RETARDASI MENTAL
Disusun oleh:
Taufiq Zulyasman
Dodi Azamta
M. Ilham Rinaldy
Dhea Handyara
Pembimbing:
Dr. Isa M Noor, MSc, Sp.KJ
Perkembangan fisik biasanya normal tetapi perkembangan bicara biasanya masih terlambat
(biasanya bicara kurang sempurna dan perbendaharaan kata-kata kurang).
Diagnosis Multiaksial
Karakteristik anak retardasi mental menurut Brown et al, 2003; Wolery &
Haring, 2004 pada Exceptional Children, six edition, menyatakan:
Lamban dalam mempelajari hal-hal yang baru, mempunyai kesulitan dalam
mempelajari pengetahuan abstrak, dan selalu cepat lupa apa yang dipelajari
tanpa latihan yang terus menerus.
Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru.
Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak retardasi mental berat.
Cacat fisik dan perkembangan gerak.
Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri.
Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim.
Gambaran klinis umum
Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai beberapa kelainan
fisik yang merupakan stigmata congenital yang kadang-kadang gambaran
stigmata mengarah kesuatu sindrom penyakit tertentu.
Gejala bisa berupa kelainan pada mata (katarak, kornea keruh, dll), kejang (tonik-
klonik, kejang neonatus), kelainan kulit (ataksia-telengeksia), kelainan rambut
(rambut rontok, cepat memutih), kelainan kepala (makrosefal, mikrosefal), dan
perawakan pendek (kretinisme, sindrom prader-willi)
Diagnosis
Pencegahan Primer
Tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau menurunkan kondisi yang
menyebabkan perkembangan gangguan yang disertai dengan retardasi mental.
Tindakan tersebut termasuk :
Pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum
tentang retardasi mental.
Usaha terus-menerus dari professional bidang kesehatan untuk menjaga dan
memperbaharui kebijaksanaan kesehatan masyarakat.
Aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang optimal.
Eradikasi gangguan yang diketahui disertai dengan kerusakan system saraf pusat.
Penatalaksanaan
Pendidikan keluarga
Meningkatkan kompetensi dan harga diri sambil mempertahankan harapan yang
realistic untuk pasien.
Orang tua harus diberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan bersalah,
putus asa, kesedihan, penyangkalan yang terus-menerus timbul, dan kemarahan
tentang gangguan dan masa depan anak.
Dokter psikiatrik harus siap untuk memberikan semua informasi medis dasar dan
terakhir tentang penyebab, terapi, dan bidang lain yang berhubungan (seperti
latihan khusus dan perbaikan defek sensorik).
Penatalaksanaan
Intervensi farmakologis
Agresi dan perilaku melukai diri sendiri
Beberapa bukti dari penelitian telah menyatakan bahwa lithium (Eskalith) berguna
dalam menurunkan agresi dan perilaku melukai diri sendiri.
Carbamazepine (Tegretol) dan valproic acid (Depakene) adalah medikasi yang
juga bermanfaat pada beberapa kasus perilaku melukai diri sendiri.
Penatalaksanaan
Intervensi farmakologis
Gerakan motorik stereotipik
Medikasi antipsikotik, seperti haloperidol (Haldol) dan chlorpromazine (Thorazine),
menurunkan perilaku stimulasi diri yang berulang pada pasien retardasi mental,
terapi medikasi tersebut tidak meningkatkan perilaku adaptif.
Beberapa anak dan orang dewasa (sampai sepertiga) dengan retardasi mental
menghadapi resiko tinggi mengalami tardive dyskinesia dengan pemakaian kontinu
medikasi antipsikotik.
Perilaku kemarahan eksplosif
Penghambat-β, seperti propranolol dan buspirone (BuSpar), telah dilaporkan
menyebabkan penurunan kemarahan ekspolasif di antara pasien dengan retardasi
mental dan gangguan autistik.
Penatalaksanaan
Intervensi farmakologis
Gangguan defisit atensi/hiperaktivitas
Penelitian terapi methylphenidate pada pasien retardasi mental ringan dengan
gangguan defisit atensi/hiperaktivitas telah menunjukkan perbaikan bermakna
dalam kemampuan mempertahankan perhatian dan menyelesaikan tugas.
Penelitian terapi metylphenidate tidak menunjukkan bukti adanya perbaikan jangka
panjang dalam keterampilan sosial atau belajar.
Prognosis
Retardasi mental adaalah fungsi intelektual keseluruhan yang secara bermakna di bawah
rata-rata yang menyebabkan atau berhubungan dengan gangguan pada perilaku
adaktif dan bermanifestasi selama periode perkembangan yaitu sebelum usia 18 tahun.
Retardasi mental dapat disebabkan oleh faktor nonorganik seperti hubungan keluarga
yang tidak harmonis, faktor sosiokultural, dan interaksi sesama yang tidak baik, dan juga
faktor organik, seperti kelainan genetik, gangguan pertumbuhan otak dan infeksi.
Anak dengan retardasi mental memiliki gambaran lamban dalam mempelajari hal-hal
yang baru, kemampuan bicara yang kurang, tingkah laku dan perilaku yang tidak lazim.
Mengetahui dan memantau perkembangan anak sejak dini penting dilakukan orangtua
guna deteksi dini apakah anak mengalami keterlambatan perkembangan sehingga
dapat di tatalaksana secara cepat dan tepat.
Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental diperlukan untuk merangsang
perkembangan kognitif, motorik dan sensoriknya. Orang tua dan psikiater juga perlu
bekerja sama untuk mencapai perbaikan dalam perkembangan anak, mengingat
perkembangan tiap anak berbeda-beda. Ahli terapi wicara untuk memperbaiki
gangguan bicaranya atau untuk merangsang perkembangan bicaranya. Serta
diperlukan guru pendidikan luar biasa untuk anak-anak yang retardasi mental ini.
REFERENSI