Anda di halaman 1dari 29

DISKUSI TOPIK

RETARDASI MENTAL

Disusun oleh:
Taufiq Zulyasman
Dodi Azamta
M. Ilham Rinaldy
Dhea Handyara

Pembimbing:
Dr. Isa M Noor, MSc, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN


UNIVERISTAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
RS JIWA ISLAM KLENDER
JAKARTA TIMUR
ILUSTRASI KASUS
 Seorang anak perempuan usia 8 tahun, dibawa konsultasi ke seorang psikolog
dengan keluhan kesulitan belajar, terutama belajar membaca dan menulis, dalam
berbicara sehari-hari tak mengalami banyak kesulitan. Klien mampu merawat diri
seperti mandi, berpakaian dan bab/bak, tetapi dalam ketrampilan akademis ia
banyak mendapatkan masalah sehingga ia terpaksa tinggal kelas, karena nilai
rapotnya jauh dibawah rerata kelas. Dari hasil tes psikologik diperoleh nilai
Intellegence Quotien (IQ) 65. Oleh psikolog klien disarankan untuk mengikuti
pendidikan di Sekolah Luar Biasa (SLB), dengan pertimbangan bila di sekolah umum
klien akan banyak mengalami kesulitan dalam proses belajarnya.
 Dari riwayat kehidupan sosial, klien berasal dari keluarga dengan tingkat sosial
ekonomi rendah, menempati rumah kontrakan yang sempit, ditempati oleh tujuh
anggota keluarga. Sebagai anak bungsu dari lima bersaudara, klien lebih banyak
diasuh oleh kakak perempuannya yang paling tua; kedua orang tua bekerja, ayah
buruh kasar dan ibu buruh cuci, sehingga pemberian makan pada usia balita tidak
sesuai dengan kebutuhan nutrisi, padahal di usia tersebut adalah periode penting
bagi pertumbuhan terutama sel sel otak.
Gejala
 Dapat merawat dirinya dan melakukan semua pekerjaan di rumah.
 Dalam keadaan cocok dapat mencari nafkah - tetapi tak dapat bersaing dengan orang lain
dan tak dapat mengurus pekerjaannya dengan bijaksana, sehingga bila ada penghematan
tenaga kerja, penderita diberhentikan lebih dahulu.
 Tidak dapat dididik di sekolah biasa tetapi harus di lembaga istimewa atau Sekolah Luar Biasa.
 Pada saat menginjak Taman Kanak-kanak belum tampak kekurangannya, sesudah menginjak
Sekolah Dasar tampak kurang kepandaiannya, sehingga sukar untuk naik kelas (kelas I SD - 3
tahun).
 Tak dapat berfikir secara abstrak, hanya hal-hal konkrit yang dapat difahami.
 Kurang dapat membedakan hal-hal yang penting dan remeh atau hal-hal yang baik dan buruk,
sehingga mudah tersangkut perkara kriminil. Oleh karena itu perlu pengawasan orang tua
dalam melakukan aktivitasnya.
 Koordinasi motorik tidak mengalami gangguan.
 Kelainan kongenital tidak didapatkan.

Perkembangan fisik biasanya normal tetapi perkembangan bicara biasanya masih terlambat
(biasanya bicara kurang sempurna dan perbendaharaan kata-kata kurang).
Diagnosis Multiaksial

 Aksis I : Tidak ada diagnosis


 Aksis II : F70 Retardasi Mental Ringan
 Aksis III : Tidak ada diagnosis
 Aksis IV : a. masalah berkaitan dengan lingkungan social
b. masalah pendidikan
c. masalah psikososial dan lingkungan lain
 Aksis V : GAF Scale 60-51: Gejala sedang (moderate), disabilitas sedang
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi

 Fungsi intelektual keseluruhan yang secara bermakna di bawah rata-rata


yang menyebabkan atau berhubungan dengan gangguan pada perilaku
adaptif dan bermanifestasi selama periode perkembangan yaitu sebelum
usia 18 tahun (DSM-IV dan AAMD).

 Penurunan fungsi intelektual yang menyeluruh secara bermakna dan


secara langsung menyebabkan gangguan adaptasi sosial, dan
bermanifestasi selama masa perkembangan (Sari Pediatri, Vol. 2, No. 3,
Desember 2000).
Epidemiologi
Negara Maju
• Prevalens retardasi mental pada anak-anak di bawah umur 18
tahun di negara maju diperkirakan mencapai 0,5-2,5%.
• Insidens retardasi mental di negara maju berkisar 3-4 kasus baru
per 1000 anak dalam 20 tahun terakhir
Negara Berkembang
• Prevalens retardasi mental pada anak-anak di bawah umur 18
tahun di negara berkembang diperkirakan mencapai 4,6%.
• Di indonesia 1-3% penduduknya menderita kelainan ini.
• Angka kejadian anak retardasi mental berkisar 19 per 1000
kelahiran hidup

Banyak penelitian melaporkan angka kejadian retardasi mental lebih


banyak pada anak laki-laki dibandingkan perempuan.

Sumber: (Sari Pediatri, Vol. 2, No. 3, Desember 2000: 170 – 177).


Etiologi
• Kemiskinan dan keluarga
yang tidak harmonis
• Faktor sosiokultural
Organik • Interaksi anak-pengasuh
yang tidak baik
• Penelantaran anak

Faktor Resiko Faktor Prakonsepsi


(Abnormalitas single gene,
Kelainan kromosom)

Faktor Pranatal (Gangguan


pertumbuhan otak trimester
Non-Organik 1,2,3)

Faktor Perinatal (asfiksia, trauma


lahir, dll)

Faktor Post Natal (trauma berat


kepala/ssp, kelainan metabolik,
infeksi,dll
Klasifikasi
 Klasifikasi retardasi mental menurut Pedoman Penggolongan Diagnosa
Gangguan Jiwa (PPDGJ/DSM II 1968) adalah:

 Retardasi mental taraf sangat berat = Idiot (IQ 0-19)


 Tidak dapat dilatih dan dididik tidak dapat merawat dirinya sendiri.
 Tidak mengenal bahaya, tak dapat menjaga diri terhadap ancaman fisik.
 Biasanya didapatkan kelainan kongential misalnya bentuk kepala abnormal,
kelainan fisik pada badan anggota badan seperti badan kecil, bungkuk; bentuk
tangan abnormal jari kelingking bengkok (mongolism).
 Perkembangan fisik (duduk, jalan) dan bicara terlambat. Sering tak dapat diajar
berbicara, bicara hanya 1 suku katabsaja (ma,pa).
 Mudah terserang penyakit lain, misalnya tbc, infeksi lain.
Klasifikasi

 Retardasi mental taraf berat = Imbecile berat (IQ 20-34)


 Dapat dilatih dan tak dapat dididik.
 Dapat dilatih merawat dirinya sendiri; makan, mandi dan berpakaian sendiri.
kadang-kadang masih dapat mengenal bahaya dan menjaga dirinya.
 Pergerakan motorik biasanya masih terganggu, pergerakan kaku dan spastis.
 Biasanya masih didapatkan kelainan kongenital.
 Perkembangan fisik dan berbicara masih terlambat.
 Masih mudah terserang penyakit lain.
Klasifikasi

 Retardasi mental sedang = Imbecile ringan (IQ 35-49)


 Dapat dilatih dan dapat dididik (Trainable & Educable) sampai ke taraf kelas II - III
SD.
 Dapat dilatih merawat dirinya sendiri misalnya : makan, mandi dan berpakaian
sendiri.
 Mengenal bahaya dan dapat menyelamatkan diri.
 Dapat dilatih pekerjaan yang sederhana dan rutin misalnya : menyapu, mencuci
piring, membersihkan rumah dsb.
 Bisa menghitung 1 - 20, mengetahui macam-macam warna dan membaca
beberapa suku kata.
 Perkembangan fisik dan berbicara masih terlambat.
 Sering tersangkut perkara kriminil karena mudah disugesti dan penilaian terhadap
baik dan buruknya suatu hal masih kurang.
Klasifikasi

 Retardasi mental taraf ringan = Debil (IQ 50-69).


 Dapat dilatih dan dididik.
 Dapat merawat dirinya dan melakukan semua pekerjaan di rumah.
 Dalam keadaan cocok dapat mencari nafkah - tetapi tak dapat bersaing dengan
orang lain dan tak dapat mengurus pekerjaannya dengan bijaksana, sehingga bila
ada penghematan tenaga kerja, penderita diberhentikan lebih dahulu.
 Tidak dapat dididik di sekolah biasa tetapi harus di lembaga istimewa atau Sekolah
Luar Biasa.
 Tak dapat berfikir secara abstrak, hanya hal-hal konkrit yang dapat difahami.
 Kurang dapat membedakan hal-hal yang penting dan remeh atau hal-hal yang
baik dan buruk, sehingga mudah tersangkut perkara kriminil. Oleh karena itu perlu
pengawasan orang tua dalam melakukan aktivitasnya.
 Perkembangan fisik biasanya normal tetapi perkembangan bicara
biasanya masih terlambat (biasanya bicara kurang sempurna dan
perbendaharaan kata-kata kurang).
Klasifikasi

 Retardasi mental taraf perbatasan = Subnormal (IQ 69-85)


 Dapat dididik di sekolah biasa, meskipun tiap kelas dicapai dalam 2 tahun.
 Dapat berfikir secara abstrak.
 Dapat membedakan hal yang baik dan yang buruk.
Klasifikasi

 Klasifikasi retardasi mental menurut DSM-IV-TR yaitu :


 Retardasi mental berat sekali IQ dibawah 20 atau 25. Sekitar 1 sampai 2 % dari orang
yang terkena retardasi mental.
 Retardasi mental berat IQ sekitar 20-25 sampai 35-40. Sebanyak 4 % dari orang yang
terkena retardasi mental.
 Retardasi mental sedang IQ sekitar 35-40 sampai 50-55. Sekitar 10 % dari orang yang
terkena retardasi mental.
 Retardasi mental ringan IQ sekitar 50-55 sampai 70. Sekitar 85 % dari orang yang
terkena retardasi mental. Pada umunya anak-anak dengan retardasi mental ringan
tidak dikenali sampai anak tersebut menginjak tingkat pertama atau kedua
disekolah.
Klasifikasi
 Berdasarkan gejala:
 Tipe klinik
 Tipe ini mudah dideteksi sejak dini, karena kelainan fisis maupun mentalnya cukup
berat.
 Penyebab sering kelainan organik.
 Kelainan ini dapat terjadi pada kelas sosial tinggi ataupun rendah.
 Butuh perawatan terus menerus
 Tipe sosialbudaya
 Biasanya baru diketahui setelah anak masuk sekolah dan ternyata tidak dapat
mengikuti pelajaran.
 Penampilannya seperti anak normal, sehingga disebut juga retardasi enam jam.
 Tipe ini kebanyakan berasal dari golongan sosial ekonomi rendah.
 Pada umumnya anak tipe ini mempunyai taraf IQ golongan borderline dan retardasi
mental ringan.
Gambaran klinis umum

 Karakteristik anak retardasi mental menurut Brown et al, 2003; Wolery &
Haring, 2004 pada Exceptional Children, six edition, menyatakan:
 Lamban dalam mempelajari hal-hal yang baru, mempunyai kesulitan dalam
mempelajari pengetahuan abstrak, dan selalu cepat lupa apa yang dipelajari
tanpa latihan yang terus menerus.
 Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru.
 Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak retardasi mental berat.
 Cacat fisik dan perkembangan gerak.
 Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri.
 Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim.
Gambaran klinis umum

 Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai beberapa kelainan
fisik yang merupakan stigmata congenital yang kadang-kadang gambaran
stigmata mengarah kesuatu sindrom penyakit tertentu.
 Gejala bisa berupa kelainan pada mata (katarak, kornea keruh, dll), kejang (tonik-
klonik, kejang neonatus), kelainan kulit (ataksia-telengeksia), kelainan rambut
(rambut rontok, cepat memutih), kelainan kepala (makrosefal, mikrosefal), dan
perawakan pendek (kretinisme, sindrom prader-willi)
Diagnosis

 Kriteria diagnostik retardasi mental menurut DSM-IV-TR yaitu :


 Fungsi intelektual yang secara signifikan dibawah rata-rata. IQ kira-kira 70 atau
dibawahnya pada individu yang dilakukan test IQ.
 Gangguan terhadap fungsi adaptif paling sedikit 2 misalnya komunikasi,
kemampuan menolong diri sendiri, berumah tangga, sosial, pekerjaan, kesehatan
dan keamanan.
 Onsetnya sebelum berusia 18 tahun.
Penatalaksanaan

 Retardasi mental berhubungan dengan beberapa gangguan heterogen dan


berbagai faktor psikososial. Terapi yang terbaik untuk retardasi mental adalah
pencegahan primer, sekunder, dan tersier.

 Pencegahan Primer
 Tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau menurunkan kondisi yang
menyebabkan perkembangan gangguan yang disertai dengan retardasi mental.
Tindakan tersebut termasuk :
 Pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum
tentang retardasi mental.
 Usaha terus-menerus dari professional bidang kesehatan untuk menjaga dan
memperbaharui kebijaksanaan kesehatan masyarakat.
 Aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang optimal.
 Eradikasi gangguan yang diketahui disertai dengan kerusakan system saraf pusat.
Penatalaksanaan

 Pencegahan Sekunder dan Tersier


 Jika suatu gangguan yang disertai dengan retardasi mental telah dikenali,
gangguan harus diobati untuk mempersingkat perjalanan penyakit (pencegahan
sekunder) dan untuk menekan sekuele atau kecacatan yang terjadi setelahnya
(pencegahan tersier).
Penatalaksanaan

 Pendidikan untuk anak


 Lingkungan pendidikan untuk anak-anak dengan retardasi mental harus termasuk
program yang lengkap yang menjawab latihan keterampilan adaptif, latihan
keterampilan sosial, dan latihan kejujuran.
 Perhatian khusus harus dipusatkan pada komunikasi dan usaha untuk meningkatkan
kualitas hidup.
 Terapi kelompok seringkali merupakan format yang berhasil dimana anak-anak
dengan retardasi mental dapat belajar dan mempraktekkan situasi hidup nyata dan
mendapatkan umpan balik yang mendukung.
Penatalaksanaan

 Terapi perilaku, kognitif, dan psikodinamika


 Terapi perilaku telah digunakan selama bertahun-tahun untuk membentuk dan
meningkatkan perilaku sosial dan untuk mengendalikan dan menekan perilaku
agresif dan destruksi pasien.
 Dorongan positif untuk perilaku yang diharapkan dan memulai hukuman (seperti
mencabut hak istimewa) untuk perilaku yang tidak diinginkan telah banyak
menolong.
 Terapi kognitif seperti menghilangkan keyakinan palsu dan latihan relaksasi dengan
instruksi dari diri sendiri, juga telah dianjurkan untuk pasien retardasi mental yang
mampu mengikuti instruksi pasien.
 Terapi psikodinamika telah digunakan pada pasien retardasi mental dan
keluarganya untuk menurunkan konflik tentang harapan yang menyebabkan
kecemasan, kekerasan, dan
Penatalaksanaan

 Pendidikan keluarga
 Meningkatkan kompetensi dan harga diri sambil mempertahankan harapan yang
realistic untuk pasien.
 Orang tua harus diberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan bersalah,
putus asa, kesedihan, penyangkalan yang terus-menerus timbul, dan kemarahan
tentang gangguan dan masa depan anak.
 Dokter psikiatrik harus siap untuk memberikan semua informasi medis dasar dan
terakhir tentang penyebab, terapi, dan bidang lain yang berhubungan (seperti
latihan khusus dan perbaikan defek sensorik).
Penatalaksanaan

 Intervensi farmakologis
 Agresi dan perilaku melukai diri sendiri
 Beberapa bukti dari penelitian telah menyatakan bahwa lithium (Eskalith) berguna
dalam menurunkan agresi dan perilaku melukai diri sendiri.
 Carbamazepine (Tegretol) dan valproic acid (Depakene) adalah medikasi yang
juga bermanfaat pada beberapa kasus perilaku melukai diri sendiri.
Penatalaksanaan

 Intervensi farmakologis
 Gerakan motorik stereotipik
 Medikasi antipsikotik, seperti haloperidol (Haldol) dan chlorpromazine (Thorazine),
menurunkan perilaku stimulasi diri yang berulang pada pasien retardasi mental,
terapi medikasi tersebut tidak meningkatkan perilaku adaptif.
 Beberapa anak dan orang dewasa (sampai sepertiga) dengan retardasi mental
menghadapi resiko tinggi mengalami tardive dyskinesia dengan pemakaian kontinu
medikasi antipsikotik.
 Perilaku kemarahan eksplosif
 Penghambat-β, seperti propranolol dan buspirone (BuSpar), telah dilaporkan
menyebabkan penurunan kemarahan ekspolasif di antara pasien dengan retardasi
mental dan gangguan autistik.
Penatalaksanaan

 Intervensi farmakologis
 Gangguan defisit atensi/hiperaktivitas
 Penelitian terapi methylphenidate pada pasien retardasi mental ringan dengan
gangguan defisit atensi/hiperaktivitas telah menunjukkan perbaikan bermakna
dalam kemampuan mempertahankan perhatian dan menyelesaikan tugas.
 Penelitian terapi metylphenidate tidak menunjukkan bukti adanya perbaikan jangka
panjang dalam keterampilan sosial atau belajar.
Prognosis

 Retardasi mental yang diketahui penyakit dasarnya, biasanya prognosisnya lebih


baik. Tetapi pada umumnya sukar untuk menemukan penyakit dasarnya.
 Anak dengan dengan retardasi mental ringan dengan kesehatan yang baik tanpa
penyakit kardiorespirasi, pada umumnya umur harapan hidupnya sama dengan
orang yang normal.
 Tetapi sebaliknya pada retardasi mental yang berat dengan masalah kesehatan
dan gizi, sering meninggal pada usia muda.
Kesimpulan

 Retardasi mental adaalah fungsi intelektual keseluruhan yang secara bermakna di bawah
rata-rata yang menyebabkan atau berhubungan dengan gangguan pada perilaku
adaktif dan bermanifestasi selama periode perkembangan yaitu sebelum usia 18 tahun.
Retardasi mental dapat disebabkan oleh faktor nonorganik seperti hubungan keluarga
yang tidak harmonis, faktor sosiokultural, dan interaksi sesama yang tidak baik, dan juga
faktor organik, seperti kelainan genetik, gangguan pertumbuhan otak dan infeksi.
 Anak dengan retardasi mental memiliki gambaran lamban dalam mempelajari hal-hal
yang baru, kemampuan bicara yang kurang, tingkah laku dan perilaku yang tidak lazim.
Mengetahui dan memantau perkembangan anak sejak dini penting dilakukan orangtua
guna deteksi dini apakah anak mengalami keterlambatan perkembangan sehingga
dapat di tatalaksana secara cepat dan tepat.
 Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental diperlukan untuk merangsang
perkembangan kognitif, motorik dan sensoriknya. Orang tua dan psikiater juga perlu
bekerja sama untuk mencapai perbaikan dalam perkembangan anak, mengingat
perkembangan tiap anak berbeda-beda. Ahli terapi wicara untuk memperbaiki
gangguan bicaranya atau untuk merangsang perkembangan bicaranya. Serta
diperlukan guru pendidikan luar biasa untuk anak-anak yang retardasi mental ini.
REFERENSI

 Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman Pemeriksaan Kemampuan


Fungsional Penyandang Cacat untuk Sekolah dan Melamar Kerja. (2009). Jakarta
 Harold Kaplan & Benyamin Sadock. (2008). Synopsis Psikiatri jilid 2. Jakarta. Karisma.
 Hurlock, E.B. (2007). Perkembangan Anak. Jilid 1. Jakarta. Gramedia.
 Moersintowati. B, Narendra. (2008). Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja edisi 1.
Jakarta. Sagung Seto.
 Nelson, Behrman, Kliegman, Arvin (1999). Ilmu Kesehatan Anak jilid 1 Edisi 15. Jakarta. EGC
 Pedoman penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke 5 (PPDGJ-V). 2005.
Departemen Kesehatan RI.
 Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta. EGC.
 idai.or.id/saripediatri/pdfile/2-3-8.pdf

Anda mungkin juga menyukai