Anda di halaman 1dari 115

Elizabeth Cindy suganda

405150116
Pemicu 5
blok Respirasi
LO1.
Tuberculosis , HIV disertai TB, TB MDR
TUBERCULOSIS
DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis complex.
Morfologi dan Struktur Bakteri
Mycobacterium tuberculosis berbentuk :
• batang lurus atau sedikit melengkung
• tidak berspora dan tidak berkapsul.
• ukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 – 4 mm.
• Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari
lapisan lemak cukup tinggi (60%)  bersifat tahan
asam.
EPIDEMIOLOGI

Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai
“Global Emergency”.
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun.
Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika.
Indonesia menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan Cina. Di
Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan
penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada
seluruh kalangan usia.
PATOGENESIS

A. TUBERKULOSIS PRIMER

Kuman tuberkulosis  saluran napas  jaringan paru  terbentuk


sarang pneumoni (sarang primer /afek primer)  timbul di bagian
paru mana saja  peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal) + pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional)  kompleks primer  mengalami :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution
ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang
Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya
contoh : epituberkulosis  penekanan bronkus  obstruksi saluran napas 
atelektasis  kuman tuberkulosis  lobus yang atelektasis  peradangan.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya atau tertelan
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan
daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman.
Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, tapi jika terdapat imuniti #
adekuat  keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis
tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy dan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya,
mis: tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dsb.
Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada
anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau meninggal.
PATOGENESIS

B. TUBERKULOSIS POSTPRIMER

Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah


tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Menjadi masalah
kesehatan masyarakat, karena sumber penularan.
Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini  terletak di segmen apikal
lobus superior maupun lobus inferior  awalnya berbentuk sarang pneumoni
kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut
1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang tersebut akan meluas  penyembuhan dengan penyebukan jaringan
fibrosis  pengapuran  sembuh dalam bentuk pengapuran. Sarang tersebut
dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan
kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan
muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis 
tebal (kaviti sklerotik) 
• meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru  mengikuti pola perjalanan
seperti semula.
• memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma
dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan
menjadi kaviti lagi
• bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan
membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang
terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).
KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
A. TUBERKULOSIS PARU
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura.

1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) ,TB paru dibagi atas:


a. Tuberkulosis paru BTA (+):
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan
positif
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan
kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M.tuberculosis
2. Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang
dari satu bulan.

b. Kasus kambuh (relaps)


sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala
klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
- Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)
- TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangani kasus tuberkulosis

c. Kasus defaulted atau drop out


Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau
lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
2. Berdasarkan tipe pasien

d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada
akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.

e. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan
ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik

f. Kasus Bekas TB
- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologi
paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran
yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung
- Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan
OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi
B. TUBERKULOSIS EKSTRA PARU
Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang
menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal,
saluran kencing dan lain-lain.

Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau


patologi anatomi dari tempat lesi.
DIAGNOSIS
A. GAMBARAN KLINIK
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan
berdasarkan :
• gejala klinis
• pemeriksaan fisis/jasmani
• pemeriksaan bakteriologi
• radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya

1. Gejala klinik
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan :
• gejala lokal
• gejala sistemik
bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah
gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
1. Gejala respiratorik (tidak ada gejalagejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi)
- batuk > 2 minggu
- batuk darah
- sesak napas
- nyeri dada
Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit tidak ada gejala batuk.

2. Gejala sistemik
- Demam
- malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun.

3. Gejala tuberkulosis ekstraparu


Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat
misalnya :
• limfadenitis tuberkulosis  pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah
bening
• pleuritis tuberkulosis  sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi rongga pleura yang
terdapat cairan.
Pemeriksaan fisis/jasmani

Tuberkulosis paru, kelainan yang didapat


tergantung luas kelainan struktur paru.
Pada permulaan (awal) perkembangan
penyakit  tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama
daerah apeks dan segmen posterior , serta
daerah apeks lobus inferior
dapat ditemukan :
• suara napas bronkial
• amforik
• suara napas melemah
• ronki basah
• tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan
mediastinum.
Pemeriksaan fisis/jasmani

Pleuritis tuberkulosis
• pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura.
• Pada perkusi ditemukan pekak.
• pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada
sisi yang terdapat cairan.

Limfadenitis tuberkulosis
• pembesaran kelenjar getah bening leher (pikirkan kemungkinan
metastasis tumor), kadang di ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat
menjadi “cold abscess”.
Pemeriksaan Bakteriologik
a. Bahan pemeriksasan
• dahak,
• cairan pleura,
• liquor cerebrospinal
• bilasan bronkus
• bilasan lambung,
• kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL)
• Urin
• feces
• jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
- Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
- Pagi ( keesokan harinya )
- Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
atau setiap pagi 3 hari berturut-turut.
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung :
• dalam pot yang bermulut lebar
• berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak
bocor.
• Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek
(difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.
• Spesimen dahak yang ada dalam pot yang akan dikirim ke laboratorium, harus
dipastikan telah tertulis identitas pasien yang sesuai dengan formulir permohonan
pemeriksaan laboratorium.
• Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien,
spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.
Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:
• Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya.
• Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas
saring sebanyak + 1 ml.
• Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang
tidak mengandung bahan dahak.
• Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di
dalam dus.
• Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik kecil.
• Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan menghadapkan sisi
kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi.
• Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak.
• Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium.
c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.
dapat dilakukan dengan cara
• Mikroskopik
• Biakan

Pemeriksaan mikroskopik:
• Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
• Mikroskopik fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk
screening)

lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah :


• 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif BTA positif
• 1 kali positif, 2 kali negatif  ulang BTA 3 kali, kemudian
• bila 1 kali positif, 2 kali negatif  BTA positif
• bila 3 kali negatif  BTA negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi
WHO).
Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :
• Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
• Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan
• Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
• Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
• Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)
Pemeriksaan biakan kuman:
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional
ialah dengan cara :
• Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh
• Agar base media : Middle brook

Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti,


dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga
Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi
MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat
cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin
maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat
pigmen yang timbul.
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA.
Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblique, CT-Scan.
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
• Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah
• Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
• Bayangan bercak milier
• Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang) Gambaran radiologik yang dicurigai lesi
TB inaktif
• Fibrotik
• Kalsifikasi
• Schwarte atau penebalan pleura
luluh paru (destroyed Lung )  Gambaran radiologi yang menunjukkan
kerusakan jaringan paru yang berat.
Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari :
• atelektasis
• ektasis/ multikaviti dan
• fibrosis parenkim paru.

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan
dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :
• Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak
di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus
spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta
tidak dijumpai kaviti
• Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.
Pemeriksaan khusus
teknik yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
1. Polymerase chain reaction (PCR)
dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis.

2. Pemeriksaan serologi:
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons humoral berupa proses antigen-
antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap
dalam waktu yang cukup lama.

b. ICT tuberculosis (Uji Immunochromatographic tuberculosis)


adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum.
Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi
melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan
berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit
terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.
c. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini
menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang
berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien,
dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah
yang memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna
pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudah.

d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)


Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi.

e. Uji serologi yang baru / IgG TB


Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi IgG
dengan antigen spesifik untuk Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG berdasarkan
antigen mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa dan kombinasi lainnya
akan menberikan tingkat sensitiviti dan spesifisiti yang dapat diterima untuk diagnosis.
Di luar negeri, metode imunodiagnosis ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis
TB ekstraparu, tetapi tidak cukup baik untuk diagnosis TB pada anak.
Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis.
Pemeriksaan Penunjang lain
1. Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada
pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil
analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan
cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan
glukosa rendah.

2. Pemeriksaan histopatologi jaringan


Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.
Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi.
Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu :
· Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)
· Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen
Silverman)
· Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans
thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka).
· Otopsi
Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke
dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta
sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
OBAT Tuberkulosis
• Obat lini pertama • Obat lini kedua
• Isoniazid (INH) • Antibiotik golongan fluorokuinolon
• Rifampisin (siprofloksasin, ofloksasin,
• Etambutol levofloksasin)
• Streptomisin • Sikloserin
• Pirazinamid • Etionamid
• Amikasin
• Kanamisin
• Kapreomisin
• Para amino salisilat (PAS)
Pengobatan Tuberkulosis
Obat Dosis harian Dosis 2x/minggu Dosis x/minggu
(mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari)

INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg)

Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg)

pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)

etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)

streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)


PANDUAN OAT PADA TB PARU
(WHO, 1993)
Panduan OAT Klasifikasi & Tipe Fase awal Fase Lanjutan
Penderita
Kategori 1 • BTA (+) baru 2HRZS(E) 4RH
• Sakit berat : BTA (-) 2RHZS(E) 4R3H3
luar paru
Kategori 2 Pengobatan ulang:
• Kambuh BTA (+) 2RHZES / 1RHZE 5RHE
• Gagal 2RHZSE / 1RHZE 5R3H3E3
Kategori 3 • TB Paru BTA (-) 2RHZ 4RH
• TB Luar Paru 2RHZ / 2R3H3Z3 4R3H3
Kategori 4 •Tuberkulosis kronik INH seumur hidup
•sputumnya harus
dikultur dan uji kepekaan
obat
Keterangan :
2 HRZ = Tiap hari selama 2 bulan
4 RH = Tiap hari selama 4 bulan
4 H3R3 = 3x seminggu selama 4 bulan
Terapi Farmako TB pada Anak
Terapi Farmako TB pada Anak
Terapi Farmako TB pada Anak
Pencegahan TBC
A. Pengawasan Pederita, kontak dan lingkungan
1. Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan
membuang dahak tidak disembarangan tempat.
2. Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi
harus diberikan vaksinasi BCG.
3. Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB
yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
4. Isolasi, pemeriksaan kepada orang–orang yang terinfeksi, pengobatan khusus
TBC. Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi penderita yang kategori berat
yang memerlukan pengembangan program pengobatannya yang karena alasan –
alasan sosial ekonomi dan medis untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan.
Pencegahan TBC
5. Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga keberhasilan yang ketat, perlu perhatian
khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur, pakaian) ventilasi
rumah dan sinar matahari yang cukup.
6. Imunisasi orang–orang kontak. Tindakan pencegahan bagi orang–orang sangat dekat
(keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan lainnya yang terindikasinya
dengan vaksi BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular.
7. Penyelidikan orang–orang kontak. Tuberculin-test bagi seluruh anggota keluarga dengan
foto rontgen yang bereaksi positif, apabila cara–cara ini negatif, perlu diulang
pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, perlu penyelidikan intensif.
8. Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat obat–obat
kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter di minum dengan tekun dan teratur, waktu
yang lama (6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan
pemeriksaaan penyelidikan oleh dokter.
Pencegahan TBC
B. Tindakan Pencegahan.
1. Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti
kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.
2. Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan pnderita, kontak atau suspect
gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita,
kontak, suspect, perawatan.
3. Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap penyakit
inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan.
4. BCG, vaksinasi diberikan pertama-tama kepada bayi dengan perlindungan bagi
ibunya dan keluarganya. Diulang 5 tahun kemudian pada 12 tahun ditingkat
tersebut berupa tempat pencegahan.
Pencegahan TBC
5. Memberantas penyakit TBC pada pemerah air susu dan tukang potong sapi dan
pasteurisasi air susu sapi .
6. Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup udara yang
tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen dan sebagainya.
7. Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala TBC paru.
8. Pemeriksaan screening dengan tuberculin test pada kelompok beresiko tinggi,
seperti para emigrant, orang–orang kontak dengan penderita, petugas dirumah
sakit, petugas/guru disekolah, petugas foto rontgen.
9. Pemeriksaan foto rontgen pada orang–orang yang positif dari hasil pemeriksaan
tuberculin test.
KOMPLIKASI TUBERKULOSIS
• Komplikasi dini : hemoptysis, pleuritis, efusi pericardial, efusi pleura,
empyema, laryngitis, gangguan pencernaan
• Komplikasi lanjut : obstruksi saluran napas, kerusakan parenkim berat
(fibrosis paru), kor pulmonal, amyloidosis, karsinoma paru,
aspergiloma, kalsifikasi paru, ARDS→sering terjadi pada penderita
TB milier

Sudoyo W, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.
TB dengan HIV
• Penderita HIV paliing sering terkena TB, penyebab terbesar kematian pada
penderita HIV.
• Infeksi TB yang baru diperoleh olah penderita yang terinfeksi HIV 
berkembang menjadi penyakit aktif dalam hitungan minggu.
• TB dapat muncul di stadium HIV mana saja.
• Tahap HIV dimana hanya CMI yang terkena  infiltrat lobus superior, ada
kavitas tanpa limfadenopati yang signifikan atau efusi pleura.
• Di tahap akhir HIV  CD4+ sel T < 200/μL  seperti TB primer, difusi
interstisial dan infiltrat halus, ada sedikit kavitas atau tidak ada, efusi
pleura, limfadenopati intratoraks.
• Tetapi gejala diatas  kurang jelas terlihat  penggunaan ART.
• BTA  sering kurang +  kondisi paru terkait HIV mirip TB.
TB dengan HIV
• Pemeriksaan menggunakan Xpert MTB/RIF assay, terapi dilakukan
sesegera mungkin setelah hasil + karena terlambat terapi  fatal.
• Terapi  glukokortikoid, prednisolon diberikan selama 4 minggu
dengan dosis rendah (1,5 mg/kgBB/hari selama 2 minggu dan
setengahnya untuk sisa 2 minggu).
TB MDR
RESISTEN GANDA (Multi Drug Resistance)
Definisi
Resistensi ganda menunjukkan M.tuberculosis resisten terhadap
rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya
Secara umum resistensi terhadap obat tuberkulosis dibagi menjadi :
- Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernah
mendapat pengobatan TB
- Resistensi inisial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasiennya
sudah pernah ada riwayat pengobatan sebelumnya atau tidak
- Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah punya riwayat
pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa penyebab terjadinya resitensi terhadap obat tuberkulosis, yaitu
:
- Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis

- Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu jenis obatnya yang
kurang atau di lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi
terhadap obat yang digunakan, misalnya memberikan rifampisin dan INH
saja pada daerah dengan resistensi terhadap kedua obat tersebut sudah
cukup tinggi

- Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga
minggu lalu stop, setelah dua bulan berhenti kemudian berpindah dokter
dan mendapat obat kembali selama dua atau tiga bulan lalu stop lagi,
demikian seterusnya

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2006


- Fenomena “ addition syndrome” (Crofton, 1987), yaitu suatu obat
ditambahkan dalam suatu paduan pengobatan yang tidak berhasil. Bila
kegagalan itu terjadi karena kuman TB telah resisten pada paduan yang
pertama, maka “penambahan” (addition) satu macam obat hanya akan
menambah panjang daftar obat yang resisten

- Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan


secara baik, sehingga mengganggu bioavailabiliti obat

- Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang obat datang ke suatu


daerah kadang terhenti pengirimannya sampai berbulan-bulan

- Pemakaian obat antituberkulosis cukup lama, sehingga menimbulkan


kejemuan

- Pengetahuan pasien kurang tentang penyakit TB

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2006


LO2.
PERTUSIS
Definisi
• Suatu penyakit akut dengan infeksi daluran nafas yang disebabkan
oleh Bordetella Pertusis. Ciri Khasnya : bronkhitis yang parah.

Etiologi
• Infeksi terjadi karena Bordetella Pertusis dan Bordetella Parapertusis
Patogenesis
Bordetella pertusis
masuk mll sal. nafas

Menempel di trakea Hemaglutinin


dan bronkus filamentosa

• Toksin adenilat
Mengeluarkan toksin siklase
dan substansi • Toksin dermonekrotik
• Toksin hemolisin
• Sitotoksin paratrakeal

Nekrosis epitelium
dan inflitrasi PMN
Temuan Klinis
Setelah inkubasi 2 minggu, timbul :
• Stadium kataral
• Batuk ringan dan bersin
• Tampak sakit ringan
• Pasien sangat infeksius (organisme dalam droplet >>>)
• Stadium paroksismal
• Batuk ekspolsif khas (whooping)
• Lelah, muntah, sianosis dan kejang
• Limfositosis absolut (16000-30000/mikroL)
Manifestasi Klinis
• Gejala IRA (rhinitis, bersin dan batuk yang teriritasi)
• Demam ringan (> 38,3 C→superinfeksi / penyebab lain)
• Batuk paroximal (stlah 2 mgg), 10-30 batuk kuat dan diakhiri
dengan inspirasi keras (whooping) , bila parah whooping tdak
ada.
• Muntah, sianosis, berkeringat, capai.
• Bila terimunisasi, gejalanya hanya batuk teriritasi 1-2 mgg.
• Pada yang tidak, gejalanya 8-12mgg/ lebih.
• Severe PH & hyperleukocytosis → severe disease
Pemeriksaan Penunjang
• WBC count : 20.000-30.000 /μL dengan 70 -80% limfosit →akhir
catarrhal stage.
• Kultur
• Jumlah organisme menurun pada awal & akhir catarrhal stage
• PCR
• Rö thorax : penebalan bronchi, “shaggy” batas jantung.
DD
• Bacterial tuberculous
• Chlamydial
• Viral penumonia
• Cystic fibrosis
• Aspirasi benda asing
Pencegahan
• Vaccine DTaP in early infantcy
• Booster vaccine in ages 11 and 18
• Chemoprophylaxis :
• Azithromycin / erithromycin
Penatalaksanaan
• Medikamentosa • O2 → pneumoni / komplikasi paru
• Ab : • Anti kolcusan
• ameliorate pada awal infeksi. • Ab untuk bacterial pneumonia dan otitis
• Erythromycin estolate (resistance to media
macrolide) • Non Medikamentosa
• 40-50 mg/Kg/ 24 H dibagi dalam 4 dosis • Nutrisional :
selama 14 hari.
• Makanan kecil yang sering, pemberian NGT ,
atau IV
Chlarythomycin 7D dan azithomycin 5 D (-
E.S GI tract)
• Ampicillin (erythromycin rest.)
• 100 mg/Kg/ D dibagi dalam 4 dosis
• Kortikosteroid → masking effect
• Albuterol (ES tachycardia)
• 0,3-0,5 mg/Kg/D di bagi dalam 4
dosis
Komplikasi
• Superinfeksi
• Atelectasis
• Otitis media
• Apnea
• Sudden death
• Seizures
• enchephalopathy
Prognosis
• Baik karena adanya pengobatan dan penanganan yang tepat.
• Penyakit ini sangat serius bagi anak2 yang < 1th, kematian pada
pertusis sering muncul pada usia ini.
• Anak dengan komplikasi encephalopaty memiliki prognosis yang
buruk.
Pertusis - KIE
1. Kewaspadaan penularan melalui droplet:
• Sampai hari ke-5 pemberian antibiotik yang efektif--
• Sampai minggu ke-3 setelah timbul batuk paroksismal, apabila tidak diberikan
–antibiotik
2. Imunisasi:
• Terdapat 2 tipe vaksin pertusis, yaitu: 1) vaksin whole-cell (wP) dengan basis
B. pertussis yang dimatikan dan 2) vaksin acellular (aP) dengan komponen
organisme highly purified.
DD Pertusis vs Batuk Kronik
LO3.
Bronkiektasis
Definisi
• Suatu penyakit yang di tandai dengan dilatasi dinding bronchus, sering di sertai
infeksi paru
• Dilatasi nya di klasifikan menjadi
1. Cylindric bronchiectasis
• Smooth outline
2. Varicose bronchiectasis
• Irregular w/area of dilatation and constriction
3. Saccular or cystic bronchiectasis
• Marked, w/ destruction of structural components of the airway wall
Klasifikasi bronkiektasis berdasarkan tingkat
beratnya penyakit (oleh Brewis)

• Bronkiektasis ringan
 Batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah demam (ada infeksi
sekunder), produksi sputum terjadi dengan adanya perubahan posisi tubuh, biasanya
ada hemoptisis sangat ringan, pasien tampak sehat dan fungsi paru normal. Foto dada
normal.
• Bronkiektasis sedang
 Batuk-batuk produktif terjadi setiap saat, sputum timbul setiap saat (umumnya warna
hijau dan jaringan mukoid, serta bau mulut busuk), sering ada hemoptisis, pasien
umumnya masih tampak sehat dan fungsi paru normal, jarang terdapat jari tabuh.
Sering ditemukan ronki basah kasar pada daerah paru yg terkena, gambaran foto dada
masih normal.
Klasifikasi bronkiektasis berdasarkan
tingkat beratnya penyakit (oleh Brewis)
• Bronkiektasis berat
 Batuk-batuk produktif dengan sputum banyak bewarna kotor dan berbau.
 Sering ditemukan adanya pneumonia dengan hemoptisis dan nyeri pleura.
 Sering ditemukan jari tabuh.
 Bila ada obstruksi saluran napas akan dapat ditemukan adanya dipsnea,
sianosis atau tanda kegagalan paru.
 Keadaan umum kurang baik.
 Sering ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata,dsb.
 Pasien mudah timbul pneumonia, septikemia, abses metastasis, kadang
terjadi amiloidosis.
 Ada ronki basah kasar pada daerah yg terkena.
 Pada gambaran foto dada ditemukan kelainan: (1) penambahan
bronchovascular marking, (2) multiple cysts containing fluid levels (honey
comb appeareance)
Etiologi
• Lokal :
• Terjadi setelah pneumonia brat/ distal endobronkial (benda asing /tumor) /
obstruksi ekstrabronkial (TB KGB hilus – Brock Synd.)

• Generalisata :
• Fibrosis kistik,diskinesia silier (Kartagener Synd.) , Young Synd. (kelainan
mukus) , defek imun (def. Ig / C, granumatulosa kronis) , williams-campbell
Synd. , Marnier-Khun Synd. , right middle lobe synd. , yellow nail synd. →
infeksi presisten & krusakan dinding bronkus
Pathofisiologi
• Retensi sekret bronkus mengakibatkan infeksi paru, yang tidak
sembuh sehingga terjadi kolonisasi paru. Selain itu, bakteri tertentu
menurunkan bersihan sputum lebih lanjut. Terbentuk siklus berulang
dan respons peradangan kronis pada saluran pernafasasn
menyebabkan kerusakan jaringan dan dilatasi dinding bronkus
Manifestasi Klinis
• Batuk kronik
• Sputum purulen
• Demam
• Penurunan BB
• Infeksi sal.nafas berulang
• Dyspnea
• Hemoptysis (> adults)
DD
• Bacteria (B.Pertussis) • Chronic aspiration of gastric
• Virus (adenovirus) • Oropharyngeal contents
• Organisme (M. tuberculosis) • Allergic bronchopulmonary
• CF aspergillosis
• PCD
• Immunodeficiency
• Collagen vascular condition
• Foreign body aspiration
Pemeriksaan Fisik
• Clubbing finger
• Rales
• Ronchi
• Penurunan jalan nafas
Pemeriksaan Penunjang
• Rö thorax : bayangan cincin tebal (tram lines)
• HRCT : signet ring
• Pemeriksan Ig
• Tes sakarin: suspek kelainan silier
• Tes fungsi paru
• Analisis gas darah
• Mikroskopik dan kultur sputum
Penatalaksanaan
• Medikamentosa
• Bronkodilator : b-agonis,antikolinergik, dan inhalasi steroid
• Ig replacement
• Ab
• O2
• Non Medikamentosa
• Fisioterapi
• Surgical
Prognosis
• Sebagian hanya memiliki sedikit gejala dan dapat menjalani hidup
dengan normal.
• Pasien dengan fibrosis kistik/ diskinesia silier yang menyebabkan
penyakit generalisata cenderung berkembang menjadi gagal nafas.
LO4.
Kanker Paru
DEFINISI
• Pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam jaringan paru
yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan,
terutama asap rokok.
• Menurut WHO, kanker paru merupakan penyebab kematian utama
dalam kelompok kanker baik pada pria maupun wanita.
EPIDEMIOLOGI
• NSCLC adalah tipe yang paling umum dari kanker
paru, mencakup
• Adenokarsinoma mencakup 40% kanker paru, > pada
wanita.
• Squamous cell karsinoma lebih jarang dijumpai, 25%
dari kasus kanker paru dan > pada pria dan orang tua.
• Tipe kanker paru yang paling jarang adalah kanker
paru large cell, mencakup 10% kanker paru, tumbuh
lebih cepat dibanding tipe lain serta menyebar cepat
dalam paru.
KLASIFIKASI
• Small cell carcinoma (SCLC = KPKSK)  kanker paru jenis
karsinoma sel kecil.
• Non-small cell carcinoma ( NSCLC = KPKBSK) yaitu :
• Karsinoma sel squamosa
• Adenokarssinoma
• Karsinoma sel besar
• Pola kombinasi
• Paling sering
• Campuran karsinoma sel squamosa dan adenokarsinoma
• Campuran karsinoma sel squamosa dan SCLC
SCLC NSCLC

Histologi Sitoplasma sedikit, nukleus Sitoplasma byk, nukleus


kecil hiperkromatik dgn pleomorfik dgn pola kromatin
pola kromatin halus, kasar, nukleolus mencolok,
nukleolus tdk jls, skuamosa
lembaran2 sel yg difus
Penanda Biasanya ada Biasanya tidak ada
neuroendokri
n
Penanda Ada Ada
epitel
Musin Tidak ada Ada pada Adenokarsinoma

Pembentuka Hormon adenokorteks, Parathyroid Hormone Related


n hormon Hormon antidiuretik, Peptide
peptida peptida pelepas gastrin,
kalsitonin
Respons thd Sering respons tuntas Jarang respons tuntas
kemoterapi
FAKTOR RESIKO
• Merokok
• Paparan asbes dan gas radon
• Sakit yang dialami sebelumnya (misalnya tuberkulosis)
• Riwayat keluarga ada yang terkena kanker paru, serta terapi kanker
sebelumnya.
• Polusi udara
GEJALA
• Batuk
• Dahak berdarah
• Sesak napas
• Sakit
• Radang paru atau bronkitis berulang
• Kelelahan
• Kehilangan selera makan atau turunnya berat badan
• Suara serak/parau
• Pembengkakan di wajah atau leher
JENIS TUMOR PARU
Jenis Contoh
Benign Papiloma, adenoma
Prenvasive lesions Squamos displasia/carcinoma in situ, atipikal
adenomatous hiperplasia, diffuse idiopatik
pulmonary neuroendrokin cell hiperplasia
Malignant Squamos cell carcinoma, small cell carcinoma,
adenocarcinoma, large cell carcinoma,
adenosquamoscarcinoma, carcinoma with
pleomorfik sarcomatoid or sarcomatous elements,
carcinoid tumor, carcinomas of salicary gland type
Others Soft tissue tumor
Mesothelial tumor Benign, malignant, mesothelioma
Miscellaneous tumors
Limfoproliferatif desease
Secondary Tumors
Unclassified Tumor
Tumor like lessions
SISTEM PENENTU
Stadiu T N M Kunci
m (Tumor) (Nodus) (Metas
tasis)
IA T1 N0 M0 T1 : ≤3cm tanpa pembelahant
IB T2 N0 M0 T2 : >3 cm, atau invasi bronkus
II A T1 N1 M0 utama >2 cm dari karina
II B T2 N1 M0 utama, atau menginvasi pleura
T3 N0 M0 viseralis, atau bronkus yang
menyebabkan obstruksi
T3 : Menginvasi dinding dada
atau pleura, atau bronkus
utama <2cm dari karina utama
T4 : Menginfasi struktur yang
berdekatan, efusi maligna,
nodul satelit
SISTEM PENETUAN
Stadium T (Tumor) N (Nodus) M (Metastasis) Kunci

III A T1,2,3 N2 M0 N0 : Tidak ada metastasis


T3 N1 M0 kelenjar getah bening
III B T 1,2,3,4 N3 M0 N1 : Kelenjar getah bening hilus
T4 N1,2 M0 ipsilateral
N2 : Kelenjar getah bening
subkarina/mediastinum
ipsilateral
N3 : Kelenjar getah bening
supraklavikula,
skalenus/kontralateral

IV T 1-4 N 0-3 M1 M0 : Tidak ada metastasis jauh


M1 : Setiap metastasis jauh
DIAGNOSIS
• Diagnosis dan terapi kanker paru bisa rumit karena penyakit ini
mudah menyebar melalui sistem limfatik.
PEMERIKSAAN
• Foto rontgen toraks
• CT scan toraks
• Mediastinoskopi atau VATS (apabila ada pembesaran
kelenjar getah bening)
• Torakosentesis apabila terdapat efusi pleura
• Uji fungsi paru dengan perhitungan rasio ventilasi dan
perfusi secara kuantitatif
PENATALAKSANAAN
• Pembedahan/Radioterapi
• Dapat menyembuhkan kanker paru selama kanker tersebut
terlokalisir
• Jika diterapi pada stadium ini, angka rata-rata kesembuhan
pasien mencapai 70%, selama kondisi kesehatannya baik.

• Kemoterapi
• Pada kasus NSCLC stadium lanjut, kemoterapi merupakan
pilihan terapi pertama.
• Kemoterapi dapat diberikan dengan atau tanpa radioterapi,
sesuai kebutuhan pasien.
• Kemoterapi biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dua
obat.
• Meliputi empat kombinasi dasar platinum yaitu
cisplatin/paclitaxel, gemcitabine/cisplatin,
cisplatin/docetaxel dan carboplatin/paclitaxel.
• Jika pasien tidak memberikan respon terhadap terapi lini
pertama atau kanker muncul kembali, maka terapi lini kedua
harus diberikan. Kemoterapi lini kedua yang umum
digunakan adalah docetaxel dan pemetrexed dan navelbine

• Erlotinib (Tarceva) saat ini bisa dipakai untuk terapi


kanker paru NSCLC  ‘targeted therapy’  efektifitas
lebih baik, menghindari ES yang tidak diinginkan serta
memberikan kenyamanan bagi pasien.
LO5.
Histoplasmosis
Histoplasmosis adalah infeksi oportunistik (IO) yang umum pada
orang HIV-positif.
disebabkan : jamur Histoplasma capsulatum
Jamur ini berkembang :
• dalam tanah yang tercemar dengan kotoran burung, kelelawar dan
unggas, sehingga ditemukan dalam di kandang burung/unggas dan
gua.
• Infeksi menyebar melalui spora (debu kering) jamur yang dihirup
saat bernapas, dan tidak dapat menular dari orang yang terinfeksi.
Jamur ini dapat tumbuh dalam aliran darah orang dengan sistem
kekebalan tubuh yang rusak. Setelah berkembang, infeksi dapat
menyebar pada paru, kulit, dan kadang kala pada bagian tubuh yang
lain.
Histoplasmosis adalah penyakit yang didefinisi AIDS.
Histoplasmosis
ada beberapa mikrokonidia yang
neutrofil dan
Mikrokonidia dapat melewati pertahanan
makrofag
diinhalasi hingga makrofag dengan mengeluarkan
menfagosit
ke alveolus substansi alkalin untuk bertahan
mikrokonidia
dari enzim fagolisosom makrofag

dalam makrofag
lalu menyebar
berkembang
secara hematogen
dalam bentuk
ke seluruh tubuh
koloni ragi
Gejala awal muncul serupa dengan penyakit flu yang
ringan, dan berkembang dengan berbagai gejala,
termasuk :
• demam, kelelahan, kehilangan berat badan,
hepatosplenomegali dan limfadenopati.
• Kurang lebih 50% pasien mengalami batuk kering, sakit
dada dan sesak napas, sementara sejumlah yang lebih
kecil mengalami masalah perut-usus dan kulit. Kurang
lebih 10% mengalami renjatan dan kegagalan beberapa
organ tubuh.
• Histoplasmosis juga dapat berpengaruh pada sumsum
tulang  anemia, leukopenia dan trombositopenia.
Penyakit paru akibat histoplasmosis serupa dengan TB dan
dapat semakin berat selama bertahun-tahun.
Secara klinis histoplasmosis terbagi menjadi histoplasmosis asimptomatik,
histoplasmosis pulmoner akut, histoplasmosis pulmoner kronik dan
histoplasmosis diseminata.
1. Histoplasmosis Asimptomatik
Histoplasmosis asimptomatik biasanya terjadi di daerah endemis. Sebanyak
50 – 85% orang yang tinggal di daerah endemis pernah terinfeksi jamur
tersebut.
2. Histoplasmosis Pulmoner Akut
Bentuk yang paling sering ditemukan, dapat primer. Bentuk primer seringkali
asimptomatik, masa tunasnya pada bayi dan anak kecil ialah 10 - 23 hari,
banyak dijumpai di daerah endemis. Satu-satunya tanda infeksi adalah uji
kulit histoplasmin positif. Bila timbul gejala akan menyerupai influenza yaitu
panas mendadak, malaise, nyeri otot sakit kepala, batuk nonproduktif,
dapat disemi rhonkhi yang difus dan hepatosplenomegali ringan.
Pemeriksaan radiologis menunjukkan infiltrat kecil-kecil tersebar di paru dan
pembesaran kelenjar pada hilus. Kelainan ini bersifat ringan dan sembuh
sendiri Pada anak-anak berlangsung tidak lebih dari tiga minggu. Bentuk
sekunder, gejalanya serupa dengan yang primer, pada pemeriksaan
radiologis tampak nodul-nodul milier tersebar di paru menyerupai
tuberkulosis miliaris. Dalam beberapa bulan kelainan ini dapat menghilang
sendiri dengan atau tanpa perkapuran. Uji tuberkulin negatif sedangkan uji
kulit histoplasmin positif
3. Histoplasmosis Pulmoner Kronik
Dijumpai pada orang dewasa setengah umur, perokok dan mempunyai riwayat
penyakit obstruksi paru kronis, belum pernah ditemukan pada anak-anak. .
Gejalanya demam, batuk kronik dengan produksi sputum, malaise, lelah, berat badan
turun, nyeri dada dan hemoptisis.
Pada pemeriksaan radiologis paru terlihat kavitasi pada lobus atas dan fibrosis yang
progresif pada bagian bawah paru.

4. Histoplasmosis Diseminata
Suatu penyakit yang akut pada bayi, anak kecil dan penderita dengan imunospresi.
Kelainan dimulai dengan infeksi paru akut, demam, batuk, sesak napas dan cepat
menjadi progesif serta menyerang banyak organ.
Penderita tampak sakit berat, mual, muntah, sakit perut dan diare.
Ditemukan rhonkhi, limfa- denopati, hepatosplenomegali, anemia, leukopenia dan
trombositopenia. Bila tidak diobati, kelainan akan memburuk dan dapat terjadi
kegagalan pernapasan, perdarahan gastro-intestinal yang tidak dapat dikontrol,
koagulasi intravaskuler diseminata (DIC) dan/atau sepsis, akhimya dapat
menimbulkan kematian.
Gambaran radiologis paru terlihat infiltrate interstitial difus atau bentuk
retikulonodular yang dengan cepat menjadi acute respiratory distress syndrome.
Kelainan yang bersifat subakut atau kronis dapat di temukan pada penderita dewasa,
biasanya dengan gejala ulserasi pada mulut, faring, laring dan saluran pencernaan,
insufisiensiadrenal, endokarditis, osteomielitis, arthritis dan meningitis.
PATOGENESIS DAN PATOLOGI
• Inhalasi mikrokonidia merupakan stadium awal infeksi manusia. Konidia
mencapai alveoli, bertunas, dan berproliferasi sebagai ragi. Infeksi awal
adalah bronkopneumonia. Ketika lesi paru awal bertambah usianya
terbentuk sel raksasa disertai dengan pembentukan granuloma dan
nekrosis sentral. Pada saat pertumbuhan spora, sel ragi masuk ke dalam
sistem retikuloendotelial melalui sistem limfatik paru dan limfonodi hilus.
Penyebaran dengan keterlibatan limpa khas menyertai infeksi paru primer.
• Pada hospes normal, respons imun timbul pada sekitar 2 minggu. Lesi paru
awal sembuh dalam 2 sampai 4 bulan tetapi dapat mengalami kalsifikasi
menyerupai kompleks Ghon tuberkulosis, atau mungkin ditemukan
kalsifikasi buckshot yang melibatkan paru dan limpa.
DIAGNOSIS
Diagnosis histoplasmosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan
pemeriksaan laboratorium mikologi.
Selain itu dapat pula dilakukan dengan pemeriksaan serologi untuk
mendeteksi antigen dan antibody.

Pada histoplasmosis paru dapat dilakukan pemeriksaan :


• sputum baik secara langsung dengan pulasan Giemsa dan menanam
sputum pada agar Sabouraud dekstrosa (ASD).
• bilasan bronkus, yang cara pemeriksaannya sama dengan pemeriksaan
sputum.
PROGNOSIS
Prognosis histoplasmosis tergantung kondisi penyakit pada saat
diagnosis ditegakkan. Diagnosis dini mempunyai prognosis yang lebih
baik, namun diagnosis sering kali terlambat ditegakkan secara klinis
histoplasmosis memiliki gejala yang mirip dengan penyakit lain. Pada
histoplasmosis diseminata pemberian pengobatan yang tepat dengan
induksi dan terapi supresif untuk mencegah relaps memperbaiki
prognosis.
PENCEGAHAN
Sulit untuk mencegah pajanan terhadap jamur yang
menyebabkan histoplasmosis, terutama di daerah di mana
penyakit tersebar luas. Beberapa langkah yang dapat dilakukan
untuk menghindari terjadinya Histoplasmosis antara lain :
1. Hindari tempat yang berkembangnya jamur, terutama daerah yang
dipenuhi dari ekskresi burung dan kelelawar.
2. Mengeluarkan atau membersihkan koloni kelelawar atau kandang
burung dari gedung ataupun perumahan.
3. Melakukan desinfeksi pada daerah yang mengalami kontaminasi.
4. Meminimalisir terbangnya debu yang kemungkinan terkontaminasi
dengan spora jamur dengan cara menyemprotkan dengan air daerah
yang berpotensi sebagai sumber penularan penyakit, seperti kandang
ayam sebelum dibersihkan dilakukan penyemprotan dengan air untuk
menghindari terbangnya debu yang mengandung spora jamur.
5. Saat bekerja di tempat yang beresiko sebagai tempat penyebaran
penyakit, pekrja hendaknya menggunakan pakaian khusus dan
menggunakan masker wajah yang berfungsi untuk menyaring debu
yang masuk saat bernafas, sebaiknya gunakan masker dengan diameter
kurang lebih 1 milimicron.
LO6.
Pneumoconiasis
Pneumokoniasis
• Penyakit paru-paru yang disebabkan oleh infeksi partikel debu. Infeksi
tidak selalu terjadi karena :
• Rambut hidung dapat menahan 50% debu
• Rambut getar dan selaput lendir bronchus
• Transudasi melalui dinding alveolus
• Fagositosis sel makrofag ke kelenjar limfe.
klasifikasi
• Anthracosis, disebabkan oleh debu arang
• Byssinosis, karena debu kapas
• Bagassosis, karena debu batang debu
• Silicosis, karena debu silika (SiO2)
• Asbestosis, karena debu yang mengandung serabut asbes
• Berylliosis, karena debu beryllium
• Fibrosis paru-paru dapat disebabkan oleh debu yang mengandung
aluminium, besi, talk, dan mika
Sillicosis
•Debu silika yang masuk ke dalam alveolus akan ditangkap dan
difagositosis oleh histiosit dan ditahan pada tempat itu juga.
•Infeksi sekunder atau tuberkulosis menambah keganasan.
•Penderita meninggal karena tuberkulosis atau cor pulmonale
Anthracosis
•Terdapat emfisema yang disebabkan oleh kerusakan jaringan elastik.
•Kelainan stellate nodule yaitu kumpulan debu arang dalam alveolus
atau bronkiolus dengan ukuran agak besar, berwarna hitam dan tidak
terdapat fibrosis sama sekali
Asbestosis
•Serabut asbes agak besar sehingga hanya tersangkut di bronchiolus
respiratorius
•Asbestosis ini penting karena dikaitkan dengan karsinoma paru dan
mesothelioma paru
Berylliosis
Bentuk reaksi paru :
1. Beryllium granulomatosis
Terjadinya granuloma pada septum alveolus dan dalam lumen
alveolus
1. Pneumonitis acuta
Timbul dalam beberapa jam atau hari sesudah partikel masuk.
Pneumokoniasis

Debu Pneumokoniasis

Proliferasi
Inflamasi
fibroblast

Dimakan oleh Mengeluarkan


makrofag zat sitokin
“Black lung”

Anda mungkin juga menyukai