DASAR PERTIMBANGAN
DITETAPKAN UU 6 TAHUN 2014 TTG DESA
1. IMPLEMENTASI
# Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 HASIIL AMANDEMEN
# Pasal 18 ayat (7) UUD 1945 HASIIL AMANDEMEN
1. MARGA (SUMSEL)
2. DUSUNDATI (MALUKU)
3. PEKON (LAMPUNG)
4. GAMPONG DAN MEUNASAH (ACEH)
5. HUTA (BATAK)
6. NAGARI DAN JORONG (SUMBAR)
7. LAGGAI (MENTAWAI)
8. BANUA (NIAS)
9. KAMPUNG (PAPUA)
10. DSB.
SEBUTAN LAIN KEPALA DESA
1. SALAWA (NIAS)
2. KADES/LURAH (JAWA)
3. KORANO (PAPUA)
4. PEMBEKAL (KALIMANTAN TENGAH)
5. HUKUM TUA/KUNTUA (MINAHASA)
6. DATUEK KAMPUENG (SUMBAR)
7. DSB
PENGAKUAN TERHADAP
KEBERADAAN MHA
Melalui perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, pengakuan
terhadap Kesatuan Masyarakat Hukum Adat
dipertegas melalui ketentuan dalam Pasal 18B ayat
(2) yang berbunyi “Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI,
yang diatur dalam undang-undang”.
UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, disusun juga
dengan semangat penerapan amanat UUD 1945,
yaitu pengaturan masyarakat hukum adat sesuai
dengan ketentuan Pasal 18B ayat (2), untuk
kemudian diatur dalam susunan pemerintahan
sesuai dengan ketentuan Pasal 18B ayat (7) UUD
1945, yang menegaskan bahwa “Susunan dan
tata cara penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
diatur dalam undang-undang”. Hal ini berarti
membuka kemungkinan adanya susunan
pemerintahan dalam sistem pemerintahan
Indonesia.
Dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-
governing community dengan local self government,
maka melalui UU No. 6 Tahun 2014 itu, diharapkan
kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini
merupakan bagian dari wilayah Desa, ditata
sedemikian rupa menjadi Desa dan Desa Adat.
Desa dan Desa Adat pada dasarnya melakukan
tugas yang hampir sama. Perbedaannya hanyalah
dalam pelaksanaan hak asal-usul, terutama
menyangkut pelestarian sosial Desa Adat,
pengaturan dan pengurusan wilayah adat, sidang
perdamaian adat, pemeliharaan ketenteraman dan
ketertiban bagi masyarakat hukum adat, serta
pengaturan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan
susunan asli.
Desa Adat pada prinsipnya merup warisan organisasi
kepemerintahan masyarakat lokal yg dipelihara secara
turun-temurun, yg tetap diakui dan diperjuangkan oleh
pemimpin dan masyarakat Desa Adat agar dapat
berfungsi mengembangkan kesejahteraan dan identitas
sosial budaya lokal. Desa Adat memiliki hak asal-usul
yg lebih dominan dp hak asal-usul Desa sejak Desa
Adat itu lahir sebagai komunitas asli yg ada di tengah-
tengah masyarakat. Atas dasar hal itu, maka Desa Adat
pada dasarnya merupakan sebuah kesatuan
masyarakat hukum adat yang secara historis
mempunyai batas wilayah dan identitas budaya yang
terbentuk atas dasar teritorial, yang berwenang
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat desa
berdasarkan hak asal-usul.
Desa Adat juga memiliki fungsi pemerintahan,
keuangan Desa, serta mendapat fasilitasi dan
pembinaan dari Pemerintah Kabupaten/Kota.
Sehingga dalam posisi ini, Desa dan Desa Adat
mendapat perlakuan yang sama dari Pemerintah
dan Pemerintah Daerah. Oleh sebab itu, di masa
depan Desa dan Desa Adat diharapkan dapat
melakukan perubahan wajah Desa dan tata kelola
penyelenggaraan pemerintahan yang efektif,
pelaksanaan pembangunan yang berdaya guna,
serta pembinaan masyarakat dan pemberdayaan
masyarakat yang optimal di wilayahnya.
KONDISI OBYEKTIF
Dalam konteks sejarah dan politik, pada kenyataannya
Masyarakat Hukum Adat itu telah ada lebih dahulu dari
negara Indonesia. Perlindungan terhadap Kesatuan
Masyarakat Hukum Adat untuk mempertahankan hak
konstitusionalnya perlu diberikan, apabila terdapat UU
yang merugikan hak konstitisonalnya. Namun ada
syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi agar
Kesatuan Masyarakat Hukum Adat memiliki kejelasan
kedudukan hukum, semisal untuk mengajukan
permohonan pengujian suatu UU di Mahkamah
Konstitusi, karena tidak semua Masyarakat Hukum
Adat mempunyai kedudukan hukum dalam
pengujian suatu undung-undang.
Memperhatikan kenyataan tersebut, maka tentu
mempunyai implikasi hukum atas pengakuan,
penghormatan, dan perlindungan terhadap
Kesatuan Masyarakat Hukum Adat, yaitu bahwa
Kesatuan Masyarakat Hukum Adat yang
keberadaannya secara nyata ada, tetapi tidak
secara otomatis diakui sebagai Kesatuan
Masyarakat Hukum Adat, kecuali telah memenuhi
persyaratan konstitisional tertentu yang diatur
dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasca
perubahan.
Hal lain yang juga perlu dipertimbangkan, bahwa
berdasarkan tulisan yang bersumber dari
Mahkamah Konstitusi, juga disebutkan, bahwa
Tipologi dan Tolak Ukur tentang siapa yang dapat
dikategorikan sebagai
Kesatuan Masyarakat Hukum Adat
masih belum jelas.
Tahun 2014 telah disusun Rancangan Undang-
Undang Tentang Pengakuan dan Perlindungan
Hak Masyarakat Hukum Adat (RUU PPHMHA),
dan sudah dibahas di DPR periode 2009 – 2014.
Namun terdapat beberapa hal yang harus
menjadi pertimbangan, ketika dalam RUU
PPHMHA itu akan memberikan batasan
pengertian tentang Masyarakat Hukum Adat,
kemudian juga mengenai kriteria penentuan
Masyarakat Hukum Adat, dan sebagainya, agar
pada tataran operasionalnya nanti tidak saling
bertentangan.
KESATUAN MASYARAKAT
HUKUM ADAT
KENDALA DAN PERMASALAHAN
SEJARAH MHA,
WILAYAH MHA,
HUKUM ADAT,
HARTA KEKAYAAN DAN ATAU BENDA2 ADAT,
KELEMBAGAAN/SISTEM PEMERINTAHAN ADAT
HAL LAIN YG DIATUR DALAM
PERMENDAGRI No. 52/2014
PENYELESAIAN SENGKETA.
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN.
PENDANAAN.
PENYELENGGARAAN
URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN DAN URUSAN
PEMERINTAHAN UMUM DI DAERAH
BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2014
TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
LATAR BELAKANG UU NO. 23 TAHUN 2014
TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
PRESIDEN PUSAT
MENTERI
DAERAH
ASAS
TUGAS
DEKONSENTRASI OTONOMI
PEMBANTUAN
URUSAN PEMERINTAHAN
UU 32/2004
ABSOLUT KONKUREN
33
URUSAN PEMERINTAHAN
(UU 23/2014)
WAJIB PILIHAN
34
URUSAN PEMERINTAHAN ABSOLUT
PRINSIP PEMBAGIAN:
akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta
kepentingan strategis nasional.
PRINSIP DAN KRITERIA
KETENTUAN PEMBAGIAN:
1. Diatur dalam lampiran UU No 23 Tahun 2014.
2. Urusan ekologis (ESDM, Kehutanan, dan Kelautan
hanya diserahkan kepada daerah provinsi.
URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN
SUBSTANSI PEMBAGIAN
POLA PEMBAGIAN:
2. Memerlukan SPM :
PRINSIP
3. Menjadi Prioritas:
Dilaksanakan mendahului/mengatasi seluruh
kebutuhan pembiayaan yang lain.
URUSAN PEMERINTAHAN UMUM
AZAS PELAKSANAAN :
Dilaksanakan berdasarkan azas dekonsentrasi
PRINSIP PELAKSANAAN
PELAKSANA :
Di daerah dilaksanakan oleh gubernur, bupati dan walikota
sebagai wakil pemerintah pusat dibantu oleh instansi vertikal.
Camat melaksanakan kewenangan bupati/walikota di tingkat
kecamatan
PERTANGGUNGJAWABAN:
Gubernur bertanggung jawab kepada presiden melalui
Mendagri dan bupati/walikota betanggung jawab kepada
Mendagri melalui gubernur wakil pemerintah pusat.
URUSAN PEMERINTAHAN
(Pasal 9 s.d Pasal 26)
24
6 Urusan:
1. politik luar negeri
Urusan Meliputi:
2. pertahanan
Pemerintahan
1. pembinaan wawasan
3. keamanan Wajib kebangsaan & ketahanan
4. yustisi nasional
5. moneter dan fiskal 2. pembinaan persatuan dan
kesatuan bangsa
nasional
6 18 3. pembinaan kerukunan antarsuku
6. agama & intrasuku, umat beragama, ras,
Urusan Urusan dan golongan lainnya guna
Wajib Wajib Non mewujudkan stabilitas kemanan
Pelayanan Pelayanan lokal, regional, dan nasional
Pemerintah Pusat: 4. Konflik sosial
Dasar Dasar
1. melaksanakan sendiri 5. koordinasi pelaksanaan tugas
2. melimpahkan kpd 6. pengembangan kehidupan
Instansi Vertikal di demokrasi
Daerah atau gubernur
8
7. pelaksanaan semua Urusan
sebagai wakil Urusan pemerintahan yg bukan
Pemerintah Pemerintahan merupakan kewenangan Daerah
Pilihan
URUSAN PEMERINTAHAN WAJIB DAN
URUSAN PEMERINTAHAN PILIHAN
WAJIB PILIHAN
1. NSPK BERUPA KENTENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG DITETAPKAN OLEH PEMERINTAH PUSAT SEBAGAI PEDOMAN DALAM
PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN YANG MENJADI KEWENANGAN
DAERAH DAN HARUS DIKOORDINASIKAN DENGAN KEMENTERIAN TERKAIT.
2. PENETAPAN NSPK DILAKUKAN PALING LAMA 2 (DUA) TAHUN TERHITUNG SEJAK PP PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN
DIUNDANGKAN.
3. DAERAH MENETAPKAN KABIJAKAN DAERAH WAJIB BERPEDOMAN PADA NSPK YANG TELAH DITETAPKAN OLEH PUSAT.
4. APABILA KEBIJAKAN DAERAH DIBUAT TIDAK BERPEDOMAN PADA NSPK, PEMERINTAH PUSAT MEMBATALKAN KEBIJAKAN DAERAH.
5. APABILA DALAM JANGKA 2 TAHUN PEMERINTAH PUSAT BELUM MENETAPKAN NSPK, PENYELENGARA PEMERINTAHAN DAERAH MELAKSANAKAN
URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN DAERAH.
43
DASAR PENYUSUNAN
ORGANISASI PERANGKAT
DAERAH
URUSAN
PEMERINTA-
HAN
URUSAN
URUSAN
WAJIB& PENUNJANG
PILIHAN
PADA PRINSIPNYA
SETIAP URUSAN
DIBE DALAM
ORGANISASI
TERSENDIRI
DIWADAHI DIWADAHI
DLM DINAS DLMBADAN
HUBUNGAN KEWENANGAN (URUSAN
PEMERINTAHAN) DENGAN KELEMBAGAAN
Kelembagaan merupakan
Kewenangan
wahana untuk
merupakan dasarter
melaksanakan
bentuknya kelembagaan
kewenangan
Prinsip
“Structure follow
function”
PENGATURAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH
DALAM UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN DAERAH
UU 32/2004 UU 23/2014
Ps. 120 s/d Ps.128 Ps. 209
Perangkat Daerah Prov Perangkat Daerah Prov
a. Setda a. Setda
b. Set DPRD b. Set DPRD
c. Dinas Daerah c. Inspektorat
d. Lembaga Teknis Daerah d. Dinas
e. Badan
Perangkat Daerah Kab./Kota
a. Setda Perangkat Daerah Kab./Kota
b. Set DPRD a. Setda
c. Dinas Daerah b. Set DPRD
d. Lembaga Teknis Daerah c. Inspektorat
e. Kecamatan d. Dinas
f. Kelurahan e. Badan
f. Kecamatan
PP.41/2007 PP ?
KLASIFIKASI
DINAS
Dibentuk untuk mewadahi Jumlah Penduduk
urusan pemerintahan yang
Tipe
mewadahi kewenangan
A daerah dengan beban kerja
Luas Wilayah Urusan
BESAR
Dibentuk untuk mewadahi Besaran Urusan Wajib
urusan pemerintahan yang
Tipe Kemp Keu. Daerah
mewadahi kewenangan
B daerah dengan beban kerja
SEDANG Potensi
Dibentuk untuk mewadahi
urusan pemerintahan yang
Urusan
Tipe Tenaga Kerja
mewadahi kewenangan Pilihan
C daerah dengan beban kerja
Pemanfatan lahan
KECIL
KLASIFIKASI
BADAN
Dibentuk untuk mewadahi
urusan pemerintahan yang
Tipe Jumlah Penduduk
mewadahi kewenangan
A daerah dengan beban kerja
BESAR Luas Wilayah
Dibentuk untuk mewadahi
Tipe urusan pemerintahan yang Besaran Urusan
mewadahi kewenangan
B daerah dengan beban kerja Kemp Keu. Daerah
SEDANG
Dibentuk untuk mewadahi Cakupan Tugas
urusan pemerintahan yang
Tipe
mewadahi kewenangan
C daerah dengan beban kerja
KECIL
FUNGSI PENUNJANG
Itjen Inspektorat
Kemendagri Provinsi
Perangkat Perangkat Gubernur
Kemendagri sbg wakil Pem.
Penyelenggaraan Penyelenggaraan
pemerintahan pemerintahan
daerah Provinsi daerah Kab/Kota
49
ESENSI PEMBINAAN DAN
PENGAWASAN
Untuk menjamin agar pelaksanaan urusan oleh
pemerintahan daerah selaras/harmonis sesuai
dengan amanat undang-undang.
Peran binwas tidak berarti pusat dapat ikut serta
(intervensi) penyelenggaraan urusan otonomi
daerah Kecuali diamanatkan Peraturan perundang-
undangan.
SEKIAN
TERIMA KASIH