Anda di halaman 1dari 16

KOMPLIKASI TRANFUSI DARAH

YANG BERHUBUNGAN DENGAN


IMUNOLOGI

KELOMPOK 1
DESI ANDANI
ADE RESMANA
SARIMA
TRANFUSI DARAH
 Transfusi darah adalah tindakan
memasukkan darah atau komponennya yang
hilang ke dalam sistem pembuluh darah
seseorang untuk tujuan pengobatan.
Transfusi darah ini merupakan salah satu
bagian penting pelayanan kesehatan modern.
Bila digunakan dengan benar, transfusi
dapat menyelamatkan jiwa pasien dan
meningkatkan derajat kesehatan. Indikasi
tepat transfusi darah dan komponen darah
adalah untuk mengatasi kondisi yang
menyebabkan morbiditas dan mortalitas
bermakna yang tidak dapat diatasi dengan
cara lain.
LANJUTAN
 Tetapidalam transfusi darah ini dapat
juga menimbulkan reaksi-reaksi yang
berkaitan dengan imunologi. Karena
transfusi darah adalah memasukkan
suatu komponen kedalam tubuh, dimana
prinsip imunologi tubuh adalah sesuatu
yang masuk kedalam tubuh dikenal
sebagai benda asing, sehingga
menimbulkan respon imun pada resipien.
Reaksi yang ditimbulkan dari transfusi
darah ini berbeda-beda yang dapat
menyebabkan komplikasi transfusi darah.
KOMPLIKASI DARAH
 Transfusi darah adalah pemberian darah dari
seorang donor kepada recipient yang
membutuhkan melalui pembuluh darah kedalam
sirkulasi darah. Transfuse darah darah
menyelamatkan nyawa seseorang tetapi juga
dapat membahayakan bila kita tidak mengetahui
komplikasi-komplikasi yang dapat timbul.
Komplikasi-komplikasi tersebut dapat
berlangsung dini atau cepat atau lambat.
 Komplikasi yang dapat timbul akibat transfusi
darah atau komponennya, dapat dibagi dalam 2
kelompok yaitu reaksi imunologis dan reaksi non
imunologis. Komplikasi dengan reaksi imunologi
adalah komplikasi yang terjadi akibat interaksi
antibody dan antigen yang berada didalam tubuh
recipient. Komplikasi dengan reaksi non
imunologi adalah komplikasi yang terjadi adanya
penyakit infeksi yang dapat menular melalui
darah, volume darah yang berlebihan dan darah
yang terkontaminasi
REAKSI IMUNOLOGIS
A. Reaksi Transfusi Hemolitik
Reaksi transfusi hemolitik merupakan reaksi yang
jarang terjadi tetapi serius dan terdapat pada satu
diantara dua puluh ribu penderita yang mendapat
transfusi. Reaksi hemolitik yang disebabkan oleh
proses imun terdiri dari reaksi hemolitik akut (acute
hemolytic transfusion reaction, AHTR) dan reaksi
hemolitik lambat (delayed hemolytic transfusion
reaction, DHTR), sedangkan reaksi hemolitik lain yang
dapat terjadi selama atau setelah transfusi lebih
dikenal sebagai reaksi pseudo-hemolitik .
Reaksi Hemolitik Akut Akibat Transfusi Darah:
 Acute Hemolytic Transfusion Reaction (AHTR)
merupakan masalah yang sangat serius karena terjadi
destruksi eritrosit donor yang sangat cepat (kurang
dari 24 jam). Pada umumnya AHTR disebabkan oleh
kesalahan dalam identifikasi sampel darah resipien
atau dalam pencocokan sampel darah resipien dan
donor (crossmatch). Sebagian besar terjadi pada saat
transfusi whole blood (WB) atau packed red cell (PRC)
dan jarang terjadi pada transfusi fresh frozen plasma
(FFP), trombosit, imunoglobulin, dan factor VIII
nonrekombinan.
Reaksi Hemolitik Lambat Akibat Transfusi:
 Pada Delayed Hemolytic Transfusion Reaction (DHTR),
reaksi hemolitik sering diketahui saat dilakukan evaluasi
tentang respons antibodi (Rhesus,Kell, Duffy, Kidd, dan
antibodi non-ABO lainnya) setelah terpapar dengan antigen
berupa eritrosit donor. Antibodi tidak dikenali pada saat
dilakukan crossmatch sebelum transfusi karena interaksi
antigen-antibodi merupakan respons imun sekunder yang
diketahui setelah 3 sampai 7 hari.
B. Reaksi Transfusi Non Hemolitik
Reaksi nonhemolitik transfusi darah biasanya tidak
serius seperti febris dan alergi yang terjadi secara
fisiologis. Adakalanya demam merupakan tanda pertama
rekasi hemolitik atau kontaminasi bakteri yang lebih
serius adalah reaksi febris, reaksi yang kurang baik yang
paling sering terjadi. Gejalanya adalah rasa dingin,
myalgia, demam, sakit kepala, batuk nonproduktif terjadi
segera setelah transfusi. yang jarang ada pasien
hipotensi, nyeri dada, dan muntah. Bahkan infiltrasi paru
dengan gambaran X-ray ditemukan formasi nodule di
prehilus dan infiltrasi paru bawah dengan edema paru
juga pernah dilaporkan.
Reaksi Non Imunologis

 Reaksi non imunologi adalah reaksi setelah transfusi


darah yang berhubungan dengan bahan fisika/kimia
komponen darah atau kontaminan.
Reaksi Pseudohemolitik Akibat Transfusi
 Reaksi pseudohemolitik akibat transfusi
merupakan reaksi hemolitik lain yang terjadi
pada darah donor selama atau setelah transfusi
diberikan, yang bukan merupakan reaksi
transfusi. Gejala dan tanda klinis hampir sama
dengan reaksi hemolitik akibat reaksi transfusi.
Reaksi pseudohemolitik dapat berhubungan
dengan proses imun maupun non-imun. Pada
reaksi pseudohemolitik akibat transfusi dijumpai
reaksi yang compatible pada pemeriksaan
crossmatch dan DAT yang negatif.
Reaksi yang disebabkan oleh volume yang
berlebihan:
 Volume darah yang overload atau berlebihan terjadi
karena setelah pemberian yang cepat dan banyak
terutama karena tambahan cairan koloid dan seluler,
terutama terjadi pada penderita anemia, kelainan
jantung atau degenerasi pembuluh darah. Gejala yang
dapat mendahului reaksi muatan volume berlebih
antara lain dada seperti tertekan, batuk kering,
gelisah, sakit kepala hebat, nadi, tekanan darah dan
pernafasan meningkat, tekanan vena sentral dan vena
jugularis meningkat.

 Pencegahan ini dapat dilakukan dengan pemberian


kecepatan darah atau komponen darah disesuaikan
dengan kondisi klien, dan memberikan komponen SDM
bukan darah lengkap.
Reaksi karena darah transfusi terkontaminasi:
 Kontaminasi bakteri pada eritrosit paling sering
disebabkan oleh Yersinia enterocolitica. Resiko
terjadinya kontaminasi tersebut berhubungan
langsung dengan lamanya penyimpanan.

 Resiko sepsis yang berhubungan dengan transfusi


trombosit adalah 1 per 12.000, angka ini lebih besar
pada transfusi menggunakan konsetrat trombosit
yang berasal dari beberapa donor dibandingkan
dengan trombosit yang didapatkan dengan aferesis
dari donor tunggal. Bakteri yang mengkontaminasi
trombosit yang dapat menyebabkan kematian adalah
Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae,
Serratia marcescens, dan Staphylococcus epidermidis.
Reaksi karena penularan penyakit infeksi:
 Risiko penularan penyakit infeksi melalui transfusi
darah bergantung pada berbagai hal, antara lain
prevalensi penyakit di masyarakat, keefektifan
skrining yang digunakan, status imun resipien dan
jumlah donor tiap unit darah. Saat ini dipergunakan
model matematis untuk menghitung risiko transfusi
darah, antara lain untuk penularan HIV, virus
hepatitis A,C, dan B, virus human T-cell lymphotropic
(HTLV), sifilis, malaria serta penyakit lain yang
disebabkan oleh parasit dan bakteri pathogen.

Anda mungkin juga menyukai