Anda di halaman 1dari 127

Elizabeth Cindy Suganda

405150116
Pemicu 3
Blok Respirasi
Li1 :Anatomi ( embrio ) dan histology faring ke
laring
Embriologi Kepala & Leher
• Perkembangan dimulai pada saat pembuahan sperma & oosit,
haploid: 23 kromosom, bersatu membentuk zigot diploid: 46
kromosom.
• Kelainan Kromosom & Mutasi Gen: Cacat Kraniofasial Utama.
• Etiologi dari kelainan: gangguan suplai darah / deformasi mekanik.
Cth: malformasi kongenital krn genetik, lingkungan / penyebab tdk
diketahui tjd 4% dari kelahiran hidup, tetapi kelainan minor
ditemukan > 15%.

Sources: Scott-Brown’s Otolaryngology Head & Neck Surgery 7th Edition; Volume 1; Part 12; Chapter 65; Page 792 - 805
Embriologi Kepala & Leher
• Perkembangan Embriologi:
A. Zigot
 Minggu ke-2: Zigot → Morula → Blastocyst → Endometrium
 Minggu ke-3: massa sel dalam → diskus germinal bilaminar → gastrulasi → mengarah ke diskus trilaminar
tdd ecto-, meso & lapisan endoderm → massa sel blastokista → embrio
 Minggu ke 3-8: embrio dmn organ utama rentan thdp teratogen spt obat (thalidomide, alkohol), agen infeksi
(rubella, HIV) & agen fisika (x-ray) dpt menyebabkan cacat lahir utama.
a. Ektoderm: jaringan & organ yg mempertahankan kontak dgn dunia luar - sistem saraf, kulit, epitel
sensorik dari telinga, hidung dan mata & enamel gigi.
b. Endoderm: lapisan epitel saluran pencernaan & pernafasan (rongga timpani, tabung pendengaran,
parenkim dari kelenjar tiroid & paratiroid)
B. Janin
 Minggu ke-9 kehamilan s/d minggu ke-38 / 40 (masa kelahiran) stlh timbulnya haid terakhir ditandai o/
pertumbuhan-pematangan jaringan & organ.
Sources: Scott-Brown’s Otolaryngology Head & Neck Surgery 7th Edition; Volume 1; Part 12; Chapter 65; Page 792 - 805
Tulang Tengkorak
• Perkembangan tulang tengkorak terjadi karena faktor genetik dan
mekanik oleh karena pertumbuhan otak, perkembangan faring dan
aktivitas otot.
• Tulang tengkorak terbagi: Neurocranium (menjaga otak) &
Viscerocranium, (dari arcus faring yang terdapat muka dan rahang).
Osifikasi neurocranium & viscerocranium di osifikasi oleh
intramembranosa dan bagian dari osifikasi endokondrial. Dalam
osifikasi intramembran, mesenkim (asal: sel pial neural di atap & sisi
tengkorak & mesoderm paraksial di oksiput & posterior kapsul otik)
→ berdiferensiasi tulang.

Sources: Scott-Brown’s Otolaryngology Head & Neck Surgery 7th Edition; Volume 1; Part 12; Chapter 65; Page 792 - 805
Sources: Scott-Brown’s Otolaryngology
Head & Neck Surgery 7th Edition; Volume
1; Part 12; Chapter 65; Page 792 - 805
Sources: Scott-Brown’s Otolaryngology
Head & Neck Surgery 7th Edition; Volume 1;
Part 12; Chapter 65; Page 792 - 805
Sources: Scott-
Brown’s
Otolaryngology
Head & Neck
Surgery 7th
Edition; Volume
1; Part 12;
Chapter 65;
Page 792 - 810
Anatomi & Histology
Faring
• Saluran pernapasan bagian atas yang terletak dibelakang hidung,
rongga mulut & laring
• Panjang ± 15 cm, diameter 1,5-5 cm
• Batas :
• Superior : basis cranii
• Inferior : pinggir inferior cartilago cricoidea dan pinggir inferior vertebra C6
• Faring memiliki 2 lapisan otot :
• Lapisan luar tersusun sirkuler (kontriksi dinding faring
ketika menelan)
• M. constrictor pharyngis superior
• M. constrictor pharyngis media
• M. constrictor pharyngis inferior
• Lapisan dalam tersusun longitudinal (memperpendek
pharynx & larynx ketika menelan &bicara)
• M. salpingopharyngeus
• M. palatopharyngeus
• M. stylopharyngeus
• Pharynx dibagi 3 :
• Nasopharynx
• Oropharynx
• Laringopharynx
Nasopharynx
• Terletak di posterior cavitas nasi
• Bagian dari traktus respiratorius
• Batas :
• Superior : Nares posterior (Choana)
• Inferior : palatum molle
Nasofaring
Dinding posterosuperior permukaan anterosuperior os. Sphenoid dan
bagian basis dari os. Occipitale (basispehoid). Terdapat nasofaringeal tonsil
(adenoid)
Dinding posterior facia faringobasilar di bagian anterior tulang atlas (Os.
Cervical 1)
Dinding inferior permukaan superior soft palate dan terbuka ke arah
orofaring.
Terdapat hubungan antara faring dan tuba eustachius pada bagian ini. Hal
ini penting untuk mengetahui pembukaan normal tuba eustachius dan
penampakan dari fossa Rosenmüller pada saat pemeriksaan endoskopi
sehingga daerah tersebut dapat secara terpercaya dibiopsi untuk
menyingkirkan kemungkinan nasopharyngeal carcinoma.
• Pada dinding lateral
nasopharynx terdapat
ostium pharynx tuba
eustachius →
menghubungkan
nasopharynx dengan
telinga tengah
• Pada nasopharynx terdapat :
• Tonsila pharyngealis
• Terdapat di atap & dinding posterior nasopharynx
• Ukuran terbesar saat usia 5 tahun, mengalami involusi ketika usia
8-10 tahun
• Bila membesar disebut adenoid
• Tonsila tubaria
• Terdapat di mukosa posterior dari ostium tuba eustachius
Oropharynx
• Terletak di posterior cavitas oris
• Bagian dari tractus digestivus & respiratorius
• Batas :
• Anterior : faucium (isthmus oropharyngeal)
• Superior : palatum molle
• Inferior : bagian superior dari Epiglotis
Orofaring
Dinding posterior otot konstriktor dan membran mukosa
Dinding superior permukaan inferior soft palate dan uvula
Dinding anterior dasar lidah
• Pada oropharynx terdapat :
• Tonsilla palatina
• Terdapat di fossa tonsilaris yang dibentuk oleh arcus palatoglossus
dan arcus palatopharyngeus
• Tonsilla lingualis
• Terdapat di radix lingua
Laringopharynx
• Terletak di posterior larynx
• Bagian dari tractus digestivus & respiratorius
• Batas :
• Superior : epiglottis
• Inferior : pinggir inferior cartilago cricoidea (anterior) & pinggir inferior
vertebra C6 (posterior)
• Laryngopharynx berhubungan dengan larynx melalui aditus laryngeus
PEMBEDA NASOPHARYNX OROPHARYNX LARYNGOPHARYNX
LETAK Di belakang rongga hidung; di Di belakang cavum oris dan Di belakang laring-bagian
atas palatum molle terbentang dari pallatum molle tengah laring.
sampai ke pinggr atas epigllotis

ATAP Dibentuk corpus ossis Dibentuk permukaan bawah


sphenoidalis dan pars basilaris palatum molle & isthmus
ossis occipitalis pharyngeus

DASAR Dibentuk permukaan atas Dibentuk 1/3 posterior lidah (hampir


pallatum molle yang miring vertikal) dan celah antara lidah dan
permukaan anterior apiglottis

DINDING Dibentuk apertura nasalis Terbuka ke dalam rongga mulut Dibentuk aditus laryngis dan
ANTERIOR posterior melalui isthmus oropharynx membran mucosa yang
(isthmus faucium) meliputi permukaan posterior
larynx
DINDING Membentuk permukaan miring Disokong corpus vertebra cervicalis 2 Disokong corpus vertebra
POSTERIOR yang berhubungan dengan atap dan 3 cervicalis 3,4,5, dan 6

DINDING Tiap2 sisi punya muara tuba Ada arcus palatoglosus & arcus Disokong cartilago thyroidea
LATERAL auditiva ke pharynx palatopharyngeus dan membrana thyrohyoidea

KETERANGAN Atap  tonsilla pharyngealis; bila • Terjadi persimpangan antara Ring of waldeyer (jar. Limfoid
m’besar (adenoids)  gangguan tractus digestivus dan tractus inkomplit) :tonsilla
pendengaran,obstruksi nasal, respiratorius pharingealis, palatina, lingualis
otitis media • Ada tonsila palatina (di fossa
tonsillaris)  Radang  tonsilitis
Larynx
• Kompleks organ yang berfungsi memproduksi suara
• Memiliki 9 kartilago & pita suara
• Terletak di leher depan setinggi vertebra C3-C6
• Menghubungkan laryngopharynx dengan trachea
Fungsi
• Sebagai katup yang menjaga agar traktus respiratorius tidak
kemasukan makanan sewaktu menelan
• Pengatur banyaknya udara yang masuk sesuai dengan berbagai
keaktifan
• Vokalisasi
• Rangka pembentuk larynx :
• Cartilago thyroidea
• Cartilago cricoidea
• Epiglotis
• Cartilago arytenoidea
• Cartilago corniculata
• Cartilago cuneiformis
• Cartilago triticeus
Membran & Ligamentum Larynx
• Membrana thyroidea
• Ligamentum cricothyrohyoidea
• Ligamentum thyroepiglotticum
• Ligamentum vocale
• Ligamentum hyoepiglotticum
• Ligamentum cricotracheale
• Membrana cricovocal (conus elasticus)
• Membrana quadrangularis
• Ligamentum vestibularis
Cavitas Laryngeus
• Vestibulum laryngis
• Aditus laryngis – plica vestibularis
• Ventriculus laryngis
• Plica vestibularis – plica vocalis
• Cavitas Infraglotticum
• Plica vocalis – pinggir caudal cartilago cricoidea
• Struktur alat penghasil suara
• Plica Vocalis
• Ligamentum vocalis
• M.vocalis
• Conus elasticus
• Membran mukosa
• Plica Vestibularis
Otot-Otot Larynx
• Otot Ekstrinsik Larynx
• Berfungsi menggerakan larynx secara keseluruhan
• Terdiri dari:
• M. infrahyoidei ( M. omohyoidei, M. sternohyoidei & M. sternothyroidei) → depressor os
hyoidei & larynx
• M. suprahyoidei ( M. stylohyoideus, M. digastricus, M. mylohyoideus, M. geniohyoideus,
M. stylopharyngeus) → Elevator os hyoidei & larynx
• Otot-otot ekstrinsik larynx
• Otot abduktor & adduktor
• Adduktor = M. cricoarytenoidea lateralis
• Abduktor = M. cricoarytenoidea posterior
• Sphincter
• M cricoarytenoidea lateralis, M. arytenoidea transversus, M.
arytenoidea obliquus, M. aryepiglotticus
• Tensor
• M. cricothyroidea
• Relaxer
• M. thyroarytenoidea, M. vocalis
Li2: Sistem Imun
http://www.instantanatomy.net/diagrams/HN
094a.png
Sist. Imun laring faring
Sist. Imun laring faring
• Adenoid = tmpt 1st kontak imun u/ antigen yg terhirup pd anak kecil. Srg
dihub. Dg obstruksi sal. Nafas atas (sepsis), otitis media dg efusi.
• Embriologi : W of gestation = 4-6  jar. Limfoid  fossa Rosenmuller &
tuba Eustachia orofice sbg tonsil Gerlach.
• Histo : membran dilapisi epitel gepeng berlapis.
• Arteri : percabangan A. Facial & A. Maxilaris & trunkus thyrocervical
• Vena : V. Jugularis Interna & A. Facial
• P. Limfatik : retropharyngeal lymph nodes, upper deep cervical nodes
• Persarafan : sensory branches of the glossopharyngeal & vagus nerve.
• Tumbuh dg cepat antara 2 – 14 thn.  alami kemunduran stlh umur 15
thn. Terlihat paling besar saat umur + - 7th
POKOK BAHASAN
• Definisi
• Etiology
• Faktor risiko
• Patfis
• Tanda dan gejala
• Pf dan dd
• Dd dan working diagnosis
• Tatalaksana
• Komplikasi
• Prognosis
• Pencegahan
Li3:kelainan pada nasofaring
1. Hipertrofi Adenoid
• Definisi: pembesaran kelenjar limfe adenoid akibat dari infeksi bakteri atau
virus faringitis pada anak usia 3-8 tahun.
• Etiologi: infeksi bakteri atau virus pada faringitis.
• Faktor resiko: faringitis, craniofacial anomalies, neuromuscular disorder.
• Patofisiologi: terjadi infeksi bakteri atau virus di hidung -> menyebar
sampai ke sulcus tonsilla sphenoid -> hipertrofi
• Tanda dan gejala: ngorok(snoring), nafas melalui mulut, apnea, dan
dysphagia.
• Pemeriksaan fisik: inspeksi dan palpasi:
• Pemeriksaan penunjang: PSG(Polysomnography), endoscopy, lateral soft
tissue radiograph.
• Tatalaksana: tonsiloctomy.

Ballanger’s; Otorhinolaryngology; ed. 17;BC Decker Inc;2009;hlm 775-776


Hipertrofi adenoid
• Patologis  sering terjadi ISPA
• Sumbatan choana
• Sumbatan tuba eustachius
• Gangguan tidur, tidur ngorok
• Retardasi mental dan pertumbuhan fisik berkurang

https://vandoyo.files.wordpress.com/2009/10/adenoids.jpg?w
=468
• Sumbatan choana  pasien bernafas melalui mulut :
• Fascies adenoid  hidung kecil, gigi insisivus kedepan, arkus
faring tinggi, dan kesan wajah pasien seperti orang bodoh
• Faringitis dan bronkitis
• Gangguan ventilasi dan drainase sinus paranasal  sinusitis
kronik
• Sumbatan tuba eustachius  otitis media akut
berulang, otitis media kronik  otitis media
supuratif kronik
www.ent-surgery.com.au
Adenoid Size
Grade Description
Grade I Adenoid tissue filling one-third of
the vertical portion of the
choanae
Grade II Adenoid tissue filling from one-
third to two-thirds of the choanae

Grade III From two-thirds to nearly


complete obstruction of the
choanae
Grade IV Complete choanal obstruction
Indikasi Tonsilektomi Dan Atau Adenoidektomi

• Indikasi absolut:
• Obstruksi jalan nafas atas
• Disfagia berat
• Komplikasi kardiopulmoner
• Abses peritonsiler unresponsive atau rekuren
• Tonsilitis dengan konvulsi febril

• Indikasi relatif:
• Tiga atau lebih infeksi tonsil per tahun walaupun pengobatan medis
sudah memadai
• Halitosis
• Tonsilitis kronik atau rekuren pada seorang streptococcal carrier
yang tidak berespon pada manajemen medis
• Hipertrofi tonsil unilateral yang diperkirakan berasal dari neoplastik
Komplikasi adenoidektomi :
• Pendarahan
• Trauma gigi
• Obstruksi saluran udara
• Infeksi
• Cedera servikal (down syndrome)
• Disfungsi velopharygeal
• Pertumbuhan kembali adenoid
Sumber: Robbins Basic Pathology 9th Ed

Karsinoma Nasofaring
• Salah satu jenis neoplasma yang patut mendapat perhatian:
• Kaitan epidemiologik yang kuat dengan EBV
• Tingginya prevalensi pada orang China (genetic susceptibility)
• Genom EBV ditemukan di semua karsinoma nasorafing, termasuk di luar daerah endemiknya
(Asia)
• 3 varian histologis:
• Keratinizing squamous cell carcinoma
• Nonkeratinizing squamous cell carcinoma
• Undifferentiated carcinoma  paling prevalen & paling terkait EBV
• Jenis invasi lokal, menyebar ke limfe servikal, lalu bermetastasis ke daerah-daerah lainnya
• Bersifat radiosensitif
• Prognosis: 5 tahun survival rate utk 50% kanker stadium lanjut
Li4:kelainan pada orofaring
1. Faringitis
• Pharyngitis is inflammation of
the pharynx, which is in the back
of the throat.
(http://medical-
dictionary.thefreedictionary.com/pharyngitis)

• Inflammation of the mucous me


mbrane and underlying parts of
the pharynx.
(http://medical-
dictionary.thefreedictionary.com/pharyngitis)
Etiologi Acute pharyngitis
• Virus
• Rhinovirus, adenovirus, parainfluenzavirus, Coxsackievirus, coronavirus, echovirus, HSV, EBV,
CMV, HIV
• Bactery
• Group A beta hemolytic streptococci (GABHS)
• N. Gonorrhoeae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis, Corynebacterium
haemolyticum, Chlamydia trachoamatis, Mycoplasma pneumoniae
• Candida sp.
• Non infectious: dry air, allergy/post nasal dripl chemical injury, GERD, smoking, neoplasia,
endotracheal intubation

Scott Browns Vol 2 Ed 1 chapter 152 – Acute and chronic pharyngeal infection pages 1983
FARINGITIS
Pathophysiology
Bacterial
gejala
spread via
 Sakit tenggorokan
respiratory
(dikeluhkan selalu)
 Demam
 Meriang
Invade
 Malaise
pharyngeal
mucosa  Sakit kepala
 Anorexia
 Sakit perut (tidak selalu)
Local
inflamation

Scott Browns Vol 2 Ed 1 chapter 152 – Acute and chronic pharyngeal infection pages 1983
Manifestasi
klinik
FARINGITIS
BAKTERI (GABHS)
 Pembesaran tonsil
 Faring eritema VIRUS
 Kriptus tonsil nekrosi atau  Konjungtivitis (adenovirus)
purulent eksudat  bersin
 Petechiae palatum molle  Rhinorrhoea dan batuk
 Cervical lymphadenopathy  Membran Eksudat
 Sandpaper rash (kemerahan  Herpangina (Coxsackievirus
yg belang2) A atau Herpes virus) dengan
lesi papulovesikular
Scott Browns Vol 2 Ed 1 chapter 152 – Acute and chronic pharyngeal
infection pages 1983
Sumber gambar:
https://www.pinterest.com/pin/538602436665113187/
DD Faringitis
• Difteri  Retropharyngeal dan parapharyngeal abses
• Gonorrhoea  Mycoplasma pneumoniae
• Demam rematik  Rhinitis allergy with post nasal drip
• Herpes simplex  GERD
 Obstruksi saluran pernapasan
• Hand,foot,and mouth disease
 Neoplasma kepala dan leher
• Candidiasis
 Peritonsillar selulitis
• Epiglotitis
• Tracheitis
• Peritonsilar abses

Scott Browns Vol 2 Ed 1 chapter 152 – Acute and chronic pharyngeal


infection pages 1984
Pemeriksaan Diagnostik FARINGITIS
• Kultur (gold standard GABHS)
• Rapid antigen test (RAT)
• Tidak boleh sering
• Tidak sensitiv untuk bakteri group C dan G streptococci
• Laboratorium
• Leukositosis,limfositosis
• Viral culture
• Pewarnaan gram
• imunologi
Scott Browns Vol 2 Ed 1 chapter 152 – Acute and chronic pharyngeal
infection pages 1984
FARINGITIS
Komplikasi Prognosis
• Demam rheumatik  Biasanya terjadi 5-7 hari
• Postsstreptococcal  Gejala secara spontan bisa
glomerulonephritis hilang tanpa treatment
• Lemierre syndr.  Peritonsillar abses
• Septic thrombophlebitis of the dibutuhkan pembedahan
internal jugular vein  Jarang menyebabkan
kematian namun bisa terjadi
• Epiglottitis
dari salah satu komplikasi
• Rhinosinusitis atau tonsilectomy
• pneumonia
Scott Browns Vol 2 Ed 1 chapter 152 – Acute and chronic pharyngeal
infection pages 1986-1987
FARINGITIS KRONIK HIPERPLASTIK
• Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan
mukosa dinding posterior faring. Tampak kelenjar
limfe hiperplasi

• Gejala : tenggorok kering gatal, batuk berdahak


FARINGITIS KRONIK ATROFI
• Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan
dengan rinitis atrofi
• Gejala : tenggorok kering, bau mulut
FARINGITIS LUETIKA
Etiologi: Treponema palidum
Gejala klinis :
1. Stadium primer
Bercak keputihan pada lidah, palatum molle, tonsil,
dan dinding posterior faring
2. Stadium sekunder
Eritema pada dinding faring yang menjalar ke arah
laring
3. Stadium tertier
Terdapat guma pada tonsil dan palatum
FARINGITIS TUBERKULOSIS
• Merupakan proses sekunder dari tuberkulosis paru
• Cara infeksi :
1. Eksogen  kontak dengan sputum yang
mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui
udara
2. Endogen  penyebaran melalui darah pada
tuberkulosis miliaris
• Gejala :
1. Anoreksia & odinofagia
2. Nyeri hebat di tenggorok
3. Nyeri di telinga / otalgia
4. Pembesaran kelenjar limfa servikal
• Untuk menegakan diagnosis  pemeriksaan
sputum basil tahan asam, foto thorax, biopsi
jaringan yang terinfeksi
• Terapi  sesuai dengan terapi tuberkulosis paru
2. Tonsilitis

• Definisi:
• Inflamasi tonsil karena infeksi (virus [EBV]>bakteri [Strep. pyogenes])
• Sering terjadi pada anak (>2 th)

• Tanda & gejala: (biasanya hilang dalam 3-4 hari tetapi bisa menetap hingga 2 minggu)
• Sakit tenggorokan >2 hari
• Tonsil bengkak dan merah
• Kesulitan menelan
• Demam & menggigil
• Pembengkakan KGB leher
• Sakit perut
• Mendengkur

https://www.southerncross.co.nz/AboutTheGroup/HealthResources/
MedicalLibrary/tabid/178/vw/1/ItemID/532/Tonsillitis-causes-symptoms-treatment.aspx
Tonsilitis

http://www.klinikdrindrajana.com/pic/tonsilitis_1_content_19
8.jpg
• Komplikasi:
• Demam reumatik dan penyakit ginjall
• Seringkali komplikasi terjadi ketika infeksi menyebabkan abses peritonsillar (koleki pus disekitar tonsil)
yang sangat menyakitkan dan dapat menyebar ke leher apabila tidak segera ditangani  menutup
saluran napas  membahayakan jiwa
• Sering terjadi pada remaja dan dewasa muda atau usia yang lebih dini

• Diagnosis:
• Gejala dan pem. fisik tenggorokan.
• Lab: Throat swab untuk kultur dan identifikasi bakteri

https://www.southerncross.co.nz/AboutTheGroup/HealthResources/
MedicalLibrary/tabid/178/vw/1/ItemID/532/Tonsillitis-causes-symptoms-treatment.aspx
• Terapi:
• Istirahat, cukup minum, makanan lunak teratur
• Antibiotik sesuai kultur
• Obat simptomatik (parasetamol, ibuprofen)
• Kumur air garam, lozenges
• Kortikosteroid untuk kurangi inflamasi & bengkak

• Terapi bedah:
• Tonsilektomi: untuk pasien dengan tonsilitis berulang, tonsilitis bakterial yang tidak merespon thd
medikasi antibakterial, pasien yang alergi antibiotik
• Drainase abses peritonsilar dengan jarum dan spuit atau dengan membuat insisi

https://www.southerncross.co.nz/AboutTheGroup/HealthResources/
MedicalLibrary/tabid/178/vw/1/ItemID/532/Tonsillitis-causes-symptoms-treatment.aspx
• Pencegahan:
• Hindari kontak langsung dg pasien tonsilitis
• Mencuci tangan secara berkala
• Menutup mulut dan hidung ketika batuk/bersin
• Tidak berbagi makanan/minuman atau peralatannya
• Membersihkan permukaan dapur dan kamar mandi berkala

https://www.southerncross.co.nz/AboutTheGroup/HealthResources/
MedicalLibrary/tabid/178/vw/1/ItemID/532/Tonsillitis-causes-symptoms-treatment.aspx
3. DIFTERI
• Etiologi : Corynebacterium diphtheriae
Kuman batang gram-positif, tumbuh secara anaerob,
ciri khas dapat memproduksi eksotoksin
• Klasifikasi
• Difteria hidung
• Difteri tonsil faring
• Difteri laring
Difteri hidung -Awal menyerupai common cold, gejala pilek ringan tanpa/disertai
gejala sistemik ringan
-Sekret hidung berangsur menjadi seroanguinus dan kemudian
mukopurulen , bisa menyebabkan lecet pada nares dan bibir atas
Difteri tonsil faring -gejala: anoreksia, malaise, demam, nyeri menelan
-Dalam 1-2 hari kemudian timbul membran yang melekat, berwarna
putih kelabu, dapat menutup tonsil dan faring, meluas ke uvula dan
palatum molle atau ke bawah (ke laring & trakea)
-Dapat terjadi limfadenitis servikalis & submandibular, limfadenitis bisa
bersama dengan edema jaringan lunak leher yang luas  bullneck
-Gejala tergantung dari derajat penetrasi toksin & luas membran
-Berat  kegagalan pernafasan / sirkulasi, paralisis palatum molle, sukar
menelan & regurgitasi, stupor/koma
-Sedang  penyembuhan terjadi berangsur-angsur dan bisa disertai
penyulit miokarditis/neuritis
-Ringan  membran akan terlepas dlm 7-10 hari & biasanya terjadi
penyembuhan sempurna
Difteria laring -Perluasan difteria laring
-Difteria laring primer : gejala toksik kurang nyata, oleh karena mukosa
laring mempunyai daya serap toksin yang rendah dibandingkan mukosa
faring sehingga gejala obstruksi saluran nafas atas lebih mencolok
-Gejala klinis : sukar dibedakan dari tipe infectious croups, seperti nafas
berbunyi, stridor, suara parau & batuk kering. Pada obstruksi laring berat
 terdapat retraksi suprasternal , interkostal dan supraklavikular
• Patogenesis
Corynebacterium masuk mukosa kulit

Toksin menempel pada membran sel

Nekrosis tampak jelas di daerah


kolonisasi kuman

Respon  terjadi respon inflamasi lokal


bersama jaringan nekrotik, membentuk
bercak eksudat yang semula mudah
dilepas
Manifestasi klinis - Masa tunas 2-6 hari  pasien datang untuk berobat setelah beberapa
hari menderita keluhan sistemik, demam jarang melebihi 38 derajat
celcius dan gejala lain tergantung pada lokalisasi penyakit difteria

Diagnosis -Pemerikaan klinis & penentuan kuman dengan sediaan langsung


kurang akurat
-Diagnosis pasti dengan isolasi C. diphtheriae dengan pembiakan pada
media Loeffler, dilanjutkan dengan tes toksinogenisitas secara in vivo
dan in vitro
DD -Difteri hidung : serupa rinorea (common cold, sinusitis, adenoiditis,
benda asing dalam hidung, snuffles (lues kongenital))
-Difteri faring : tonsilitis membranosa akut, karena streptokokus
(tonsilitis akut, septic sore throat), mononukleosis infeksiosa, tonsilitis
membranosa non-bakterial, tonsilitis herpetika primer, dan lain-lain
-Difteria laring : serupa faringitis, menyerupai infectious croups yang
lain yaitu spasmodic croup, angioneurotic edema pada laring

Terapi -Menginaktivasi toksin yang belum terikat secepatnya,cegah dan


usahakan agar penyulit yang terjadi minimal
-1. antitoksin  sebelum diberi harus uji kulit/uji mata,karena bisa
terjadi reaksi anafilaktik
-2. antibiotik  bukan sebagai pengganti antitoksin, melainkan
membunuh bakteri & menghentikan produksi toksin, penisilin prokain
50rb-199rb IU/kgBB/hari selama 10 hari, bila alergi penisilin, beri
eritromisin 40mg/kgBB/hari
-3. kortikosteroid
MANIFESTASI KLINIK DIFTERI
 Tergantung pada :
Lokasi infeksi
Imunitas penderita
Ada/tidaknya toksin bakteri yang beredar dalam sirkulasi
darah
 Masa inkubasi 2-5hari. Difteri kutan -> 7hari setelah
infeksi primer pada kulit
 Keluhan :
Demam yg tidak tinggi, sekitar 38oC
Tenggorokan sakit, suara parau
Perasaan tidak enak, mual, muntah, lesu
Sakit kepala
Rinorea, berlendir, kadang bercampur darah
MANIFESTASI KLINIK DIFTERI
Dibagi sesuai dengan tempat infeksinya :
 Difteri nasal anterior -> cairan mukopurulen keluar
dari hidung, berisi lendir & pus, kadang disertai darah.
Membran putih pada septum nasal
 Difteri tonsil&faring -> disertai penyerapan toksin
secara sistemik.
Lesu, sakit menelan, anoreksia, demam tidak begitu tinggi,
pasien kelihatan toksik
2-3 hari -> membran melekat ke jaringan, putih kebiruan &
menyebar ke daerah tonsil -> menutupi palatum molle.
Membran -> sumbatan pernafasan
Pada keadaan berat -> edema pd submandibuler,
limfadenopati kelenjar servikalis anterior -> bullneck
appearance
MANIFESTASI KLINIK DIFTERI
 Difteri laring -> pulasan membran dari faring ke laring
Suara parau, batuk-batuk hebat, membran -> sumbatan aliran
pernafasan
 Difteri kulit
Pemeriksaan fisik -> suhu 38oC, sulit bernafas, takikardi, pucat
Mukosa sakuran nafas -> pseudomembran, mukosa membran
edema, hiperemis, epitel nekrosis
Leher -> bull’s neck appearance
Sistem KV -> takikardi, suara jantung lemah, presistolik gallop,
aritmia (FA)
EKG -> miokarditis (low voltage, depresi segmen ST, T inverted,
PR interval memanjang, blok AV total)
Neurologis -> gerakan palatum berkurang, paralisis otot mata,
paralisis ekstremitas inferior
DIAGNOSIS DIFTERI
 Diagnosis awal cepat : dengan methylene blue,
pewarnaan gram, imunofluoresen -> C. diphtheriae :
basil gram +, berkelompok, tidak bergerak, tidak
berkapsul
 Identifikasi basil : kultur media Loeffler, tellurite, agar
tindale -> C. diphtheriae : berwarna hitam, dikelilingi
halo kecoklatan
 Schick test -> 0,1ml toksin bakteri disuntik intrakutan
pd 1 lengan, lengan 1 lagi disuntik toksin yg sudah
dipanaskan (kontrol).
+ : indurasi eritema >10mm pd tempat suntikan -> ada
antitoksin difteri dlm serum -> menderita difteri
DIAGNOSIS DIFERENSIAL DIFTERI
 Difteri nasal anterior (-> dapat dibedakan
dengan pemeriksaan spekulum hidung &
foto sinus) :
Korpus alineum pada hidung
Common cold
Sinusitis
 Difteri fausial :
Tonsilofaringitis –> suhu tinggi, nyeri menelan,
pembesaran tonsil, membran mudah lepas,
tidak menimbulkan perdarahan
Mononukleusis infeksiosa -> limfadenopati
generalisata, splenomegali, sel mononuklear
dalam darah tepi
Candidiasis mulut
DIAGNOSIS DIFERENSIAL DIFTERI
• Difteri laring :
• Laringotrakeobronkitis
• CROUP spasmodik
• Aspirasi benda asing
• Abses retrofaringeal
• Papiloma laring
PENGOBATAN DIFTERI
Membunuh basil difteri
• Penisilin prokain 1.200.000/hari IM, 2x sehari, selama
14 hari
• Eritromisin 40mg/kgBB/hari max 3gr/hari PO, 4x sehari,
selama 14 hari
• Ampisilin, rifampisin, kuinolon, klindamisin
PENGOBATAN DIFTERI
Menetralisasi toksin yang dihasilkan basil difteri
• Difteri nasal/fausial ringan -> 20.000-40.000 U IV dalam
waktu 60 menit
• Difteri fausial sedang -> 40.000-60.000 U IV
• Difteri berat -> 80.000-120.000 U IV
PENCEGAHAN DIFTERI
 Imunisasi aktif pada masa anak-anak secara komplit
 Vaksin DTaP (-> anak2), Td (-> dewasa)
 DTaP pd anak -> umur 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 15-16
bulan, booster 10thn
Untuk orang yang kontak dengan penderita difteri
 Penicillin prokain 600.000 U IM/hari
 Eritromicin 40mg/kgBB/hari selama 7-10 hari
 Antitoksin difteri 10.000 U IM
KOMPLIKASI DIFTERI
 Dipengaruhi oleh :
Virulensi basil bakteri
Luas membran yang terbentuk
Jumlah toksin yang diproduksi
Waktu antara mulai timbulnya penyakit sampai pemberian
antitoksin
 Komplikasi :
Gagal nafas
Miokarditis
Neuritis
Pneumonia bakterialis sekunder
Aritmia
Ensefalopati anoksik
Sepsis
PROGNOSIS DIFTERI
Bergantung pada:
• Virulensi basil difteri
• Lokasi & perluasan membran
• Status kekebalan penderita
• Cepat/lambatnya pengobatan diberikan
• Perawatan
STOMATITIS


Manifestasi: bervariasi dalam bentuk dan
warna, meliputi:
• Lesi putih

• Lesi bukan putih (merah, coklat, biru,


hitam)
• Lesi yang kehilangan integritas mukosa

(erosi, ulserasi, laserasi)


• Pembesaran jar.lunak tanpa lesi tulang

8
5
ABSES PERITONSILER (QUINSY)
• Pengumpulan pus di antara kapsul fibrosa tonsil, biasanya di
kutub yang lebih atas dan otot konstriktor superior dari faring
• Etiologi: biasanya streptokokus beta hemolitikus
• Gejala:
• Progresif, unilateral, sore throat > 3-4 hari
• Disfagia, drooling, trismus
• Ipsilateral limfadenopati
• Suara berubah karena pembengkakan orofaring
• Jugulodigastric nodes membesar
http://emedicine.medscape.com/article/764188-overview
 Tatalaksana:
Aspirasi pus
Transoral USG-> membedakan pus dengan selulitis
CT scan, MRI
Dental radiograf/orthopantomogram
 Terapi:
Antibiotik IV
Insisi dan drainase
Needle aspiration
Tonsilektomi
 Komplikasi:
Infeksi leher dalam dan mediastinitis
ABSES PARAFARING
• Infeksi dapat menyebar dari rongga leher dalam lainnya
• Etiologi:-> infeksi gram negatif aerobik
• Klebsiella pneumoniae
• Streptococcus viridans
• Streptococcus pyogenes, dan lain-lain
• Gejala:
• Pembengkakan maksimal faring di inferior dan di belakang tonsil dengan
lebih sedikit edema palatum
• Tortikolis
• Pembengkakan abses di leher
 Pemeriksaan:
CT scan
Preoperative nasoendoscopic assessment-> untuk menentukan intubasi atau
trakeostomi
 Terapi:
Antibiotik IV
Drainase melalui insisi sejajar tulang hyoid
Trakeostomi
Needle aspiration
 Komplikasi:
Trombosis vena jugularis interna, arteri karotikus
Perforasi faringeal
Mediastinitis
Upper airway obstruction
ABSES RETROFARINGEAL
 Etiologi:
Benda asing (misalnya: tulang ikan)
S. viridans, S. aureus, S. epidermidis, K. pneumoniae, dan lain-lain
Infeksi gigi
Penyalahgunaan obat IV
 Gejala:
Leher baal
Demam
Disfagia
Obstruksi jalan napas
Dapat terkait dengan kontak TB sebelumnya, trauma faring oleh
tulang ikan atau ayam, masalah gigi atau penyalahgunaan obat IV
Gejala neurologis sehubungan dengan kompresi saraf
 Pemeriksaan:
Foto polos posisi fleksi dan ekstensi-> kehilangan kurvatura normal vertebra
servikal dengan jaringan lunak di depannya, disertai destruksi tulang
CT scan
MRI
Transoral needle biopsy-> konfirmasi mikrobiologi untuk TB
 Terapi:
Drainase dan insisi
Antibiotik IV
Menghilangkan benda asing
Pada pasien dengan kelainan neurologis-> conservative neck stabilisation
 Komplikasi:
Mediastinitis
Abses epidural spinal
Sindrom Lemierre: infeksi fusobakterial sistemik yang berat
Tromboflebitis vena jugularis interna
Osteomielitis
Tiroiditis supuratif akut-> pada RPA karena tertelan tulang
Kelumpuhan saraf XII
Li5:kelainan pada Laringopharynx
1. Epiglotitis
• Epiglotitis / supraglotitis  infeksi
akut supraglotitis yang berefek
terutama ke epiglotitis, tetapi juga
ke tonsil lingua, aryepiglottic folds
dan false cords.
• Di musim gugur  meningkat.
• Laki-laki lebih banyak  dewasa.
• Etiologi :
• Anak : Haemophilus infuenzae type B
• Dewasa : Haemophilus infuenzae type
B, group A Streptococci, Streptococcus
pneumoniae, Staphylococcus aureus
dan Klebsiella pneumoniae.
• Neisseria meningitidis  supraglotitis
yang mengancam nyawa (fulminan).
• Biasanya  imunokompromais.
• Virus  jarang biasanya dewasa.
Epiglotitis
Gejala klinik Pemeriksaan

• Sakit tenggorokan akut.


• Kultur darah dan kultur
tenggorok (swab) 
• Dysphagia. sering negatif.
• Odynophagia. • Hitung sel darah putih
• Epiglotitis membengkak dan merah.  meningkat  pasien
yang akan obstruksi
• Laring sangat lembut. jalan napas.
• Cervical lymphadenopathy. • Spesifik :
• Drooling. • Penebalan epiglotis
(thumb sign).
• Kesulitan bernapas. • Ketiadaan vallecula
• Suara serak. yang dalam (vallecula
sign).
• Bengkak di lengkungan palatina dan
uvula. • CT scan  abses
• Stridor epiglotis.
EPIGLOTITIS
EPIGLOTITIS
Epiglotitis

Pengobatan Komplikasi
• Obstruksi jalan napas  • Kematian karena pernapasan
intubasi. terhenti  obstruksi jalan napas
• Tracheostomy. akut.
• Antibiotik IV  generasi 2 dan 3 • Jarang  abses epligotis, edema
sefalosporin. sekunder pulmonal untuk
menghilangkan obstruksi jalan
• 100% humidified oxygen. napas, thrombosis internal
jugular vein (Lemierre’s
syndrome).
2.Aspirasi benda asing
• Biasa terjadi pada balita
• Batita (<3 th)  73% dari kasus
• Etiologi  makanan tertentu (mis. Kacang, biji-bijian, wortel mentah,
dll) & benda kecil
Manifestasi klinis
• Awal terjadi  batuk, tersedak, muntah, kemungkinan obstruksi
saluran napas
• Masa asimtomatik –> refleks hilang, gejala mereda
• Komplikasi  obstruksi, erosi, infeksi, demam, batuk, hemoptisis,
pneumonia, atelektasis
Diagnosis
• Aspirasi benda asing harus dipertimbangkan bila
didapatkan tanda berikut :
• Tiba-tiba tersedak, batuk atau wheezing; atau
• Pneumonia segmental atau lobaris yang gagal diobati
dengan terapi
• antibiotik.
• Periksa anak untuk:
• Wheezing unilateral
• Daerah dengan suara pernapasan yang menurun, dapat
dullness atau hipersonor pada perkusi;
• Deviasi dari trakea
• Lakukan pemeriksaan foto dada pada saat ekspirasi
penuh untuk melihat daerah hiperinflasi atau kolaps,
pergeseran mediastinum (ipsilateral) atau benda asing
bila benda tersebut radio-opak.
Tatalaksana
3.Laringotrakeobronkitis (Croup)
• Etiologi
• Virus parainfluenza (tipe 1,2, & 3)
• Virus RSV (Respiratory Syncytial Virus)
• Manifestasi Klinis
• Batuk kasar spt menggonggong (barking cough)
• Suara tiupan (brassy)
• Suara serak
• Stridor inspirasi
• Demam ringan
• Ggn pernapasan yg dapat timbul scr lambat atau
cepat
LARINGOTRAKEOBRONKITIS (CROUP)
LARINGOTRAKEOBRONKITIS (CROUP)
Pemeriksaan Radiologi
AP leher : penyempitan
subglotis  steeple sign
Pemeriksaan Lab
PCR : mendeteksi virus
parainfluenza dan virus
RSV
Komplikasi :
Pneumonia karena virus
parainfluenza
Pneumonia bakterial
sekunder
Benda asing di traktus respiratorius
Faktor predisposisi:
• Faktor personal (umur, pekerjaan, kondisi sosial, tempat tinggal)
• Kegagalan mekanisme proteksi normal (tidur, kesadaran , epilepsi,
alkoholisme)
• Kelainan dan penyakit neurologik
• Proses menelan yang belum sempurna pada anak
• Faktor dental, medikal, dan surgikal (tindakan bedah, ekstraksi gigi, belum
tumbuhnya gigi molar pada anak usia < 4 tahun)
• Faktor kejiwaan (emosi, gangguan psikis)
• Ukuran, bentuk, dan sifat benda asing
• Faktor kecerobohan (meletakkannya di mulut, persiapan makanan kurang
baik, tergesa-gesa, makan sambil bermain)
• Memberikan kacang atau permen pada anak yang gigi molarnya belum
lengkap
Patofisiologi:
• Benda asing berada di mulut saat anak tertawa /
menjerit  inspirasi  laring terbuka  benda
asing masuk ke laring  benda asing terjepit di
sfingter laring  batuk paroksimal  tersumbat di
trakea  mengi & sianosis.
• Benda asing organik (ex. kacang) bersifat
higroskopik, mudah melunak, mengembang oleh air
 iritasi mukosa  edema, meradang, jaringan
granulasi  gejala sumbatan menghebat 
laringotrakeo-bronkitis, toksemia, batuk, demam
ireguler
• Benda asing anorganik, reaksi jaringannya <
• Benda asing dari metal dan tipis  gejala batuk
spasmodik
Manifestasi klinis (gejala tergantung benda
asing, derajat sumbatan, sifat, bentuk, dan
ukuran):
• Stadium pertama:
• Batuk hebat tiba-tiba
• Rasa tercekik
• Rasa tersumbat di tenggorokan
• Bicara gagap
• Obstruksi jalan napas
• Stadium kedua:
• Reflex & gejala rangsangan akut  Interval asimtomatik
• Stadium ketiga:
• Gejala komplikasi dengan obstruksi, erosi atau infeksi 
batuk, hemoptisis, pneumonia, dan abses paru
• Benda asing di trakea  batuk tiba-tiba, serak,
dispnea, sianosis, rasa tersumbat pada tenggorok, dan
gejala patognomik.
• Benda asing di bronkus  ada ekspirasi memanjang
dengan mengi, emfisema, atelektasis, drowned lung,
dan abses paru
• Benda asing di orofaring dan hiporing terdapat di
tonsil, dasar lidah, valekula, sinus piriformis yang
menimbulkan rasa nyeri saat menelan.

Pemeriksaan penunjang :
• Pemeriksaan laboratorium darah  gangguan keseimbangan
asam basa dan tanda infeksi traktus trakeobronkial
• Pemeriksaan foto leher
• Endoskopi
• Bronkogram
Penatalaksanaan :
• Benda asing di laring
• Anak dengan sumbatan total di laring  memegang anak
dengan posisi terbalik, kepala ke bawah, daerah
punggung/tengkuk dipukul
• Heimlich manuver
• Trakeostomi
• Benda asing di trakea
• Bronkoskopi
• Trakeostomi
Komplikasi :
• Bronkus  penyakit paru kronik supuratif,
bronkiektasis, abses paru, dan jaringan granulasi
yang menutupi benda asing
• Sumbatan total laring selama > 5 menit pada
dewasa  henti jantung dan kerusakan jaringan
otak
Li6: Kelainan pada Laring
Laringitis
Laringitis bakteri
(lokal)
Laringitis Akut
Laringitis viral
(sistemik)
Laringitis Laringitis Kronik
Laringitis
tuberkulosis
Laringitis Spesifik
Laringitis luetika

 Kelanjutan dari rinofaringitis (common cold)


 Dapat menimbulkan sumbatan jalan nafas pada anak lebih cepat dari
orang dewasa
LARINGITIS AKUT
Definisi & Umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringtis akut atau manifestasi dari
Epidemiologi radang saluran napas atas.
Pada anak dapat menimbulkan sumbatan jalan napas dengan cepat karena
rima glotisnya relatif lebih sempit
Etiologi Bakteri (lokal)atau virus (sistemik). Biasanya merupakan perluasan radang
saluran napas atas oleh bakteri Haemophilus influenzae, stafilokok, streptokok,
dan pneumokok
Gejala • Demam, malaise, gejala rinofaringitis
• Nyeri ketika menelan/berbicara
• Rasa kering di tenggorokan
• Batuk kering yg kelamaan disertai dg dahak kental
• Gejala sumbatan laring sampai sianosis
• Mukosa laring hiperemis, membengkak, t.u diatas & dibawah pita suara
Fk Predisposisi Perubahan suhu, gizi kurang/malnutrisi, imunisasi tidak lengkap
Pem. Pemeriksaan apusan dari laring untuk kultur dan uji resistensi pada kasus yang
Penunjang lama atau sering residif
Sumber: Scott-Brown’s
Otorhinolaryngology Ed 7

• Tatalaksana 
• Biasanya merupakan self-limiting infection dan akan sembuh setelah beberapa hari
• Terapi mendasar: mengistirahatkan pita suara, menghindari iritan
• Antibiotik (jika parah/persisten/memerlukan suara mereka sebagai profesi) 
erythromycin
• Tatalaksana profesional (penyanyi)
• Steroid sistemik
• Antibiotik (lengkap & high-dose)  amoxicillin, ampicillin, erythromycin, atau
tetracycline
• Mukolitik
• Mengistirahatkan pita suara
• Hidrasi yang baik
Laringitis kronik

Tanda & gejala seluruh mukosa laring hiperemis dan menebal,


kadang-kadang pada pemeriksaan patologik terdapat metaplasi
skuamosa.
Suara parau yang menetap,
rasa tersangkut di tenggorok,  berdehem tanpa keluar sekret
Fk. predisposisi Sinusitis kronis, deviasi septum berat, polip hidung atau bronkitis
kronis, vocal abuse
Pemeriksaan Hiperemis, permukaan tidak rata dan menebal
Metaplasi sel skuamosa
Pemeriksaan PA
Tanda & gejala seluruh mukosa laring hiperemis dan menebal, kadang-kadang pada
pemeriksaan patologik terdapat metaplasi skuamosa.
Suara parau yang menetap,
Rasa tersangkut di tenggorok,  berdehem tanpa keluar sekret
Terapi Vocal rest & terapi kausal
Pemeriksaan
Laringitis spesifik
Laringitis Tuberkulosis
Etiologi Akibat TB paru
Tanda & gejala Rasa kering, panas & tertekan di daerah laring, suara parau terus-
menerus  stadium lanjut : afoni, Hemoptisis, nyeri telan hebat daripada
nyeri karena radang lainnya
Keadaan umum buruk. Pada pemeriksaan paru terdapat proses aktif
Patofisiologi Infeksi kuman ke laring  udara pernapasan, sputum yang mengandung
kuman atau penyebarannya melalui aliran darah atau limfa.
Tatalaksana Obat anti-TB primer dan sekunder. Istirahat suara

Prognosis Tergantung sosial ekonomi,kebiasaan hidup sehat & ketekunan berobat


Diagnosis stadium dini  prognosis : bonam
Komplikasi Edema pada laring dan gangguan sirkulasi
DD Laringitis luetika, Karsinoma laring, Aktinomikosis laring, Lupus vulgaris
laring
Laringitis leutika
Gambaran klinis guma pecah  ulkus
Sifat khas ulkus : sangat dalam, bertepi dengan
dasar yang keras, berwarna merah tua serta
mengeluarkan eksudat yang berwarna
kekuningan, tidak menimbulkan nyeri &
menjalar sangat cepat, sehingga bila tidak
terbentuk proses ini akan menjadi
perikondritis.
Gejala Suara parau, Batuk kronis, Disfagia

Komplikasi Stenosis laring


Penatalaksanaan Penisilin dengan dosis tinggi, pengangkatan
sekuester, sumbatan laring akibat stenosis 
trakeostomi
Li7: Kelainan pada region colli
Branchial cyst

• Branchial cleft cysts are congenital epithelial


cysts, which arise on the lateral part of the
neck from a failure of obliteration of the
second branchial cleft in embryonic
development.
BRONCHIAL-CYST AND FISTULA
Embriologi :
Pharyngeal arches
berkembang pd minggu ke-4
Pd minggu ke-5, pharyngeal
arch ke-2 tumbuh kearah
bawah, melewati pharyngeal
cleft ke-3 & ke-4 
membentuk sinus servikal
Etiologi kista
Tiga teori:
• Berasal dari sisa branchial
pouch
• Berasal dari sinus servikal
• Berasal dari degenerasi
nodus limfe
BRONCHIAL-CYST AND FISTULA
BRONCHIAL-CYST AND FISTULA
Fistula :
Fistula branchial cleft ke-2  bukaan disepanjang batas
anterior sternocleidomastoideus, diantara a.carotid
internal dan eksternal, berakhir di fossa tonsiler
Fistula branchial ke-3 & ke-4  mulai dari bawah leher,
berakhir di fossa piriformis
Ke-3  melewati n. hypoglossus
Ke-4  sampai ke dada, melewati bagian bawah arcus
aorta (kiri) atau a.subclavia (kanan)
BRONCHIAL-CYST AND FISTULA
Kista :
Lunak/lembut
Oval
Diameter: 4-6 cm
Di batas anterior sternocleidomastoideus
Bengkak
Terasa sakit
BRONCHIAL-CYST AND FISTULA
Pemeriksaan :
Fistula  sinogram,
pharyngoscopy di
mukosa fossa tonsiler
atau fossa piriformis
Kista  fine needle
aspiration

Tatalaksana :
Eksisi
Diseksi

Anda mungkin juga menyukai