Anda di halaman 1dari 25

Rhinitis alergi

Lailaturahmi
0811012047

10/22/2010 Farmakoterapi I 1
Definisi
 Rhinitis alergi adalah inflamasi
membran mukosa hidung disebabkan
oleh paparan terhadap alergen yang
terhirup. Alergen ini mengawali respon
imunologi spesifik, dengan perantara
IgE

10/22/2010 Farmakoterapi I 2
Epidemiologi
 Rinitis alergi adalah salah satu penyakit yang
paling umum ditemukan pada manusia.
 Diperkirakan sekitar 20% - 30% populasi
orang dewasa Amerika dan lebih dari 40%
anak-anak menderita penyakit ini.
 Rinitis alergi sering diasosiasikan dengan
asma, rinosinusitis, infeksi telinga media,
radang polip,infeksi saluran nafas, dan
maloklusi ortodontik.

10/22/2010 Farmakoterapi I 3
Etiologi
 Genetik
Riwayat keluarga yang menderita rinitis alergi,
dermatitis atopik, dan asma dapat memicu rinitis
alergi pada anak.

 Paparan alergen
Paparan alergen dapat memicu timbulnya rinitis
alergi. Sementara bukti terbaru menunjukkan
bahwa pemaparan anak terhadap bakteri-bakteri
yang tidak berbahaya sejak tahun pertama mereka
dapat mengurangi risiko terjadinya penyakit alergi
10/22/2010 Farmakoterapi I 4
Alergen yang dapat menimbulkan rinitis
alergi seasonal adalah serbuk sari dari
tumbuhan yang melakukan penyerbukan
dengan bantuan angin. Spora kapang,
debu, bulu hewan juga dapat bertindak
sebagai alergen.
 Faktor lainnya yaitu meningkatnya kadar IgE
serum (>100 IU/ml) sebelum usia 6 tahun,
eksim, dan paparan terhadap asap rokok.
10/22/2010 Farmakoterapi I 5
Patofisiologi
 Reaksi awal
Alergen masuk ke hidung melalui proses
inhalasi, diproses di limfosit, menghasilkan
IgE. Terjadi sensitisasi pada orang yang
rentan terhadap alergen tersebut.
 Reaksi segera
Terjadi dalam hitungan menit, menyebabkan
pelepasan mediator seperti histamin,
leukotrien, prostaglandin, triptase, kinin

10/22/2010 Farmakoterapi I 6
10/22/2010 Farmakoterapi I 7
Manifestasi klinik
 Rinorea, bersin, kongesti hidung, keluarnya
ingus (postnasal drip), konjungtivitis alergik,
ruam mata, telinga, atau hidung
 Bila tidak ditangani dapat menyebabkan
lemas, lelah, dan memburuknya efisiensi kerja
 Rhinitis alegik merupakan faktor risiko asma ;
78% penderita asma memiliki gejala nasal, 38
% pasien rhinitis alergik menderita asma
 Sinusitis berulang dan kronik serta epistaksis
(pendarahan hidung yang hebat) adalah
komplikasi dari rhinitis alergik
10/22/2010 Farmakoterapi I 8
Tujuan terapi
 Meminimalisasi/mencegah gejala
dengan efek samping seminimal
mungkin dan biaya pengobatan
rasional
 Pasien dapat mempertahankan pola
hidup normal

10/22/2010 Farmakoterapi I 9
Terapi Farmakologi
1. Antihistamin
Antagonis reseptor histamin H1,,berikatan
dengan reseptor H1 tanpa mengaktivasinya.
Lebih efektif dalam mencegah respons
histamin.

Antihistamin oral dapat dibagi 2 : nonselektif


(antihistamin sedasi), dan selektif perifer
(nonsedasi). Efek sedasi bergantung pada
kemampuan untuk melewati sawar otak.
10/22/2010 Farmakoterapi I 10
 Antihistamin mengantagonis
permeabilitas kapiler, pembentukan
rasa panas dan gatal.
 Mengantuk adalah efek samping yang
paling sering terjadi
 Terjadi efek pengeringan (efek
antikolinergik) yang berperan dalam
efikasi.
10/22/2010 Farmakoterapi I 11
 Efek samping yang mungkin terjadi :
mulut kering, kesulitan dalam
mengeluarkan urin, konstipasi, efek
kardiovaskular. Antihistamin harus
diberikan secara hati-hati pada pasien
yang memiliki kecenderungan retensi
urin, peningkatan tekanan intraokuler,
hipertiroidisme, penyakit kardiovaskular
10/22/2010 Farmakoterapi I 12
 Dapat juga terjadi efek samping pada
sistem cerna : hilang nafsu makan,
mual, muntah, gangguan ulu hati.
Dapat dicegah dengan mengkonsumsi
obat bersama makanan atau segelas
air.
 Lebih efektif bila dimakan 1-2 jam
sebelum paparan alergen
10/22/2010 Farmakoterapi I 13
Contoh obat :
1. Klorfeniramin maleat
Indikasi : rinitis, urtikaria, hay fever
Kontraindikasi : hipersensitivitas
ES : Mulut kering, mengantuk, pandangan
kabur
Perhatian : Penderita yang menggunakan obat
ini sebaiknya tidak mengendarai kendaraan
bermotor, tidak dianjurkan penggunaan pada
wanita hamil dan menyusui
10/22/2010 Farmakoterapi I 14
2. Difenhidramin HCl
Indikasi : antialergi
Kontraindikasi : hipersensitivitas
3. Siproheptadin HCl
Indikasi : rinitis alergi
Kontraindikasi : hipersensitivitas, glaukoma
sudut sempit, bayi baru lahir/prematur,
penyakit saluran nafas bagian bawah, terapi
MAO inhibitor, tukak lambung, gejala hipertrofi
prostat, obstruksi leher kandung kemih, pasien
lemah atau pasien lansia
10/22/2010 Farmakoterapi I 15
Efek samping : mual, pusing, muntah,
mengantuk, nervous, tremor, gelisah,
kering pada hidung dan tenggorokan,
histeria penglihatan kabur, gangguan
koordinasi, konvulsi
Perhatian : penderita yang menjalankan
alat berat/kendaraan bermotor, wanita
hamil dan menyusui, penderita dengan
riwayat asma bronkial
10/22/2010 Farmakoterapi I 16
2. Dekongestan
Merupakan zat simpatomimetik yang
bekerja pada reseptor adrenergik
pada mukosa hidung, menyebabkan
vasokontriksi, menciutkan
pembengkakan mukosa, dan
memperbaiki jalannya udara.

10/22/2010 Farmakoterapi I 17
 Dapat dipakai secara topikal ataupun
sistemik
 Penggunaan lama sediaan topikal (lebih
dari 3-5 hari) dapat menyebabkan
rhinitis medicamentosa (vasodilatasi
balikan yang terkait dengan kongesti)
 Efek samping lain : rasa terbakar,
bersin, kekeringan mukosa nasal
10/22/2010 Farmakoterapi I 18
 Gunakan saat betul-betul perlu dan durasi terapi
harus dibatasi, maksimal 5 hari.
 Pseudoefedrin memiliki onset kerja lebih lambat
daripada obat topikal, tapi bekerja lebih lokal dan
efek iritasi minimal. Tidak terjadi rinitis
medicamentosa.
 Dosis sampai 180 mg tidak menyebabkan
perubahan tekanan darah dan laju jantung yang
terukur. Dosis 210-240 mg dapat menyebabkan
efek ini.
 Reaksi hipertensif parah dapat terjadi bila
pseudoefedrin diberikan bersama MAO inhibitor
10/22/2010 Farmakoterapi I 19
3. Kortikosteroid nasal
Meredakan bersin, rinorea, ruam, kongesti
nasal secara efektif dengan efek samping
minimal
Mekanisme kerja : mereduksi inflamasi
dengan menghambat mediator, penekanan
kemotaksis neutrofil, menyebabkan
vasokontriksi, menghambat reaksi lambat
yang dipengaruhi sel mast

10/22/2010 Farmakoterapi I 20
 Tingkat keefektifan lebih efektif daripada
antihistamin, terutama bila digunaka secara
tepat.
 Efek samping : bersin, perih, sakit kepala,
epistaksis, infeksi jarang oleh Candida albicans.
 Respon puncak terjadi dalam 2-3 minggu.
 Hambatan pada hidung harus dihilangkan
dengan dekongestan sebelum pemberian
glukokortikoid untuk memastikan penetrasi obat
yang memadai

10/22/2010 Farmakoterapi I 21
3. Kromolyn natrium
Mencegah degranulasi sel mast yang
dipacu oleh antigen dan pelepasan
mediator.
Efek samping : iritasi lokal
Berupa obat semprot
Dosis pakai (umur > 2 tahun) : 1
semprotan tiap nostril
10/22/2010 Farmakoterapi I 22
4. Ipratropium bromida
Merupakan zat antikolinergik yang berguna
dalam rhinitis alergi menetap.
Bersifat antisekretori ketika diberikan secara
lokal dan meredakan gejala rinorea yang
berkaitan dengan alergi dan bentuk lain rinitis
kronis.
Larutan 0,03% diberikan dua semprotan 2-3
kali sehari
Efek samping : sakit kepala, epistaksis,
hidung kering
10/22/2010 Farmakoterapi I 23
5. Montelukast
Antagonis reseptor leukotrien untuk mengatasi
rhinitis alergi musiman
Efektif baik dalam bentuk tunggal maupun bila
dikombinasikan dengan antihistamin. Tidak
lebih efektif bila dibandingkan dengan
anthistamin selektif perifer.
Dosis untuk umur >15 tahun : 1 tablet 10
mg/hari. Anak-anak usia 6-14 th : 1 tablet
kunyah 5 mg/hari, anak-anak usia 2-5 th : 1
tablet kunyah 4 mg atau 1 bungkus serbuk/hari.

10/22/2010 Farmakoterapi I 24
Terima Kasih

10/22/2010 Farmakoterapi I 25

Anda mungkin juga menyukai