Anda di halaman 1dari 29

Nama: Bimasena Arya Yudha

Npm: 1102013060
Pembimbing: dr. Surtiningsih Sp.M

Kepaniteraan Klinik Mata


RSUD Arjawinangun
Periode 13 Mei-21 Juni 2019
Anatomi retina
 Retina adalah membran tipis, bening, berbentuk seperti jaring sehingga
disebut juga selaput jala, . Letaknya antara badan kaca dan koroid
Fisiologi Retina

 Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor > Mengubah


rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf > Impuls dihantarkan
oleh lapisan, serta saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke
korteks penglihatan.

 Macula terutama digunakan untuk ketajaman sentral dan warna


(fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang banyak terdiri dari
fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer
dan malam (skotopik)
Definisi Retinoblastoma
 Tumor retina yang terdiri atas sel neuroblastik yang tidak
berdiferensiasi dan merupakan tumor ganas retina yang ditemukan
pada anak-anak terutama pada usia dibawah 5 tahun
Epidemiologi
 Retinoblastoma telah lama dipandang sebagai contoh dari kanker yang
diturunkan secara dominan, tetapi tumor ini dapat juga non-herediter.

 Kemungkinan mendapat penyakit ini pada keturunan penderita yang


tumornya unilateral atau bilateral dengan riwayat keturunan sangat
tinggi yaitu 60-70%

 Di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 250-300 kasus baru didiagnosa


setiap tahun
Etiologi
 Mutasi sel germinal yang bersifat dominan autosom, dapat juga terjadi
mutasi sporadik.

 Retinoblastoma akibat mutasi genetik dibagi menjadi 2, yaitu familial


retinoblastoma (terjadi pada anak yang membawa gen orangtuanya) dan
retinoblastoma yang muncul akubat mutasi baru (pada sperma atau sel
telur).

 Mutasi terjadi sebanyak 2 kali, yaitu pada sel benih dan sel germinal
Etiologi

 Bisa juga terjadi mutasi sel somatik atau autosomal resesif dan
kejadian ini biasanya unilateral.

 Letak gen yang bertanggung jawab adalah 13q.14.1-13q.14.9.

 Penanda genetik yang biasa dipakai antara lain enzim esterase-D, LDH
(Laktat dehidrogenase). LDH ini ditemukan dalam humor aqueous
karena nekrosis dari sel-sel tumor
Klasifikasi
 Klasifikasi Intraokular menurut Reese-Elseworth
 Grup I : Penglihatan sangat mungkin dipertahankan
 a. Tumor soliter, ukuran lebih kecil dari 4 diameter disk (DD), pada atau di belakang
ekuator bola mata.
 b. Tumor multipel, tidak ada yang lebih besar dari 4 DD, seluruhnya pada atau di
belakang ekuator.
 Grup II : Penglihatan masih memungkinkan untuk dipertahankan
 a. Tumor soliter, 4-10 DD pada atau di belakang ekuator.
 b. Tumor multipel, 4-10 DD di belakang ekuator.
 Grup III : Penglihatan mungkin dapat dipertahankan
 a. Setiap lesi yang terletak di depan ekuator.
 b. Tumor soliter, >10 DD di belakang ekuator.
 Grup IV : Penglihatan sulit untuk dipertahankan
 a. Tumor multipel, beberapa >10 DD.

 b. Setiap lesi yang meluas ke anterior kepada ora serrata
 Grup V : Penglihatan tidak mungkin untuk dipertahankan
 a. Tumor massif meliputi lebih dari setengah retina.
 b. Terdapat penyebaran kearah vitreus.
 Klasifikasi Ekstraokular menurut Retinoblastoma Study
Commitee
 Grup I
 Saat enukleasi tumor ditemukan di sklera, atau sel tumor ditemukan di
emisaria sklera
 Grup II
 Tepi irisan N II tidak bebas tumor
 Grup III
 Biopsi mengungkap tumor sampai dinding orbita
 Grup IV
 Tumor ditemukan di cairan serebrospinal
 Grup V
 Tumor menyebar secara hematogen ke organ dan tulang panjang
 Klasifikasi Retinoblastoma
Internasional

 Stadium leukokoria
 Pada stadium ini, pasien tidak merasakan gejala apapun
hanya penglihatan yang menurun sampai visus 0. Pada
tahap inilah pasien masih bisa diselamatkan dengan
tindakan enukleasi (pengangkatan bola mata). Pada
pemeriksaan anatomi bila N.Opticus sudah terkena
tindakan selanjutnya adalah kemoterapi.

 Stadium glaukomatosa
 Pada stadium ini massa tumor membesar, meluas ke
depan, sudah memenuhi seluruh isi bola mata, sehingga
menyebabkan kenaikan tekanan intraokular. Gejala yang
nampak adalah gejala glaukoma. Gejala lain yang dapat
nampak adalah strabismus, uveitis, dan hifema. Pasien
merasa kesakitan, bola mata membesar, dan midriasis
dengan refleks pupil negatif, eksoftalmos dan edema
kornea.
 Stadium ekstraokuler
 Pada stadium ini bola mata sudah menonjol
(proptosis), akibat desakan masa tumor yang
sudah keluar ke ekstra okuler. Segmen anterior
bola mata sudah rusak dan keadaan umum
pasien nampak lemah dan kurus. Terjadi
perluasan ke saraf optik dan koroid.
Penyebaran bisa secara limfogen dan
hematogen. Sel ganas bisa ditemukan hingga di
cairan serebrospinal.

 Stadium metastase
 Stadium ini sangat buruk oleh karena tumor
sudah masuk ke kelenjar lymfe preaurikuler
atau submandibula. Penanganan pada stadium
ini hanyalah bersifat paliatif saja.
Patofisiologi
Faktor hereditas & faktor
lingkungan (virus, zat kimia,
dan radiasi).

Mutasi (delesi, transkripsi,


translokasi ) gen RB1 (gen
supressor tumor) pada
kromosom 13q14
(kromosom nomer 13
sequence ke 14)

Protein RB-1 tidak


diproduksi sehingga
memicu pertumbuhan
kanker
Patofisiologi
 Retinoblastoma biasa terjadi di bagian posterior
retina.

 Dalam perkembangannya massa tumor dapat


tumbuh baik secara internal dengan memenuhi
vitrous body (endofitik).

 Maupun bisa tumbuh ke arah luar menembus


koroid, saraf optikus, dan sklera (eksofitik).

 Secara mikroskopis, sebagian besar retinoblastoma


terdiri dari sel-sel kecil, tersusun rapat bundar
atau polygonal dengan inti besar berwarna gelap
dan sedikit sitoplasma. Sel-sel ini kadang-kadang
membentuk “rosette Flexner-Wintersteiner” yang
khas, yang merupakan indikasi diferensiasi
fotoreseptor.

 Kelainan-kelainan degeneratif sering dijumpai,


disertai oleh nekrosis dan kalsifikasi
Manifestasi Klinis
 Tanda-tanda retinoblastoma yang paling
sering dijumpai adalah leukokoria (white
pupillary reflex) yang digambarkan sebagai
mata yang bercahaya, berkilat, atau cat’s-eye
appearance, strabismus dan inflamasi okular.

 Gambaran lain yang jarang dijumpai, seperti


heterochromia, hyfema, vitreous hemoragik,
selulitis, glaukoma, proptosis dan hypopion.
Tanda tambahan yang jarang, lesi kecil yang
ditemukan pada pemeriksaan rutin.
Diagnosis
 Anamnesis
 Menanyakan adakah riwayat keluarga yang menderita kanker apapun, misalnya Ca
cervix/mammae, Ca paru. Sifat sel tumor pleotropik, jadi punya kecenderungan untuk
mutasi ke bentuk keganasan lain.

 Pemeriksaan klinis
 Mengungkap adanya visus turun, leukokoria, strabismus, midriasis, hipopion, hifema,
dan nistagmus.

 Pemeriksaan Penunjang
 USG dapat membantu dalam diagnosis retinoblastoma yang menunjukkan ciri khas
kalsifikasi dalam tumor. Sensitivitas USG mencapai 97%, dan dapat membedakan
retinoblastoma dengan retinopati prematuritas.
 Pemeriksaan dengan anastesi (Examination under anesthesia / EUA) diperlukan pada
semua pasien untuk mendapatkan pemeriksaan yang lengkap dan menyeluruh.
Tujuannya untuk menentukan diameter kornea, tekanan intraokuler, pemeriksaan
funduskopi, serta melihat pembuluh darah/neovaskularisasi yang terjadi. Lokasi tumor
multipel harus dicatat secara jelas. Tekanan intra okular dan diameter cornea harus
diukur saat operasi.
 Biopsi jarang dilakukan karena menyebabkan terjadinya penyebaran sel tumor.
 Pemeriksaan CT scan ini dilakukan untuk melihat
adanya kalsifikasi, ukuran, serta perluasan tumor ke
tulang

 Gambaran histopatologis Retinoblastoma yang


biasanya dijumpai adalah adanya Flexner-
Wintersteiner rosettes dan gambaran fleurettes
yang jarang. Keduanya dijumpai pada derajat
terbatas pada diferensiasi sel retina.

 Pada retinoblastoma yang sel roset-nya banyak,


biasanya berdiferensiasi baik, kurang ganas, dan
radioresisten. Sedangkan yang sel roset-nya
sedikit, biasanya diferensiasi buruk, ganas, dan
radiosensitif, Tumor terdiri dari sel basophilic
kecil (Retinoblast), dengan nukleus
hiperkhromatik besar dan sedikit sitoplasma.

Keterangan : a. Flexner-
Wintersteiner rosettes, b. Homer
Wright rosettes, c. Fleurettes
Diagnosis Banding
 Kondisi yang menyerupai retinoblastoma eksofitik
 Retinal dysplasia
 Retinopathy of prematurity
 Familial exudative vitreoretinopathy
 Incontinentia pigmenti
 Myelinated nerve fibers
 Astrocytic hamartoma
 Choroidal hemangioma
 Chorioretinal coloboma
 Coats’ disease (congenital retinal telangiectasis)
 Combined hamartoma of the RPE and retina
 Kondisi yang menyerupai retinoblastoma endofitik
 Congenital cytomegalovirus retinitis and other retinitides
 Endophthalmitis
 Juvenile xanthogranuloma
 Leukemia
 Medulloepithelioma
 Pars planitis and other uveitides
 Toxocariasis
 Toxoplasmic retinitis
 Vitreous hemorrhage
 Tuberous sclerosis
 Kondisi lain yang dapat menyebabkan leukokoria
 Congenital cataract
 Congenital corneal opacity
 Persistent hyperplastic primary vitreous
 Kondisi Lain
 Orbital cellulitis
 Traumatic hyphema
Tatalaksana
 Penanganan retinoblastoma sangat tergantung pada besarnya tumor,
bilateral, perluasan kejaringan ekstra okuler dan adanva tanda-tanda
metastasis jauh.
 Fotokoagulasi laser
 Sangat bermanfaat untuk retinoblastoma stadium sangat dini.
 Diharapkan pembuluh darah yang menuju ke tumor akan tertutup
sehingga sel tumor akan menjadi mati.
 Keberhasilan dapat dinilai dengan adanya regresi tumor dan
terbentuknya jaringan sikatrik korioretina.
 Cara ini baik untuk tumor yang diameternnya 4,5 mm dan ketebalan
2,5 mm tanpa adanya vitreous seeding.
 Yang paling sering dipakai adalah Argon atau diode laser yang
dilakukan sebanyak 2 sampai 3 kali dengan interval masing-masingnya
1 bulan.
 Krioterapi
 Dapat dipergunakan untuk tumor yang diameternya 3,5 mm dengan
ketebalan 3 mm tanpa adanya vitreous seeding, dapat juga
digabungkan dengan foto koagulasi laser.
 Keberhasilan cara ini akan terlihat adanya tanda-tanda sikatrik
korioretina. cara ini akan berhasil jika dilakukan sebanyak 3 kali
dengan interval masing-masingnya 1 bulan.

 Thermoterapi
 Dengan mempergunakan laser infra red untuk menghancurkan sel-sel
tumor terutama untuk tumor-tumor ukuran kecil.
 Radioterapi
 Dapat digunakan pada tumor-tumor yang timbul kearah korpus vitreus dan
tumor-tumor yang sudah berinvasi ke nervus optikus yang terlihat setelah
dilakukan enakulasi bulbi.
 Dosis yang dianjurkan adalah dosis fraksi perhari 190 - 200 cGy dengan total
dosis 4000 - 5000 cGy yang diberikan selama 4 sampai 6 minggu.

 Kemoterapi
 Indikasinya adalah pada tumor yang sudah dilakukan enukleasi bulbi yang
pada perneriksaan patologi anatomi terdapat tumor pada koroid dan atau
mengenai nervus optikus.
 Kemoterapi juga diberikan pada pasien yang sudah dilakukan eksenterasi dan
dengan metastase regional atau metastase jauh.
 Kemoterapi juga dapat diberikan pada tumor ukuran kecil dan sedang untuk
menghindari tindakan radioterapi.
 Retinoblastoma study Group menganjurkan penggunaan carboplastin,
vincristine sulfate dan etopozide phosphate. Beberapa peneliti juga
menambahkan cyclosporine atau dikombinasikan dengan regimen kemoterapi
carboplastin, vincristine, etopozide phosphate.
 Enakulasi Bulbi
 Dilakukan apabila tumor sudah memenuhi segmen posterior bola
mata. Apabila tumor telah berinvasi kejaringan sekitar bola mata maka
dilakukan eksenterasi
Komplikasi
 Retinoblastoma sangat membahayakan kehidupan bila tidak diobati
secara tepat, dapat berakibat fatal karena dalam satu sampai dua tahun
setelah didiagnosis akan bermetastase ke otak atau berrnetastase jauh
secara hematogen
Prognosis
 Prognosis dan survival rate sangat tergantung pada stadium klinis
tumor pada saat didiagnosis. Apabila ditemukan dalam stadium dini
maka prognosanya akan lebih baik
Daftar Pustaka
 Anwar, F, et al, 2000. Retinoblastoma Expression in Thyroid Neoplasms.
(http://www.nature.com/modpathol/journal/v13/n5/ pdf/3880097a.pdf, 25 Desember
2012).
 Carol et al. 1999. Thermotherapy for Retinoblastoma. Arch Ophthalmol.Vol : 117:885-893
 Harbour, William J. 2001. Retinoblastoma: Pathogenesis and Diagnosis in American
Cancer Society. Atlas of Clinical Oncology Tumours of the Eye and Ocular Adnexa. Vol;
258
 Hidayat, R. 2010. Perbandingan Hasil Pengobatan Retinoblastoma antara Tindakan
Kemoterapi diikuti Enukleasi dengan Tindakan Enukleasi diikuti Kemoterapi di RS H.
Adam Malik Medan periode 2008-2009. Tesis. Medan: Departemen Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
 Ilyas, Sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Balai Penerbit FK UI: Jakarta
 Jamalla, R. .2010. Retinoblastoma Registry Report-Hospital Kuala Lumpur Experience.
(http://www.crc.gov.my/documents/Journal/4%20MJM%20CRC%202010%28128-
130%29.pdf, 25 desember 2012).
 Kartawiguna, E. 2011. Faktor-faktor yang berperan pada karsinogenesis.
(http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/Vol.20_no.1_3.pdf, 12 Juni 2019).
 Manjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. FK UI: Media Aesculapius.
 Paduppai, Suliati. 2010. Characteristic Of Retinoblastoma Patiens At Wahidin
Sudirohusodo Hospital 2005-2010. The Indonesian Journal of Medical Science. Volume : 2
: 1-7
 Rahman, Ardizal. 2008. Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Retinoblastoma. Medical
Journal of the Andalas University. Vol: 57
 Rosdiana, Nelly. 2011. Gambaran Klinis dan Laboratorium Retinoblastoma. Sari Pediatri.
Vol:2(5):319-22.
 Rosdiana, N. 2009. Retinoblastoma Familial. (http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/
jurnal/31093336.pdf, 24 Desember 2012).
 Suhardjo & Hartono. 2012. Ilmu Kesehatan Mata. Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM :
Yogyakarta
 Supartoto, A & Utomo, P.T. 2012. Onkologi Mata dan Penyakit Orbita dalam: Ilmu
Kesehatan Mata. Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada.
 Tomlinson, D. 2006. Pediatric Oncology Nursing. Berlin: Springer.
 Vajzovic et al. 2010. Supraselective intra-arterial chemotherapy: evaluation of treatment-
related complications in advanced retinoblastoma. Clinical Ophthalmology. Vol : 5 (171–
176).
 Vaughan, D.G., et al. 2000. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya medika.

Anda mungkin juga menyukai