Anda di halaman 1dari 35

SEMANTIK

Disusun Oleh:
Apri Kartikasari H.S.

Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar


Universitas PGRI Madiun
2019
PENDAHULUAN

Asal Kata: Yunani  semainein (bermakna/ berarti)


Wujud : lambang/ tanda
Kata Kerja: semaino (menandai/ melambangkan)
Hal yang ditunjuk: referen

Kambartel menyatakan, “Semantik adalah studi


tentang makna.”
RUANG LINGKUP SEMANTIK
Bahasa  struktur  objek  pengalaman
dunia manusia

Fokus Kajian:
1. menelaah makna kata;
2. asal mula kata;
3. perkembangan kata;
4. sebab terjadinya perubahan makna dalam
sejarah bahasa.
MARI ANALISIS!
1. Mereka belajar bahasa.
2. Jangan marah, anak itu memang tidak tahu
bahasa.
3. Katakanlah dengan bahasa kalbu!
4. Bahasa Fiersa Besari tidak sama dengan bahasa
Pidi Baiq.
5. Kiranya antarsesama peserta itu tidak ada
kesatuan bahasa.
6. Sang Raja tidak tahu bahasa Sang Permaisuri
yang telah tiada.
KESADARAN ANALISIS SEMANTIK
1. Bahasa bersifat unik.
2. Memiliki hubungan yang sangat erat dengan
kebudayaan manusia.
3. Analisis semantik hanya berlaku dalam bahasa
sesuai asal kata yang dimaksud (tidak dapat
digunakan untuk bahasa lain).

Contoh: Kata  ikan (bahasa Indonesia)


iwak (bahasa Jawa)
fish (bahasa Inggris)
MAKNA
Pembatasannya:
1. Bergantung pada maksud pembicara.
2. Pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman
persepsi atau perilaku manusia atau kelompok
manusia.
3. Hubungan, arti kesepadanan atau
ketidaksepadanan antara bahasa dan alam di
luar bahasa/ ujaran.
4. Cara menggunakan bahasa.
(Kridalaksana dalam Suwandi, 2008)
RAGAM MAKNA
1. Makna Leksikal
a. Makna yang berkaitan dengan leksem atau
leksikal, bukan makna gramatika.
b. Berdiri sendiri sebagai leksem baik dalam
bentuk dasar maupun derivasi.
c. Maknanya kurang lebih sama seperti
makna dalam kamus.

Istilah lain: lexical meaning, semantic meaning,


external meaning
2. Makna Gramatikal
a. Makna yang muncul sebagai akibat
berfungsinya sebuah leksem.
b. Merujuk pada hubungan antara unsur-unsur
bahasa dalam satuan-satuan yang lebih
besar.

Istilah lain: grammatical meaning, functional


meaning, structural meaning)
3. Makna Konstruksi
Makna yang terdapat dalam konstruksi
kebahasaan untuk menyatakan milik.

4. Makna Kontekstual
Makna yang muncul sebagai akibat hubungan
antara ujaran dan situasi pada waktu ujaran
dipakai.
5. Makna Konseptual
a. Makna yang dimiliki oleh sebuah leksem atau
kata terlepas dari konteks atau asosiasi
apapun.
b. Makna konseptual sesungguhnya sama
dengan makna leksikal, makna denotatif, dan
makna referensial.
6. Makna Kognitif
Aspek makna satuan bahasa yang berhubungan
dengan ciri-ciri dalam alam di luar bahasa atau
penalaran.

7. Makna Deskriptif
Makna yang ditunjukkan oleh referen
lambangnya.
8. Makna Ideasional
a. Makna yang muncul sebagai akibat
penggunaan leksem yang memiliki konsep.
b. Secara umum merupakan jenis kata baru
(istilah ilmiah populer).

9. Makna Referensial
Makna yang langsung berhubungan dengan
acuan yang diamanatkan oleh leksem.
10. Makna Asosiatif
Makna yang dimiliki oleh sebuah leksem/ kata
bertalian leksem itu dengan keadaan di luar
bahasa.

11. Makna Pusat


Makna kata yang umumnya dimengerti bila kata
itu diberikan tanpa konteks. Makna pusat juga
disebut makna tidak berciri.
12. Makna Luas
Makna ujaran yang lebih luas dari makna
pusatnya.

13. Makna Sempit


Makna yang lebih sempit dari makna pusatnya.

14. Makna Intensional


Makna yang menekankan maksud pembicara.
15. Makna Denotatif
Makna yang didasarkan atas penunjukan lugas,
polos, apa adanya.

16. Makna Konotatif


a. Makna sebuah atau sekelompok kata yang
didasarkan atas perasaan atau pikiran yang
timbul atau ditimbulkan pada pembicara
(penulis) dan pendengar (pembaca).
b. Makna konotatif hendaknya memiliki nilai rasa.
17. Makna Afektif
Makna yang muncul akibat reaksi pendengar
atau pembaca terhadap penggunaan bahasa.

18. Makna Emotif


Makna yang timbul akibat adanya reaksi
pembicara atau rangsangan pembicara
mengenai penilaian terhadap apa yang
dipikirkan atau rasakan.
19. Makna Kolokatif
Makna yang berhubungan dengan penggunaan
beberapa leksem di lingkungan yang sama.

20. Makna Idiomatikal


Makna sebuah kata, frasa, ataua kalimat yang
menyimpang dari makna leksikal maupun
makna gramatikalnya.
21. Makna Kiasan
Pemahamannya hampir sama dengan makna
idiomatikal. Tetapi khusus untuk makna kiasan
juga bisa termasuk peribahasa.

22. Makna Stilistika


Makna yang timbul akibat pemakaian bahasa.
Pemakaian bahasa di sini tergantung pada lokasi
atau komunitas tertentu.
23. Makna Piktorial
Makna yang muncul akibat bayangan pendengar
terhadap leksem yang didengarnya.

24. Makna Gereflekter


a. Muncul dalam hal yang bersifat jamak.
b. Muncul akibat reaksi terhadap makna lain.
c. Makna ini juga muncul karena sugesti
emosianal dan berhubungan dengan
ungkapan tabu.
25. Makna Tematis
Makna yang dikomunikasikan oleh pembicara
atau penulis baik melalui leksem-leksem, fokus
pembicaraan, maupun penekanan pembicaraan.
RELASI MAKNA
1. Sinonim
Bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama
dengan bentuk lain, kesamaan itu berlaku bagi kata,
kelompok kata, atau kalimat.
Spesifikasinya:
a. Sinonim antarmorfem:
Ibu mengantarkan adik ke sekolah.
Ibu mengantarkannya ke sekolah.
b. Sinonim antara antarkata:
Mati, meninggal, wafat, gugur, mangkat, mampus
c. Sinonim antara kata dengan frasa
meninggal tutup usia
pencuri tamu taka diundang
kekasih belahan jiwa
d. Sinonim antarfrasa
meninggal dunia berpulang ke Rahmatullah
orang tua ayah ibu
e. Sinonim antarkalimat
Dita menulis surat
Surat (itu) ditulis (oleh) Dita.
2. Antonim
Ungkapan yang maknanya dianggap
berkebalikan dari ungkapan yang lain.
Klasifikasi antonim:
a. Oposisi Kembar: perlawanan kata yang
merupakan pasangan dan
mencakup dua anggota.
Contoh:
laki X perempuan
kaya X miskin
b. Oposisi Gradual: penyimpangan dari oposisi
kembar di mana antara dua
istilah yang berlawanan
masih terdapat sejumlah
tingkatan.
Contoh:
Sangat kaya – cukup kaya – kaya – sedikit
kaya – miskin – sangat miskin
c. Oposisi Majemuk: oposisi yang mencakup
suatu perangkat yang
terdiri dari dua kata.
Contoh:
Duduk berdiri X berbaring X berjongkok X tiarap

d. Oposisi Relasional: oposisi antara dua kata


yang mengandung relasi
kebalikan, relasi
pertentangan yang bersifat
saling melengkapi.
Contoh:
Menjual X membeli
Suami X istri
e. Oposisi hirarkis: oposisi ini terjadi karena
setiap istilah menduduki
derajat yang berlainan.
Contoh:
meter X kilometer
kuintal X ton

f. Oposisi inversi: oposisi ini terdapat pada


pasangan kata seperti
beberapa – semua; mungkin –
wajib.
Contoh:
Beberapa negara di dunia tidak memiliki pantai = tidak
semua negara memiliki pantai.
3. Homonim
Homonim adalah hubungan antara kata yang ditulis dengan
yang dilafalkan dengan cara yang sama atau dengan kata lain.
Klasifikasinya:
1. Homofon sama bunyi dan bentuknya
Contoh: bisa: sanggup, dapat
bisa: racun ular
2. Homofon tetapi tidak homograf
Contoh: bang: singkatan dari kata Abang
bank: lembaga yang mengurus
keuangan
3. Homograf tetapi tidak homofon
Contoh: teras: hati kayu atau bagian dalam kayu
teras: pegawai utama
4. Polisemi
a. Pemakaian bentuk bahasa seperti kata, frasa,
dan sebagainya dengan makna yang berbeda-
beda.
b. Polisemi disebut juga kata yang bermakna
ganda atau beraneka makna.
Contoh: kata “kepala”
5. Hiponim – Hipernim
Hiponim: turunan
Hipernim: yang diturun

Hipernim Hiponim
Bunga Mawar
Melati
Sedap malam
Lili
Crisan
Raflesia
6. Ambiguitas
Penafsiran ganda.
Perbedaan dengan polisemi:
Polisemi: berupa kata
Ambiguitas: berupa frasa atau kalimat
Ambiguitas terjadi akibat penafsiran struktur
gramatikal yang berbeda.
Contoh:
Yang meninggal Ibu Ustad Rafli.
7. Redundansi
Pemakaian unsur segmental yang berlebih-
lebihan dalam suatu ujaran.
Contoh: amat sangat ... Sekali.
para bapak-bapak.
banyak halangan rintangan
PERUBAHAN MAKNA
Faktor yang memengaruhi:
1. Perkembangan IPTEKS
2. Perkembangan Sosial Budaya
3. Perbedaan bidang pemakaian
4. Perbedaan Asosiasi
5. Pertukaran tanggapan indra
6. Perbedaan tanggapan (peyoratif – amelioratif)
7. Adanya penyingkatan
8. Proses gramatikal (afiksasi, reduplikasi,
komposisi)
9. Perkembangan istilah
JENIS PERUBAHAN
1. Meluas
Gejala yang terjadi pada sebuah kata/ leksem
yang pada mulanya memiliki sebuah makna.
Contoh: saudara

2. Menyempit
gejala yang terjadi pada sebuah kata yang
pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas
kemudian memiliki makna yang terbatas.
Contoh: sarjana
3. Perubahan Total
Berubahnya sama sekali makna sebuah
kata dan makna asalnya.
Contoh: ceramah

4. Penghalusan (Eufemia)
Perubahan makna yang meluas,
menyempit dan berubah secara total
berhadapan dengan sebuah bentuk yang tetap.
Contoh: bui  lembaga pemasyarakatan
5. Pengasaran (Sarkasme)
Kebalikan dari penghalusan. Sering juga disebut
disfemia.
Contoh: mengambil  mencaplok

Anda mungkin juga menyukai