Anda di halaman 1dari 51

“PENGAKUAN KESATUAN

MASY HUKUM ADAT


OEH PEMERINTAH DAERAH

KEMENTERIAN DALAM NEGERI


KEMENTERIAN DALAM NEGERI

DASAR PERTIMBANGAN
DITETAPKAN UU 6 TAHUN 2014 TTG DESA

1. IMPLEMENTASI
# Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 HASIIL AMANDEMEN
# Pasal 18 ayat (7) UUD 1945 HASIIL AMANDEMEN

2. KESEPAKATAN POLITIK DPR-RI KOMISI II TAHUN 2006


# UU 32/2004 dipecah menjadi 3 UU, yaitu :
Pemda, Pilkada, dan Pemerintahan Desa

3. MEWADAHI KESATUAN MASY. HUKUM

4. KESATUAN MASY. HUKUM DALAM PELAKSANAAN FUNGSI PEMERINTAHAN

5. DESA HARUS DIKEMBANGKAN, DILINDUNGI DAN DIBERDAYAKAN MENJADI


KUAT, MANDIRI DAN DEMOKRATIS TANPA KEHILANGAN JATI DIRINYA
2
Pasal 1 angka 1 UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa

Desa adalah desa dan desa adat atau yang


disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa
adalah Kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-
batas wilayah yang berwenang utk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masy
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-
usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem Pemerintahan NKRI.

1. Desa berkedudukan di wilayah Kabupaten/Kota


2. Diakui dan dihormati dalam Sistem Pemerintahan NKRI.
SEBUTAN LAIN DESA

1. MARGA (SUMSEL)
2. DUSUNDATI (MALUKU)
3. PEKON (LAMPUNG)
4. GAMPONG DAN MEUNASAH (ACEH)
5. HUTA (BATAK)
6. NAGARI DAN JORONG (SUMBAR)
7. LAGGAI (MENTAWAI)
8. BANUA (NIAS)
9. KAMPUNG (PAPUA)
10. DSB.
SEBUTAN LAIN KEPALA DESA

1. SALAWA (NIAS)
2. KADES/LURAH (JAWA)
3. KORANO (PAPUA)
4. PEMBEKAL (KALIMANTAN TENGAH)
5. HUKUM TUA/KUNTUA (MINAHASA)
6. DATUEK KAMPUENG (SUMBAR)
7. DSB
PENGAKUAN TERHADAP
KEBERADAAN MHA
 Melalui perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, pengakuan
terhadap Kesatuan Masyarakat Hukum Adat
dipertegas melalui ketentuan dalam Pasal 18B ayat
(2) yang berbunyi “Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI,
yang diatur dalam undang-undang”.
 UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, disusun juga
dengan semangat penerapan amanat UUD 1945,
yaitu pengaturan masyarakat hukum adat sesuai
dengan ketentuan Pasal 18B ayat (2), untuk
kemudian diatur dalam susunan pemerintahan
sesuai dengan ketentuan Pasal 18B ayat (7) UUD
1945, yang menegaskan bahwa “Susunan dan
tata cara penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
diatur dalam undang-undang”. Hal ini berarti
membuka kemungkinan adanya susunan
pemerintahan dalam sistem pemerintahan
Indonesia.
 Dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-
governing community dengan local self government,
maka melalui UU No. 6 Tahun 2014 itu, diharapkan
kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini
merupakan bagian dari wilayah Desa, ditata
sedemikian rupa menjadi Desa dan Desa Adat.
Desa dan Desa Adat pada dasarnya melakukan
tugas yang hampir sama. Perbedaannya hanyalah
dalam pelaksanaan hak asal-usul, terutama
menyangkut pelestarian sosial Desa Adat,
pengaturan dan pengurusan wilayah adat, sidang
perdamaian adat, pemeliharaan ketenteraman dan
ketertiban bagi masyarakat hukum adat, serta
pengaturan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan
susunan asli.
 Desa Adat pada prinsipnya merup warisan organisasi
kepemerintahan masyarakat lokal yg dipelihara secara
turun-temurun, yg tetap diakui dan diperjuangkan oleh
pemimpin dan masyarakat Desa Adat agar dapat
berfungsi mengembangkan kesejahteraan dan identitas
sosial budaya lokal. Desa Adat memiliki hak asal-usul
yg lebih dominan dp hak asal-usul Desa sejak Desa
Adat itu lahir sebagai komunitas asli yg ada di tengah-
tengah masyarakat. Atas dasar hal itu, maka Desa Adat
pada dasarnya merupakan sebuah kesatuan
masyarakat hukum adat yang secara historis
mempunyai batas wilayah dan identitas budaya yang
terbentuk atas dasar teritorial, yang berwenang
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat desa
berdasarkan hak asal-usul.
 Desa Adat juga memiliki fungsi pemerintahan,
keuangan Desa, serta mendapat fasilitasi dan
pembinaan dari Pemerintah Kabupaten/Kota.
Sehingga dalam posisi ini, Desa dan Desa Adat
mendapat perlakuan yang sama dari Pemerintah
dan Pemerintah Daerah. Oleh sebab itu, di masa
depan Desa dan Desa Adat diharapkan dapat
melakukan perubahan wajah Desa dan tata kelola
penyelenggaraan pemerintahan yang efektif,
pelaksanaan pembangunan yang berdaya guna,
serta pembinaan masyarakat dan pemberdayaan
masyarakat yang optimal di wilayahnya.
KONDISI OBYEKTIF
 Dalam konteks sejarah dan politik, pada kenyataannya
Masyarakat Hukum Adat itu telah ada lebih dahulu dari
negara Indonesia. Perlindungan terhadap Kesatuan
Masyarakat Hukum Adat untuk mempertahankan hak
konstitusionalnya perlu diberikan, apabila terdapat UU
yang merugikan hak konstitisonalnya. Namun ada
syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi agar
Kesatuan Masyarakat Hukum Adat memiliki kejelasan
kedudukan hukum, semisal untuk mengajukan
permohonan pengujian suatu UU di Mahkamah
Konstitusi, karena tidak semua Masyarakat Hukum
Adat mempunyai kedudukan hukum dalam
pengujian suatu undung-undang.
 Memperhatikan kenyataan tersebut, maka tentu
mempunyai implikasi hukum atas pengakuan,
penghormatan, dan perlindungan terhadap
Kesatuan Masyarakat Hukum Adat, yaitu bahwa
Kesatuan Masyarakat Hukum Adat yang
keberadaannya secara nyata ada, tetapi tidak
secara otomatis diakui sebagai Kesatuan
Masyarakat Hukum Adat, kecuali telah memenuhi
persyaratan konstitisional tertentu yang diatur
dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasca
perubahan.
Hal lain yang juga perlu dipertimbangkan, bahwa
berdasarkan tulisan yang bersumber dari
Mahkamah Konstitusi, juga disebutkan, bahwa
Tipologi dan Tolak Ukur tentang siapa yang dapat
dikategorikan sebagai
Kesatuan Masyarakat Hukum Adat
masih belum jelas.
 Tahun 2014 telah disusun Rancangan Undang-
Undang Tentang Pengakuan dan Perlindungan
Hak Masyarakat Hukum Adat (RUU PPHMHA),
dan sudah dibahas di DPR periode 2009 – 2014.
 Namun terdapat beberapa hal yang harus
menjadi pertimbangan, ketika dalam RUU
PPHMHA itu akan memberikan batasan
pengertian tentang Masyarakat Hukum Adat,
kemudian juga mengenai kriteria penentuan
Masyarakat Hukum Adat, dan sebagainya, agar
pada tataran operasionalnya nanti tidak saling
bertentangan.
KESATUAN MASYARAKAT
HUKUM ADAT
KENDALA DAN PERMASALAHAN

 KRITERIA MHA SEBAGAI MASALAH POKOK DLM


PROSES DAN KEGIATAN INVENTARISASI DATA
(identifikasi, validasi dan verifikasi).
 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (UUD 1945
DAN UU) YG SAMA-SAMA MENGATUR MENGENAI
MHA, BELUM MENJADI KOMITMEN UNSUR PEMDA
DAN SKPD TERKAIT ( SDM rendah, dsb).
 RUU Ttg PPHMHA BELUM DISAHKAN, SEHINGGA
KELEMBAGAAN & BENTUK HUKUM PENGAKUAN
TERHADAP MHA, BELUM JELAS.
 DINAMIKA MASYARAKAT MEMPENGARUHI MHA.
PERMASALAHAN KRITERIA MHA
 PRO-KONTRA TENTANG PERLU-TIDAKNYA
KRITERIA MHA (self identification atau juga perlu
pengakuan dari pihak lain).
 SEBUTANNYA: MA, MHA, KMHA, ATAU
MASYARAKAT TRADISIONAL ?
 ADA 9 UU & 1 RUU YANG BEDA KRITERIA.
 KRITERIA YG DISUSUN BERSIFAT AKUMULATIF
ATAU ALTERNATIF.
 TATA BATAS WILAYAH (hutan, gunung, laut, dsb).
 KONDISI SAAT INI, ADANYA DEGRADASI, DSB.
PENTINGNYA KRITERIA MHA
 ALAT UTK MEMBANTU IDENTIFIKASI, VALIDASI DAN
VERIFIKASI.
 UTK MELINDUNGI HAK MHA & HAK ORANG/POK LAIN.
 KRITERIA TIDAK MENIADAKAN DAN TIDAK MEMBUAT
MHA BARU.
 HARUS ADA KRITERIA POKOK YG WAJIB ADA, YANG
SIFATNYA AKUMULATIF (TIDAK ALTERNATIF).
 SUATU SATUAN SOSIAL (KOMUNITAS).
 BAHWA MHA TIDAK IDENTIK DGN SUKU BANGSA,
MESKIPUN ADA SUKU BANGSA DLM MHA.
 SELF IDENTIFICATION – IDENTIFICATION BY OTHERS –
STATE IDENTIFICATION.
CIRI-CIRI KESATUAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT
 TER HAAR DALAM SEBUAH BUKUNYA YANG
DIKUTIP OLEH SOEJONO SOEKANTO, DAN TELAH
DIJADIKAN SEBAGAI YURISPRUDENSI OLEH
MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PUTUSAN NOMOR
35/PUU-X/2012, BAHWA CIRI-CIRI MHA, ADALAH :
1. ADANYA KELOMPOK2 YANG TERATUR.
2.MENETAP DI SUATU DAERAH TERTENTU.
3.MEMPUNYAI PEMERINYAHAN SENDIRI.
4.MEMILIKI BENDA2 MATERIIL MAUPUN
IMMATERIIL.
PERMENDAGRI No. 52/2014
Tentang PPMHA

 MHA, ADALAH WNI YG MEMILIKI KARAKTERISTIK


KHAS, HIDUP BERKELOMPOK SECARA HARMONIS
SESUAI HUKUM ADATNYA, MEMILIKI IKATAN PD
ASAL-USUL LELUHUR DAN ATAU KESAMAAN
TEMPAT INGGAL, TERDAPAT HUBUNGAN YANG
KUAT DGN TANAH DAN LINGKUNGAN HIDUP,
SERTA ADANYA SISTEM NILAI YG MENENTUKAN
PRANATA EKONOMI, POLITIK, SOSIAL, BUDAYA,
HUKUM, DAN MEMANFAATKAN SATU WILAYAH
TERTENTU SECARA TURUN-TEMURUN.
WILAYAH ADAT

 WILAYAH ADAT, ADALAH TANAH ADAT YG BERUPA


TANAH, AIR, DAN ATAU PERAIRAN BESERTA
SUMBERDAYA ALAM YG ADA DI ATASNYA DGN BATAS2
TERTENTU, DIMILIKI, DIMANFAATKAN DAN
DILESTARIKAN SECARA TURUN-TEMURUN DAN
SECARA BERKELANJUTAN UNTUK MEMENUHI
KEBUTUHAN HIDUP MASYARAKAT YG DIPEROLEH
MELALUI PEWARISAN LELUHUR MEREKA, ATAU
GUGATAN KEPEMILIKAN BERUPA TANAH ULAYATATAU
HUTAN ADAT.
HUKUM ADAT
 ADALAH SEPERANGKAT NORMA ATAU ATURAN,
BAIK YG TERTULIS MAUPUN TIDAK TERTULIS, YG
HIDUP DAN BERLAKU UNTUK MENGATUR TINGKAH
LAKU MANUSIA YG BERSUMBER PADA NILAI
BUDAYA BANGSA INDONESIA, YG DIWARISKAN
SECARA TURUN-TEMURUN, YG SENANTIASA
DITAATI DAN DIHORMATI UNTUK KEADILAN DAN
KETERTIBAN MASYARAKAT, DAN MEMPUNYAI
AKIBAT HUKUM ATAU SANKSI.
AMANAT PERMENDAGRI
NOMOR 52 TAHUN 2014
 GUBERNUR, DAN BUPATI/WALIKOTA
MELAKUKAN PENGAKUAN DAN
PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT,
DENGAN CARA MEMBENTUK PANITIA
MASYARAKAT HUKUM ADAT
KABUPATEN/KOTA.
STRUKTUR ORGANISASI
PANITIA MHA

 SEKDA KAB/KOTA SEBAGAI KETUA,


 KEPALA SKPD YG MEMBIDANGI PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT SEBAGAI SEKRETARIS,
 KABAG HUKUM SETDA KAB/KOTA SBG ANGGOTA
 CAMAT ATAU SEBUTAN LAIN SEBAGAI ANGGOTA,
 KEPALA SKPD TERKAIT SEBAGAI ANGGOTA.
TAHAPAN PENGAKUAN DAN
PERLINDUNGAN MHA
a. IDENTIFIKASI MHA.
b. VERIFIKASI DAN VALIDASI MHA.
c. PENETAPAN MHA; DGN MUATAN MATERI :

 SEJARAH MHA,
 WILAYAH MHA,
 HUKUM ADAT,
 HARTA KEKAYAAN DAN ATAU BENDA2 ADAT,
 KELEMBAGAAN/SISTEM PEMERINTAHAN ADAT
HAL LAIN YG DIATUR DALAM
PERMENDAGRI No. 52/2014

 PENYELESAIAN SENGKETA.
 PEMBINAAN DAN PENGAWASAN.
 PENDANAAN.
PENYELENGGARAAN
URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN DAN URUSAN
PEMERINTAHAN UMUM DI DAERAH
BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2014
TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
LATAR BELAKANG UU NO. 23 TAHUN 2014
TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

1. Menjamin efektivitas penyelenggaraan pemerintahan


daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
2. Menata manajemen pemerintahan daerah yang lebih
responsif, akuntabel, transparan dan efisien.
3. Menata keseimbangan tanggung jawab antar
tingkatan/susunan pemerintahan dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan.
4. Menata pembentukan daerah agar lebih selektif sesuai
dengan kondisi dan kemampuan daerah.
5. Menata hubungan antara pusat dan daerah dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
KEKUASAAN PEMERINTAHAN

PRESIDEN PUSAT

MENTERI

DAERAH
ASAS
TUGAS
DEKONSENTRASI OTONOMI
PEMBANTUAN
URUSAN PEMERINTAHAN
UU 32/2004

ABSOLUT KONKUREN

1. Pertahanan URUSAN PILIHAN URUSAN WAJIB


2. Keamanan (8 Urusan) (26 Urusan)
3. Moneter
4. Yustisi
5. Politik Luar Negeri
6. Agama NSPK SPM

33
URUSAN PEMERINTAHAN
(UU 23/2014)

ABSOLUT KONKUREN UMUM

WAJIB PILIHAN

PELAYANAN DASAR NON PELAYANAN DASAR

34
URUSAN PEMERINTAHAN ABSOLUT

1. Dapat didekonsentrasikan kepada gubenur,


bupati/walikota sebagai wakil pemerintah pusat
atau instansi vertikal

2. Tidak dapat ditugaspembantuankan kepada daerah


otonom, karena tidak ada perangkat daerah yang
melaksanakan.
Prinsip

3. Dibiayai dari anggaran pendapatan dan


belanja negara.

4. Pembentukan instansi vertikal di daerah tidak


memerlukan persetujuan gubernur sebagai wakil
pemerintah.
URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN

PRINSIP PEMBAGIAN:
akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta
kepentingan strategis nasional.
PRINSIP DAN KRITERIA

KRITERIA PEMBAGIAN URUSAN:


1. Lokasi pelaksanaan urusan pemerintahan;
2. Pengguna/konsumen atas pelaksanaan urusan
pemerintahan;
3. Manfaat atau dampak pelaksanaan urusan
pemerintahan;
4. Kedudukan strategis bagi kepentingan nasional.

KETENTUAN PEMBAGIAN:
1. Diatur dalam lampiran UU No 23 Tahun 2014.
2. Urusan ekologis (ESDM, Kehutanan, dan Kelautan
hanya diserahkan kepada daerah provinsi.
URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN
SUBSTANSI PEMBAGIAN

POLA PEMBAGIAN:

Yang dibagi antar tingkatan/susunan pemerintahan hanya


substansi urusan saja, sedangkan unsur manajemen dan
fungsi manajemen melekat pada setiap substansi tersebut
kecuali ada fungsi manajemen tertentu atau unsur
manajemen tertentu yang secara eksplisit dinyatakan
sebagai kewenangan susunan pemetintahan yang lain

KRITERIA PEMBAGIAN URUSAN:


Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan setiap
tingkatan/susunan pemerintahan dilakukan secara jelas (clear
cut), sehingga tidak ada lagi urusan pemerintahan yang tumpang
tindih antar tingkatan/susunan pemerintahan.
URUSAN WAJIB PELAYANAN DASAR

1. Mengandung Pelayanan Dasar


Pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan
dasar warga negara.

2. Memerlukan SPM :
PRINSIP

Ketentuan mengenai jenis dan mutu Pelayanan Dasar


yang merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang
berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal.

3. Menjadi Prioritas:
Dilaksanakan mendahului/mengatasi seluruh
kebutuhan pembiayaan yang lain.
URUSAN PEMERINTAHAN UMUM

AZAS PELAKSANAAN :
Dilaksanakan berdasarkan azas dekonsentrasi
PRINSIP PELAKSANAAN

karena merupakan kewenangan Presiden yang


tidak diotonomikan.
ANGGARAN :
Pelaksanaan urusan dibiayai dari APBN.

PELAKSANA :
Di daerah dilaksanakan oleh gubernur, bupati dan walikota
sebagai wakil pemerintah pusat dibantu oleh instansi vertikal.
Camat melaksanakan kewenangan bupati/walikota di tingkat
kecamatan

PERTANGGUNGJAWABAN:
Gubernur bertanggung jawab kepada presiden melalui
Mendagri dan bupati/walikota betanggung jawab kepada
Mendagri melalui gubernur wakil pemerintah pusat.
URUSAN PEMERINTAHAN
(Pasal 9 s.d Pasal 26)

ABSOLUT KONKUREN PEMERINTAHAN UMUM


kewenangan Presiden sebagai kepala
dibagi antara Pemerintah
sepenuhnya menjadi pemerintahan yang di daerah
Pusat & provinsi &
kewenangan Pemerintah Pusat dilaksanakan oleh gub, bup/walko dan
kab/kota.
didelegasikan kepada camat.

24
6 Urusan:
1. politik luar negeri
Urusan Meliputi:
2. pertahanan
Pemerintahan
1. pembinaan wawasan
3. keamanan Wajib kebangsaan & ketahanan
4. yustisi nasional
5. moneter dan fiskal 2. pembinaan persatuan dan
kesatuan bangsa
nasional
6 18 3. pembinaan kerukunan antarsuku
6. agama & intrasuku, umat beragama, ras,
Urusan Urusan dan golongan lainnya guna
Wajib Wajib Non mewujudkan stabilitas kemanan
Pelayanan Pelayanan lokal, regional, dan nasional
Pemerintah Pusat: 4. Konflik sosial
Dasar Dasar
1. melaksanakan sendiri 5. koordinasi pelaksanaan tugas
2. melimpahkan kpd 6. pengembangan kehidupan
Instansi Vertikal di demokrasi
Daerah atau gubernur
8
7. pelaksanaan semua Urusan
sebagai wakil Urusan pemerintahan yg bukan
Pemerintah Pemerintahan merupakan kewenangan Daerah
Pilihan
URUSAN PEMERINTAHAN WAJIB DAN
URUSAN PEMERINTAHAN PILIHAN

 Urusan Pemerintahan Wajib:


Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh
semua
 Urusan Wajib Terkait Pelayanan Dasar
Urusan Pemerintahan Wajib yang sebagian
substansinya merupakan Pelayanan Dasar
 Urusan Wajib Non Pelayanan Dasat.
Urusan Pemerintahan Wajib yang substansinya tidak
mengandung Pelayanan Dasar.
 Urusan PemerintahanPilihan:
Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh
Daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki Daerah.
41
URUSAN KONKUREN

WAJIB PILIHAN

BERKAITAN DENGAN TIDAK BERKAITAN


PELAYANAN DASAR DENGAN PELAYANAN
DASAR
1. Tenaga Kerja;
1.Pendidikan; 2. Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak;
2.Kesehatan; 3. Pangan;
4. Pertanahan; 1. Kelautan dan
3.Pekerjaan Umum 5. Lingkungan Hidup; Perikanan;
dan Penataan 6. Administrasi Kependudukan dan
Pencatatan Sipil; 2. Pariwisata;
Ruang; 7. Pemberdayaan Masyarakat dan 3. Pertanian;
Desa;
4.Perumahan Rakyat 8. Pengendalian Penduduk dan
4. Kehutanan;
dan Kawasan Keluarga Berencana; 5. Energi dan Sumber
9. Perhubungan; Daya Mineral;
Permukiman 10.Komunikasi dan Informatika;
5.Ketenteraman, 11.Koperasi, Usaha Kecil, dan 6. Perdagangan;
Menengah; 7. Perindustrian; dan
Ketertiban Umum, 12.Penanaman Modal;
13.Kepemudaan dan Olah Raga;
8. Transmigrasi.
dan Perlindungan 14.Statistik;
Masyarakat. 15.Persandian;
16.Kebudayaan;
6.Sosial. 17.Kerpustakaan; dan
18.kearsipan 42
WEWENANG PEMERINTAH PUSAT
DALAM PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN
KONKUREN

1. MENETAPKAN NSPK DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN.

MELAKSANAKAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN TERHADAP PENYELENGGARAAN URUSAN


2. PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN DAERAH.

1. NSPK BERUPA KENTENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG DITETAPKAN OLEH PEMERINTAH PUSAT SEBAGAI PEDOMAN DALAM
PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN YANG MENJADI KEWENANGAN
DAERAH DAN HARUS DIKOORDINASIKAN DENGAN KEMENTERIAN TERKAIT.

2. PENETAPAN NSPK DILAKUKAN PALING LAMA 2 (DUA) TAHUN TERHITUNG SEJAK PP PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN
DIUNDANGKAN.

3. DAERAH MENETAPKAN KABIJAKAN DAERAH WAJIB BERPEDOMAN PADA NSPK YANG TELAH DITETAPKAN OLEH PUSAT.

4. APABILA KEBIJAKAN DAERAH DIBUAT TIDAK BERPEDOMAN PADA NSPK, PEMERINTAH PUSAT MEMBATALKAN KEBIJAKAN DAERAH.

5. APABILA DALAM JANGKA 2 TAHUN PEMERINTAH PUSAT BELUM MENETAPKAN NSPK, PENYELENGARA PEMERINTAHAN DAERAH MELAKSANAKAN
URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN DAERAH.
43
DASAR PENYUSUNAN
ORGANISASI PERANGKAT
DAERAH

URUSAN
PEMERINTA-
HAN
URUSAN
URUSAN
WAJIB& PENUNJANG
PILIHAN

PADA PRINSIPNYA
SETIAP URUSAN
DIBE DALAM
ORGANISASI
TERSENDIRI
DIWADAHI DIWADAHI
DLM DINAS DLMBADAN
HUBUNGAN KEWENANGAN (URUSAN
PEMERINTAHAN) DENGAN KELEMBAGAAN

Kelembagaan merupakan
Kewenangan
wahana untuk
merupakan dasarter
melaksanakan
bentuknya kelembagaan
kewenangan

Kelembagaan yang dibentuk


sama dengan bobot
kewenangan Yang dimiliki

Prinsip
“Structure follow
function”
PENGATURAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH
DALAM UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN DAERAH

UU 32/2004 UU 23/2014
Ps. 120 s/d Ps.128 Ps. 209
Perangkat Daerah Prov Perangkat Daerah Prov
a. Setda a. Setda
b. Set DPRD b. Set DPRD
c. Dinas Daerah c. Inspektorat
d. Lembaga Teknis Daerah d. Dinas
e. Badan
Perangkat Daerah Kab./Kota
a. Setda Perangkat Daerah Kab./Kota
b. Set DPRD a. Setda
c. Dinas Daerah b. Set DPRD
d. Lembaga Teknis Daerah c. Inspektorat
e. Kecamatan d. Dinas
f. Kelurahan e. Badan
f. Kecamatan

PP.41/2007 PP ?
KLASIFIKASI
DINAS
Dibentuk untuk mewadahi Jumlah Penduduk
urusan pemerintahan yang
Tipe
mewadahi kewenangan
A daerah dengan beban kerja
Luas Wilayah Urusan
BESAR
Dibentuk untuk mewadahi Besaran Urusan Wajib
urusan pemerintahan yang
Tipe Kemp Keu. Daerah
mewadahi kewenangan
B daerah dengan beban kerja
SEDANG Potensi
Dibentuk untuk mewadahi
urusan pemerintahan yang
Urusan
Tipe Tenaga Kerja
mewadahi kewenangan Pilihan
C daerah dengan beban kerja
Pemanfatan lahan
KECIL
KLASIFIKASI
BADAN
Dibentuk untuk mewadahi
urusan pemerintahan yang
Tipe Jumlah Penduduk
mewadahi kewenangan
A daerah dengan beban kerja
BESAR Luas Wilayah
Dibentuk untuk mewadahi
Tipe urusan pemerintahan yang Besaran Urusan
mewadahi kewenangan
B daerah dengan beban kerja Kemp Keu. Daerah
SEDANG
Dibentuk untuk mewadahi Cakupan Tugas
urusan pemerintahan yang
Tipe
mewadahi kewenangan
C daerah dengan beban kerja
KECIL

FUNGSI PENUNJANG

perencanaan keuangan Kepeg.& diklat Litbang Fungsi Lain


KEMENTERIAN DALAM NEGERI

PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN EVALUASI

Pembinaan & Pengawasan Pembinaan & Pengawasan


Umum Umum

Itjen Inspektorat
Kemendagri Provinsi
Perangkat Perangkat Gubernur
Kemendagri sbg wakil Pem.

Penyelenggaraan Penyelenggaraan
pemerintahan pemerintahan
daerah Provinsi daerah Kab/Kota
49
ESENSI PEMBINAAN DAN
PENGAWASAN
 Untuk menjamin agar pelaksanaan urusan oleh
pemerintahan daerah selaras/harmonis sesuai
dengan amanat undang-undang.
 Peran binwas tidak berarti pusat dapat ikut serta
(intervensi) penyelenggaraan urusan otonomi
daerah Kecuali diamanatkan Peraturan perundang-
undangan.
SEKIAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai