DALAM
KEPERAWATAN
By :
Irma Nur Amalia, S.Kep.,Ners
DEFINISI………
Burkhardt (1993)
Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau
ketidakpastian dalam kehidupan.
Menemukan arti dan tujuan hidup.
Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan
dalam diri sendiri.
Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan
Yang Maha Tinggi.
Kozier, Erb, Blais & Wilkinson,
1995; Murray & Zetner, (1993).
Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan
keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang
untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang
menghadapi stress emosional, penyakit fisik, atau kematian.
Kekuatan yang timbul diluar kekuatan Manusia
Mickley et al (1992)
Pengetahuan diri
(siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya).
Sikap
(percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan/masa depan,
ketenangan pikiran, harmoni/keselarasan dengan diri sendiri).
Hubungan dengan alam
Harmoni
Mengetahui tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim.
Berkomunikasi dengan alam (bertanam, berjalan kaki), mengabdi
dan melindungi alam.
Hubungan dengan Orang Lain
Harmonis/suportif.
a. Berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal
balik.
b. Mengasuh anak, orangtua dan orang sakit.
c. Meyakini kehidupan dan kematian (mengunjungi, melayat,
dll).
Tidak harmonis
a. Konflik dengan orang lain.
b. Resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan
dan friksi.
Hubungan dengan
Ketuhanan
Agamais atau tidak agamais
a. Sembahyang/berdoa/meditasi.
b. Perlengkapan keagamaan.
c. Bersatu dengan alam.
Pemenuhan Kebutuhan
Spiritual
Merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaannya di
dunia/kehidupan.
Mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian
atau penderitaan.
Menjalin hubungan positif dan dinamis melalui keyakinan, rasa percaya dan
cinta.
Membina integritas personal dan merasa diri berharga.
Merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan.
Mengembangkan hubungan antar manusia yang positif.
KETERKAITAN ANTARA SPIRITUALITAS,
KESEHATAN DAN SAKIT
Nilai dari keyakinan agama tidak dapat dengan mudah dievaluasi (Taylor,
Lilis & Le Mone, 1997). Walaupun demikian pengaruh keyakinan tersebut
dapat diamati oleh tenaga kesehatan dengan mengetahui bahwa individu
cenderung dapat menahan distress fisik yang luar biasa karena mempunyai
keyakinan yang kuat.
Keluarga klien akan mengikuti semua proses penyembuhan yang
memerlukan upaya ekstra, karena keyakinan bahwa semua upaya tersebut
akan berhasil.
4. Sumber konflik
Pada suatu situasi tertentu, bisa terjadi konflik antara keyakinan agama
dengan praktik kesehatan. Misalnya ada orang yang memandang penyakit
sebagai suatu bentuk hukuman karena pernah berdosa.
Ada agama tertentu yang menganggap manusia sebagai makhluk yang
tidak berdaya dalam mengendalikan lingkungannya, oleh karena itu
penyakit diterima sebagai nasib bukan sebagai sesuatu yang harus
disembuhkan.
FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI SPIRITUALITAS
Menurut Taylor, Lilis & Le Mone (1997) dan Craven & Hirnle (1996) :
1. Pertimbangan tahap perkembangan
2. Keluarga
3. Latar belakang etnik dan budaya
4. Pengalaman hidup sebelumnya
5. Krisis dan perubahan
6. Terpisah dari ikatan spiritual
SPIRITUAL DALAM KONTEKS
HUBUNGAN PERAWAT DAN KLIEN
Pluralisme: perawat dan klien menganut kepercayaan dengan spektrum
yang luas.
Fear: berhubungan dengan ketidakmampuan mengatasi situasi, melanggar
privacy klien, atau merasa tidak pasti dengan sistem kepercayaan dan nilai
diri sendiri.
Kesadaran tentang pertanyaan spiritual: apa yang memberikan arti dalam
kehidupan , tujuan, harapan dan merasakan cinta dalam kehidupan pribadi
perawat.
Bingung: bingung terjadi karena ada perbedaan antara agama dan konsep
spiritual.
MANIFESTASI PERUBAHAN FUNGSI
SPIRITUAL
1. Verbalisasi Distress
Individu yang mengalami gangguan fungsi spiritual biasanya
memverbalisasikan distress yang dialaminya atau mengekspresikan kebutuhan
untuk mendapatkan bantuan
2. Perubahan Perilaku
Individu akan bereaksi dengan berbagai perilaku dalam menghadapi kenyataan
tentang penyakitnya ; reaksi secara emosional, cemas, marah, merasa bersalah,
mengintrospeksi diri, mencari dukungan dan informasi
PERAWAT SEBAGAI ROLE MODEL
Mempunyai pegangan tentang keyakinan spiritual yang memenuhi
kebutuhannya untuk mendapatkan arti dan tujuan hidup, mencintai dan
berhubungan serta pengampunan.
Bertolak dari kekuatan spiritual dalam kehidupan sehari-hari ini, terutama
ketika menghadapi nyeri, penderitaan dan kematian dalam melakukan
praktik profesional.
Meluangkan waktu untuk memupuk kekuatan spiritual diri sendiri.
Menunjukkan perasaan damai, kekuatan batin, kehangatan, keceriaan, caring
dan kreativitas dalam interaksinya dengan orang lain.
.
Menghargai keyakinan dan praktik spiritual orang lain walaupun berbeda
dengan keyakinan spiritual perawat.
Meningkatkan pengetahuan perawat tentang bagaimana keyakinan spiritual
klien mempengaruhi gaya hidup mereka, berespon terhadap penyakit,
pilihan pelayanan kesehatan dan pilihan terapi/treatment.
Menunjukkan kepekaan terhadap kebutuhan spiritual klien.
Menyusun strategi asuhan keperawatan yang paling sesuai untuk membantu
klien yang sedang mengalami distress spiritual.
PROSES KEPERAWATAN
.
1. Pengkajian
1. Afiliasi Agama :
Partisipasi klien dalam kegiatan agama apakah dilakukan secara aktif atau
tidak aktif, serta jenis partisipasi keagamaan
2. Keyakinan Agama :
Praktik kesehatan: diet, mencari dan menerima terapi, ritual atau upacara
agama. Persepsi penyakit: hukuman, cobaan terhadap keyakinan serta
strategi koping
Pengkajian Data Subjektif
Pedoman Pengkajian Spiritual yang disusun oleh Stoll dalam Craven &
Hirnle (1996) mencakup empat area yaitu:
a) Konsep tentang Tuhan atau Ketuhanan;
b) Sumber harapan dan kekuatan;
c) Praktik agama dan ritual;
d) Hubungan antara keyakinin spiritual dan kondisi kesehatan.
Pengkajian data objektif
Meliputi pengkajian afek dan sikap, perilaku, verbalisasi, hubungan interpersonal dan
lingkungan. Pengkajian data objektif terutama dilakukan melalui observasi.
Karakteristik klien Distress spiritual :
• Klien yang tampak kesepian dan sedikit pengunjung,
• Klien yang mengekspresikan rasa takut dan cemas,
• Klien yang mengekspresikan keraguan terhadap sistem
kepercayaan/agama,
• Klien yang mengekspresikan rasa takut terhadap
kematian,
• Klien yang akan dioperasi,
• Penyakit yang berhubungan dengan emosi atau implikasi
sosial dan agama.
• Preokupasi ttg hubungan agama dan kesehatan,
• Tidak dpt dikunjungi oleh pemuka agama,
• Tdk mampu / menolak melakukan ritual spiritual,
• Memverbalisasikan bahwa penyakit yang dideritanya merupakan
hukuman dari Tuhan,
• Mengespresikan kemarahannya thd Tuhan,
• Mempertanyakan rencana terapi karena bertentangan dengan keyakinan
agama.
• Sedang menghadapi sakratul maut (dying).
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan penyesuaian terhadap penyakit b/d ketidakmampuan
merekonsiliasi penyakit dengan keyakinan spiritual.
Koping individu tidak efektif b/d kehilangan agama sebagai dukungan utama
(merasa ditinggal oleh Tuhan).
Takut b/d belum siap untukmenghadapi kematian dan pengalaman
kehidupan setelah kematian.
Berduka yang disfungsional: keputusasaan b/d keyakinan bahwa agama tidak
mempunyai arti.
Keputusasaan b/d keyakinan bahwa tidak ada yang peduli termasuk Tuhan.
Ketidakberdayaan b/d parasaan menjadi korban.
.
Ggn harga diri b/d kegagalan untuk hidup sesuai dengan ajaran agama.
Disfungsi seksual b/d konflik nilai.
Ggn pola tidur b/d distress spiritual.
Resiko tindak kekerasan thd diri sendiri b/d perasaan bahwa hidup ini tidak
berarti.
3. Perencanaan
Tujuan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami distress spiritual
harus difokuskan pada menciptakan lingkungan yang mendukung praktik
keagamaan dan keyakinan yang biasanya dilakukan. Tujuan ditetapkan
secara individual dengan mempertimbangkan riwayat klien, area beresiko,
dan tanda-tanda disfungsi serta data objektif yang relevan.
Contoh tujuan klien dengan distress spiritual :
Mengidentifikasi keyakinan spiritual yang memenuhi kebutuhan untuk
memperoleh arti dan tujuan, mencintai dan keterikatan serta pengampunan.
Menggunakan kekuatan keyakinan, harapan dan rasa nyaman ketika
menghadapi tantangan berupa penyakit, cidera atau krisis kehidupan lain.
Mengembangkan praktek spiritual yang memupuk komunikasi dengan diri
sendiri, dengan Tuhan dan dengan dunia luar.
Mengekspresikan kepuasan dengan keharmonisan antara keyakinan spiritual
dengan kehidupan sehari-hari.
Hasil yang diperkirakan harus bersifat individual :