganmedikamentosa atau mekanik Persalinan perabdominam meningkatkan risikodemam postpartum akibat infeksi (endometritis) pada ibu. Endometritis dapat terjadipada 30% pasien dengan persalinan perabdominam, dibandingkan risiko padapersalinan pervaginam hanya 10%. Morbiditas ibu meningkat 5x lipat pada persalinan perabdominam jika dibandingkan dengan persalinan pervaginam TERIMA KASIH