Bandung, Medio Maret 2016 Belajar mengajar/pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi antara pendidik dan peserta didik Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan pembelajarn yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pembelajaran dilakukan. Pendidik dengan sadar merencanakan kegiatan pembelajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya guna kepentingan Harapan yang tidak pernah sirna dari para pendidik adalah bagaimana bahan ajar yang disampaikan pendidik dapat dikuasai oleh peserta didik secara tuntas. Ini dirasakan sulit, karena peserta didik bukan hanya sebagai individu dengan segala keunikannya, tetapi juga sebagai mahluk sosial yang memiliki latar belakang yang berlainan. Paling tidak ada empat aspek yang membedakannya ,yaitu: bio, psiko, sosio, dan spiritual. Untuk menghadapi kesulitan tersebut maka diperlukan strategi belajar mengajar/pembelajaran Secara umum, strategi berarti suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Istilah strategi digunakan pertama kali dalam dunia militer, yang diartikan cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan peperangan. Seorang yang mengatur strategi akan melihat kuantitas dan kualitas pasukannya, persenjataannya, motivasinya personelnya, informasi tentang kekuatan lawan, jumlah prajurit maupun persenjataannya. Setelah menyusun strategi, baru menyusun siasat peperangan, tatktik dan teknik peperangan, serta waktu yang tepat untuk melakukan serangan. Dengan demikian, dalam mengatur strategi perlu memperhitungkan bebrbagai faktor yang berada di dalam dan yang berada di luar. Dengan demikian Strategi pembelajarn dapat diartikan sebagai A plan or series of action designed to achieve a particular educational goal (J.R David, 1976). Sedangkan menurut Kemp (1995), Strategi Pembelajaran adalah Suatu rencana pembelajaran yang harus disiapkan oleh guru dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai. Metode adalah cara untuk melaksanakan strategi atau rencana. Dengan demikian satu strategi dapat menggunakan berbagai metode. Mis. Strategi ekspositori dapat menggunakan metode ceramah, metode tanya jawab, atau metode diskusi dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang tersedia, Seperti: media pembelajaran. Oleh karenanya strategi berbeda dengan metode. Pendekatan (approach) adalah titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap proses pembelajaran. Roy Killen (1998) mencatat ada dua pendekatan pembelajaran: 1. berpusat pada guru (teacher-centered approach). Strateginya: langsung, deduktif, dan ekspositori 2. berpusat pada peserta didik (student- centered approach). Strateginya: Inquiry dan discovery, induktif. Dihubungkan dengan pembelajaran, strategi bisa bearti RENCANA atau pola-pola umum kegiatan pendidik dan peserta didik dalam perwujudan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan Menurut Wina (2014) Ada empat strategi dasar dalam pembelajaran, sebagai berikut 1. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi serta kualifikasi perubahan perilaku peserta didik sebagaimana yang diharapkan: Kognitif, afektif ,dan psikomotor 2. Memilih pendekatan pembelajaran berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup di masyarakat. 3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik pembelajaran yang inovatif dan bervariasi. 4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan, sehingga dapat dijadikan pedoman untuk mengevaluasi hasil kegiatan pembelajaranyang selanjutnya dijadikan feedback. 1. Konsep dasar strategi pembelajaran: a. menetapkan perubahan perilaku; b menetapkan pendekatan pembelajaran; c. memilih prosedur, metode dan teknik pembelajaran; d. menetapkan standar atau norma keberhasilan. 2. Sasaran kegiatan pembelajaran: Menetapkan tujuan umum dan khusus. 3. Pembelajaran sebagai suatu sistem yang terdiri atas berbagai komponen yang saling terkait satu sama lain untuk mencapai tujuan. Komponennya yaitu tujuan, bahan ajar, peserta didik, pendidik, metode, situasi, dan evaluasi. 4. Hakikat proses pembelajaran adalah perubahan perilaku yang berupa pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotor). 5. Entering behavior: Hasil pembelajaran adalah perubahan perilaku. Masalahnya adalah, apakah perubahan perilaku itu hasil pembelajaran atau bukan? Untuk mengetahuinya adalah coba gambarkan pola in-put--- -out-put; pre-test—post test yang mencakup ruang lingkup materi pengetahuan, tahapan materi pengetahuan, dan kesiapan serta kematangan fungsi-fungsi psiko-fisik Type 1: Signal Learning tahap yang paling dasar. Merupakan proses penguasaan pola-pola dasar yang bersipat tidak secara sadar (involuntary). Namun sudah terlibat aspek reaksi emosional. Agar berlangsung baik, perlu ada stimulus yang berulangkali sehingga mirip pembiasaannya (coditioning-nya) Pavlov. Type 2:Stimulus-Respons Learning, yaitu instrumental conditioning atau belajar dengan trial and error Edward L. Thorndike. Untuk berlangsungnya type ini perlu ada penguatan (reinforcement). Kemampuan tidak diperoleh secara tiba-tiba, tapi melalui latihan. Type 3: Chaining (rantai atau rangkaian): yaitu belajar menghubungkan satuan ikatan stimulus-respons Untuk berlangsungnya type ini peserta didik harus sudah terkuasainya sejumlah satuan S-R. Contoh dalam bahasa: Ibu-bapak; kampung halaman. Dalam perbuatan: makan malam; ganti baju; pulang kantor, dsb. Type 4, Verbal Association: hampir sama dengan chaining, menghubungkan satuan S-R, namun tipe 4 ini harus memahami dulu sesuatu yang dilihatnya: misal: itu-bola-saya anak harus mengerti “itu” “bola” dan “saya” Type 5 Discrimination Learning: Belajar mengadakan pembeda; Peserta didik mengadakan seleksi dan pengujian diantara dua perangsang atau sejumlah stimulus yang diterimanya. Type 6 Concept Learning: Belajar pengertian. Dengan berdasarkan ciri-ciri dari sekumpulan stimulus dan objek-objeknya ia membentuk pengertian atau konsep. Misal warna; bentuk; besar;. Ia bisa menggolongkan manusia menurut hubungan keluarga, bangsa, pekerjaan, dsb. Ia harus menguasai discriminasi yang kuat. Type 7 Rule Learning,belajar aturan. Pada tingkat ini peserta didik belajar mengadakan kombinasi berbagai konsep dengan mengoperasikan logika formal (induktif, deduktif, analisis dan kausalitas) sehingga dapat merumuskan konklusi tertentu sehingga dapat dijadikan sebagai rule: prinsip, dalil, aturan, konsep, dsb. Type 8:Poblem Solving (pemecahan masalah). Menurut John Dewey : Individu menyadari masalah bila ia dihadapkan kepada situasi keraguan dan kekaburan sehingga merasakan adanya suatu kesulitan. Anak yang sudah masuk dalam fase pola belajar problem solving, dapat mengatasi kesulitannya. 1. Merumuskan dan menegaskan masalah. Individu melokalisir letak sumber kesulitan. Ia menandai aspek mana yang mungkin dapat dipecahkan dengan menggunakan prinsip yang dikuasai. 2. Mencari fakta pendukung dan merumuskna hipotesis. Mengindentifikasi berbagai alternatif yang dapat dirumuskan sebagai jawaban sementara. 3. Mengevaluasi alternatif pemecahan Setiap alternatif ditimbang dari segi untung ruginya, kemudian dipilih alternati yang paling mungkin (feasible) dan menguntungkan. 4. Mengadakan pengujian atau verifikasi secara eksperimental alternatif yang dipilih, dan dipraktikan untuk membuktikan benar atau tidaknya alternatif yang dipilih. Inquiry-discoveri learning adalah belajar mencari dan menemukan sendiri. Pendidik tidak memberikan solusi yang selesai, tapi peserta didik yang menyelesaikannya. Prosedurnya adalah: simulasi; pernyataan masalah; pengumpulan data; pemrosesan data; verifikasi dan pembuktian; dan generalisasi Ekspository Learning : Pendidik menyajikan dalam bentuk yang telah disiapkan secara rapi, sistematis dan lengkap. Peserta didik tinggal menyimak dan mencernanya secara tertib dan teratur. Prosedurnya: Preparasi; Apersepsi (uaraian singkat), presentasi, resitasi (Pendidik bertanya peserta didik menjawab). Mastery Learning: Sangat sedikit peserta didik yang menguasai materi 100% dari pembelajarannya. Sebagian bervariasi antara 50-80%, bahkan ada yang lebih sedikit lagi.Menurut Carol, kemampuan peserta didik untuk menguasai harus ada waktu yang disediakan untuk belajar (time allowed for learning) dan waktu yang dibutuhkan peserta didik (time needed for learning); selain itu ada kualitas pembelajaran (the quality of instruction) dan kemampuan peserta didik untuk memahami pelajaran (the student’s ability to understand the instruction) Dalam Mastery learning ada dua kegiatan: pengayaan dan perbaikan (Suharsimi Arikunto, 1988:35) Pengayaan bagi yang sudah menguasai untuk lebih luas dan lebih mendalam penguasaan materinya; Ada pengayaan yang berhubungan dengan topik (membaca, mengarang, kliping, diskusi) dan pengayaan yang tidak berhubungan dengan topik tapi masih dalam ruang lingkup bidang studi yang sama. Pengayaan bukan memberikan konsep baru. Perbaikan adalah remedial bagi materi yang sudah berlalu. Dengan cara menggunakan berbagai metode. Misal pemberian tugas dan resitasi (tugas---laporan); metode diskusi, pendekatan proses; metode penemuan; kerja kelompok; eksperimen dsb. Adakalanya peserta didik lebih memahami kalau berasal dari kawan sebangku atau teman sekelas disebut tutor sebaya ada lagi tutor serumah perbaikan diberikan oleh kakak, orang tua atau keluarga lain yang tinggal satu rumah. Syarat untuk menjadi tutor: Dapat diterima; dapat menerangkan bahan ajar; tidak tinggi hati; mempunyai daya kreativitas Manfaat dari tutoring : 1. Hasil tutorial lebih baik, bila peserta didik merasa segan atau ada perasaan hormat kepada pendidik. 2. Bagi tutor, dapat memperkuat konsep yang lagi dibahas 3. Bagi tutor, merupakan kesempatan untuk melatih diri dalam kesabaran, perhatian dan pengayaan. 4. Mempererat hubungan sesama peserta didik, atau antar pendidik dan peserta didik untuk mempertebal hubungan sosialnya. Kesulitan pelaksanaan tutoring 1. Peserta didik sering kurang serius; 2. Ada peserta didik jadi malu bertanya; 3. Ada kalanya perbedaan kelamin antara tutor dan peserta didik 4. Kesukaran untuk menentukan siapa yang cocok menjadi tutor. Andaikata orang tua dapat mengambil alih untuk perbaikan, pendidik dapat memberikannya kepada orang tua. Humanistic Education: Pada dasarnya setiap anak memiliki kecerdasan dasar yang bervariasi. Pendidik tidak membuat jarak yang tajam dengan peserta didik. Buatlah hubungan paternalistik, tunjukkan ketauladanan, kehangatan, perhatian dsb. Tujuannya membantu peserta didik untuk mencapai self-realization sesuai dengan kemampuan dasar dan keunikan yang dimiliki dirinya. Metodenya enquiry-discovery based approach. Taraf akhir dari metode ini adalah self actualization. Pengorganisasian Kelompok Belajar ada kelompok yang hanya sendirian disebut N1. metodenya independent study, tutorial atau pengajaran berprogram; Kelompok 2-20 orang disebut N2-20 metodenya classroom teaching diskusi atau seminar; Jumlah kelompok lebih dari 40 disebur N>40 suka disebut pula audience metodenya kuliah atau ceramah. Dalam melaksanakan pembelajaran, perlu ada pendukung: faktor lingkungan sekolah, tidak bising, tidak ribut, nyaman, dan lingkungan yang merangsang peserta didik untuk belajar. Perlu ada tahapan persiapan bagi pendidik; yaitu adanya perencanaan instruksional (RPP/SAP); pengorganisasian bahan ajar, media pembelajaran, fasilitas-fasilitas pembelajaran; membangkitkan, memotivasi peserta didik, Supervisi dan pengawasan, membantu memecahkan masalah, Bila pembelajaran yang mengarah kepada keterampilan, metode CBSA yang menekankan pentingnya makna belajar untuk mencapai hasil belajar yang memadai; menekankan pentingnya keterlibatan peserta didik; menekankan bahan belajar adalah proses dua arah (two-way communication) menekankan hasil belajar secara tuntas dan utuh. Belajar proses bukan untuk dipertentangkan dengan belajar konsep serta belajar hasil Dalam melayani kegiatan belajar aktif, pengelompokkan peserta didik mempunyai makna tersendiri 1. Menurut kesenangan berteman. Kelompok terdiri atas sejumlah peserta didik yang menurut mereka teman-teman kegiatan yang sama(Fish Ball) 2. Menurut kemampuan. Peserta didik dikelompokkan menjadi kelompok cerdas, sedang atau menengah, dan kelompok peserta didik yang lamban. Kelompok dapat diubah sesuai dengan perkembangan kemampuan individual dalam mempelajari mata pelajaran 3. Menuurut minat. Ada peserta didik yang senang menulis, menggambar, ilmu sosial, ilmu alam atau ilmu matematika 4. Proses belajar yang bermakna adalah yang melibatkan peserta didik. Yang dapat dilakukan pendidik adalah: Karya wisata, field-trip, Seminar, yang merupakan kelanjutan dari karyawisata. 5. dekat dan akrab, yang disusun mengelilingi meja dan berhadapan, melakukan Dalam pembelajaran peserta didik adalah subjek dan sekaligus sebagai objek dari kegiatan pembelajaran. Karena itu inti proses pembelajaran adalah kegiatan peserta didik dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran Tujuan pembelajaran akan tercapai bila peserta didik berupaya untuk mencapainya. Upaya pencapaian tidak hanya oleh fisik tetapi juga oleh segi kejiwaan. Bila hanya fisik yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya tidak aktif maka kemungkinan tercapainya tujuan pembelajaran amat kecil. Yang ditandai dengan tidak adanya perubahan perilaku pada peserta didik Ciri Pembelajaran: Memiliki tujuan; ada prosedur yang direncanakan; Ada penggarapan materi secara khusus; ada aktivitas peserta didik; Pendidik berperan sebagai pembimbing, pendidik, pengajar, pelatih, pengarah, evaluator; adanya disiplin dalam waktu, akurasi, ketertiban; ada batas waktu; dan ada evaluasi terhadap pelaksanaan dan hasil pembelajaran Komponen-komponen pembelajaran adalah sebagai berikut 1. TUJUAN: suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan pembelajaran. Tujuan adalah komponen yang dapat mempengaruhi komponen pengajaran lainnya. Semua komponen itu harus bersesuaian dan didayagunakan untuk mencapai tujuan seefektif dan seefisien mungkin. Menurut Roestiyah (1989) suatu tujuan pengajaran adalah deskripsi tentang penampilan perilaku peserta didik yang diharapkan setelah mereka selesai mempelajari bahan pelajaran yang diajarkan. 2. BAHAN PELAJARAN: yaitu substansi , sebagai unsur inti dalam pembela jaran, yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran. Ada dua bahan pelajaran, yaitu bahan pokok yang sesuai dengan bidang studi sesuai dengan keilmuannya, dan pelengkap adalah bahan yang dapat menunjang dalam memperluas wawasannya. Bahan pelajaran yang sesuai denga kebuntuhan peserta didik akan memotivasi semangat belajarnya. 3. KEGIATAN PEMBELAJARAN. Dalam kegiatan pembelajaran, pendidik dan peserta didik akan terlibat dalam interaksi educative, di mana bahan pelajaran sebagai media pembelajarannya. Peserta didik harus lebih aktif. Pendidik berfungsi sebagai motivator dan fasilitatornya. Peserta didik aktif baik sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok. 4. METODE yaitu suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan. Seorang pendidik tidak usah terpaku dalam satu metode, agar proses pembelajaran tidak membosankan. Winarno Surakhmad mengemukakan lima macam faktor yang mempengaruhi penggunaan metode: jenis dan fungsi tujuan pembelajaran; kematangan peserta didik; situasi pembelajaran yang bermacam-macam; kualitas dan kuantitas fasilitas pembelajaran; dan pribadi dan profesionalisme pendidik. 5. ALAT PEMBELAJARAN yaitu segala sesuatu yang dapat membantu pencapaian tujuan pembelajaran. a). Alat Pembelajaran, seperti suruhan, motivasi, hukuman, hadiah, larangan dan peraturan. b). Alat bantu pembelajaran seperti audio-visual, white board, spidol, gambar, diagram, slide, video, dsb. Fungsi alat untuk mempermudah mencapai tujuan (Ahmad D. Marimba (1989). Dwyer (1967) salah satu tokoh aliran Realisme membagi alat menjadi Alat Material dan Alat Non-material. Alat material termasuk alat bantu audio-visual. Aliran Realisme menyatakan bahwa belajar yang sempurna hanya dapat tercapai bila menggunakan alat audio-visual yang mendekati realitas. Sifat Audio-visual: meningkatkan persepsi; meningkatkan pengertian; meningkatkan trasfer of knowledge; memberikan penguatan (reinforcement) meningkatkan ingatan (retensi) 6. SUMBER PEMBELAJARAN pembelajaran bukan berproses dalam kehampaan tapi dalam kebermaknaan; di dalamnya ada nilai, norma, aturan, kognitf, afektif dan psikomotor. Semua itu tidak datang dengan sendirinya, tetapi diambil dari berbagai sumber yang digunakan dalam proses pembelajaran. Misal manusia, buku, perpustakaan, mass media, lingkungan, alat pengajaran, museum (Roestiyah 1989). Sumber belajar itu berada di mana-mana: sekolah, halaman, pusat kota, pedesaan, bahkan kuburan dan sebagainya. Pemanfatannya tergantung pada kreativitas pendidik, waktu, biaya, aktivitas serta kebijakan lainnya, Sudirman N. Dkk. (1991). 7. EVALUASI. Edwin Wan dan Gerald Brown (dalam Sumartana (1983) Evaluasi adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Roestiyah (1989) Evaluasi adalah proses mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya, untuk mengetahui kapabilitas peserta didik, serta hasil belajarnya agar dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajarnya. Tujuan: merangsang kegiatan peserta didik; menemukan sebab-sebab kemajuan dan kegagalan peserta didik; memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan; memperoleh bahan laporan tentang pertumbuhan dan perkembangan; dan memperbaiki mutu pelajaran, cara belajar, metode mengajar ( Abu Ahmadi dan dan Widodo (1991). Fungsi: memberikan umpan balik; memberikan nilai yang tepat tentang kemajuan ataui hasil dan prose belajar; Menetapkan peserta didik pada tingkatan yang tepat; 1. Pendekatan Individual: Peserta didik terdiri atas berbagai latar belakang; cara belajar berbeda, cara mengemukakan pendapat, tingkat daya serap, tingkat kecerdasan. Masing- masing anak memiliki karakteristik tersendiri. Perbedaan peserta didik tersebut memberikan wawasan kepada pendidik, bahwa strategi pembelajaran harus memperhatikan perbedaan individual tersebut. Dengan kata lain pendidik harus melakukan pendekatan individual dalam strategi pembelajarannya. Kalau tidak, Mastery Learning tidak akan pernah menjadi kenyataan. Misal: anak yang suka berbicara dipindahkan dari kelompoknya, dan berdekatan dengan anak pendiam. Persoalan individu dalam kesulitan belajar, dapat dengan mudah dipecahkan dengan menggunakan pendekatan individual. Pendekatan kelompok digunakan untuk mengembangkan sikap sosial, karena mereka adalah sejenis mahluk homo socius, yaitu mahluk yang berkecenderungan untuk hidup bersama. Dengan pendekatan kelompok mereka dibina untuk mengendalikan rasa egois, sehingga terbina rasa kesetiakawanan sosial di kelas, meningkatkan kesadaran bahwa hidup itu saling ketergantungan, seperti ekosistem dalam mata rantai kehidupan kehidupan semua makhluk di dunia. Tidak ada makhluk hidup yang terus menerus hidup menyendiri tanpa keterlibatan makhluk lain, untuk saling melengkapi kekurangan dan kelebihannya. Perbedaan aspek biologis, intelektual, dan psikologis dijadikan sebagai pijakan dalam melakukan pendekatan kelompok. Keakraban kelompok ditentukan oleh : perasaan diterima atau disukai anggota kelompok, keterlibatan/partisipasi dalam kelompok, teknik pengelompokkan (baik oleh pendidik atau kreasi peserta didik) Pendidik akan berhadapan dengan permasalahan peserta didik yang beragam, motivasi belajar berbeda, kegairahan belajar berbeda, berbincang sewaktu orang lain belajar. Ini pertanda ada gangguan dalam proses pembelajaran, sebagian anak yang mau belajar terganggu konsentrasinya. Mungkin pendidik cepat melakukan pendekatan kelompok, tapi harus memperhatikan kemauan peserta didik, mungkin ada yang mau belajar sendiri. Peserta didik yang kurang disiplin, dengan yang suka ngobrol, atau suka memainkan HP, suka membuat keributan, semua permasalahan ini tidak dapat hanya menggunakan pendekatan yang sama. Dalam hal semacam ini, pendidik perlu menggunakan pendekatan yang bervariasi. Pendekatan Bervariasi bertolak dari konsepsi bahwa permasalahan yang dihadapi peserta didik dalam proses pembelajaran sangat bermacam- macam, sehingga perlu menggunakan variasi teknik pemecahan pemecahan masalah setiap kasus Apapun yang dilakukan pendidik dalam proses pembelajaran dengan tujuan untuk mendidik, bukan karena motif lain, seperti: dendam, gengsi, ingin dipuji, ingin ditakuti, dsb. Peserta didik yang membuata keributan tatkala pendidik sedang memberikan pelajaran, tidak tepat memberikan hukuman dengan cara memukul hingga cedera. Ini adalah sangsi hukum yang tidak bernilai pendidikan. Ini power theory atau kekuasaan untuk menundukkan orang lain. Dalam pendidikan pendidik kurang arif kalau menggunakan teori kekuasaan, karena bisa menghambat pertumbuhan dan perkembangan peserta didik. Pendekatan yang benar yang digunakan pendidik adalah pendekatan educatif, setiap tindakan, sikap, perbuatan, ucapan, yang dilakukan pendidik harus bernilai pendidikan, dengan tujuan tujuan untu mendidik aga peserta didik dapat menghargai norma hukum, norma susila, norma moral, norma sosial, dan norma agama. Contoh lain pendekatan educative yang berkaitan dengan norma-norma di atas: salah seorang peserta didik diminta untuk memimpin doa; mengajak teman- temannya untuk tidak ribut, bising, ngobrol, dsb. Salah seorang peserta didik memimpin pembagian kelompok berdasarkan berbagai cara; misal, kesenangan, kecerdasan, bakat dan minat. Pendidik berusaha mendekati peserta didik, dengan bertanya permasalahan individu, kelompok, kemudian berusaha membantu memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Pendidik mencoba mengubah temperamen peserta didik, dari introvert menjadi extrovert. Secara etimologi AGAMA berasal dari dua kata, yaitu A berarti tidak, dan GAMA bertai kacau. Jadi agama adalah tidak kacau. Maksudnya dengan beragama , kehidupan manusia menjadi tidak kacau. Berbagai mata pelajaran di sekolah, pada umumnya dibagi kepada dua, yaitu mata pelajaran umum dan mata pelajaran agama. Semua pendekatan di atas, dapat digunakan pada kedua jenis mata pelajaran tersebut. Pada mata pelajaran umum, sangat berkepentingan menggunakan pendekatan keagamaan, dengan tujuan agar nilai budaya ilmu itu tidak sekuler (jauh dari agama), tetapi menyatu dengan nilai agama. Dengan prinsip korelasi dan sosialisasi, pendidik dapat menyisipkan pesan-pesan keagamaan dalam semua mata pelajaran umum. Pada semua mata pelajaran umum cukup banyak dalil-dalil agama yang membahas masalah mata pelajaran umum. Masalahnya adalah mau atau tidak mau, menguasai atau tidak menguasainya pendidik terhadap dali-dalilnya. Dengan pendekatan agama, pendidik dapat membantu memperkecil kerdilnya jiwa agama dalam diri peserta didik. Akhirnya nilai-nilai agama buka dicemoohkan, tapi dibaca, di cermati, diyakini, dihayati dan diamalkan Bahasa adalah alat untuk menyampaikan dan memahami gagasan, pikiran pendapat, dan perasaan, baik secara lisan maupun tulisan. Bahasa Inggris merupakan bahasa asing pertama di Indonesia untuk menyerap dan mengembangkan ilmu, pengetahuan, teknologi, seni budaya, dan pembinaan hubungan dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Salah satu sebab kegagalan berbahasa Inggris adalah kurang tepatnya menggunakan pendekatan, di samping faktor lain, seperti fasilitas, sejarah, lingkungan, serta faktor kompetensi pendidik sendiri. Salah satu pendekatan baru untuk memecahkan masalah tersebut adalah pendektan kebermaknaan Beberapa konsep tentang pendekatan kebermaknaan. 1. Bahasa diwujudkan melalui struktur (tata bahasa dan kosa kata) yang dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, pendapat, dan perasaan) 2. Makna ditentukan oleh lingkup kebahasaan dan lingkup situasi. 3. Makna diwujudkan nelalui kalimat yang berbeda baik lisan maupun tertulis. 4. Belajr bahasa asing adalah belajar berkomunikasi melalui bahasa tersebut. 5. Kebermaknaan bahan belajar dan kegiatan pembelajaran memiliki peranan amat penting dalam keberhasilan belajar peserta didik. 6. Bahan belajar dan kegiatan pembelajaran akan lebih bermakna bila berhubungan dengan pengalaman, minat, bakat, tata nilai dan masa depan peserta didik. 7. Dalam proses pembelajaran, peserta didik harus jadi subjek dan objek. 8. Pendidik berfungsi sebagai fasilitator, dan membantu A. Pendekatan pengalaman: Experience is the best teacher. Pengalaman adalah guru bisu yang tak pernah marah; tanpa jiwa tapi selalu dicari oleh siapapun juga. The process of learning is doing, reacting, undergoing, experiencing. The products of learning are all achieved by the learner through his/her own activities. (H.C. Wwitherington dan W.H. Burton, 1986). Walaupun pengalaman selalu dicari, namun tidak semuanya bersifat mendidik. Yang mendidik adalah yang membawa peserta didik ke arah tujuan pendidikan. Pemberian tugas dengan metode inquiry and discovery merupakan pendekatan pengalaman yang sangat tepat dan baik B. Pendekatan Pembiasaan. Pembiasaan adalah alat pendidikan. Bagi Peserta didik pembiasaan ini sangat penting, karena dengan pembiasaan, akhirnya suatu aktitivitas akan menjadi miliknya di kemudian hari. Kepribadian yang baik akan membentuk suatu sosok manusia yang berkepribadian yang baik pula, begitu juga sebaliknya. Menanamkan kebiasaan memang memerlukan waktu yang relatif lama, namun sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan, susah pula untuk mengubahnya. J.B. Watson (1991:20) Reaksi-rekasi kodrati yang dibawa sejak laihir itu sedikit sekali. Kebiasaan-kebiasaan terbentuk dalam perkembangan, karena latihan dan belajar. Jadi, masalah kebiasaan ini, aliran behaviorisme Watson dan aliran Empirisme John Locke, lebih dominan daripada aliran nativisme nya Shcopenhour. Bertolask dari kebiasaan, yang pertama ditemukan oleh Ivan Pavlov Itulah, kebiasaan (condotioning) dijadikan Pendekatan pembiasaan. C. Pendekatan Emosional Emosi adalah gejala kejiwaan yang terdapat dalam diri seseorang, yang berhubungan dengan perasaan, Sehingga akan merasakan sesuatu yang berhubungan dengan jasmaniah dan rohaniah, seperti intelektual, estetis, etis, sosial, dsb. Menurut Chalijah Hasan (1994), merasa adalah aktualisasi kerja hati sebagai struktur tubuh manusia dan tidak tergantung kepada pengamatan yang dilakukan oleh indra. Emosi akan memberi tanggapan (respons) bila ada rangsangan (stimulus) baik verbal atau non-verbal yang akan mempengaruhi kadar emosi seseorang. Emosi memegang peranan penting dalam membentuk kepribadian seseorang. Itulah sebabnya emosi dan perasaan dijadikan sebagai pendekatan emosional dalam pendidikan dan pembelajaran. D. Pendekatan Rasional Manusia adalah mahluk Tuhan YME, berbeda dengan mahluk lainnya, karena diberi akal, sehingga mampu berpikir. Dengan kekuatan akalnya, manusia dapat membedakan baik dan buruk, benar dan salah, dapat membenarkan dan membuktikan adanya Tuhan Yang Maha Kuasa, Pencipta segala sesuatu di dunia ini. Walaupun dengan keterbatasan akal, manusia mampu mencapai ketinggian ilmu, pengetahuan, teknologi dan seni. Itulah sebabnya manusia disebut sebagai homo sapien semacam mahluk yang berkecenderungan untuk berpikir. Memang dengan akal atau rasio, manusia mempunyai potensi untuk menaklukan dunia, tapi jangan sampai menuhankan akal, karena hal itu akan menggelincirkan keimanan terhadap ajaran agama, sebaiknya kehebatan akal dijadikan alat untuk membuktikan kebenaran ajaran agama, sehingga keimanan kita terhadap agama yang dianut akan semakin kokoh. Karena keampuhan akal (rasio) itulah akhirnya dijadikan pendekatan yang disebut sebagai pendekatan rasional guna kepentingan pendidikan dan pembelajaran di sekolah. E. Pendekatan Fungsional Ilmu dan pengetahuan yang terbagi pada tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan pskomotor, yang dipelajari peserta didik di sekolah, bukan hanya sekedar pengisi otak saja, tetapi diharapkan dapat berfungsi dan berguna bagi kehidupan anak sehari-hari, baik sebagai individu maupuan sebagai anggota kelompok. Ilmu dan pengetahuan dapat membentuk kepribadian anak, dapat mendayagunakannya, melekat dan menyatu, sehingga bernilai dan berfungsi dalam diri anak, dan terbentuklah anak terdidik dengan segala fungsinya. Pendekatan fungsional yang diterapkan di sekolah diharapkan dapat menjembatani semua harapan tersebut A. Kedudukan Metode dalam Pembelajaran 1. Metode sebagai Alat Motivasi Ekstrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfunsi karena ada rangsangan dari luar, yang dapat membangkitkan belajar. Sudirman A.M. (1988:80). Metode sebagai salah satu komponen pembelajaran, tidak kalah penting dari komponen lainnya. Tidak ada satupun kegiatan pembelajaran yang tidak menggunakan metode. Ini berarti pendidik sangat memahami kedudukan metode sebagai alat motivasi ekstrinsik Dalam kegiatan pembelajaran, pendidik sering menggunakan lebih dari satu metode, yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi kelas, karena setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan 2. Metode sebagai Strategi Pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran, tidak semua peserta didik dapat berkonsentrasi dalam waktu lama. Daya serap peserta didik terhadap bahan ajar yang diberikan , juga bermacam-macam, ada yang cepat, sedang, dan lambat. Faktor intelegensi mempengaruhi terhadap daya serap anak. Terhadap perbedaan daya serap, intelegensi dan konsentrasi anak ini memerlukan strategi pembelajaran yang tepat. Metodelah salah satu jawabannya. Mengingat ada sekelompok anak ada yang mudah menyerap dengan tanya jawab, sebagaian lagi dengan eksperimen, yang lainnya dengan inquiry dan discovery, maka agar pembelajaran berjalan dengan efektif dan efisien, pendidik harus menguasai strategi dan teknik-teknik penyajian, yang disebut metode mengajar. 3. Metode sebagai Alat untuk Mencapai Tujuan. Tujuan adalah cita-cita yang akan dicapai dalam kegiatan pembelajaran. Tujuan adalah pedoman yang memberi arah ke mana kegiatan belajar mengajar akan dibawa. Pendidik tidak bisa membawa kegiatan pembelajaran menurut sekehendak hatinya dan mengabaikan tujuan yang telah dirumuskan. Kegiatan pembelajaran yang tidak memiliki tujuan, akan mengalami kesukaran untuk menyeleksi mana kegiatan yang harus dilakukan, dan mana yang harus diabaikan dalam mencapai keinginan yang dicita-citakan. Tujuan kegiatan pembelajaran tak akan tercapai, kalau komponen-komponen pembelajaran diabaikan, salah satunya adalah komponen metode, sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuan. 1. NilaiStrategis Metode. Kegiatan pembelajaran adalah sebuah interaksi yang bernilai pendidikan. Di dalamnya terjadi interaksi edukatif antara pendidik dan peserta didik, ketika pendidik menyampaikan bahan ajar kepada peserta didik di dalam kelas. Bahan ajar yang diberikan pendidik kepada peserta didik akan kurang memberikan motivasi bila penyampaiannya menggunakan strategi yang kurang tepat. Di sinilah kehadiran metode menempati posisi penting dalam penyampaian bahan ajar. Kegagalan pembelajaran, salah satunya disebabkan oleh pemilihan metode yang kurang tepat. Kelas kurang bergairah, serta peserta didik yang kurang kreatif, dikarenakan oleh penentuan penggunaan tujuan yang kurang sesuai. Di sinilah kita pahami bahwa metode memiliki nilai strategis dalam kegiatan pembelajaran, karena metode dapat mempengaruhi jalannya kegiatan pembelajaran. 2. Efektivitas penggunaan Metode Ketika peserta didik tidak mampu berkonsentrasi, atau membuat kegaduhan, atau menunjukkan kelesuan, atau minat belajar berkurang, atau ketika bahan ajar tidak dikuasai, maka ketika itulah pendidik mempertanyakan faktor penyebabnya, serta mencari jawabannya secara tepat. Kemungkinan salah satu penyebabnya adalah faktor pemilihan metode yang kurang tepat. Pemilihan metode harus disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Metode harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, bukan tujuan menyesuaikan dengan metode. Efektivitas penggunaan metode dapat terjadi, bila ada kesesuaian antara metode dengan komponen-komponen pembelajaran yang telah diprogramkan dalam suatu pelajaran, sebagai persiapan tertulis. 3.Pentingnya Pemilihan dan Penentuan Metode Titik sentral yang harus dicapai oleh setiap kegiatan belajar mengajar adalah tercapai tujuan pembelajaran. Apapun yang termasuk dalam program pembelajaran, dituntut secara mutlak untuk mencapai tujuan. Pendidik tidak bisa seenaknya, peserta didikpun diwajibkan untuk berkreativitas. Salah satu kewajiban pendidik adalah menyediakan suasana pembelajaran yang kondusif, salahsatunya adalah melakukan pemilihan dan penentuan metode yang dapat menunjang pencapaian tujuan pembelajaran. Pemilihan dan penentuan metode ini diperlukan, karena satu metode belum tentu cocok untuk semua mata pelajaran. Di sini pendidik dituntut untuk mengusai berbagai metode pembelajaran beserta karakteristik masing-masing metode, mengetahui kelebihan dan kelemahan masing-masing metode, agar dapat menunjang pencapaian tujuan pembelajaran. a. Peserta didik: manusia berpotensi yang menghajatkan pendidikan. Mereka berbeda secara biologis, secara intelektual, secara pribadi (introvert dan ekstrovert), semuanya mewarnai kelas. Hal ini akan mempengaruhi pemilihan metode yang mendukung proses pembelajaran. b. Tujuan: sasaran yang ingin dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. Ada tujuan umum (TIU) atau disebut juga standar kompetensi, dan ada tujuan khusus (TIK) atau disebut juga kompetensi dasar. Semua bentuk tujuan yang menghendaki terbentuknya kemampuan, keterampilan, dan sikap ini, menjadi faktor yang mempengaruhi pemilihan metode. c. Situasi: Dari satu hari ke hari yang lain, kemungkinan pendidik ingin menciptakan situasi pembelajaran yang berbeda. Penyampaian materi secara luas, situasi kerja kelompok, situasi presentasi dari peserta didik, atau kerja individu. Semua situasi ini akan mempengaruhi pemilihan metode yang sesuai. d. Fasilitas: fasilitas adalah berbagai kemudahan yang berupa kelengkapan sarana atau prasarana yang menunjang proses pembelajaran di kelas. Lengkap dan tidak lengkapnya fasilitas di kelas akan mempengaruhi pemilihan metode pembelajaran. Misal, ada atau tidak adanya in-focus akan mempengaruhi pemilihan metode. Tidak adanya laboratorium IPA- tidak mungkin memilih metode demonstrasi atau eksperimen. e. Pendidik: Kualifikasi, kepribadian, pengalaman, akan membuat setiap pendidik menjadi beda. Sarjana pendidikan dengan bukan sarjana pendidikan akan berbeda dalam penggunaan metode; yang suka berbicara dan pendiam, juga akan berbeda dalam menggunakan metode. Jadi pendidikpun dapat merupakan faktor yang mempengaruhi pemilihan metode. 1. Metode Proyek: 2. Metode Eksperimen: 3. Metode Tugas dan Resitasi: 4. Metode Diskusi: 5. Metode Sosiodrama atau Role Play: 6. Metode Demonstrasi: 7. Metode Problem Solving: 8. Metode Karyawisata: 9. Metode Tanya Jawab: 10. Metode Latihan atau Training: 11. Metode Ceramah: 12. Metode Inkuiri; 13. Metode Student Team Achievement Division (STAD) 14. Number Head Together (NHT) 15. Snow Ball Throwing Mahasiswa dibagi lima kelompok, masing-masing kelompok mengerjakan dua jenis metode, kecuali satu kelompok mengerjakan tiga jenis metode. Uraikan pengertian masing-masing metode, kemudian jelaskan kelebihan dan kelemahan masing-masing kelompok. Lengkapi dengan Praktek penggunaan metode tersebut, dari persiapan, pelaksanaan dan penutup. Metode Proyek disebut juga Metode Unit. Cara Penyajian bertolak dari suatu masalah, kemudian dibahas dari berbagai segi yang berhubungan, sehingga pemecahannya secara keseluruhan, terpadu dan bermakna. Pemecahan masalah tidak akan tuntas, bila tidak ditinjau dari berbagai segi, tapi dari berbagai mata pelajaran yang berkaitan dan bermakna. Kelebihannya: Dapat memperluas wawasan peserta didik; Membina kebiasaan (conditioning) peserta didik dalam menerapkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam kehidupan sehari-hari; Metode ini sesuai dengan prinsip-prinsip didaktik modern: 1. Kemampuan individual dan kerja sama kelompok 2. Bahan pelajaran tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari 3. Banyak melakukan kegiatan, kreativitas dan pengalaman peserta didik 4. Teori dan parakte di sekolah dan masyarakat menjadi kesatuan. KEKURANGAN 1. Kurikulum di Indonesia belum menunjang? 2. Pemilihan topik dan penyediaan fasilitas bukan pekerjaan yang mudah 3. Bahan pelajaran menjadi luas, sehingga sering mengaburkan topik yang dibahas Metode eksperimen atau percobaan. Peserta didik diberi kesempatan untuk mengalami sendiri, melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalisis, , membuktikan dan mengambil kesimpulan sendiri mengenai suatu objek, keadaan atau proses sesuatu. Dengan demikian peserta didik dituntut untuk mencari kebenaran, mencoba mencari suatu hukum atau dalil, dan menarik kesimpulan atas proses yang dialaminya. KELEBIHAN: 1. Membuat peserta didik lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya. 2. Membina peserta didik untuk membuat terobosan-terobosan baru denganm penemuan dari hasil percobaannya dan bermanfaat bagi kehidupa manusia lainnya. 3. Hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan bagi kemakmuran umat manusia KEKURANGAN 1. Metode ini lebih sesuai dengan bidang sains dan teknologi 2. Memerlukan berbagai fasilitas dan bahan yang susah diperoleh dan mahal 3. Menuntut ketelitian, keuletan dan ketabahan 4. Tidak setiap percobaan memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan Metode Penugasan (Resitasi), pendidik memberi tugas dan peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran. Kegiatan dapat dilakukan di dalam kelas, halaman sekolah, laboratorium, perpustakaan, rumah, atau gabungan asal tugas dapat diselesaikan. Metode ini diberikan dengan alasan bahan pelajaran banyak, sementara waktunya hanya sedikit. Penugasan dan resitasi tidak sama dengan pekerjaan rumah. Resitasi lebih luas dari PR. Peserta didik lebih terangsang dan termotivasi untuk aktif beajar, baik secara individu maupun secara kelompok. Banyak macam tugas, tergantung tujuannya, seperti: Tugas meneliti, tugas menyususn laporan, tugas motorik, tugas di laboratorium, dan sebagainya. 1. Langkah Pemberian Tugas. Tujuan yang akan dicapai Kejelasan jenis tugas, peserta didik tidak bingung. Sesuai dengan kemampuan peserta didik Ada petunjuk untuk membantu pekerjaan peserta didik Penyediaan waktu yang cukup memadai 2. Langkah Pelaksanaan Tugas: Diberikan bimbingan dan pengawasan oleh pendidik Diberikan motivasi agar senang bekerja; Dikerjakan oleh peserta didik sendiri Setiap kegiatan dicatat dengan baik dan sistimatis 3. Langkah Mempertanggungjawabkan Tugas Laporan peserta didik baik lisan maupun tulisan; Ada tanya jawab, diskusi kelas Penilaian hasil pekerjaan peserta didik; Balikan KELEBIHAN Lebih merangsang peserta didik dalam mekakukan aktivitas belajar individual atau kelompok. Dapat mengembangkan kemandirian peserta didik di luar pengawasan pendidik Dapat membina tanggung jawab dan disiplin peserta didik Dapat mengembangkan kreativitas peserta didik. KEKURANGAN Peserta didik sulit dikontrol. Pekerjaan sendiri atau orang lain? Khusus untuk kerja kelompok, siapa yang aktif dan siapa yang numpang nama? Tidak mudah memberikan tugas yang sesuai dengan kemampuan Sering memberikan tugas yang monoton Cara penyajian pelajaran di mana peserta didik dahadapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan pecahkan bersama. Dengan metode ini, interaksi antara dua atau lebih individu terlibat saliang bertukar pikiran, pengalaman, informasi, atau yang yang lainnya, sehingga semuanya aktif dan tidak ada yang sebagai pendengar saja. KELEBIHAN Merangsang kreativitas peserta didik dalam bentuk ide, gagasan, prakarsa, dan terobosan-terobosan baru dalam memecahkan suatu masalah Mengembangkan sikap menghargai pendapat orang lain; Memperluas wawasan; Membina untuk terbiasa musyawarah untuk mufakat dalam memecahkan suatu masalah; KELEMAHAN Pembicaraan kadang-kadang menyimpang; Tidak dapat digunakan dalam kelompok yang besar; Peserta diskusi memperoleh informasi terbatas; Sering dikuasai hanya oleh orang yang suka bicara, tidak memberi kesempatan kepada orang lain. Suatu proses pembelajaran dikatakan berhasil, apabila tujuan instruksional khusus (TIK) nya atau kompetensi dasarnya telah tercapai. Untuk itu, pendidik perlakukan tes. Fungsi tes ini untuk menjadi balikan kepada pendidik. Indikator keberhasilan: a. Daya serap peserta didik, mencapai prestasi tinggi b. Perubahan perilaku yan digariskan sudah tercapai, baik secara individu maupun secara kelompok. Namun demikian, indikator yang banyak digunakan adalah daya serap peserta didik terhadap bahan pembelajaran. Pencapaian Daya Serap kurikulum Pencapaian Tujuan: Tujuan Instruksional Umum (TIU)--- Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)---- Diubah Menjadi Standar Kompetensi (Permen Diknas No. 22. Standar Isi) ------- Diubah Menjadi Kompetensi Inti (Kurikulum 2013). Kompetensi Inti (KI) ada 4 macam: KI 1 tentang Spiritual; KI 2 tentang Sosial; KI 3 tentang Pengetahuan; KI 4 tentang Keterampilan.