Anda di halaman 1dari 93

BAB I SENSOR DAN PARAMETER DRILLING

1.1. SENSOR PIT


Sensor pit ada 2 macam yaitu delaval dan potensio meter. Pit sensor delaval bekerja dengan rangkaian IC
yang dipengaruhi oleh naik turunnya pelampung sensor. Pit sensor potensio bekerja dengan berdasarkan
perubahan resistivity pada potensio meter yang digerakkan ( diputar ) oleh naik-turunnya pelampung sensor.
Pergerakan bola sensor terjadi oleh naik turunnya permukaan Lumpur di pit dimana sensor tersebut di
pasang.
Parameter yang dihasilkan/dipengaruhi oleh sensor Pit adalah

Pit Volume ( Pit 1 , Pit 2, Pit 3 dst )


Pit G/L
Total Pit Volume
Trip Tank Volume
Trip Tank G/L

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada sensor Pit / Pit Volume

Pasang sensor agak jauh/aman dari putaran agitator Lumpur. Sensor terpasang dengan
kuatmenggunakan C claim
Sensor dikalibrasi ulang tiap 7 hari sekali ( atau cek nilai volume/signal max dan min pada saat
TSK/WOC )
Catat nilai signal/volume min dan max tiap-tiap sensor pada kalibrasi pertama kali ( tabel )
Cek setiap saat kondisi sensor pastikan dalam keadaan baik. Bola sensor dapat bergerak
bebas/tanpa hambatan, posisi sensor lurus vertical ( tidak miring ), J-box sensor tertutup rapat,
rangkaian kabel terpasang aman (di bawah lantai ) sampai J-box utama (main J-box)
Bersihkan sensor saat tank Lumpur di kuras dan saat rig down.
Bila terjadi penurunan volume pit active, kemungkinan ada transfer kebocoran tangki Lumpur, atau
Pit drill. Bila terjadi loss akan disertai penurunan SPP
Bila terjadi penaikan volume pit active, kemungkinan ada transfer atau kick ( gain ) perhatikan gas
dan cek degasser pastikan dalam kondisi bagus.

1.2 SENSOR DENSITY LUMPUR


Sensor ini ada dua buah terpasang di possum belly untuk MW out dan di pit aktiv untuk MW in. Cara kerja
sensor ini berdasarkan pengaruh Lumpur terhadap membrane yang terpasang di sensor dan di record dalam
bentuk satuan arus listrik (mA).
Parapeter yang dihasilkan adalah :
MW in /out
Hydrolika ( Hyd press, Dc-exp, Press loss, ECD, Surge press, Swab press )

Hal-hal yang perlu diperhatikan

Sensor terpasang dengan kuat menggunakan C claim

Bersihkan sensor saat possum belly atau pit active kosong.


1.3 SENSOR TEMPERATUR
Sensor ini ada dua buah terpasang di possum belly untuk Temp out dan pit aktiv untuk Temp in. Cara
kerja sensor ini berdasarkan pengaruh temp lumpur terhadap sensor yang terpasang dan di record dalam
bentuk satuan arus listrik (mA).
Parameter yang dihasilkan adalah :
Temp in /out
Hal-hal yang perlu diperhatikan

Sensor terpasang dengan kuat menggunakan C claim

Bersihkan sensor saat possum belly atau pit active kosong.

Posisi sensor diusahakan tidak terbenam oleh tumpukan cutting di possum belly
1.4. GAS TRAP ( DEGASSER )
Degasser dipasang di possum belly. Prinsip kerja degasser ini pada dasarnya mengaduk Lumpur dengan
agitator agar gas dalam Lumpur keluar dan diisap oleh vacuum pump untuk dianalisa oleh Chromatograph.
Ada dua macam degasser berdasarkan tenaga penggerak/pemutar agitator yaitu degasser dengan tenaga listrik
( electric ) dan gegasser dengan tenaga angin (air degasser ). Untuk degasser electric jarang hamper tidak
pernah digunakan. Kecuali untuk rig yang tidak menyediakan angin compressor.
Hal-hal yang perlu diperhatikan

Sensor terpasang dengan kuat menggunakan C claim dan posisi tegak

Bersihkan degasser saat possum belly kosong, atau setelah penyemenan.

Posisi degasser dan putaran agitator bagus dalam keadaan drilling/sirkulasi.


Lumpur keluar dari corong degasser setengah penuh.

Cek selalu oli pelumas pada regulator atau suntikkan oli pelumas ke slang angin tiap 1 jam sekali.

Cek sekali-sekali kondisi agitator saat stop sirkulasi. Jika sudah goyah, segera
dikencangkan/perbaiki atau ganti dengan degasser spare.

Pelankan putaran agitator bila degasser tidak digunakan.

Tekanan angin 20-30 psi ( kondisi degasser bagus )untuk memutar agitator guna memecah Lumpur.

Cek posisi degasser bila terjadi perubahan Flow Rate ( gpm )

1.5. SENSOR POMPA ( SPM )


Sensor pompa dipasang di atas liner pompa rig. Prinsip kerja sensor ini berdasarkan system electromagnetic
yang ditransfer ke dalam arus listrik. Sensor akan mengirimkan signal digital ke DAU jika tersentuh/didekati
oleh logam. Bila proximity sensor tersentuh/dekat logam ( jarak +/- 0.5 cm ) LED pada card sensor akan
menyala.

Parameter yang dihasilkan/dipengaruhi oleh sensor pompa :


SPM
Total Stroke
Lag / Down Stroke
Lag Depth
Lag / Down time
Flow in/Pump rate ( gpm )
Hydorolika pemboran
Hal-hal yang perlu diperhatikan dari SPM

Sensor terpasang dengan kuat menggunakan C claim


Cek posisi sensor terutama setelah perbaikan pompa
Pastikan posisi sensor dalam keadaan baik bila akan mulai drilling, slow pump rate, displace
sement bila pakai pompa rig, spot LCM, spot black magic, dan saat sangat diperlukan perhitungan
stroke pompa/spm.

Lindungi proximity dari semprotan air.

Pastikan kabel tersambung dengan baik ( + dan jangan terbalik ) dan tidak
basah.

Pasang card sensor pada tongkat sensor agar mudah melihat/memastikan nyala lamp LED saat
sensor active.
1.6 SENSOR HOOK LOAD
Sensor hook load di pasang di pancake. Prinsip kerja sensor dengan pressure tranducer, yang mendapat
tekanan saat drilling line mendapat beban dan tekanan tersebut akan ditransfer ke DAU sebagai arus listrik
( 0 24 mA).

Parameter yang dihasilkan/dipengaruhi adalah:


Hook Load
Slip status : in/out ( out:bila hook load melebihi jumlah beban Kelly dan hook. In: bila hook load
lebih kecil dari jumlah beban Kelly dan hook ) lihat Slip Threshold
WOB ( Weigh On Bit )
Bit depth dan depth
Hal-hal yang perlu diperhatikan:

Pastikan sensor terpasang dengan kuat, quick coupling sesuai ukuran dengan rig biasanya .
Pasang sensor pada saat hook tidak ada beban.

Bila pressure tranducer baru, isi dengan martin decker fluid setelah dipasang male /male quick
coupling
Pastikan kabel tersambung dengan baik ( + dan jangan terbalik ) dan tidak basah.
Perhatikan hook load saat cabut/angkat pipa bila melebihi 5-10 klbs dari berat string terbouyancy
itu normal karena pengaruh drag dan gravity ( apalagi pada sumur berarah /directional ) jika sampai
melebihi 30 40 Klbs berarti ada over pull. ( catat berapa over pull /selisih dari berat normal
string)
Bila Hook load berkurang pada saat masuk pipa dari berat string normal (saat bergerak turun /
sluck off ) berarti tight hole/ fill (duduk).

1.7. SENSOR STAND PIPE PRESSURE


Sensor dipasang di stand pipe pressure, prinsip kerja sensor dengan pressure tranducer yang mendapat
tekanan saat pemompaan melewati stand pipe. tekanan tersebut akan ditransfer ke DAU sebagai arus listrik
( 0 24 mA).
Parameter yang dihasilkan/dipengaruhi adalah:
-. Stand pipe pressure ( SPP )
Hal-hal yang perlu diperhatikan dengan sensor SPP/SPP:

Pastikan sensor terpasang dengan kuat, quick coupling sesuai ukuran dengan rig biasanya .
Pasang sensor pada saat hook tidak ada beban.
Bila pressure tranducer baru, isi dengan martin decker fluid setelah dipasang male/male quick
coupling
Pastikan kabel tersambung dengan baik ( + dan jangan terbalik ) dan tidak basah.
Bila SPP berkurang sampai lebih 100 psi dengan rate pompa SPM tetap, kemungkinan wash pipe,
problem pompa, atau loss (flow out & vol pit berkurang ).
Bila SPP bertambah lebih 100 psi dengan SPM tetap, kemungkinan ada line buntu,nozzle plug atau
pack off ( annulus penuh cutting ) perhatikan torsi biasanya besar.

1.8. SENSOR CASING PRESSURE


Sensor dipasang di BPM ( Back Pressure Manifold), prinsip kerja sensor dengan pressure tranducer yang
mendapat tekanan saat Pipe ram ditutup dan ada pressure melewati BPM. tekanan tersebut akan ditransfer ke
DAU sebagai arus listrik ( 0 24 mA).
Parameter yang dihasilkan/dipengaruhi adalah:
-. Casing pressure ( CSP )
Hal-hal yang perlu diperhatikan:

Pastikan sensor terpasang dengan kuat, quick coupling sesuai ukuran dengan rig
biasanya . Pasang sensor pada saat hook tidak ada beban.

Kalibrasi setelah dipasang, dengan signal min nilai 0 psi dan signal max: 4020
dengan nilai 10000/5000 psi ( sesuai ukuran tranducer, biasanya 10000 psi )

Bila pressure tranducer baru, isi dengan martin decker fluid setelah dipasang male /male quick coupling
Pastikan kabel tersambung dengan baik ( + dan jangan terbalik ) dan tidak basah
Casing pressure diamati pada saat shut in well atau saat Leak off test / integrity test.

1.9. SENSOR TORQUE


Sensor berupa press tranducer 5000 psi dipasang di Drilling console atau di T connector torque Top drive,
prinsip kerja sensor dengan pressure tranducer yang mendapat tekanan saat pipa diputar. tekanan tersebut
akan ditransfer ke DAU sebagai arus listrik ( 0 24 mA).
Parameter yang dihasilkan/dipengaruhi adalah:
-. Torque / Relatif Torque ( bila di drilling console tidak ada satuan )
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada Sensor dan Torque:

Pastikan sensor terpasang dengan kuat, quick coupling sesuai ukuran dengan rig
biasanya .

Bila pressure tranducer baru, isi dengan martin decker fluid setelah dipasang male
/female quick coupling

Pastikan kabel tersambung dengan baik ( + dan jangan terbalik ) dan tidak basah.

Bila torque bartambah significant pada RPM tetap , kemungkinan ada perubahan formasi misal dari
shale ke Limestone ( F.Baturaja atau F.Kujung )

Bila torque/relative torque berubah ubah (eratic) dengen RPM tetap, dan bit hours sudah tinggi,
kemungkinan factor bit yang sudah aus/dull, biasanya disertai munculnya gram-gram (metal) pada
cutting.

Bila torque tiba-tiba tinggi kemungkinan pack off ( SPP juga membesar), pipa terjepit (stuck pipe), ada
benda logam jatuh ke lobang ( ada gram/metal pada cutting) atau pengaruh geometri lobang ( directional
well ).

1.10. SENSOR RPM


Sensor dan target dipasang di motor penggerak rantai pemutar Kelly terletak di depan drilling console/dekat
drawwork. Bila dengan Top drive, ada fasilitas untuk RPM mud logging dengan menggunakan connector 5
kaki, atau bila rusak/short, sensor dan target dipasang di motor pemutar pipa Top drive. Prinsip kerja pada
dasarnya sama dengan sensor pompa.
Parameter yang dihasilkan/dipengaruhi adalah:
-. RPM
-. Dc-exp
Hal-hal yang perlu diperhatikan:

Sensor dan target terpasang dengan kencang menggunakan C claim kecil bila
memungkinkan.

Jika dipasang di motor Top drive, harus menggunakan kabel yang besar dan kuat.
Kabel ditarik mengikuti hose hitam/engine fluid top drive.

Kalibrasi dengan menyamakan RPM rig/top drive. Caranya dengan mengisikan angka pada realtime
control --- equipment -- F2 --- RPM gear ratio diisi dengan angka berapapun sampai sesuai
dengan RPM rig flor/top drive/ atau manual.

1.11. SENSOR FLOW OUT


Sensor flow out dipasang di flow line. Prinsip kerja dengan menggunakan potensio meter. Potensio meter
tersambung dengan pedal. Pedal akan bergerak naik/turun memutar potensio meter bila ada aliran Lumpur
melewati flow line. Pemutaran potensio meter akan menghasilkan perubahan resistivity dan arus listrik ( 0
24 mA).
Parameter yang dihasilkan/dipengaruhi adalah:
Flow out
Flow G/L
Hal yang perlu diperhatikan dari Flow Out:

Sensor terpasang kuat dan tidak ada kebocoran Lumpur pada dudukan sensor
Pemasangan kabel potensio meter ke card sensor harus benar (tidak terbalik)
Pastikan pemasangan pedal ke potensio terpasang dengan bagus. Bila pedal
digerakkan, potensio ikut berputar.
Bila flow out tiba-tiba membesar sedangkan SPM tetap, kemungkinan ada kick/gain perhatikan gas dan
cek degasser.
Demikian pula sebaliknya bila flow out mengecil disertai SPP mengecil, dan SPM tetap, kemungkinan
terjadi loss

Card Flow out dan Potentio meter

1.12. SENSOR DEPTH dan ROP


Sensor depth dipasang di crown block. Terdiri dari dua proximity yang dipasang sejajar miring +/- 45 derajat.
Dua sensor proximity ini akan dilewati 4-6 target ( sesuai diameter crown block ) dalam satu putaran crown
block. Depth akan bertambah atau berkurang sesuai dengan arah putaran target yang mengenai proximity.
Target berupa stereofoam dengan ukuran 25 x 25 cm tebal +/- 3 cm yang permukaannya dilapisi alluminium
tape. jarak antar target usahakan sama. Posisi target terhadap proximity adalah sebagai berikut : crown
berputar dan target bergerak mengenai proximity no1 tapi belum mengenai proximity no2 ( no1 nyala dan
no2 padam), target terus bergerak dan mengenai kedua proximity ( 1 dan 2 nyala semua ), terus bergerak dan
melewati proximity no1 tapi masih mengenai proximity no2 ( no1 padam dan no2 nyala ), target terus
bergerak melewati proximity no2 ( no1 padam no2 juga padam ). Jika dinyatakan : + nyala - padam
maka : + - + + - + - Parameter yang dihasilkan/dipengaruhi adalah
Depth
Bit Depth
ROP ( tiap perubahan depth 1 m )
ROP instant ( ROP tiap perubahan depth 10 cm )
Hook position
Hal yang perlu diperhatikan Depth dan ROP:

Sebelum di pasang di crown block, Cek sensor di bawah pastikan sensor bekerja
dengan baik . Pasang kabel sensor ke J-box dimana kabel multi core sudah
terpasang dan ada power. Coba dengan target secara manual .
Sensor terpasang dengan kuat menggunakan C claim
Jarak ujung proximity dengan permukaan target max -/+ 0.5 cm
Permukaan target rata dan tebal target satu dengan lainnya harus sama -/+ 3 cm
Pastikan kondisi sambungan kabel bagus dan posisi kabel dalam keadaan aman.
Amati dalam keadaan block bergerak naik turun,
ROP mengecil/cepat ( 0.1-0.3 dari ROP sebelumnya ) terjadi drilling break, kemungkinan ada perubahan
formasi. Dianjurkan untuk spot sample dan perhatikan ada loss atau kick, tunggu bottom up perhatikan
gas.
ROP membesar/lambat-sangat lambat, kemungkinan perubahan formasi atau kondisi bit ( cek bit hours )
atau bit tidak cocok.

-. Hub POR ft/hrs max terhadap diameter lobang


inclination

26

Diameter Lobang
17-1/2 16
12-1/4

8-1/2

0 35

60

110

165

240

35-55

40

75

85

125

> 55

--

60

75

100

Gambar Card Sensor depth:


LED HIJAU

LED MERAH

IC

IC
IC

IC
IC

LED KUNING

IC

1.
2.
3.
4.
6.
7.
9.
10.

DIRECTION
PULSE
POSITIF
NEGATIF
+ KE PROXIMITY 1
- KE PROXIMITY 1
+ KE PROXIMITY 2
KE PROXIMITY 2

LED kuning nyala bergantian bila terkena target


LED merah (pulsa)menyala terus selama ada power 22 V DC dari DAU pulsa bisa
masuk ( bila mati ada kabel ke DAU lepas atau putus. Atau card rusak )
LED hijau ( direction) nyala bila block turun dan mati bila block naik atau
sebaliknya. ( nyala terus atau mati berarti card rusak )

CARA CEK CARD DEPTH

Bateray 18-20 V DC

-. Test Proximity dengan target


-. LED hijau nyala
dan padam
bila proximity dikenai
target bergantian
dan LED kuning juga
nyala bergantian
-. LED merah nyala terus
selama
ada power
bila demikian, kondisi BAGUS--

Proximity 1

proximity 2

1.13 GAS CHROMATOGRAPH M200


Detektor gas yang dapat mendeteksi gas sampai pentane (C5H12) dan menganalisa tiap 30 detik. Gas carrier
berupa gas He bertekanan max 80 psi.
Install M200:

Siapkan M200, buka semua plug yang ada di sisi belakang dan depan

Pasang Connector IO dari CPU ke Chromatograp

Pasang kabel power supley 12 V ke Chromatograph

Pasang Regulator Gas helium dan pasang stailess tubing 1/16 ke regulator Gas Helium.

Buka valve gas Helium dan regulator sehingga gas keluar lewat stainless tubing 1/16
diamkan selama 0.5-1 menit, untuk flushing agar kotoran dan gas CO2 di dalam
tubing keluar , kemudian tutup valve gas helium dan regulator.

Bila gas tidak keluar, tutup valve, coba ganti filter 0.5 micron yang ada di stain less tubing, lanjutkan
ulangi step sebelumnya.

Pasang ujung tubing stainless 1/16 ke Chromatograph M200, sampai kencang.

Regulator dan Gas Helium masih dalam keadaan tertutup

Buka valve utama Gas Helium ( pastikan press He masih cukup 500 2000 psi )

Buka valve regulator pelan-pelan hingga pressure menunjukkan 70-75 psi

Cek valve regulator dengan air sabun ada kebocoran atau tidak.

tekan tombol depan ( lampu hijau menyala ) untuk Hidupkan Chromatograph.

diamkan selama +/- 3 4 jam, cek pressure He turun atau tetap. Jika turun berarti ada kebocoran. Cari
kebocoran dan perbaiki.
Aktifkan m200 Chromatograph
-. $ m200admin &
-. $ cd /datalog/config
-. $ rm m200admn.cfg
( setelah hidupkan m200 chromat, m200admn.cfg otomatis terbentuk kembali
-. Masuk Q-log menu
-. Control
-. Chromatograph
-. Setup
-. F8, ganti port : null menjadi port: $mdm
-. F7
-. Pada menu chromat tertera M200:**NEW**
-. Tekan F7, tekan lagi F7
Bila M200 : Unplugged ( jangan coba-coba tekan F7 hang !!! )
-. F4 ( keluar ), matikan power m200
-. $ dau_kill m200admn
-. $ M200admin &
-. Hidupkan power m200
-. Q-log menu, control, chromatograph, set up
biasanya m200:**NEW** ( jika masih unplugged, matikan power m200, hidupkan kembali, biasanya diulang 2
4 kali baru tertera **NEW** )

-. Diamkan, tak lama **NEW** berubah menjadi --off line-- diiringi bunyi teklek, berubah lagi menjadi idledan akhirnya --running--. Jika didiamkan tak berubah,
-. Tekan F7, tekan lagi F7. ( baru dapat berubah )
-. Cocokkan semua parameter setup dengan sheet kalibrasi yang ditempel di Chromat.
Untuk mengubah setup method, tekan F7 setelah selesai tekan lagi F7
Untuk mengubah configurasi tekan F6 setelah selesai tekan F7

Kalibrasi m200 Chromatograph.


- Siapkan test gas.
- Masuk windows
- menu Q-log--- control---chromatograph---setup--- F2, F2 ( m200: running ), F4
(keluar)
- masukkan polyflow dari test gas ke M200, harus lewat filter Mg perchlorat dan finite
filter
-. Lihat komposisi gas dari C1 hingga C5 + CO2 biasanya komposisinya masih kurang
bagus.
-. Pilih menu chromatograph--- calib
-.pilih record , muncul current_sample ganti dengan tgl calibrasi missal 27nov, enter
-. Tunggu sampai 2x bunyi teklek
-. Pilih selectpilih file 27nov
-. Lihat grafiknya , apa peak-peak gas sudah lengkap jika belum,
-. Ulangi lagi pilih record ketik 27nov
-. Tunggu bunyi teklek
-. Pilih select27nov
-. Lihat grafik gas, bila sudah bagus, pilih define
-. Pilih C1 Bklik batas kiri kemudian kanan grafik parabola pertama ( sebagai grafik
C1 ) beri nilai 1.00, ok
-. Pilih define --- CO2---Bklik batas kiri kemudian kanan pada grafik parabola kedua
-. Lakukan hal yang sama untuk C2 pada parabola ke tiga beri nilai 0.2 ok
-. Pilih define--- C3---A--- klik batas kiri kemudian kanan pada grafik parabola pertama
Beri nilai 0.2 ok
-. Lakukan hal yang sama untuk C4 sampai iC5 grafik parabolanya juga urut sampai
terakhir , semua beri nilai 0.2 ok
-. Lihat hasil calibrasi dari C1 hingga CO2 bagaimana composisinya bila sudah sesuai,
atau paling tidak mendekati :
C1 : 10000 ppm
C2 : 2000 ppm
C3 : 2000 ppm
iC4 : 2000 ppm
nC4 : 2000 ppm
iC5 : 2000 ppm
nC5 : 2000 ppm
CO2 : 2000 ppm

-. Print hasil kalibrasi dan catat file kalibrasi 27nov juga hasil set-upnya dan temple di atas chromat. ---- selesai
----*** bila susah set up atau susah running, jangan segan-segan call office atau minta datang teknisi/service
engineer, dari pada rusak makin parah ***
Hal yang perlu diperhatikan dari M200

Tempatkan M200 Chromat di ruangan ber AC dan dingin.

Jika akan mematikan m200, matikan dulu vacuum pump baru matikan m200

Ganti Finite Filter bila sudah/hamper jenuh ( warna agak kusam ).

Ganti Calcium Chloride bila sudah mengkristal/berair

Ganti Magnesium Chloride bila ujungnya sudah tampak berair.

Poliflow magnesium perchlorat panjang min 15 cm .

Cek selalu tekanan pada helium pastikan stabil.

Sekali-sekali cek dengan korek gas dari slang yang tersambung dengan degasser ( gas korek api sempat
melewati CaCO2 dan Glicol. kira-kira 1-3 menit, muncul gas C3, iC4 dan nC4 ), jika munculnya agak
lama, kemungkinan poliflow terlalu panjang bergulung-gulung.

Bila total gas besar mis: 300 unit tapi pada monitor tampil C1 C5 +CO2 hanya kecil mis: 11 unit.
Dalam hal ini ada gas lain yang ikut terhitung oleh total gas Windows buka chroamograph--- calib
--- undefined--- klik SO2 , klik H, klik CO (pokoknya klik semua selain hidrokarbon dan CO2 ) oke.
Biasanya di database gas-gas selain hidrikarbon muncul nilai 2%, walaupun tampilan di monitor jumlah
total gas sudah sesuai. Keluar dari q-log dau-kill semua, / matikan CPU kemudian nyalakan lagi.

PROGRAM MTI M200 CHROMATOGRAPH


1.

2.

3.

dau_kill m200adm ( Helium dan power 200 tetap hidup )


copot kabel RS232 yang nyambung ke node 1 dari m200, sambungkan ke computer off line (tersambung
m200 dan computer off line melalui kabel RS232 )
klik START( sudut kiri bawah monitor off line )
klik RUN ----> pilih C:/MTI/UTILITY/Check.exe
ada pertanyaan Is The GC connected ? klik yes
akan dijawab GC was connected, jika Tanya ID, klik quite
Keluar dari menu Check.exe
Klik START ( sudut kiri bawah monitor )
Klik RUN ----> pilih C:/MTI/UTILITY/Gcsetup.exe
Lihat memori eror ada tanda X atau tidak ?
Jika tidak, klik Reset CHP offset
Ikuti petunjuknya ( lepas Helium, putar regulator colom A & B ada di belakang M200 ke arah zero,
tunggu +/- 10 menit
Klik OK, akan keluar hitungan 0,1,2,3,4 dst
Jika melewati angka 12, keluar dari menu.
Klik START ( sudut kiri bawah monitor )
Klik RUN ----> pilih C:/MTI/EZCHROM/200/Ezchrom.exe (kilk ok klik cancel)
Klik menu Instrument
Klik Status

Sambungkan kembali Helium dengan press 70 psi


Set Colom A dan B sesuai dengan print out setup m200 kalibrasi terakhir, klik ok
Klik menu method
Klik instrument setup, sesuaikan semua parameter dengan print out kalibrasi terakhir, jika sudah sama
klik ok.
Klik menu instrument
Klik send current method, ok
Check lagi status dan enstrument setup, jika semua telah sesuai dengan print out kalibrasi terakhir, klik
ok.
Klik START pada menu ezrom data system
Juka running bagus, lepas kabel RS232 yang connect ke computer offline dan connect kembali ke
computer Node 1.
Di komp node 1 , ketik m200admin & enter
Masuk ke menu qlog system realtimechromat-- setup
Pres F8, ganti port :null dengan port: $mdm, press F7
Keluar m200: NEW, press F7 dua kali ( baca bismillah )
Ok bunyi .teklek.. running .

BAB II. MONITORING DAN SISTIM PELAPORAN

2.1. DRILLING MONITOR


Pengamatan dan pencatatan semua parameter drilling baik saat drilling ataupun reaming, tiap 5 menit atau jika terjadi
perubahan parameter. Hal ini untuk mengetahui lebih cepat bila terjadi perubahan parameter atau memudahkan pencarian
data bila sewaktu-waktu terjadi pertanyaan. Adapun parameter yang perlu dicatat/diamati ( waktu (jam,mnt), depth, RPM,
WOB, ROP, Flow rate (gpm), SPP, Torque, hook load, gas, total pit volume, G/L ) pencatatan dalam bentuk tabulasi.
Cocokkan semua parameter dengan rig floor
Perubahan WOB yang significant, konfirmasikan dengan rig flor
ROP cepat ( drilling break) maupun ROP lambat (reverse break) spot sample dan perhatikan gas setelah bottom up.
SPP >> kemungkinan nozzle plug/buntu sebagian, annulus penuh cutting, atau surface line problem. SPP << wash pipe,
pipa putus/bit lepas , atau surface line.
Perubahan Flow rate berhubungan dengan SPM dan SPP atau terjadi loss/gain ( flow rate << / >> )
Perubahan Torque yang membesar menunjukkan adanya hambatan di annulus / gejala pack off atau hambatan stabilizer
karena bit sudah under gage. Jika torque eratic ( naikturun ) kemungkinan kondisi bit sudah jelek ( hati-hati karena jika
mengunakan rock bit / three cone, jika diteruskan akibatnya cone bisa tertinggal di lobang)
Hook Load >> over pull terutama saat pipa diangkat setelah stand atau Kelly down, menandakan cutting sebagian belum
terangkat.
Hook Load << kemungkinan pipa putus dan harus diikuti drop stand pipe pressure berkisar 300 - 400 psi ( well : KRB-1
Pertamina )

Gas >> menembus formasi porous. Cek sample, bila terus naik sampai 200 unit (kesepakatan dengan Co-Man). Lakukan
sirkulasi kondisikan Lumpur buang gas untuk menghindari gas cut mud.
Perbahan pit volume kemungkinan ada gain/loss ( pit total semua pit vol active >> / << ), Transfer mud ( satu/beberapa pit
saja yang berubah), Dump sand trap/dumping mud ( pit vol << ). Atau stop pompa saat akan connection pipe, pit volume
naik >> .

2.2. GAIN LOSS MONITOR


Dilakukan bila kondisi sumur sedang loss atau kick. Pencatatan dilakukan tiap 2 mnt ( bila rate loss/gain besar) , tiap 5 mnt (
rate loss/gain tak terlalu besar ). Adapun parameter yang perlu dicatat adalah waktu ( jam, mnt), depth, SPM, flow rate
(gpm), Total pit volume, Pit 1, Pit 2, Pit 3 dst, Loss/gain (bbls), rate gain/loss (bpm), total gain/loss ( bbls ). Catat bila
dilakukan pengamatan loss/gain stastis ( bpm). Percatatan dalam bentuk tabulasi.
Drilling pada zona Loss/Kick
Selalu cek sensor pit dalam kondisi dan posisi bagus.
Siapkan Gain/Loss sheet
Pengamatan tiap 2 menit atau 5 menit ( normal)
Selalu cross cek dengan mud engineer bila ada transfer/mixing
Cocokkan selalu bila ada perubahan mud weight in/out.
Lakukan observed well --- loss/gain statis
Parameter : Depth, Time, Flow rate, Pit1-Pit2---P5, Total Pit, Trip Tank, Loss/Gain, Rate Loss/gain, Total Loss/Gain
2.3. PRESSURE MONITOR
Dilakukan baik saat kondisi sumur di tutup ( shut in ) ataupun saat drilling ( Bor formasi). Shut In well dilakukan
dikarenakan terjadi kick/gain. Pencatatan dilakukan tiap 5 10 menit. Parameter yang perlu di catat waktu ( tgl,jam, mnt ),
Casing pressure ( Shut In Casing Pressure - SICP -) dan Stand pipe pressure ( Shut In Drill Pipe Pressure SIDP-).
Monitoring Pressure saat bor formasi
PRESSURE BERTAMBAH FLOW RATE TETAP
Nozzel Plug
Pack off / Cutting terakumulasi di annulus
Surface Line
PRESSURE BERKURANG , FLOW RATE TETAP
Loss Circulation
Wash pipe
Surface Line
Pump
2.4. TRIP MONITOR
Dilakukan pada kondisi cabut atau masuk rangkaian pipa/casing ( trip out/in ). Hal ini untuk mengamati tarjadi loss/gain
atau statis selama cabut/masuk rangk, juga untuk mengetahui lebih dini adanya efek swab dan surge press. Untuk mencegah
terjadinya efek swab saat cabut, sebaiknya bila posisi bit masih di open hole, kecepatan cabut tidak lebih dari 10 m/mnt
( jika viscosity Lumpur besar /Lumpur kental, kec cabut tidak lebih dari 7 m/mnt ). Bila dirasa perlu/kondisi kritis, usulkan

untuk cek flow tiap cabut 3 5 stand. Parameter yang perlu diamati/dicatat yaitu Stand ke berapa, jumlah stand
cabut/masuk, Trip tank volume/pit volume, perhitungan teoritis displacement pipa, actual penambahan/pengurangan Trip
tank/pit volume, perhitungan loss/gain.
Bila terjadi loss tiap cabut 5 stand selalu relative sama dan kecil 0.2 0.5 bbls, kemungkinan hanya selisih kalibrasi sensor
dengan actual volume pit. Cek apakah terjadi tumpah-tumpah Lumpur selama cabut, yang mengakibatkan terjadi loss
permukaan ( surface loss). Jika selama cabut ( -/+ 3 5 stand) terjadi penambahan atau statis volume Lumpur di trip tank,
cek apa ada transfer, bila tidak, lakukan segera flow check bila ada aliran, berarti ada swab efek. Segera masuk kembali dan
lakukan sirkulasi hingga normal kembali ( tak ada aliran ), tiap pengambilan kesimpulan selalu koordinasikan dengan Rig
supt./Co-man.
Siapkan trip sheet dan jika Masuk pipa (RIH) pastikan pakai float atau tidak.
Perhatikan Hook Load untuk mengetahui adanya Tight/Fill ( saat RIH) atau Over pull ( saat POOH )
Jika ada gejala gain/kick segera lakukan flow check/observed well.
Jika masuk rangkaian, pastikan depth sama dengan pipe telly terutama saat BHA terakhir masuk atau mulai DP pertama
masuk.
Fill Up string tiap 10 15 stand.
Perhatikan dan ingatkan bila perlu jika Trip Tank kosong segera diisi atau jika sudah penuh segera di transfer.
Contoh perhitungan :
Cabut Rangkaian ( Trip Out ) :
Jenis pipa : 5 DP
Jumlah
: 5 Stand ( 472.5 ft )
ID
: 4.276
OD
: 5
Displ. Pipa: 0.00652 bbls/ft

Vol awal Trip tank : 50 bbls


Vol Trip tank setelah cabut 5 stand : 46.3 bbls

Terjadi pengisian lobang sebesar 50 bbls 46.3 bbls = 3.7 bbls ( selama cabut 5 stand )
Secara teori pengisian lobang sebesar 0.00652 bbls/ft x 472.5 ft = 3.08 bbls
Jadi selama cabut 5 stand terjadi loss 3.08 bbls 3.7 bbls = - 0.62 bbls.
Sebaliknya bila pengisian lobang kurang dari 0.308 bbls atau steady, kemungkinan terjadi gain, jika dibiarkan akan terjadi
kick ( Sumur MBU-09).
Masuk Rangkaian tanpa Float
Jenis pipa : 5 HWDP
Jumlah
: 5 Stand ( 476.7 ft )
ID
: 3.0
OD
: 5
Displ. Pipa: 0.01553 bbls/ft
Cap. Pipa : 0.00874 bbls/ft

Vol awal Trip tank : 50 bbls


Vol Trip tank setelah masuk 5 stand : 56.54 bbls

Terjadi aliran balik ( return ) sebesar 56.54 bbls-50 bbls = 6.54 bbls
Secara teori aliran balik sebesar 0.01553 bbls/ft x 476.7 ft = 7.403 bbls
Jadi selama masuk 5 stand terjadi loss 6.54 bbls 7.403 bbls = -0.803 bbls

Sebaliknya bila aliran balik melebihi 7.403 bbls, terjadi gain.


Masuk Rangkaian dengan Float
** mud return ke Trip tank sedangkan isi string dari pit active dengan mud pump
Jenis pipa : 5 HWDP
Jumlah
: 10 stand ( 953.6 ft )
ID
: 3.0
OD
: 5
Displ. Pipa: 0.01553 bbls/ft
Cap. Pipa : 0.00874 bbls/ft

Vol awal Trip tank : 50 bbls


Vol Trip tank setelah masuk 10 stand : 70.7 bbls

Terjadi aliran balik (return) sebesar 70.7 bbls-50 bbls = 20.7 bbls.
Karena ada float, maka selama masuk seharusnya tak ada Lumpur masuk ke dalam pipa.
Jadi secara teori aliran balik sebesar (0.01553 + 0.00874 ) bbls/ft x 953.6 ft = 23.144 bbls
Capacity pipa 0.00874 bbls/ft x 953.6 ft = 8.334 bbls.
Setelah masuk 10 stand, dilakukan isi string (fill up string) sebesar 6.8 bbls.
Fill up string dapat dihitung dari jumlah stroke pompa selama pengisian. ( jumlah total stroke diakhiri pada saat ada
kenaikan stand pipe press (SPP) yang menandakan string sudah penuh )
Misal: pada saat isi string jumlah total stroke 310 , SPP mulai naik , maka untuk perhitungan 310 stroke walaupun masih di
pompa terus sampai 400 stroke.
Jadi vol pengisian = 310 x cap pompa (bbls/stroke)
Perhitungan gain/loss
8.334 bbls ( 23.114 bbls -20.7 bbls ) 6.8 bbls = - 0.880 bbls ( terjadi loss )
( jika hasilnya + , terjadi gain )
Ket:
Selama masuk pipa seharusnya ada return 23.114 bbls, kenyataannya hanya 20.7 bbls.
Jadi ada 2.414 bbls hilang. Ternyata fill up string hanya dibutuhkan 6.8 bbls. Seharusnya bila float bekerja sempurna fill up
string 8.334 bbls. Jadi kekurangannya sebesar 8.334-6.8 = 1.534 bbls. Jadi lumpur yang hilang 2.414 bbls tersebut 1.534
bbls mengisi string dan 0.880 bbls masuk formasi
Setelah perhitungan diatas, perhitungan selanjutnya dimulai stand ke 11, vol awal trip tank yaitu vol trip tank saat
mulai masuk stand ke 11 Perhitungan vol pipa juga dimulai dari stand ke 11. ( lihat tabel Trip monitor )
*** Sebelum dilakuka fill up string, belum dapat disimpulkan loss atau gain ***
2.5. CEMENTING MONITOR
Penyenenan ada dua jenis yaitu penyemenan casing dan penyemenan plug. Penyemenan casing dilakukan setelah masuk
casing, untuk mengikat casing dengan dinding sumur dan mengisi annulus casing agar aman, untuk trayek pengeboran
berikutnya. Sementing plug dilakukan bila menembus zona loss yang tidak dapat ditanggulangi dengan LCM dalam hal ini
semen ditempatkan pada zona loss. Sement plug juga dilakukan bila akan dimulai side track untuk bantalan saat
mengarahkan sumur ( directional drilling ). Yang perlu dimonitor saat penyemenan adalah

Sebelum safety meeting persiapkan perhitungan volume/stroke displace dan perbedaan hidrostatik antara Lumpur di string
dan di annulus
Pump Stroke ( bila dengan pompa rig ) saat pemompaan displace semen, .
Flow out dan pressure saat saat pemompaan displace semen, bila terjadi loss: Pressure berkurang drastis, Flow out
berkurang atau bahkan tak ada aliran Lumpur, Total pit volume berkurang. ( catat pada stroke ke berapa mulai loss )
Kontaminasi semen , be carefull dengan degasser barsihkan dari siss-sisa semen.
Catat bumping pressure ( tekanan bentur )
2.6. CORING MONITOR
Siapkan coring sheet
Samakan dengan Core engineer saat mulai coring ( depth dan time )
Catat ROP tiap meter atau feet
Monitor Pressure dan gas (Bila pressure turun/drop > 50 psi call coring engineer )
Siapkan semua peralatan core handling
2.7. BIT RECORD
Pelaporan Bit record meliputi aspek keteknikan bit ( lihat tabel -- ).
No Bit : 1/1 = 1: trayek pertama mis 26 hole 1: bit pertama dari trayek 26
1 / 2 = 1: trayek pertama mis 26 hole 2: bit ke dua dari trayek 26
1/2RR1= rerun pertama dari bit no 1 / 2
2/1 = 2: trayek kedua mis 17-1/2 hole 1: bit pertama dari trayek 17-1/2
2/2 = 2: trayek kedua mis 17-1/2 hole 2: bit kedua dari trayek 17-1/2
Jika bit Re-run, Bit hours mulai dari awal tetapi total bit hours ditambah bit run sebelumnya. No BHA urut dari no 1
merupakan BHA pertama dipakai. No BHA tidak berubah bila susunan BHA tetap walaupun ganti bit. Beri keterangan untuk
membedakan BHA straight hole dengan BHA directional ( dari DD engineer )
2.8. BIT COST ANALYSIS
Analisa bit yang bertujuan untuk mengetahui apakah bit tersebut masih layak digunakan secara ekonomis dalam suatu
pengeboran. Hasil analisa ini merupakan salah satu data penunjang yang penting untuk memutuskan apakah tepat saatnya
ganti bit. Analisa ini baik digunakan untuk bit jenis threecone ( rock bit ). Untuk PDC tidak ada batasan waktu ( long
live ), karena tidak mempunyai cone yang dikhawatirkan bisa tertinggal di lobang.
B+R(T+t)
C=
M
C=
B=
R=
T=
t =
M=

Cost / m ( $/m )
Harga pahat ( $ )
Harga sewa rig per jam ( $ /jam )
Trip time ( est. waktu trip = 0.005 x kedalaman m- ) ( jam )
Umur pahat / bit hours ( jam )
Kemajuan/meterage ( m )

lihat tabel --

Jika harga C ( cost/m ) mulai naik ( biasanya 3 x berturut-turut ) sudah mulai dipertimbangkan untuk ganti bit, segera
informasikan ke Co-man.
*** untuk bit ukuran 6 atau kurang, bit hours dianjurkan untuk tidak lebih dari 30 jam.
( RPM =220, WOB=5-10 klbs, sumur TBN-7 Tambun, cone tertinggal 2 buah )
2.9. BIT CONDITION
Pengukuran kondisi bit setelah digunakan bor formasi sampai kedalaman tertentu. Pengukuran ini dapat digunakan sebagai
acuan apakah bit tersebut masih layak untuk digunakan lagi ( Rerun ) atau sudah tidak dapat digunakan lagi. Ada 8 ( delapan
) parameter penilaian terutama untuk bit PDC ( Polycrystaline Diamond Compacts), Natural Diamond , Thermally Stable
Polycrystalline (TSP), core bit dan non roller cone bits ( IADC Drill Bits Sub-Committee 1987 and revised in 1991). Sistem
lama menggunakan 3 parameter yaitu T ( tooth ), B (Bearing) dan G (Gauge), tingkat/derajat kerusakan dinyatakan dng nilai
1 8 ( ringan sampai sangat parah ), yang diterapkan untuk bit jenis Threecone.
Delapan parameter tersebut adalah:

Cutting Structure
Inner
Rows

Outer
Rows

Dull
Charcteristics

Remark

location Bearing Gauge Other


Reason
Seal
Characteristics Pulled

Penilaian dari delapan parameter tersebut berdasarkan aturan IADC ( The Dull Grading Syatem Chart by IADC). Lihat
tabel

2.10. LEAK OFF TEST ( LOT )


Leak off test dilakukan pada saat bit menembus formasi sedalam +/- 3-5 m, setelah formasi diatasnya dicasing. Tujuannya
untuk mengetahui kekuatan batuan di bawah shoe terhadap tekanan ( tekanan max yang dapat ditahan oleh formasi dibawah
shoe). Hal ini berguna untuk melindungi kekuatan shoe dan mencegah terjadinya rekahan disekitar shoe yang dapat
mengakibatkan invasi gas ke zona/lapisan yang sudah di casing .
Formation Integrity Test ( FIT )/ Mud Off Test pada dasarnya sama dengan Leak off test tetapi tidak sampai leak ( bocor ).
FIT dilakukan bila sudah diketahui Eq MW hasil LOT sumur sekitarnya yang berdekatan.
Prosedure Leak Off Test.
Pada saat bor menembus 3 m formasi setelah set casing, stop bor, sirkulasi bersih, tutup ram BOP, pompakan Lumpur catat
volume Lumpur versus Tekanan. Suatu saat pada pemompaan volume tertentu pressure akan tetap walaupun volume
ditambah, kemudian tak lama pressure turun sedikit, pada saat itulah pemompaan dihentikan.

Eq MW = MW used + { Leak off Press / ( 0.052 x Depth TVD ft )}

1.0
1.5

Vol (bbl) Press ( psi )


20
40
2.0
80
3.0
120
3.5
300
4.0
380
4.5
430
5.0
440
5.5
440
6.0
420

Data: MW : 9.6 ppg ( 1.152 Sg )


Shoe 13-3/8 @ 3900 ft TVD
Press LOT : 440 psi
440
Eq. MW =

+ 9.6
0.052 x 3900

= 11.7 ppg

Jadi selama bor formasi dari 3900 ft TVD sampai


casing point berikutnya ECD tidak melebihi 11.7 ppg.

2.11. GAS MONITOR


Dalam pengeboran dikenal beberapa istilah gas yang semuanya mempunyai arti penting dalam segi keteknikan maupun
aspek geologi. Satuan gas yang dipakai PT. Elnusa Drilling Services adalah USUnit, Unit, ppm, dan persen
1 % gas = 100 Unit
1 % gas = 50 USUnit
1 % gas = 10.000 ppm
1 USUnit = 200 ppm
Dimana semua satuan menunjukkan satuan kwalitas gas. Artinya jika pengukuran menunjukkan 100 % hydrocarbon, berarti
gas yang terdeteksi semuanya hydrocarbon. Tak ada gas lain.Bukan berarti tidak ada Lumpur di dalam degasser.
Gas Hydrocarbon yang dapat terdeteksi oleh Chromatograph m200 adalah Metana (CH4), Etana (C2H6), Propana (C3H8),
Butana (C4H10) tediri dari Iso Butana (iC4H10)dan Normal Butana (nC4H10), Pentana (C5H12) terduru dari Iso Pentana
(iC5H12) dan Norman Pentana (nC5H12). Dan CO2 Carbon Dioksida.
Background Gas
Merupakan gas rata-rata yang muncul selama pengeboran menembus claystone atau shale.
Maximum Gas
Merupakan gas terbesar diantara background gas yang muncul selama pengeboran .

Connection Gas

Gas yang muncul melebihi background gas secara significant, setelah satu kali bottom up terhitung sejak mulai pemompaan
setelah connection pipe. Besarnya connection gas dihitung dari selisih dengan background gas ( above background gas
ABG ).
Misalnya setelah connection pompa 1 kali bottom up muncul gas 50 unit, sedangkan background gas 6 unit. Maka
connection gas = 44 unit ABG. Informasikan kepada co-man bila background gas muncul 3 x connection dan cenderung
naik atau tidak. Munculnya connection gas menandakan tekanan hydrostatis Lumpur sudah tidak mampu lagi menahan
tekanan formasi. Tindakan preventif adalah menaikkan Sg Lumpur .
Trip Gas
Gas yang muncul setelah satu kali bottom up terhitung sejak pemompaan saat bit mencapai dasar setelah trip in.
Swab Gas
Gas yang muncul setelah satu kali bottom up terhitung sejak pemompaan saat bit diangkat dari bottom
2.12. SHALE DENSITY
Pengukuran shale density diperlukan untuk mengetahui adanya zona over pressure pada lapisan shale ( clean Shale ). Pada
proses pengendapan normal ( normal deposition ), shale akan terbentuk dnngan kompressi yang normal, fluida akan keluar
secara normal seiring dengan tekanan overburden (sesuai penambahan kedalaman). Sedangkan pada proses pengendapan
cepat / rapid deposition, fluida dalam batuan (shale) tidak sempat keluar dan terperangkap dalam batuan yang
mengakibatkan terjadinya tekanan abnormal.
Hal tersebut ditandai dengan mengecilnya shale density seiring dengan penambahan kedalaman.
Pengukuran shale density pada umumnya menggunakan metode Cairan dan Mud Balance Method.
Metode Cairan lebih umum dilakukan. Yaitu dengan memasukkan Cutting shale kering dan bersih ( berat x gr ) ke dalam
cairan (vol awal V1 cc) pada gelas ukur , setelah dimasukkan cutting shale, vol cairan terukur menjadi V2 cc. Maka Density
Shale = x / (V2-V1) gr/cc .
Mud Balance Methode (Bulk density)
Menggunakan Water Based Mud
Pastikan Mud balance dalam kondisi baik, posisi benar-benar horizontal.
Cuci cutting sampai bersih dari Lumpur,
Set Mud balance pada posisi 8.33
Masukkan cutting bersih kedalam mud balance dan tutup, hingga setimbang dengan 8.33.
Buka penutupnya, masukkan air/solar(oil based mud) hingga penuh, tutup kembali dan bersihkan bag luar mud balance,
timbang berapa ppg. ( Rw )

1
Sg Cutting :
2 ( 0.12 x Rw )

mis : Rw = 13.8 ppg


1
Sg cutting=

= 2.91 gr/cc
2 ( 0.12 x 13.8 )

Bila menggunakan Oil/Saraline Based Mud


Timbang solar/saraline dengan menggunakan mud balance mis: W# ppg
Kosongkan Cangkir Mud balance dan Posisi rider tetap pada W# ppg
Tambahkan Cutting yang sudah dicentrifuse (kering), kedalam cangkir dan tutup. Timbang sampai setara tepat W # ppg
Tambahkan air sampai penuh, bersihkan bag luar mud balance, Timbang Cutting + air tersebut mis seberat Rw

W
Sg Cutting =

W
x

(2 x W ) Rw

gr/cc
8.33

2.13. Dc-Exp
Dc-exp merupakan besaran tanpa satuan yang dihitung dari suatu formula yang dipengaruhi oleh parameter drilling ROP,
WOB, MW, Diameter lobang dan RPM. Plot Dc-Exp salah satu parameter yang berguna untuk mengetahui adanya
kenaikan tekanan formasi saat drilling. Dc-exp diplot vesus TVD dengan menggunakan kertas semilog, akan memberikan
trend arah kekanan ( normal ) atau kekanan secara drastis kemungkinan ada perubahan formasi atau ganti bit. Jika plot DcExp mempunyai tendensi trend ke kiri, menunjukkan ada beberapa kemungkinan yaitu: kanaikan tekanan formasi,
perubahan formasi, ganti bit / ukuran bit.
Salah satu parameter untuk mengetahui adanya penambahan tekanan formasi
Plot menggunakan kertas semilog versus TVD
Kemiringan trend plot tiap lokasi/lapangan pengeboran berbeda-beda. Sehingga overlay yang digunakan untuk tiap lapangan
berbeda-beda
Trend hasil pengeplotan ke kanan menunjukkan normal pressure
Trend hasil pengeplotan ke kiri menunjukkan kemungkinan abnormal pressure atau ganti bit/ukuran bit, atau perubahan
formasi.

ROP
Log
60 x RPM
Dc- exp =

MW normal
x

12 x WOB

ECD

Log
1000 x D

ROP = m/hrs
WOB= klbs
MW normal = 9 ppg
ECD = ppg
D = Diameter bit ( inch)
Dc-exp perlu dikoreksi karena adanya penyimpangan akibat perubahan ukuran bit dan penggunaan bit PDC. Setelah
melakukan beberapa set perhitungan trial and error maka diperoleh konstanta koreksi terhadap penggunaan bit PDC dan
koreksi terhadap perubahan ukuran bit ( dari 17-1/2 menjadi 12-1/4 ). Konstanta koreksi terhadap bit PDC sebesar 0.225.
Artinya pada interval penggunaan bit PDC nilai Dc-Exp ditambah 0.225. Demikian pula untuk koreksi terhadap perubahan
diameter lobang. (Rudi Rubiandini 2002 )
Dc-Exp corr = Dc-Exp + 0.225 ( koreksi terhadap bit PDC )

Dc-Exp corr = Dc-Exp + { 0.04 x ( D1 D2 ) } (koreksi terhadap perubahan diameter lobang)

2.14. DIRECTIONAL WELL


Hal-hal yang perlu diketahui:
KOP
Pengukuran incl,azimut biasanya per satu stand ( +/- 30 m ) drilling.
Down Load data survey directional ke dalam Q-log dan GS system
Methode perhitungan biasanya dengan Angle Averaging Methode
Mud Motor Factor ---- RPM motor
Slide / Rotate
Angle Averaging Methode
I1 + I2
North = MD x Sin (

A1 + A2
) x Cos (

I1 + I2
East = MD x Sin (

A1 + A2
) x Sin (

2
I1 + I2

)
2

TVD = MD x Cos (

)
2

Contoh: Data Survey :


Depth
Incl
Azimut
TVD

Survey 1
7482 ft
4
10
7358

Survey2
7512 ft
8
35
7387.83

Survey 3

North = 30 x Sin ( 6 ) x Cos ( 22.5 )


= 2.89 ft
East = 30 x Sin ( 6 ) x Sin ( 22.5 )
= 1 ft
TVD = 7358 + { 30 x Cos 6 )
= 7358 + 29.83
= 7387.83 ft
Demikian TVD juga untuk Depth 7505 ft
TVD = 7358 + (7505 7482 ) Cos 6
= 7353 + ( 23 x 0.994 )
= 7375.86 ft

Mud Motor Factor


RPM pada Bit yang digerakkan oleh Mud Motor. Mud Motor memutar bit dengan tenaga pemompaan Lumpur dengan flow
rate ( gpm ) tertentu.

Data mud motor :


GPM min : 265

GPMmax : 600

RPMmin: 90

RPMmax : 220
GPM - GPMmin

RPM = RPM min + [ ( RPMmax RPMmin ) x (

)]
GPMmax GPMmin

Berapa RPM motor jika drilling menggunakan Flow rate 450 gpm
450 - 265
RPM = 90 + [ 130 x

600 - 265
= 90 + ( 130 x 0.55 )
= 161.5

WOB Available in Directional well


WOB = W x Cos I
WOB : Weight on bit (lbs)
W
: Total weight of collar (lbs)
I
: Inclination
Mis:

Weiht of collar : 45,000 lbs


Inclination
: 25 deg

WOB = 45,000 x cos 25


= 45,000 x 0.9063
= 40,784 lbs

2.15 CALCIMETRY
Alat untuk mengukur presentase CaCO3 dan Dolomite yang terkandung dalam Batugamping. Prinsip kerja dengan
memanfaatkan tekanan gas CO2 hasil reaksi CaCO3 dengan HCl ( pada umumnya dengan HCl 10%) untuk menggerakkan
jarum hingga terbentuk plot garis yang sesuai dengan tekanan gas CO2
CaCO3 + 2HCl

CaCl2 + H2O + CO2

Alat ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sudah mendekati lapisan Batugamping atau sudah menembus lapisan
batugamping . Pada umumnya jika mendekati lapisan batugamping prosentase CaCO3 (Calcite) akan naik
Kalibrasi Calcimetri

Timbang CaCO3 murni (100%) seberat mis 10 gr


Masukkan dalam tabung Calcimetri
Tuangkan HCl pada level tertentu ke mangkuk kecil ( beri tanda garis )
Masukkan mangkuk kecil tersebut ke dalam tabung berisi CaCO3 murni dengan
hati-hati agar tidak tercampur antara HCl dan CaCO3
Tutup tabung dengan rapat dan kencangkan (tutup) saluran pembuangan, sehingga
tabung dalam keadaan kedap.
On kan Calcimetri dengan power 110 / 220 V ( biasanya 110 V )
Kocok Tabung hingga HCl dan CaCO3 bercampur merata
Akan tarbaca garis grafik yang mendatar kemudian vertical tajam. Catat berapa kolom yang mewakili pembacaan garis
grafik mendatar sampai batas mulai vertical. Kolom tersebut mewakili CaCO3 100 %
Dengan Langkah yang sama lakukan pada sample cutting yang sudah dikeringkan
Ingat !! berat sample harus sama seperti saat kalibrasi ( mis 10 gr ), juga HCl harus pada level yang sama di
mangkuk pada saat kalibrasi.
Mis:
Saat Kalibrasi dengan CaCO3 100% terbaca 10 kolom.
Dengan langkah yang sama dilakukan terhadap sample batugamping
Garis grafik terbaca 7.5 kolom, kemudian garis mulai berbelok/menyudut ke bawah, dan setelah 2 kolom , garis mulai
vertical.
Kesimpulan : Batugamping mengandung (7.5/10 ) x 100 % = 75 % Calcite (CaCO3) dan ( 2/10 ) x 100 % = 20 %
Dolomite

Sample Batugamping 10 gr

Tutup Tabung dengan rapat


Kocok hingga HCl dan Sample

Batugamping 10 gr &
HCl 10% Masukkan
dalam tabung jangan
tercampur

HCl 10%

Tercampur merata

Pembacaan grafik
- garis mulai membelok pada
kolom ke 7.5
- mulai vertical kembali pada
kolom 9.5

2.16. WIRE LINE LOGGING


Perekaman dan pengukuran sifat petrofisika lapisan batuan dengan memasukkan tool kedalam lobang bor. Tiap tool
merekam dan mengukur sifat petrofisika tertentu dari batuan. Adapun petrofisika yang direkam dan diukur adalah sifat
listrik, sufat radioaktif, sifat rambat gelombang batuan.
Adapun yang perlu diamati mud logger selama kegiatan Wire Line Logging adalah :
- Pengamatan Trip tank volume ( selama logging biasanya dilakukan sirkulasi trip tank)
sehingga jika ada kick atau loss segera terdeteksi
- Catat waktu mulai R/U wire line logging
- Catat waktu mulai Log down , Log Up , L/D tool dan R/D
- Interval Logging ( beri keterangan bila cased hole logging)
- Jenis dan nomor urut Logging
- Bottom hole temperature

- Catat kedalaman bila ada trouble tool/ gagal running


- Depth logger
JENIS-JENIS WIRE LINE TOOL
RESISTIVITY LOGGING
SCHLUM
INDUCTION
DUAL LATEROLOG
SPONTANEOUS POTENTIAL
PHAROR INDUCTION
MICROSPHERICAL FOCUS
PROXIMITY LOG
STRAT HIGHT RESOLUTIONDIPMETER TOOL
FORMATION MICRO SCANER
OIL BASED DIPMETER

ATLAS

ISF
DLL
SP
PI
MSFL
PL
SHDT

IEL
DLL
SP
PI
MLL
PML
HIGH RESOLUTION DIPLOG

FMS
OBDT

CBIL
OIL-BASED DIPLOG

RADIOACTIVE LOGGING
GAMMA RAY
GAMMA RAY SPECTROMETRI
COMPENSATED DENSITY /
LITHO DENSITY LOG
COMPENSATED NEUTRON LOG
GRAVEL PACK LOG
FRACTUR HIGH DETECTION

GR
NGT
FDC/LDL

GR
SPECTRALOG
CDL / ZDL

CNL
TGP
FSG

CN
PHOTON
PRISM

ACUSTIC / SONIC LOG

SCHLUM

SONIC LOG/ BORE HOLE COMPENSATED


BORE HOLE IMAGINE
CALIPER
VERTICAL SEISMIC PORFILE
FORMATION MICRO IMAGINE
DIPOLE SHEAR IMAGINE

AUXILIARY SERVICES

BHC
FMS
CAL
VSP
FMI
DSI

ATLAS
BHC ACUSTIC LOG /DACT
CBIL
CAL
VSP
FMS

REPEATABLE FORM TESTER


SIDE WALL CORE SAMPLER
DIRECTIONAL SURVEY

RFT /MDT
CST
CDR

FMT
SWC
DIR

DUAL COMBO : DLL-MSFL-SP-GR-LDL-CNL-CAL


TRIPLE COMBO : DUAL COMBO + BHC SONIC
PLATFORM EXPRESS : HLLD-MCFL-LDL-CNL-GR-CAL

BAB III RUMUS DASAR DAN HYDRAULIKA


3.1. VOLUME PIPA
2
ID
Vol pipa =

ID = inner diameter ( inch )


xL

bbls

1029.4

L = panjang pipa ( ft )

3.2. DISPLACEMENT PIPA


2
2
OD - ID
Displ pipa =

x L bbls
1029.4

OD
ID
L

= outer diameter pipa (inch)


= inner diameter pipa (inch)
= panjang pipa ( ft )

3.3. VOLUME ANNULUS


2
2
OH - OD
Vol Ann =

x L

bbls

OH diameter open hole/bit ( inch )


OD outer diameter pipa ( inch)
L panjang annulus ( ft )

1029.4

OD

pada cased hole, OH diganti ID casing

ID

vol pipa
3.4 VOLUME LOBANG
displacement pipa

2
OH
Vol lobang =

xL

bbls

OH = diameter open hole ( inch)


L = dalam lobang ( ft )

1029.4
untuk cased hole OH diganti ID casing
3.5 PUMP OUT PUT
Pompa Triplex
2
Pump Out put = 0.000243 x D x L x e bbls/stroke

D = diameter liner ( inch)


L = panjang stroke ( inch)
e= efficiensi pompa (%)

Pompa Duplex
2
2
Pump output = { ( 0.0000324xD x L ) ( 0.000162x rD x L ) } x e bbls/stroke
rD = diameter rod (inch)
3.6 LAG / DOWN STROKE
Lag stroke/time adalah jumlah stroke/waktu yang diperlukan untuk memompakan Lumpur / perjalanan cutting dari dasar
(bottom) sampai permukaan.

Vol annulus

Vol annulus ( bbls )

Lag Sroke =
Pump out put

Pump out put ( bbls/stroke)

Lag stroke
Lag time =

( menit )
SPM

Down stroke/time adalah jumlah stroke/waktu yang diperlukan untuk memompakan Lumpur dari permukaan ke dasar
lobang.

Vol Pipa

vol pipa ( bbls)

Down stroke =
Pump out put

pump out put (bbls/stroke)

Down stroke
Down time =

down time ( menit )


SPM

3.7 BOUYANCY FACTOR


Bouyancy factor adalah efek gaya penahan gravitasi yang ditimbulkan oleh tingkat kerapatan molekul-molekul fluida.

65.4 - MW
BF =

MW = ppg
65.4

3.8. ANNULUS VELOCITY


Adalah kecepatan aliran Lumpur dianulus saat dipompakan dengan gpm tertentu.
24.5 x GPM
An.Vel =

ft/min
2
OH

2
-

OD

3.9. CRITICAL ANNULUS VELOCITY

OH diameter hole ( inch)


OD outer diameter pipa ( inch)

Kecepatan batas laju Lumpur dimana jika kecepatan Lumpur lebih cepat dari kecepatan batas, aliran akan berubah dari
laminar menjadi turblent. Dimana pada umumnya aliran turbulent dihindari pada annulus antara DP dan open hole pada saat
drilling.
1.08 Pv + 1.08

2
2
Pv + 9.26{ ( OH OD) x Yp x MW }

CV = 60 x [

]
MW x ( OH - OD )

CV = ft/ min
OH diameter open hole ( inch)
OD out diameter pipa (inch)

MW ( ppg )
Pv plastic visc
Yp yeld point

3.10. CRITICAL GPM


GPM batas dimana pemompaan diatas gpm batas akam mengubah aliran Lumpur dari laminar menjadi turmunent
2
2
CV x ( OH - OD )
CV Critical Vel (ft/min)
GPM =
OH diameter Open hole (inch)
24.51
OD out diameter pipa (inch)

3.11. FLOW RATE/GPM UNTUK OPTIMASI


Range flow rate optimasi antara 30 50 GPM x diameter Bit
Missal: untuk ukuran bit 12-1/4 maka flow rate optimum
30 x 12 = 367.5 gpm sampai 50 x 12 = 612.5 gpm
Flow rate yang dianjurkan antara 367.5 s/d 612.5 gpm.
Untuk bit PDC
1.47
GPM opt = 12.72 x D
Misal : Diameter bit 12-1/4
1.47
Maka Flow rate = 12.72 x (12-1/4)
= 12.72 x 38.77
= 505.9 gpm

3.12. EQUIVALENT CIRCULATING DENSITY


Penambahan nilai MW pada saat sirkulasi
**Untuk MW rendah < 13 ppg

Yp x 0.1
ECD = MW +

ppg
OH ODP

MW= ppg
OH diameter lobang
ODP outer diameter DP

**Untuk MW > 13 ppg


0.1

ECD = MW + [

Pv x AnnVel
Yp = Yeld point
x { Yp + (
) }] ppg Pv =Plastic visc
OH ODP
300 x ( OH ODP )
Ann vel : ft/min

ATAU
Ann press loss ( psi )
ECD = MW +

ppg
0.052 x depth TVD ( ft)

3.13. HYDROSTATIC PRESSURE


HP= MW x 0.052 x Depth tvd ( ft)
HP= SG x 1.42 x depth tvd ( m )

psi

psi

MW ( ppg )

3.14. JET NOZZ VELOCITY


418.3 X gpm
JET VEL =

GPM
ft/sec

atau

2
2
2
J1 + J2 + J3

ft/sec
3.12 x Nozz Area

Mis : flow rate : 450 gpm


Nozz size : 3 x 12
Nozz area : 0.3313 sq. inch
418.3 x 450
Jet Vel =
2
2
2
12 + 12 + 12
188235
=
432
= 435 ft/sec

3.15. JET IMPACT FORCE


GPM X MW x Jet Vel
JI =

Lbs

MW = ppg
Jet Vel = ft/sec

1932

3.16. BIT PRESSURE LOSS


2
156.48 x GPM x MW
P Bit =

2
GPM x MW (ppg)
psi atau

2 2

psi
2

( J1 + J2 + J3 ).

10863.1 x Nozz area (sq. inch)

3.17. HHP Bit


GPM x P Bit
HHP bit =

HHP
1714

3.18. Total HHP

GPM x SPP
Tot HHP =

HHP
1714
HHP AT BIT X100 %

% HHP AT BIT =

( for optimal hydraulics 50 65 % )


TOT HHP

3.19 . TON MILES ( COMPLETE ROUND TRIP )

W x D x (D + L) +

( 2 x D ) x {( 2 x Wb )+ Wc }

TON MILES =
5280 x 2000

W = berat DP per ft dalam lumpur ( lb/ft )


D = Depth ( ft )
L = Panjang rata-rata DP per stand ( ft )
Wb = Berat Traveling block assembly ( lb)
Wc = Berat BHA dlm Lumpur berat DP sepanjang BHA dalam Lumpur ( lb )

Contoh ;
Mud weight
= 9.6 ppg
Depth (MD)
= 4000 ft
DP weight
= 13.3 lb/ft
BHA weight
= 83 lb/ft
Length BHA
= 300 ft
Weight Traveling block assy = 15000 lb
Average length 1 stand DP = 90 ft

Bouyancy Factor = ( 65.4 9.6 ) / 65.4 = 0.853


Berat DP dlm Lumpur ( W ) = 13.3 x 0.853 = 11.35 lb/ft
BeratBHA - beratDP ( Wc) = (300 x 83 x 0.853 ) - ( 300 x 13.3 x 0.853 ) = 17845 lb
11.35 x 4000 x ( 90 + 4000 ) + ( 2 x 4000 ) x {( 2 x 15000 ) + 17845}

Ton-Miles =
5280 x 2000
= 53.8

3.20. CRITICAL RPM


RPM kritis yaitu batas harga RPM yang mana jika RPM melebihi harga tersebut akan menimbulkan efek getaran ( vibrasi )
pada pipa pemboran.

33055
Critical RPM=

x
2
L

2
OD +

2
ID

L = length of one joint pipe (ft)


ID = inner diameter pipe (inch)
OD= outer diameter pipe (inch)

Contoh : DP 5
L = 31 ft
ID = 4.276
OD= 5
3055

Critical RPM =

2
+

4.276

2
31
=

34.396 x 6.579

= 226 RPM
Rile of thumb : for 5 Drill pipe do not exeed 200 rpm for any depth.
3.21. TITIK JEPIT
Kedalaman / titik dimana terjadi pipa terjepit ( stuck pipe ) dapat diestimasi berdasarkan pendekatan perhitungan drill
pipe stretch dengan rumus di bawah ini:
Stretch (inch) x Free point constant
Feet of free pipe =
Pull force ( thousand lbs )
Contoh : Drill pipe 3-1/2 13.30 lb/ft terjepit. Penambahan penjang ( stretch ) sepanjang
20 inch dengan tarikan over pull 35.000 klbs. Free point constant = 9052.5 ( tabel )
20 x 9052.
Feet of free point =

= 5173 ft
35

Cara Penentuan Stretch


Catat hook load ( berat string) saat berat normal + drag mis 146 klbs
Angkat string dengan ovrt pull 35 klbs ( angkat sampai 181 klbs )
Ukur peregangan ( penambahan panjang string sebelum dan sesudah angkat string sampai
over pull 35 klbs). Mis 20 inch
Free Point Constant dapat juga ditentukan dengan rumus :
2
FPC = { ( OD

2
- ID ) x 0.7854 } x 2500

ID dan OD ( inch )

53

Contoh:

Dp 4-1/2 16.6 lb/ft ----- ID = 3.826 inch


2

FPC = { ( 4.5

2
- 3.826 ) x 0.7854 } x 2500

= 4.407 x 2500
= 11017.5
TABEL DRILL PIPE STRETCH
OD
inch

NOMINAL
WEIGHT
Lb/ft

ID
inch

wall
area
sq inch

stretch
constant
in/klbs/1000 ft

Free point
constant

2-3/8

4.68
6.65

1.995
1.815

1.304
1.843

0.3068
0.2170

3260.0
4607.7

2-7/8

6.85
10.40

2.241
2.151

1.812
2.858

0.2208
0.1399

4530.0
7145.0

3-1/2

9.50
13.30
15.50

2.992
2.764
2.602

2.590
3.621
4.304

0.1544
0.1105
0.0929

6475.0
9052.5
10760.0

4.0

11.85
14.00

3.476
3.340

3.077
3.805

0.1300
0.1051

7692.5
9512.5

4-1/2

13.75
16.60
18.10
20.00

3.958
3.826
3.754
3.640

3.600
4.407
4.836
5.498

0.1111
0.0907
0.0827
0.0727

9000.0
11017.5
12090.0
13745.0

5.0

16.25
19.50

4.408
4.276

4.374
5.275

0.0914
0.0758

10935.0
13187.5

5-1/2

21.90

4.778

5.828

0.0686

14570.0

6-5/8

24.70

4.670

6.630

0.0603

16575.0

25.20

5.695

6.526

0.0613

16315.0

3.22. PRESSURE LOSS


Merupakan kehilangan tekanan selama perjalanan Lumpur dari mud pump sampai flow line.
Pada tempat tempat tertentu terjadi kehilangan tekanan yang disebabkan adanya gaya friksi antara Lumpur dan permukaan
yang dilewati Lumpur. Pressure loss ( kehilangan tekanan )
terjadi pada :
1. Drill string ( Drill Pipe, Heavy Weight Drill Pipe dan Drill Collar )
2. Annulus Surface Line
3. Bit / Nozzle
4. Surface Line
5. Mud Motor & MWD ( directional well )
Pressure loss dipengaruhi oleh Properti Lumpur terutama Sg/MW, Pv dan Yp, Flow rate, Annulus Velocity, dan Diameter
pipa. Jumlah total Pressure loss akan sama/mendekati
besarnya pressure pompa ( Stand pipe pressure ).
3.22.1. PIPE PRESSURE LOSS
Aliran dalam pipa dan Jet nozz turbulent ( Smith trool )
0.18
0.82
1.82
0.0000765 x Pv
x MW
x Q
Pipa Press Loss =

L
psi

4.82
ID
MW ( mud weght) = ppg
Q ( Flow rate ) = gpm
ID ( Inside Diameter of pipe) = inch
L (Length of pipe) = ft
Pv (Plastic Viscosity)
Yp (Yeld Point)
3.22.2. ANNULUS PRESSURE LOSS
Aliran dalam annulus DC dan DP Laminar ( Beck, Nuns and Dunn )

Yp

Ann Press loss =

An Vel x L x Pv
+

225 ( Dh Dp )

psi
2
1500 ( Dh - Dp )

L ( Length of Annulus) = ft
An Vel (Annulus velocity) = ft/sec
Dh (Diameter hole) = Inch

Dp (Diameter Pipe ) = inch


Pv (Plastic Viscosity)
Yp (Yeld Point)
PLASTIC VISCOSITY/YELD POINT
PV = Fann 600 reading - Fann 300 reading
YP = Fann 300 reading - PV
Fann600 reading = 2 PV + YP
Fann300 reading = PV + YP

Turbulence system
-7
2
1.4327 x 10 x MW x L x AnnVel
Ann Press Loss =
Dh - Dp
3.22.3. BIT PRESSURE LOSS
Tujuan pemrograman hidraulika adalah pengoptimisasian press loss di bit, dengan harapan didapatkan laju pemboran yang
optimum. Karena pada dasarnya tekanan pompa untuk mengimbangi kehilangan tekanan (press loss) akibat friksi Lumpur
dengan didinding pipa
yang tidak menghasilkan apa-apa.
2

x MW

Bit Press Loss =

psi
2
10863.1 x Nozz Area

3.22.4. SURFACE EQUIPMENT PRESSURE LOSS


Kehilangan tekanan pada sambungan/peralatan di permukaan biasa terjadi di stand pipe
, rotary house, swivel dan Kelly. Penentuan hilang tekanan di permukaan cukup sulit karena tergantung dari demensi dan
geometri dari sambungan/peralatan permukaan. Peralatan permukaan terbagi menjadi 4 (empat) type yang menunjukkan
demensi dari Drill pipe, Kelly, rotary hose dan swivel. Ada beberapa rumus untuk menentukan Surface equipment press loss.

1.86
Surf Press Loss = C x MW x ( 0.01 x Q )

psi

( Norton J Laperous1992)

C ( Friction Factor for type of surface equipment) = constanta


MW ( Mud Weight ) = ppg
Q (Flow rate) = gpm
Type of surface eqpt

1
2
3
4

1.0
0.36
0.22
0.15
0.8

Surf Pres Loss = E x MW

1.8
x Q

0.2
x PV

psi ( Rudi Rubiandini 2002 )

Surface eqpt Stand pipe Rotary hose swivel


Type
length ID
length ID length ID
Ft
inc
ft
inc
ft
inc

kelly
length ID
ft
inc

40

40

2.0

2.0

40

2.25

40

3.5

55

2.5

2.5

40

3.25

45

4.0

55

3.0

2.5

40

3.25

45

4.0

55

3.0

3.0

40

4.00

E
imperial unit
-4
2.5 x 10
-5
9.6 x 10
-5
5.3 x 10
-5
4.2 x 10

Rumus praktis
Surf Press Loss = Kl x Kr x 0.1 MW psi ( Rudi Rubiandini 2002 )
Kl = Koefisien loss ( lihat tabel )
Kr = Koefisien rate ( lihat tabel )
Contoh Perhitungan :
Data :
Well KRB-02 (KarangBaru Sukra)
Depth
Bit size / OH
Sg/MW
PV
YP

: 3340 m / 10958.5 ft
: 6
: 1.45 / 12.08 ppg
: 21
: 24

Flow Rate

: 300 gpm

Shoe liner 7
Top Liner 7
ID liner 7
ID cag 9-5/8

: 2975 m
: 2318 m
: 6.184 inch
: 8.838 inch

ID/OD DC 4-3/4 : 2 / 4.75


ID/OD DP 3-1/2 : 2.56 / 3.5
ID/OD DP 5
: 4.276 / 5
Length of DC 4-3/4 : 95 m / 311.7 ft

Length of DP3.5
Length of DP 5

: 1427 m / 4682 ft
: 1818 m / 5964 ft

Nozz : 30 x 30 x 30
TFA : 2.07087 inch square

Panjang Annulus
P 5 Csg 9-5/8 = 1818 m / 5964.9 ft

DP 3.5 Csg 9-5/8 = 500 m / 1640.5 ft

Top liner 7
@ 2318 m
Shoe Csg 9-5/8
@ 2346 m

DP 3.5 Liner 7 = 657 m / 2155.6 ft

Shoe liner 7
DP 3.5 - OH = 270 m / 885.9 ft
@ 2975 m

DC 4.75 - OH = 95 m / 311.7 ft
Depth 3340 m

PERHITUNGAN :

Annular Velocity :
2
2
DC 4-75 OH = ( 24.5 x 300 ) / ( 6 - 4.75 ) = 547.2 ft/min / 9.12 ft/s
2
2
DP 3.5 OH = ( 24.5 x 300 ) / ( 6 - 3.5 ) = 309.6 ft/min / 5.16 ft/s
2
2
DP 3.5 Liner 7 = ( 24.5 x 300 ) / ( 6.184 - 3.5 ) = 282.9 ft/min / 4.71 ft/s
2
2
DP 3.5 Csg 9-5/8 = ( 24.5 x 300 ) / ( 8.838 - 3.5 ) = 111.6 ft/min / 1.86 ft/s
2
2
DP 5 Csg 9-5/8 = ( 24.5 x 300 ) / ( 8.838 - 5 ) = 138.4 ft/min / 2.31 ft/s

Annulus Press loss :


311.7 x 24
DC 4.75 OH =

9.12 x 311.7 x 21
+

= 52.07 psi
2
1500 ( 6 - 4.75 )

225 ( 6 4.75 )
885.9 x 24
DP 3.5 OH =

5.16 x 885.9 x 21
+

= 46.68 psi
2

225 ( 6 3.5 )

1500 x ( 6 - 3.5 )

2155.6 x 24
DP 3.5 Liner 7 =

4.71x 2155.6 x 21
+

= 105.42 psi
2
1500 x ( 6.184 - 3.5 )

225 ( 6.184 3.5 )


Dengan cara yang sama
DP 3.5 Csg 9-5/8 = 34.28 psi
DP 5 Csg 9-5/8 = 178.86 psi

Total Press loss Annulus = 52.07 + 46.86 + 105.42 + 34.28 + 178.86 = 417.3 psi

PIPE PRESS LOSS


0.18
0.82
1.84
0.0000765 X 21
X 12.08
X 300
X 311.7
DC 4.75 =

= 363.11 psi
4.82
2

0.0000765 X 21

0.18
0.82
1.84
X 12.08
X 300
X 4682

DP 3.5 =

= 1659.5 psi
4.82
2.56
0.18
0.82
1.84
0.0000765 X 21
X 12.08
X 300
X 5964.9

DP 5 =

= 178.35 psi
4.82
2.56

Total Pipe Press loss = 363.11 + 1659.5 + 178.35 = 2200.96 psi


BIT PRESS LOSS
2
300 x 12.08
Bit Press Loss =

23.33 psi

2
10863.1 x 2.0708
SURFACE PRESS LOSS
1.86
Surface Loss = 0.22 x 12.08 x ( 0.01 x 300 )

20.5 psi

(Surface eqpt type 3 )

Total Press Loss = 417.3 + 2200.96 + 23.33 + 20.5 = 2661.8 psi

3.23. TRIP MARGIN


Perkiraan penambahan Sg / MW Lumpur setelah killing dari kejadian kick
Yp x 0.085
TRIP MARGIN =

ppg

Dh : Diameter hole (inch)


Dp : Pipe out side diameter (inch)

( Dh Dp )
Contoh :

Yp of mud = 14
Hole diameter = 12-1/4
Pipe out side diameter : 5

Trip Margin = ( 14 x 0.085 ) / ( 12.15 5 ) = 0.164 ppg

3.24. WOB MAXIMUM DRILLING


Weigh on Bit max yang diperbolehkan saat drilling adalah setara dengan berat Drill Collar
dan Heavy Weight terkoreksi Bouyancy.
Stright Hole ( lobang tegak )
Max WOB = ( Weight of DC + HW ) x Bouyancy Factor

Klbs

Directional Hole
Max WOB = ( Weight of DC + HW ) x B F x Cos inclination

Klbs

3.25. KEDALAMAN WASH OUT


Penentuan kedalaman kebocoran pipa dapat diperkirakan dengan perhitungan sebagai
berikut:
Metode 1.
Pompakan material plug kedalam drill pipa, amati pada stroke ke berapa mulai terjadi
kenaikan pressure.
Depth wash out (ft) = ( tot stroke x pump out put (bbls/strk) ) : drill pipe cap. (bbls/ft)

Metode 2.

Pompakan material ke dalam drill string hingga menembus wash pipe dan naik ke annulus sampai ke shaker. Catat total
stroke saat material keluar ke shale shaker. Material haruslah mudah terlihat mis cat warna cerah atau butiran jagung
tumbuk/beras. Atau yang mudah terdetaksi oleh gas detector mis carbide .
Depth wash out (ft) = ( tot stroke x pump out put ) : (drill pipe cap. + Ann cap.)
Pump out put bbls/strk
Drill pipe cap bbls/ft
Annulus cap bbls/ft
3.26. CEK/KORAKSI DIAMETER LOBANG
Cek diameter lobang biasanya dilakukan sebelum penyemenan atau untuk koreksi perhitungan Lag depth/Lag time. Idealnya
dilakukan setiap kemajuan 200 300 m untuk koraksi perhitungan Lag depth/Lag time. Caranya adalah dengan
memasukkan carbibde atau butiran beras/jagung tumbuk, catat total stroke saat butiran beras keluar. Jika menggunakan
carbide catat saat gas naik melebihi background gas ( kondisi tidak ada connection gas atau kondisi background gas tinggi).
Selisih antara total stroke saat material keluar dengan total stroke teoritis surface to surface ( complete circulation)
dikonversikan ke volume (bbls) merupakan efek perbesaran diameter lobang.
Contoh :
Hole Depth
: 1500 m
Csg Shoe 9-5/8 at
: 1300 m
Ukuran bit
: 8-1/2
Length Open hole 8-1/2 : 200 m ( 656.2 ft )
Total stroke teoritis Surface-surface : 2600 stroke
Real tot stroke saat cek carbide
: 2750 stroke
Cap pompa : 0.0833 bbls/stroke ( eff 97 %)
Perhitungan :
Excess stroke : 150 stroke
Excess volume : 150 x 0.0833 = 12.49 bbls
Volume open hole tanpa pipa = (8.5 x 8.5 x 656.2) / 1029.4 = 46.056 bbls
Setelah di cek ternyata volume open hole menjadi 46.05 + 12.49 = 58.54 bbls

Diameter lobang =
(rata-rata)

( Hole Vol x 1029.4 ) / length OH

Hole vol
: bbls
Length hole : ft

( 58.54 x 1029.4 ) / 656.2


= 9.58 inch

3.27. MINIMUM CIRC STROKE HOLE CLEAN FOR DIRECTIONAL HOLE


Minimum Total stroke sirkulasi agar bersih lobang untuk sumur berarah
Total Adjust MD x Bottoms-Up stroke
Min Circ Strk =
Measure Depth (MD)
(TRUE Was compiled specifically to assist the rig team in The Reduction of Unscheduled Events)
Total Adjust = well bore section by angle interval x circ strk factor ( CSF)

Minimum Circulating Stroke Factor ( CSF ) to clean hole


Hole Size
Angle Interval

26

17-1/2 16

12-1/4

8-1/2

0 - 35

2.0

1.7

1.4

1.4

35 55

2.5

2.5

1.8

1.6

55

----

3.0

2.0

1.7

Contoh perhitungan:
Measure depth : 13,000 ft
Hole size 12.6 ( csg 13-3/8) 12.25
Interval kedalaman dan sudut : 0 4,500 ft
sudut 0 35 deg
4,500 6,500 ft sudut 35 55 deg
6,500 13,000 ft sudut > 55 deg

Bottoms up strokes = 15,000 stroke


Total Adjust MD = ( sec #1 x CSF ) + ( sec#2 x CSF) + ( sec#3 x CSF)
= (4,500 x 1.4 ) + ( 2,000 x 1.8) + ( 6,500 x 2 )
=
6,300 + 3,600 + 12,000
= 22,900
22,900 x 15,000
Min Circ Stroke =
13 000
= 26,423 strokes

BAB IV GEOLOGY

4.1. PERALATAN PENUNJANG ANALISA GEOLOGY

Binoculer Microscope
Fluoroscope
Calcimetry
Grain Size Comparator
Mineral Comparator
Sample tray, Probe, Pinset, Cloth bag, sample envelope, Can for geochemistry, reaction tube.
Cup and mortar ( penggerus untuk analisa solvent)

Solvent :
-. Trichlorothane
-. Aceton
-. Tetrachloride
-. Chloroform
-. Phenopthaline. ( basic indicator/cement contaminted indicator )
-. HCl 10%. ( Jika tersedia 37% HCl, jadikan 10 % dengan cara :
100 ml HCl 37% + 270 ml Aquadest. Vol. akhir menjadi 370 ml)
-. Bacteriacide.
Wax (core/side wall core sample protector)

4.2. SAMPLE COLLECTION


Pengambilan sample ditentukan Drilling program dari company. Pada umumnya sample regular diambil :
Trayek lobang 20 sample per 10 m
Trayek lobang 12-1/4 sample per 5 m
Trayek lobang 8-1/2 sample per 2 m
Pengambilan sample juga tergantung jenis sumur dan kedalaman lapisan prospek. Untuk sumur eksplorasi pada trayek
lobang 12-1/4 dilakukan pengambilan sample regular per 2 m.
Demikian pula untuk sample Geokimia biasanya diambil per 30 m ( tergantung program )
4.2.1. WASHED SAMPLE
Sample yang telah dicuci untuk didiskripsi
Sample dikeringkan dengan microwave/oven dan dibungkus dengan sample envelope (+/- 100-200 gr )
Sample diambil dengan menggunakan saringan 80 mesh, 120 mesh dan 200 mesh
*** Sample terakhir sebelum cabut pipa harus diambil untuk didiskripsi walaupun bukan sample regular***
Pengeboran dengan Lumpur water based mud, pencucian sample dengan menggunakan air
Pengeboran dengan Lumpur Natural Oil Based mud (saraline), pencucian sample dengan menggunakan Typol dan
saraline. Sebelum didiskripsi/dikeringkan dengan microwave, sample disentrifuge agar sisa-sisa minyak terlepas dari
cutting.
Pengeboran dengan Lumpur Oil Based Mud ( Solar ), pencucian sample dengan menggunakan solar
4.2.2. UNWASH SAMPLE
Sample basah ( tanpa dicuci ) dimasukkan dalam cloth bag ( +/- 300-400 gr ) untuk analisa Paleontology. Setiap
pengembilan sample, sisa-sisa sample di penampungan harus disemprot bersih. Sehingga sample yang berikutnya benarbenar sample baru.
4.2.3. GEOCHEMISTRY SAMPLE

Sample tanpa dicuci (unwashed), dimasukkan dalam kaleng timah ( geochemical tin). Cara pengambilan yaitu tiap ambil
sample regular, ambil pula segenggam sample tanpa dicuci dan masukkan dalam kaleng. Setelah 30 m sample, kaleng
ditutup gati kaleng baru untuk 30 m kedalaman berikutnya dst. Komposisi terdiri dari 50% unwashed sample, 25 % air, 25%
udara. Tetesi dengan larutan Bacteriacid . Tutup rapat dan letakkan dengan posisi terbalik. Pengambilan sample biasanya per
20 m atau 30 m tergantung program.
4.3. CORE HANDLING
Coring vertical ada 2 macam yaitu conventional core dan sleeved ( inner core barrel ) core.
Conventional core:

Core langsung terjatuh secara gravitasional dari core barrel setelah dibuka core catcher ( hati-hati jangan ditahan
dengan tangan ).

Dapat didiskrpsi secara general ( struktur mis interbedded, laminasi, single rock unit)

Diskripsi jenis lithology, structure, porosity, oil show.

Chipping tiap meter/perubahan lithology.

Core dipotong tiap 1 meter ( bila perlu )

Sleeved (Inner Core Barrel) Core

Core keluar masih tetap terbungkus dalam core barrel yang terbuat dari fiber glass ( tiap core barrel panjangnya 11
12 m ). Sekali coring dapat langsung 2 3 core barrel.

Core dipotong-potong tiap meter

Diskripsi secara chipping tiap satu meter.

Core Handling

Siapkan Core Box sesuai dengan panjang core

Berikan tanda TOP dan BOTTOM pada ujung-ujung core box dan kedalamannya.

Berikan tanda pada Core barrel fiberglass dengan marker merah (kanan) dan biru(kiri) dengan anak panah
kearah TOP

Berikan kedalamannya tiap m pada ujung ujung core barrel yang akan dipotong

Chipping tiap meter kedalamannya.

Masukkan core barrel ke dalam core box sesuai interval kedalamannya dan posisi TOP BOTTOM (jangan
sampai terbalik !!! ).

BOTTOM
820

TOP
821 821

822

Bila Recovery kurang dari 100 %, ada core yang terpotong, maka yang dianggap hilang di bagian BOTTOM .
misal: Coring 12 m dari kedalaman 800 m sampai 812 m. Jika yang terangkat 10 m, maka hasil core tersebut dari
kedalaman 800 m sampai 810 m .
Convensional core, sebelum masuk kotak dibungkus dulu dengan plastic wrap, dilapisi dengan alluminium wrap
kemudian diolesi wax cair, tunngu kering, baru dimasukkan dalam core box..

Side Wall Core


Sample side wall core berbentuk tabung silinder dengan diameter +/- 2 cm panjang 5 -6 cm (100%), sample sudah
dimasukkan dalam botol-botol beserta kedalamannya dan disatukan dalam kotak oleh Wireline engineer. Core yang
mengandung minyak (oil show ) dibungkus dengan plastic wrap dan dilapisi dengan alluminium wrap kemudian di olesi
wax cair, tunggu sampai kering, dimasukkan kembali dalam botol. Hal yang perlu dicatat :TOTAL SAMPLING: --- ,
RECOVERED:--- sample, RECOVERY: --- %, MISFIRE : ---bullets (bila ada).

4.4. SAMPLE DESCRIPTION


Secara umum diskripsi cutting/sample (wash sample ) dibawah microscope binokuler meliputi :

Rock Type
Classification
Color
Hardness
Grain Size
Grain Shape
Sorting
Minerals
Matrix pore filling
Cement
Visual Structure
Visual Porosity Estimation
Oil Show
Fossil

Other

4.5. HYDROCARBON ANALYSIS


4.5.1 UV FLUOROSCOPE ANALYSIS

Oil In Mud
Amount, Color, Odor, Fluorescent ------ Shale Shaker and Unwashed sample

Odor
None, Poor ( slight ), Fair, Good

Oil Staining
Persentage under Microscope
90 100 % Exelent
50 90 % Good
30 50 %
Fair
10 - 30 % Poor
< 10 %
Trace

Fluorescence
Percentage under UV Fluoroscope
90 100 % Exelent
50 90 % Good
10 - 50 % Fair
< 10 %
Trace
Color of Fluorescence and oil indicate
Oil Fluorescence
Brown
Orange Brown
Orange
Gold
Yellowish-Orange
Yellow
Whitish-Yellow
Greenish-yellow
Yellowish-white
Bluish White light blue

Heavy Oil

Light Oil

Some of minerals shows fluorescence, such as :

Dolomite
Limestone
Fossil
Grease/Dope
Lignite

Yellow yellowish brown


Yellow brown
Yellow White to yellow
White milky white
Yellow- yellowish white

Pyrite
purpleyellowsh brown
Calcite orange to gold
Damar/Amber white-yellow

Cut
Describe the phenomenon of oil being leached from rock by solvent ( usually use Chloroethane )
Cut Fluorescence

Heavy Oil

Brownish orange
Orange
Gold
Yellowish orange
Yellow
Whitish Yellow
Greenish White
Yellowish White
Bluish White

Light Oil

Kecepatan Reaksi Solvent


Fast ( Flash Cut )
Moderate ( Cloudy Cut )
Slow ( Streamer Cut )
Very Slow ( Crust cut )

General Qualitative Estimate Of Oil Show


API Gravity

Fluorescent Color

2 - 10
10 18
18 - 35
35 45
> 45

None Dull Brown


Brown Orange
Gold Yellow
Blue white White
White None

141.5
API Oil =

- 131.5
Sg

TABEL STANDARD OIL SHOW DESCRIPTION

Visual Stain
Black
Brown
Light Brown
Tan
Tan - Transparent

4.5.2. SOLVENT ANALYSIS


Analisa kandungan hydrocarbon pada cutting dengan reaksi kimia. Cutting kering di gerus dan dicampur dengan larutan
kimia tertentu ( Solvent ). Tiap jenis solvent memberikan reaksi yang berbeda terutama warna. Solvent yang digunakan yaitu
Tetrachloride ( CCl4 ), Aceton (CHCl3), Chlorothene ( CH3COCH3). ( tabel solvent analysis )
4.6. GAS RATIO ANALYSIS
Analisa gas hydrocarbon dari Chromatograph yang terbaca pada mud-log merupakan indikasi pertama dari karakteristik
fluida dalam reservoir. Analisa rasio dari data-data gas tersebut memberikan informasi adanya zona-zona yang menarik
(zone of interest ) untuk dilakukan test produksi.

Hydrocarbon Wetness Ratio ( Wh ) / Gas Wetness Ratio ( GWR )

Wh = ( C2+C3+C4 C5 ) / C1+C2+C3 C5 ) x 100


< 0.5
10.5 17.5
17.5 - 40
> 40

very dray Gas


Gas density increas as Wh increase
Oil density increase as Wh increase
Residual Oil

Balance Ratio (Bh)/ Light to Heavy Ratio (LHR)

Bh = (C1+C2) / (C3+iC4+nC4+C5 )
> 100
very dry gas
if Wh in gas phase, and Bh > Wh
gas is indicated, density increase as the curve approach each other
if Wh in Oil phase, and Bh < Wh
oil is indicated, oil density increase as the curve separate.
Wh > 40 , Bh will be much less than Wh indicating residual oil.

Character Ratio ( Ch ) / Oil Character Quality (OCQ)

Ch = ( iC4 + nC4 + C5 ) / C3

Ch < 0.5 , The Wh and Bh Interpretation of Gas is correct


Ch > 0.5, The gas character indicated by the Wh and Bh ratios is associated with oil ( lihat contoh )

4.7 ABREVIATIONS FOR LITHOLOGY DESCRIPTION


COMMON GULF COAST ABBREVIATION
SPWLA/AAPG STANDARDIZED 1987
TYPE: Chalk, Clay,Dolomite, Limestone, Sand, Sandstone,
Shale,Siltstone
CLASSIFICATION:boundstone,Crystalline,Grainstone,Mudstone
Mudstone,Packstone,Wackestone
COLOR:Amber,Blue,Buff,Black,Brown,Clear,Dark,Flesh
Green,Gray,Light,Maroon,Olive,Orange,Pink
Purple,Red,Varigated,White,Yellow
HARDNESS: Brittle,Compact,Consolidated,Dense,Firm,
Friable,Hard,Medium,Slightly,Soft,Unconsolidated
Moderately,Occasionally,Very,Predominantly

CHK,CL,DOL,LS,
SD,SST,SH,SLTST
Bdst, Xln, Grst,
Mdst
Mdst, Pkst, Wkst
amb, bl, bu, blk,
clr,dk,fls,
gn, gry, lt, mar,
olv, or, pk
purp, rd, vgt, wh,
yel.
brit, cpct, consol,
dns, firm,
fri,hd, med, sli, sft,
unconsol,
mod,occ,v, pred.

GRAIN SIZE: Very Fine, Fine,Medium,Coarse,Grain

vf, f, m, crs, gr.

GRAIN SHAPE:Angular,Subangular,Subrounded,Rounded,

ang, sbang, sbrndd,


rndd,
wl rndd, amor, blky,
contrt
ren, crnk, ctgs,
elong, fibr,
fis, flk, frag, irr, lg,
lmpy
plty, splin, stri, thk,
thn.

Well Rounded,Amorphous,Blocky,Concorted
Crenulated,Crinkled,Cuttings,Elongated,Fibrous
Fissile,Flakey,Fragment,Irregular,Long,Lumpy
Platey,Splinterly,Striated,Thick,Thin
SORTING: Very well,Well,Moderately Well,poorly,very poorly
Sorted

v wl, wl, mod wl, p,


vp
srt

LUSTER: Drusey,Earthy,Frosted,Glassy,Luster,Pearly
Resinous,Silky,Vitrous,Waxy

dru, ea, fros, glas,


lstr, prly,
rsns, slky, vit, wxy

TEXTURE: Grainy,Gritty,Pitted,Rough,Silty,Smooth
Sucrosic, Sugary, Texture

gr, gt, pit, rgh, slty, sm,


suc, sug, tex.

STRUCTURE: Bedded, Calcite/Pyrite Filled Fracture


Interbedded, Laminated, Vuggy
CEMENT: Very Well, Well, Moderately,Poorly cemented
Calcite, Clay, Hematite, Quartz, Silica

bd, calc/pyr fld frac


intbd, lam, vug.
v wl, wl, mod wl, p cmt
calc, cl, hem, qtz, sil.

VISIBLE POROSITY: No, Trace, Fair, Good, Visible Porosity

n, tr, fr, gd, vis por

ACCESSORIES: Trace, Occasional, Abundant, Foram, Fossils

tr, occ, abd, foram,


foss

Chert, Glauconite, Pyrite, Cavings


FLUORESCENT: Brown, Orange, Yellow,White,Violet,Bright
Dull, Mineral, Scattered, Streaky,Fluorescent
CUT : Crush, Fast, Instant, None, Ring, slow
Streaming

Cht, glau, pyr, cvg


brn, or, yel, wh,
vi, brt,
dull, min, scat, strk,
fluor.
crsh,fast,inst,nm
ring, slo
strmg

BAB V WELL CONTROL


5.1 WELL KICK
Well kick adalah suatu kejadian dimana cairan formasi masuk ke lobang bor. Jika well kick
tidak segera ditangani secara benar akan mengakibatkan semburan liar ( blow out )
5.1.1. SEBAB-SEBAB TERJADINYA WELL KICK

1. Lumpur pemboran terlalu ringan


Dalam hal ini tekanan hidrostatis lumpur lebuh kecil dengan dari tekanan formasi.
2. Swabing effect
Teradi efek penyedotan ( piston effect ) pada waktu cabut pipa/pahat. Hal tersebut dikarenakan
lumpur terlalu kental, gel streng terlalu tinggi atau pencabutan terlalu cepat.
3. Hilang Lumpur
Hilang lumpur dakalanya erlalu esar ( bahkan loss total / tak ada aliran balik ). Sehingga
permukaan lumpur dalam lobang bor turun yang selanjutnya mengakibatkan tekanan hidrostatis
lumpur turun menjadi lebih kecil dari tekanan formasi. Hilang l umpur yang besar kemugkinan
diakibatkan oleh porositas formasi yang besar, formasi bergua ( cavernous) atau retakan retakan
yang lebar pada formasi.
4. Abnormal Pressure.
Formasi bertekanan tinggi sehingga tekanan formasi melebihi tekanan hidrostatis lumpur.
5.1.2. GEJALA TERJADINYA WELL KICK
Pada umumnya well kick terjadi selalu diikuti dengan gejala-gejala kenampakan di permukaan
atau tampak pada peralatan kontrol. Gejala tersebut dapat terjadi satu persatu atau beberapa
gejala tampak bersamaan.
1. Kecepatan laju pemboran ( ROP )
Kecepatan laju pemboran dapat tiba-tiba naik/cepat ( drilling break ). Hal ini terjadi bila bor
menembus formasi lunak. Tapi dapat juga karena formasi porous bertekanan tinggi. Sehingga
tekanan formasilebih tinggi dari takanan hidrostatis lumpur. Mengakibatkan cairan formasi
masuk lobang bor.
2. Hilang Lumpur ( loss circulation )
Hilang lumpur dakalanya erlalu esar ( bahkan loss total / tak ada aliran balik ). Sehingga
permukaan lumpur dalam lobang bor turun yang selanjutnya mengakibatkan tekanan hidrostatis
lumpur turun menjadi lebih kecil dari tekanan formasi. Sehingga hilang lumpur yang besar dapat
dikategorikan sebagai salah satu gejala well kick. Walaupun tidak setiap hilang lumpur
di menyebabkanwell kick.
3. Gas Cut Mud
Adanya gas yang terjebak dalam lumpur yand dapat menyebabkan penurunan densitas lumpur.
Hal ini menandakan adanya gas kick .
4. Water Cut Mud.
Adanya influx fluida formasi berupa air asin ke dalam lobang bor. Hal ini dapat ditandai dengan
kenaikan kandungan ion Chlor dalam lumpur.
5. Aliran balik
Terjadi aliran balik ( flowing ) walaupun pompa dalam keadaan berhenti

6. Volume lumpur pada saat Cabur Masuk pahat


Perhitungan volume lumpur pada waktu cabut masuk pahat, menunjukkan gejala gain.
5.2. KILLING WELL
Jika terjadi kick, maka akan segera tutup sumur ( shut In Well ) pengamatan SIDP dan SICP
serta menyiapkan kill sheet untuk pencatatan data-data killing well .Pembacaan SIDP tidak dapat
dilakukan bila pada pipa bor ada katup balik atau float sub. Maka pembacaan dapat dilakukan
dengan cara :
1. Pompakan sedikit lumpur dalam pipa bor, dengan harapan tekanan lumpur dapat membuka
float valve,Choke dibuka sedikit. Pada saaat float valve terbuka akan ada lonjakan tekanan pada
standpipe manifold ( stand pipe press )yang sama dengan SIDP
2. pemompaan singkat dengan kondisi tekanan pada casing constan ( SICP), dan kecepatan
pompa sama pada saat dilakukan SPR ( Slow Pump Rate )
Maka SPP = Press SPR + SIDP
SIDP = SPP + Press SPR
KILL SHEET
WELL
LOC
TGL

:
:
:

Original Mud weight ------------------------------------------------------- ppg


Measure depth -------------------------------------------------------------- ft
TVD ---------------------------------------------------------------------------- ft
Kill Rate press (SPR pump #1)---------------------psi @----------------------- SPM
Kill Rate press (SPR pump #2)---------------------psi @----------------------- SPM
Kill Rate press (SPR pump #3)---------------------psi @----------------------- SPM
Kick Data
SIDPP --------------------------------------------------------------------- psi
SICP ----------------------------------------------------------------------- psi
Pit Gain ------------------------------------------------------------------ bbls
Drill String Volume
DP capacity = -----------------------bbls/ft x ---------------------length DP ft = -------------------- bbls
HWDO cap =
bbls/ft x --------------------length HWDP = ------------------ bbls
DC cap
= ------------------------bbls x -----------------------length DC = ------------------ bbls
Total Drill string volume ------------------------------------------------------------------------------------- bbls
Annulus Volume

DC -- OH capacity ----------------------- bbls/ft x Length = --------------------------Bbls


HHWDP -- OH capacity ------------------bbls/ft x Length = -------------------------- Bbls
DP -- OH capacity --------------------------bbls/ft x Length = ---------------------------Bbls
DP -- CSG capacity --------------------------bbls/ft x Length = ---------------------------Bbls
Total Annulus volume ------------------------------------------------------------------------------Bbls
total Annulus open hole volume ------------------------------------------------------------------------------Bbls
Pump Data
Pump out put #1 ---------------------bbls/stroke @ ------------------% efficiency
Pump out put #2 ---------------------bbls/stroke @ ------------------% efficiency
Pump out put #3 ---------------------bbls/stroke @ ------------------% efficiency
Surface to bit Stroke
Drill string volume -----------------bbls -:- pump out put -------------bbls/strk = ---------------------- Stroke
Bit to Surface Stroke
Annulus volume -----------------bbls -:- pump out put --------------bbls/strk = ---------------------- Stroke
Bit to Casing shoe
Tot Ann open hole ---------------bbls -:- pump out put ----------------bbls/strk = ------------------Stroke
Maximun Allowable Mud Weight From LOT
Leak Off Test -----------------------------------psi, Mud Weight used ------------------------ppg
Casing point @ ---------------------------------------------ft (TVD)
Max allowable MW = ( LOT press ----psi -:- 0.052 -:- Csg shoe set ----ft TVD ) + MW used ---ppg
Maximun Allowable Shut In Casing pressure
Max allowable SICP (psi) = (Max allowable MW - MW used drill ) x 0.052 x csg sheo ft
TVD
Kill Mud Weight ( KMW )
( SIDP ---------------psi -:- 0.052 -:- Depth TVD --------ft ) + OMW ---------ppg = -----------ppg
Inicial Circulating Pressure ( ICP )
SIDP ------------------psi + SPR ------------------psi = ------------------------ psi
Final Circulating Pressure ( FCP )
(KMW ----------------ppg x KRP ------------------psi ) -:- OMW --------------ppg = ---------------------psi
Used to Calculate Press drop versus Stroke as KILL MUD is pumped to the BIT.
There is 2 ways this can be done :

FIXED STROKE INTERVAL OR FIXED PRESSURE INTERVAL


Fixed Stroke Interval
Psi drop per stroke = ( ICP -------psi - FCP --------psi ) -:- surface to bit stroke = -------psi/strk
Psi drop/100 stroke = Psi drop /stroke x 100 ------------------------psi/100strk
Fixed Pressure Interval
Stroke per psi drop = Surface to bit ------------stroke -:- ( ICP--------psi - FCP---------psi )
Strokes/50 psi drop = Stroke/psi drop x 50
Trip Margin
Approximate Mug weight value to be added after Killing a Kick
Trip Margin : Yp x 0.085 / ( Dh - Dp )

Yp : Yeld Point
Dh : Dia Hole ( inch)
Dp : Dia Pipe ( inch)

Contoh :
Original MW
Yp
Depth
: 10525
SPR @ 50 SPM
SPR @ 30 SPM
DRILL STRING
DP 5" capacity
HWDP 5" capacity
Length HWDP 5"
DC 8" capasity
Length DC8"
ANNULUS
hole size
12.25
DC - OH capacity
DP/HWDP - OH cap
DP - CSG capacity

: 9.6

ppg
: 10
lb/100sq in
ft
Pump out put
0.136
: 1000 psi
LOT w/ 9.00 ppg
600
psi
Casing Shoe at
Eq MW
14.433
0.01776 bls/ft
KICK DATA
0.00883 bbls/ft SIDP
480
240
ft
SICP
600
0.0087 bbls/ft Pit Vol Gain
360
ft
TVD
10000
inch
0.0836
0.1303

bbls/ft
0.1215
bbls/ft

Calculation
Drill string Volume
DP Volume = 0.01776 bbls/ft x 9925 ft =
HWDP Vol = 0.00883 bbls/f x 240 ft =

bbls/strk
1130
psi
4000
ft
ppg
psi
psi
35
ft

bbls

bbls/ft

176.268 bbls
2.1192 bbls

DC Vol
= 0.0087 bbls/ft x 360 ft
Total drill string volume

3.132

bbls

181.5192

Annulus Volume
DC -- OH = 0.0836 bbls/ft x 360 ft =
DP -- OH = 0.1215 bbls/ft x 6165 =

30.096 bbls
749.0475 bbls

DP-- CSG = 0.1303 bbls/ft x 4000 ft =

521.2

Total Annulus volume

1300.3435

bbls

bbls

Stroke surface to bit = 181.5 -:- 0.136 =

1334.7

Stroke

Bit to Casg stroke = 779.15 -:- 0.136 =

5729.044118

Stroke

Bit to Surface stroke = 1300.34 -:- 0.136 =

9561.349265

Kill MW =(480 psi -:- 0.052 -:- 10000 ft ) + 9.6 =

10.5

ppg

Inicial Circ Press (ICP)= 480 psi + 1000 psi =

1480

psi

Final Circ Press (FCP)= 10.5 / 9.6 x 1000 =

1094

psi

Stroke

Calculate Pressure Drop Versus Stroke


Fixed Stroke

Fixed Pressure

= (1480 psi - 1094 psi ) / 1335 = 0.289


mis: tiap 100 stroke
jadi 0.289 x 100 = 28.9 psi drop

= 1335 / (1480-1094) = 3.46 stroke/psi drop


mis tiap 50 psi drop
jadi 3.46 x 50 psi = 173 stroke

penurunan 28.9 psi per 100 stroke


Stroke

Press

0
100
200
300

1480
1451
1422
1393

Stroke

Press

173
346
519

0
1430
1380
1330

<----- ICP

1480

<---- ICP

400
500
600
700
800
900
1000
1100
1200
1300
1335

1364
1335
1306
1277
1248
1219
1190
1161
1132
1103
1094

692
865
1038
1211
1335

1280
1230
1180
1130
1094

<---- FCP

Trip Margin
TM = 10 x 0.085 / ( 12.25 - 5 ) = 0.117 ppg
<----- FCP

Max Allowable SICP = ( 14.43 ppg - 9.6 ) x 0.052 x 4000 ft


= 1004 psi

5.3 KICK ANALYSIS


Formation Pressure (FP) pada kondisi Shut In Well dan Kick
FP psi = SIDP --- psi + ( MW --- ppg x 0.052 x Depth --- ft TVD)
Contoh : Shut In Drill Pipe = 500 psi
MW in drill pipe = 9.6 ppg
Hole Depth
= 10000 ft TVD
FP = 500 psi + ( 9.6 x 0.052 x 10000 ft )
'= 500 + 4992 psi
'= 5492 psi
Bottom Hole Pressure (BHP) pada kondisi Shut In Well dan Kick
FP psi = SIDP ----- psi + ( MW --- ppg x 0.052 x Depth --- ft TVD)
( sama dengan Formation pressure )
Tinggi Influx ( Gain )
Tinggi Influx ft = Pit gain -- bbls -:- annular capacity --- bbls/ft
Contoh sesuai di atas: pit gain = 35 bbls
DC -- OH = 0.0836 bbls/ft x 360 ft =
influx 30.09 bbls mengisi ann DC-OH setinggi 360 ft

30.09 bbls

Sisa influx 35 - 30.09 = 4.91 bbls mengisi ann HW-OH


Tinngi sisa influx di ann HW-OH = 4.91 bbls -:- 0.1215 bbls/ft = 40.4 ft
Total tinggi kolom influx = 360 ft + 40.4 ft = 364.4 ft
Estimasi Tipe Influx
( SICP psi - SIDP psi )
Influx weight ( ppg ) = MW ppg - (
)
( tinggi influx --ft x 0.052 )
Jika influx weight
4 -- 6 ppg
7 -- 9 ppg

1 -- 3 ppg
= gas kick
= oil kick atau kombinasi dng gas
= Salt water kick

dari kasus di atas,


600 psi - 480 psi
influx weight = 9.6 - (

)
364.4 x 0.52

= 9.6 - 0.63
= 8.97 ppg ( influx is probably salt water )

Hydraostatic Press ( HP ) Decrease Cause by Gas Cut Mud


Metode #1
100 x ( MW un cut mud ppg - MW gas cut mud ppg )
HP decrease =
MW gas cut mud ppg
contoh : MW uncut mud = 11.2 ppg
MW gas cut mud = 9.1 ppg
HP decrease = 100 x ( 11.2 - 9.1 ) -:- 9.1
= 23 psi
Metode #2 :

HP decrease = ( Mud press grad psi/ft -:- Ann vol cap bbls/ft ) x pit gain bbls
contoh : MW = 9.6 ppg ---> press gradien = 9.6 x 0.052 = 0.5 psi/ft
Ann vol cap DC 8" - OH 12.25" = 0.0836 bbls/ft
Pit gain = 35 bbls
HP decrease = 0.5 psi/ft -:- 0.0836 bbls/ft ) x 33 bbls
= 5.9 psi/bbls x 33 bbls
= 194 psi

BAB VI. DRILLING PROBLEM


Secara garis besar ada empat macam. Tetapi dalam hal ini Akan dibahas enam macam problem pemboran, 4
point pertama merupakan problem yang sering terjadi selama pemboran.
1. Problem Well Control yang berhubungan dengan kick/blow out,
2. Loss sirkulasi
3. Stuck pipe
4. Shale Problem
5. Benda asing Jatuh
6. Aliran Plastis batuan
7. H2S problem
6.1. PROBLEM WELL CONTROL
Problem well control sangan erat hubungannya dengan tekanan formasi yang melebihi normal ( abnormal)
Dimana tekanannya lebih besar dari kolom fluida formasi pada umumnya, yang biasanya diambil air asin. Hal
tersebut karena pambentukan /pengendapan sediment pada umumnya terjadi di lingkungan laut. Pementauan
dan perhitungan tekanan abnormal akan membantu dalam menentukan berat Lumpur yang sesuai untuk
mengontrol lubang sumur dan mencegah terjadinya blow out.

Zona tekanan tinggi terdapat pada banyak batuan sediment. Sedimentasi yang cepat mengakibatkan kandungan
air dalam sediment tidak sempat keluar. Sejak batuan terbentuk dan tekanan beban bertambah, maka akan
menambah kontak antara butiran. Dan sejak batuan tidak mampu dikompaksi serta makin bertambah luas
kontak karena air tidak mampu dikeluarkan, sehingga air juga menanggung tekanan over burden di atas beban
normal. Apabila ini terjadi maka tekanan fluida formasi akan sangat tinggi .
Banyak eknik untuk mamantau dan menghitung tekanan tinggi. Beberapa diantaranya tertera pada table
. Metoda yang terpenting untuk mengontrol lobang br adalah metoda yang dipakai saat pemboran
berlangsung.
6.1.1. PARAMETER TEKANAN TINGGI
1.
2.

4.
5.

Korelasi Log Listrik


Bila terdapat data sumur acuan berjarak 1 mil atau kurang, dan tidak dijumpai patahan, maka cara ini
dianggap yang terbaik dan teryakin
Kecepatan Pemboran (ROP)
variable lain konstan, kenaikan kecepatan laju bor ( ROP ) 50 100 %,
menunjukkan adanya
kenaikan tekanan formasi ( dengan menggunakan treecone bit )
Berat Jenis Shale ( Shale Density )
Turunnya berat jenis shale 0.05 0.1 gr/cc dari garis normal menunjukkan kenaikan tekanan formasi.
Kandunga gas pada Lumpur menunjukkan kenaikan tek formasi.
Beberap kenaikan yang terjadi mengikuti :
a. Background Gas
dua atau beberapa kalinya kenaikan background gas .
b. Connection Gas
5 (lima) kali sampai 10 (sepuluh) kali dari normal background gas
c. Trip Gas
lebih dari 5 kali kandungan gas sebelumnya

6.

Chloride
Chloride harus diamati pda saat masuk dan keluarnya dari lobang bor. Pada kenaikan yang mencolok
( 100 300 ppm ) menunjukan gejala kenaikan tek formasi.

7. Temperatur
Kenaikan gradient temperature ( degF/100 ft) apabila mendekati tek tinggi.
Secara teoritis
perubahan temperartur flow line dipakai sebagai pelengkap pada pemboran
formasi pada
tekanan tinggi. Walaupn demikian hal ini sangat sulit untuk diamati karena
banyaknya
variable yang berpengaruh .

8.

Dc_Exponent
Plot DC_Exponent pada grafik semilog dapat menunjukkan perubahan tekanan formasi sesuai dengan
arah trend pengeplotan.

Tabel
Techniques Available to Predict, Detect and Evaluate Over Pressure

Source Data

Pressure Indicator

Time of Recording

Geophysical
Methods
Source Data

- Seismic (Formation velocity)


- Gravity
Pressure Indicator
- Magnetic
- Electrical prospecting method

Prior to spudding well

Drilling
Parameter

- Drilling rate
- Dc_Exponent
- Drilling rate equation (ROPN)
- Drilling porosity and Form
- Press log
- Logging while drilling
- Torque and drag

While Drilling ( no delay


time )

Mud Parameter

- Gas Cut mud


- Flow line Mud weight / temp
- Pressure kick
- Chloride ion,resistivity
- Pit level /total pit volume
- Hole fill up
- Mud flow rate

While drilling (delayed


by the time required for
mud return )

Shale Cutting

-Bulk density/shale density


- Volume, shape and size

Well Logging

-Electrical survey : resistivity


- Conductivity, Shale formation
- Factor,salinity variation
- Interval transit time
- Bulk density
- Hydrogen index
- Thermal Neutron capture cross
Cross section
- Nuclear magnetic resonance
- Down hole gravity data

Time of Recording

While drilling (delayed


by the time required for
Mud return )
After drilling

Direct Pressure
Measuring device

- Pressure bombs
- Drill Steam Test
- Wire Line Formation Test

When well is tested or


Completion.

Metode Penanggulangan Well Kick ..lihat Bab V.

6.2. HILANG SIRKULASI ( LOSS CIRCULATION )


Hilang Sirkulasi ( Loss circulation ) adalah hilangnya sebagian atau semua lumpur yang mengalir dalam
sirkulasinya da masuk formasi. Dalam hal ini ada 2 macam yaitu
1.
2.

Partial Loss adalah hilangnya sebagian Lumpur saat sirkulasi, masih ada aliran Lumpur yang keluar
flow line.
Total Loss adalah hlangnya semua Lumpur saat sirkulasi masuk ke formasi, tidak ada aliran Lumpur
keluar flow line saat sirkulasi.

6.2.1. ANALISA PENYEBAB HILANG SIRKULASI


Hilang sirkulasi dapat dideteksi dengan:
1. Mengamati ketinggian Lumpur di pit ( pit level) secara periodik
2. Mengamati aliran Lumpur di flow line ( flow out sensor )
3. Penurunan tekanan pompa (SPP)
Ketika terjadi hilang sirkulasi (Loss), kurangi rate pemompaan dan tentukan kedalaman zona loss dan jenis nya.
Jenis zona loss adalah:
1.

Formasi dengan Permeabilitas besar


Pada batupasir lose, gravels dan carbonat dapat memiliki permeabilitas besar ( lebih dari 10 darcy).
Vugular limestone juga potensi untuk terjadi loss.
2. Rekah alami dan rekah buatan
dapat terjadi pada batuan apa saja, dengan arah horizontal maupun
vertical.
3. Zona gerowong
Biasanya ditemukan pada libestone (batugamping) dapat diketahui ketika rangkaian turun beberapa
feet / inch dari zona loss.
Bahan untuk Antisipasi Kehilangan Sirkulasi
1.
2.
3.

Mica fine / medium / coarse


Kwik seal
Nut Plug fine / medium / coarse

4.
5.

Mud fiber
Baracarb ( CaCO3)

Untuk zona loss yang merupakan zona prospek, penanggulangan loss dengan bahan natural ( natural LCM ) mis
: nut fiber, CaCO3 ( untuk litologi batugamping )
6.2.2. PENANGANAN / PERAWATAN HILANG SIRKULASI
Penanganan / perawatan kehilangan sirkulasi memerlukan analisa jenis loss sehingga metode yang sesuai dapat
ditrapkan. Sering rekah buatan tidak terjadi di daerah dangkal, tetapi pada formasi yang lunak dapat terjadi
rekah ketika berat Lumpur dinaikkan. Jenis zona loss dapat ditentukan dari lithology ( master log ) atau dari log
wireline.
1. REKOMENDASI UMUM

Kurangi berat Lumpur dengan memperhatikan tekanan formasi


Perlakuan sifat Lumpur dengan menurunkan tekanan surge dengan Yp dan Gel strength dan ECD
dengan menurunkan SPM pemompaan
Jika loss sensitive dengan overbalance, jangan menyumbat rangkaian pipa dengan sumbat yang berat
( pump slug dengan Sg yang tidak terlalu berat ) sebelum trip.
Meminimalkan tekanan surge saat masuk rangkaian dengan mengurangi running speed
Minimalkan jumlah drill collar dan stabilizer setelah bit dijalankan, naikkan ukuran pahat jet untuk
disesuikan dengan LCM coarse.
Jangan cabut rangkaian dari lobang jika tinggi annulus jauh dari pandangan. Gunakan LCM untuk
mengembalikannya.

2. LCM PILLS
Pedoman ini telah disiapkan untuk meminimalkan timbulnya kehilangan sirkulasi dan penanganan terhadap
rembesan dari 25 hingga 50 bls per jam.

Ketika menggunakan pil LCM harus diletakkan di daerah zona loss, pipa pemboran ditarik diatas
pil dan srkulasikan secara perlahan dengan menggunakan air atau Lumpur awal.
Jika loss disebabkan pack off , POOH di atas pack off atau jika diperlukan sampai ke shoe,
lakukan kembali sirkulasi, bersihkan dari bawah dan lanjutkan pemboran. Jika terjadi loss lagi,
tempatkan LCM pil sebelum POOH hingga ke shoe. Jika tidak dapat di sirkulasi, tutup hidrill
tekan.
Sebelum dilakukan pemboran di atas zona loss, 100 bbls pil terdiri 40 60 ppb campuran dari
beberapa jenis dan kelas LCM di lokasi, harus disiapkan mulai dari Lumpur yang sedang dipakai
dan siap untuk digunakan.

Untuk loss yang besar dipertimbangkan untuk menggunakan silica gel atau penyumbatan dengan
semen ( magnaplus cement semacam gel )

3. GUNK PILLS

Gunk pill disiapkan sebanyak 300 ppb bentonita dalam minyak diesel, umumnya menggunakan jet
pencampur pada unit penyemenan. Dengan pengaturan jarak sebanyak 5 bbls sebelum dan sesudah
pill, dipompakan sampai bentonite/minyak tercampur di pahat, kemudian fluida berbasis Lumpur/air
dipompakan ke dalam annulus sehingga terjadi pencampuran yang sangat kental dan dapat menutup
pori.
Gunk pill harus digunakan secara hati-hati, karena dapat terjadi pengendapan dari campuran selama
di rangkaian pipa jika terjadi kontaminasi air pada saat pencampuran. Waktu persiapan harus
dipertimbangkan karena kebutuhan untuk pembilasan peralatan pencampur dan rangkaian dengan
diesel
Umumnya gunk pill sebanyak 30-50 barrels disiapkan dan digunakan hanya bila cara lain telah
gagal. Variasi dari gunk adalah semen/bentinote/diesel yang digunakan sebagai langkah akhir.

4. SODIUM SILICATE
Pill Sodium Silicate disiapkan dan dipompakan dengan urutan sebagai berikut
-. 50 bbls 10% calcium chloride brine
-. 5 bbls Fresh Water
-. 50 bbls Sodium Silicate
-. 5 bbls Fresh Water
Jumlah tepatnya dapat bervariasi , bagaimanapun, pill dalam jumlah yang lebih besar mempunyai
kemungkinan lebih banyak berhasil.
Ketika calcium chloride brine dan Sodium silicate bercampur dalam zona loss, brine memicu reaksi
dimana sodium silicate menjadi keras sehingga menjadi penyumbat.
Jika loss terlalu besar, ini bias menghambat pencampuran tersebut sehingga tidak efektif
Lakukan cement plug

6.2.3. PENAGGULANGAN LOSS


Jika terjadi hilang sirkulasi (loss circulation), cara mengatasi :

Stop bor, angkat kelly sampai tool joint di atas rotary table, lakukan penamatan sumur

Amati penurunan cairan di annulus hitung rate hilang Lumpur.


Bila rate hilang umpur (loss) kecil kurang dari 200 l/min
-. Tambahkan LCM ke dalam system dengan konsentrasi cukup dibarengi
penyrynan Sg
Lumpur sampai batas yang direkomendasikan.
-. Lanjut bor dengan LCM tetap di dalam system, Lumpur keluar jangan
melewati screen
Jika rate hilang Lumpur (loos) besar -- bebih dari 200 l/min
-. Pompakan LCM ukuran coarse ( rekomendasi dari DD engineer/MWD engineer jika
directional drill ) tempatkan sampai mengcover zona loss beberapa m
-. Cabut rangkaian sampai shoe ( Lumpur dalam lobang dijaga selalu penuh )
-. Diamkan dan amati level cairan Lumpur di annulus.
-. Jika masih ada loss, ulangi langkah-langkah di atas.
-. Masuk rangkaian kembali dan coba sirkulasi dengan SPM rendah, jika tak ada loss,
pelan secara bertahap SPM ditambah

Catatan:
Hati-hati terhadap daerah bertekanan ( pengisian lobang harus terus-menerus ), jika tidak ada jalan lain,
lakukan penyemanan sumbat lewat pahat. Jika level Lumpur dalam annulus masih bias diimbangi dengan
pengisian Lumpur, Cabut pipa sampai permukaan ganti rangk. open ended dan lakukan penyemenan sumbat
(cement plug ).
6.2.4. PROSEDUR PENANGANAN BDO / BDOC / BDO2C PLUG
Blind drill bila tidak ada zona bertekanan tinggi dan merupakan trayek terakhir.
Pre job safety meeting
UJi tekan saluran permukaan sampai 1000 psi diatas tekanan kerja pemompaan
Pompakan 5 bbls Diesel Oil pendahuluan, untuk sumur dalam gunakan 10 bls diesel oil
Aduk dan pompakan bubur BDO / BDOC / BDO2C
Pompakan 5 bbls Diesel Oil belakang
Dorong dengan Lumpur
Jika pada saat pendorongan (displace ) tidak ada aliran balik, maka secara terus menerus
ppompakan Lumpur melalui annulus, agar annulus tetap terisi oleh Lumpur (unruk menjaga
tekanan hidrostatis di annulus)
Pada saat diesel oil pendahuluan mencapai ujung bawah Drill pipe, Tutup BOP dan pompakan
Lumpur dengan laju alir 1/3 dari laju alir pendorongan.
Sumbat BDO/BDOC/BDO2C didorong hingga 8 meter di bawah DP
Buang tekanan dan cabut rangkaian pipa penyemenan
Mulai sirkulasi dan amati kolom cairan.
Catatan :

BDO ( campuran 1 sak bentonita + Diesel Oil ), Sg=1.5


BDOC ( campuran 1 sak bentonite + 1 sak semen + Diesel Oil ), Sg = 1.5

BDO2C ( campuran 1 sak bentonite + 2 sak semen + Diesel Oil ), Sg = 1.5

Pelaksanaan harus hati-hati agar BDO todak kontak dengan air selama proses pemompaan.

6.3. PIPA TERJEPIT ( STUCK PIPE )


Meskipun ada lebih dari 20 macam penyebab terjepitnya rangkaian pipa, tetapi hanya ada 3 ( tiga) mekanisme
yang menyebabkan gaya mekanik untuk menjepit rangkaian pipa. Ketiga mekanisme tersebut adalah pack-off /
bridge , Differential Force dan wellbore Geometry.
Problem terjepitnya pipa yang umum terjadi dari ketiga mekanisme tersebut diatas dapat dibagi atas :
1.
2.
3.
4.
5.

Differential Pipe Sticking


Key Seating
Sloughing Shale
Benda asing Jatuh ke dalam lobang bor
Aliran Plastic Batuan

6.3.1. DIFFERENTIAL STICKING


Differential pipa sticking adalah kejadian menempelnya rangkaian pipa pada salah satu sisi dinding lobang. Hal
tersebut disebabkan adanya perbedaan antara tekanan lum[pur dan tekanan formasi yang permeable. Indikasi
Terjadinya differential pipa sticking ditandai dengan tidak dapatnya rangkaian diputar dan digerakkan, tetapi
sirkulasi masih dapat dilakukan normal.
1. PENANGANAN

Setelah diketahui gejala terjadinya differential sticking, segera pasang Kelly atau top drive. Bila BHA
dipasang jar, lakukan JAR DOWN. Lakukan torsi kanan pada saat menurunkan rangkaian atau jar
down.
Lakukan Work on pipe sambil sirkulasi
Bila pada point 1 dan 2 tidak berhasil, tentukan titik jepit dengan menggunakan rumus pada hal
.
Bila menggunakan Lumpur WBM, rendam rangkaian dengan freepipe agent pada daerah jepitan untuk
menghancurkan mud cake, sehingga mengurang luas kontak pipa dengan dinding. Lama perendaman
tergantung product yang digunakan
Setelah pipa bebas, lakukan sirkulasi untuk membuang sisa pree pipe agent yang terdapat dalam
lobang. Usahakan rangkaian tetap bergerak dan berputar. Lakukan reaming dan back reaming sekitar
daerah permeable.

2. TINDAKAN PENCEGAHAN

Gunakan Lumpur dengan filtrate loss yang kecil, sehingga mud cake lebih tipis
Gunakan Sg Lumpur dengan minimal safe overbalance, sehingga memperkecil perbedaan tekanan
hidrostatik dengan tekanan formasi dalam lobang.
Usahakan rangkaian tidak terlalu lama diam saat koneksi , survey atau jika ada kerusakan pompa / rig
equipment. Putar rangkaian pelan-pelan atau turun naik rangkaian.
Gunakan lebih sedikit DC dan memperbanyak rangkaian HWDP. Bila DC tidak dapat digantikan,
pakai DC spiral .
Jika memungkinkan isolasi daerah depleted dengan selubung ( casing ).

6.3.2. KEY SEATING


Key seating adalah proses terjadinya alur pada salah satu sisi lobang bor akibat selalu menempelnya rangkaian
( side loading ) pada dinding sumur. Key seating umumnya disebabkan oleg dogleg, kick off point, perubahan
sudut kemiringan dan arah. Alur ini berukuran sama dengan diameter pipa dan jika semakin dalam, dapat
mengakibatkan pipa terjepit pada tool joint atau stabilizer.
Key set sticking umumnya terjadi saat cabut rangkaian pipa, yang ditunjukkan dengan adanya over pull tetapi
sirkulasi tetap normal dan pipa masih dapat diputar.
1. PENANGANAN

Catatan :

Bila terjadi gejala over pull lebih dari 15 Ton, hentikan pencabutan pipa , dan turunkan kembali
rangkaian pipa.
Bila rangkaian tidak terjepit dan dapat diturunkan, lakukan
-. Pasang Kelly / top drive
-. Break srkulasi dan angkat rangkaian pelan-pelan sasmpai daerah key
seat.
-. Beri tarikan / over pull 5000 psi
-. Pasang slip dan putar sambil angkat rangkaian secara perlahan untuk
melewatkan BHA
melalui bagian diameter lubang yang lebih besar . Untuk formasi yang
lunak, masih
mungkin menghilangkan key seating dengan menggunakan bagian atas
(top) BHA usaha
menghilangkan key seat akan lebih efektif bila menggunakan stabilizer
atau reamer / key
seat wiper
Bila rangkaian terjepit dan tidak dapat diturunkan, lakukan :
-. Pasang Kelly atau top drive
-. Lakukan JAR DOWN ( bila BHA menggunakan Jar )

Bila Ikan (fish) tertahan di daerah key seat, turunkan rangkaian (ikan ) dengan riding overshot sampai ke dasar
lobang untuk mencegah agar ikan tidak terlepas pada saat dilakukan wash over.
Perlu diketahui bahwa lokasi titik jepit terkadang berpindah keatas seiring dengan waktu.

6.4. PROBLEM SHALE


Problem ini kebanyakan disebabkan oleh sifat shale yang reaktif terhadat efek kimia Lumpur. Secara mekanis
dapat juga disebabkan karena takanan formasi pada shale yang melebihi tekanan hidrostatis Lumpur.
6.4.1 SLOUGHING SHALE
Sloughing shale adalah peristiwa kerusakan shale akibat hidrasi. Akibat lebih lanjut shale menjadi rontok/gugur
yang berakibat mengganggu proses pengeboran. Lebih disebabkan pengaruh kimiawi.
1. PENANGANAN

Bila terjadi sloughing, dan torsi sudah meningkat/bertambah, hentikan pemboran


Sirkulasi naikkan debit pompa, sambil turun-naikkan rangkaian pipa.
Jika serbuk bor mengakibatkan hambatan aliran Lumpur, cabut rangkaian sampai tempat aman. Jika
perlu cabut sampai shoe.
Naikkan SALINITAS dan KANDUNGAN K+ serta turunkan FILTRAT LOSS ( sirkulasi kondisikan
Lumpur. Sampai sloughing shale berhenti
Lakukan wash down sambil maintain mud property sampai dasar lobang.
Lanjutkan bor formasi dengan ROP diperlambat dari sebelumnya.
Jaga sifat fisik Lumpur, dan gunakan Sg yang sesuai dengan gradient tekanan formasi.

6.4.2. BIT BALLING


Bit balling adalah keadaan dimana pahat terselubung oleh gumpalan serbuk bor. Hal ini terjadi karena
kurangnya Cleaning Action dari Lumpur yang erat kaitannya dengan sifat Lumpur dan Hydraulic Horse
Power (HPP) pada pahat. Pada umumnya terjadi pada formasi clay yang sticky ( lengket ).
1. INDIKASI
Kemajuan pemboran turun, kadang kecil sekali walaupun pahat masih baru
Takanan pompa (SPP) naik
Bia rangkaian diangkat terjadi awab effect ( gas akan naik setelah sirkulasi b/u sejak mulai pipa
diangkat )
Torsi naik
2. LANGKAH PENANGANAN

Naikkan debit pompa sampai batas maximum yang dibolehkan


Putar meja dengan putaran maximum yang dibolehkan, sambil work on pipe.
Turunkan viskositas Lumpur sampai batas yang dibolehkan ssambil tambahkan mud deterjent sampai
bit balling hilang yang ditandai dengan tekanan pompa normal dan ROP lebih cepat.
Jika bit balling tak teratasi, cabut pipa sampai permukaan ( perhatikan swab effect)
Jika terjadi swab effect, cabur sambik sirkulasi.
Bersihkan pahatm masuk kembali lanjut bor formasi

6.5. BENDA ASING JATUH


Jatuhnya benda asing seperti tong dies, pahat, dll ke dalam lobang bor. Hal ini ditandai dengan adanya torsi
tinggi saat pipa diputar, cutting terdapat banyak metal-metal ( gram ). Penanganan tiada lain keciali cabut
rangkaian pipa untuk selanjutnya dilakukan fishing job ( pengambilan benda asing yang terjatuh ke dalam
sumur).

6.5.1 FISHING JOB


Proses penangkapan benda / peralatan yang tertinggal di dalam lobang sumur yang disebabkan kegagalan suatu
pekerjaan. Contoh : Putus pipa, Cone pahat lepas. Dapat juga disebabkan kecerobohan misal jatuh barang
( metal ) ke dalam lobang.
PROSEDUR FISHING
Pastikan bentuk ikan
Siapkan alat pancing yang cocok dengan bentuk ikan.
Ukur dan gambar rangkaian pancing yang masuk
MACAM-MACAM ALAT PANCING (FISHING TOOL )

Untuk memancing benda-benda kecil ( baut, mur, ball bearing pahat, gigi kunci gigi slip dll )
Dipakai : Junk Basket di pasang diatas pahat saat bor
Fishing Magnet
Untuk memancing benda-benda lebih besar ( cone pahat, sample taker, pin kunci dll )
Dipakai : Over Shot, Spear, Taper Tap, Die Collar, Wall Hook
Jar, safety joint, bumper sub
Tool Joint ( dengan atau tanpa guide)
Untuk memancing Casing, Drill pipe, tubing yang disebabkan putus, patah atau jatuh
Dipakai : Junk Catcher atau reverse circulating junk basket.

Catatan: untk memastikan bentuk dan posisi ikan ( fish ), masuk cap timah ( impression block )
6.6. ALIRAN PLASTIC BATUAN
Aliran plastic batuan dapat terjadi karena adanya aliran/pergerakan garam atau batuan karena tekanan formasi
di sekitar lobang pemboran ( fault / sesar ).

DIFFERENTIAL STICKING
Upper view
PERMEABLE FORMATION

No filter cake

Sandsone/fractured Limestone

filter cake

A cake of mud solids


develops on the hole
Wall due to fluid loss

Hyd Static
Press

OVER BALANCE

high fluid loss icrease


filter cake thickness

Well bore pressure greater


Than formation pressure

dynmc

STRING CONTACTS filtercake


FILTER CAKE
Angled wellbore
Unstabilized BHA increased
Potential of diff sticking

sttc filter
cake
HSP is
blocked

STRING MOTION STOPPED


No string motion or

FILTER CAKE

Low press area


developsBehind
pipe

Thick filter cake


increase sticking
potential
STATIC FILTER CAKE

Static flter cake


increase cake thicknes
The static filter cake
Seats HSP from the
back side of pipe

Circulation develops
Static cake

Difference force
Begin to develops

LOW PRESSURE AREA

TIME DEPENDENT

An area of low pressure


Develops between the pipe
And filer cake

With time the area of


pipe seated in the
filter cake increase

Overbalance press across


The contact area determine
The differential force

Immediate action is
recuquired to free
the drill string

KEY SEAT

Side view

Upper view

CASUSED
Abrupt change in angle of direction
In soft to medium soft to medium
Hard formation.
High string tention and pipe rotation
A slot into the formation
While POOH the drill collar jam into
The slot
WARNING
High angle dogleg in upper hole.
Long drilling hour, no wiper trip
Through the dogleg section.
Siclic over pull at tool joint intervals
On trip
INDICATION
Occurs only while POOH
Sudden over pull as BHA reach dogleg
depth
Unrestricted circulation

Free string movement below key seat


depth possible if not stuck
FIRST ACTION
Apply torque and jar down with max
Trop load
Attempt to rotate w/low overpull to
Work through dogleg
PREVENTIVE ACTION
Minimize dogleg sev. to 3 deg/100
Or less
Run string reamer and/or wiper trip if
Dogleg is present

CLASTIC ROCK
These are normally siliciclastic sediments, consisting of broken, weathered and transported fragments of
existing rock. During the process of diagenesis , further chemical and mineralogical change may occur, but
these will not be sufficient .
to the alter essential character of the rock

1. ROCK TYPE
The most commonly used wellsite methode to describe rock type are based on
grain size and in duration of the fragment making up the rock
The Three mayor sub-divisions of grain size used to describe rock type are :
1.

RUDACEOUS : grain size discernible to the naked eyes

2.
3.

ARENACEOUS : grain size discernible with microscope


ARGILLACEOUS : grain size indiscernible in the field

The Two major subdivision of in duration used to described rock type are:
1.
2.

UNCONSOLIDATED ROCK : Occuring as individual grain


CONSOLIDATED ROCK : Grain held together either by cement

or though dewatering

Example of Clastic Rock Types are :


Consolidated

Unconsolidated

Conglomerate
Breccia
Tillite

RUDACEOUS

Sandstone
Siltstone

ARENACEOUS

Claystone
Shale

ARGILLACEOUS

Gravel
Scree
Till
Sand
Silt
Clay
Clay / mud

2. ARENACEOUS DEPOSITS
2.1. SANDSTONE
The frame work of sandstone is, by definition, formed of materials which are 1/16 mm to 2 mm in diameter.
Normally they are packed together in such a way that each grain is in contact with its neighbors and the whole
framework is a mechanically stable structure in the earths gravitational field.
Sandstone may be classified according to rock and mineral composition of particles, mineralogical maturity,
textural maturity, primary structures, and type of cement or matrix.
Orthoquartzite : quartz sandstone with quartz cement , Quartz constitutes more than 75 % of the rock.

Greywacke : Badly sorted and incompletely weathered fragments and rock materialsin the finer grain matrix of
similar composition. Quatrz constitutes less than 75 % of the rock and litic fragments are more common than
feldspar.
Arkose : Coarse fragment of quartz and feldspar in a calcitic or ferrigineous cement. Quartz constitutes less than
75 % of the rock and feldspar more common than litic fragments.
Sandstone Tuffaceous : over than 10 % volcanic ash
Sandstone Calcarenaceous: over than 10 % calcarnite ( composed of cemented sand-size grain of calcium
carbonate )
2.1.1 FORMAT DESCRIPTION
1. COLOR
Sandstone may be clear, and all shades of white, gray, greenish gray. The color of
cement usually determine the color of sandstone.
2. GRAIN SIZE
The grain size are classified according to the Wentworth Scale . Put predominant size
first
1.0
-- 2.0 mm - Very Coarse Grain
0.5
-- 1.0 mm - Coarse Grain
0.25 -- 0.5 mm - Medium Grain
0.125 -- 0.25 mm - Fine Grain
0.063 -- 0.125 mm - Very Fain Grain
0.002 -- 0.063 mm - Silt
under 0.002 mm
- Clay
Grain size determination also from drill cutting should follow a disciplioned procedure to obtain an accurate
overall estimate :
a. Size of individual grains.
b. Mean size of grains in an individual cutting
c. Mean size of grains in all cutting of the same lithology
d. An accurate visual estimate can be obtained using Grain Size Comparator.
3. GRAIN SHAPE
For practical wellsite descriptions, grain shape is function of roundness and angularity. The grain shape
comparator can be very usefull in shape determination. Degrees of angularity are described as :
Angular -- Subangular Subrounded -- Subrounded -- Rounded -- Well rounded .
4. SORTING

Degrees of uniform of size and shape of grains.


Extremely Well Sorted
Very Well Sorted
Well Sorted

}
}
}

Monomidal

Moderately Sorted
Poorly Sorted
Very Poorly Sorted

}
}
}

Polymodal

5. HARDNESS
The hardness of Sandstone is described as the degree of cementation. The type of cement is the characteristic of
hardness.
Hardness : Loose : grains fall apart in dray sample
Friable : grains can be detached easily by sample probe
Moderately Hard : grains can be detached with same pressure.
Hard : grains difficult to detached by sample probe/pick.
Very Hard : grains can not be detached
6. CEMENT :

SiO2 -- Silica / Siliceous


CaCO3 Calcareous
CaMg (CO3)2 -- Dolomitic
CaSO4 2H2O -- Gypsum / Sulphates
CaSO4 -- Anhydrite
FeS2 -- Pyrite ( rare )
FeO -- Iron Oxide

7. LUSTER
Surface features of the cutting under reflected light under microscope for both wet ofr
dry sample.
Coated : precipited or accretionary material on the surface of cutting
Vitrous, glassy : Clear, shiny, fresh apparence
Silky, pearly.polished : Lightly etched, or scoured
Frosted, dull, etched : Deeply etched or scoured
Pitted ; Solution or impact pits, often pinpoint size
Striated : parallel abration lines or scratches
8. VISUAL STRUCTURE

To detect bedding characteristics, it may take several sample over intervals to allow
bedding to be recognized
Fracture : usually with some type of filling materials (calcite, quartz, pyrite
gypsum etc. ). Inportant appearance in fracture basement reservoir
Jointing
Bioturbation
Lamination
9. VISUAL POROSITY
Commonly inter granular / interparticle porosity
- Poor Visual Porosity
- Fair Visual Porosity
- Good Visual Porosity
- Excellent Visual Porosity
10. ACCESSORIES
Trace in quantity
Mineral --- example: Glauconite, Chlorite, Kaoline, Pyrite
Fosils ( bentinic / Plantonic foraminifera )
ESTIMATE OF ACCESSORIES
15 -- 20 %
10 -- 15 %
5 - 10 %
1 - 5%
<1%

: Abundant
: Moderately abundant
: Minor
: Rare
: Trace

11. OIL SHOW


See Hydrocabon analysis.

2.2. SILTSTONE
Siltstone is indurated or cemented silt whose predominantly angular grains are between 1/16 1/256 mm . Its
composition is intermediate in character between Sandstone and Shale.
2.2.1 FORMAT DESCRIPTION

1. COLOR
Siltstone are generally white, and all shades of gray, greenish gray.
2. GRAIN SIZE
They are by definition of silt size
3. Major and Minor Characteristic
Pure Quartz Variety
- Pyritic ( Fools Gold )
- Glauconitic ( look like green sand )
- Coal Inclusions
- Carbonaceous ( contains organic materials)
- Argillaceous ( clay or clay-size particles)
Common Variety
- Pyritic
- Glauconitic
- Coal Inclusions
- Calcareous ( contains calcium carbonat )
- Dolomitic
4. POROSITY
Porosity in siltstone in intergranular porosity.

3. ARGILLACEOUS DEPOSIT
3.1 SHALE / CLAYSTONE
The major difference between these rocks is fissility. A Claystone is a structurless mass of clay minerals. A
Shale is finely laminated clay minerals and silt exhibiting fissility and showing strong parallelism. Fissility is
properly of splitting easy along closely spaced parallel planes.
1. COLOR
Shale are generally shade of gray, green, greenish grey brown, sometimes reddish brown.
Color is useful indicator of deposisional environment, especially in argillaceous rocks. For example:
Red and Brown / Reddish brown : containing hematite/ferric iron, an oxidizing
Environment.
Green and Grey
: Ferrous iron, reducing environment
Dark Brown
: Organic material, possible source rock

Black
: An anaerobic environment
The color distinctions may be complimented by the term : Pale, Light, Dark or very Dark.
When more than one color persent, suitable description are : Multicolor, Speckled, Banded, Dissemunated,
Spotted, Scatteren, Variegated.
2. MAJOR CHARACTERISTIC
-. Calcareous (calc ) - contains calcium carbonat
- Pyritic - contain pyrite
- Glauconitic ( glauc ) : looks like green sand grains
- Silty
- Sandy
- Carbonaceous (carb) : contain organic materials
- Micaceous
- Fossiliferous (foss) : contains fossil fragment
- Coal inclusions (cl inc )
- Dolomitic (Dolc)
3. MINOR CHARACTERITIC
-. Waxey
- Earthy
- Laminated
- Banded
- Rough
4. HARDNESS
-. Soluble
- Soft
- Plastic / Sticky
- Firm
- Hard
- Brittle

: Readily dispersed by running water


: No shape or strength. Materials tend to flow
: Easily molded and holds shape, Difficult to wash through sieve
: Material has definite shape and structure. Readily penetrated and broken by sample
probe.
: sharp angular edges, not readily broked by sample probe
: snaps when pressed by sample probe / pick.

Blocky shales usually contain a large percentage of CaCO3 and take on a blocky form.
a. non-fissile
b. micro blocky breaks into small blocks.
c. Fissile flakes less than 2 mm thick.
d. Splintery ( spty ) elongated flakes, splinters.
e. Papery ( ppy ) flakes less than 0.5 mm thick.

5. POROSITY
We do not described porosity in shale
6. OIL SHOW
In general, we do not check for hydrocarbons in shale. However, oil shale are possible and they can be a
producing formation.
3.2. MARL
An old term loosely applied to a variety of materials most of which occur as soft, loose, earthy and semi friable
or crumbing unconsolidated deposits consisting chiefly or an intimate mixture of clay and calcium carbonate in
varying proportions, formed under either marine or fresh water condition especially; specifically, an earthy
substance containing 35 65 % clay and 35 65 % carbonat ( Pettijohn 1957 . It is usually grey allthough
yellow, green blue and black variety are not common.

100

0
5
15
25

% clay

35

Pure Limestone
Marly Limestone
M- L
Limey Marl

95
85
75
65

Marl
35

65
75
85
95
100

Clayey Marl
M-C
Marly Clay
Pure Clay

25
15
5
0

Petrographyc types
1. COLOR
Marl may be shades of grey, green, yellow, light brown.
2. GRAIN SIZE
As a clay, calcilutite, we do not described grain size
3. MAYOR AND MINOR CHARACTERISTIC

% Carbonat

Marl by definition is very calcareous and argillaceous. Marl are commonly silty, sandy, glauconitic and/or
carbonaceous.
4. HARDNESS
Marl is described as being soft, loose, earthy.

CARBONATE ROCK
1. ROCK TYPE
Sample are etched in 10 % Hydrochloric acid ( HCl )and rinsed in distilled water during etching, test sample for
reactivity. Typical reaction rate are :
Limestone: Sample react instantly and violently, it will float on top of the acid and move on the
surface. It will completely dissolve within minutes and leave the acid frothy
Dolomitic Limestone : Sample react immediately, but moderately and is continuous. It will move
about in the acid from top to bottom.
Calcitic Dolomite : Sample react slowly and weakly at first, but accelerates to a continuousreaction
after a view menites with some dobbing on the top of the dish
Dolomite : Sample react very slowly and hasitant . Bubbles evolve one at a time. Acid may have to be
warmed for reaction to proceed. It will leave acid milky.
Auto calcimeter will assist in determining the percentage of calcit and dolomite

Various stain kits are available to assist in the determining the type of carbonate in the sample.
Most staining procedures required the sample be etched initially. The most common stain test for
carbonate determination is Alizarin Red S, After etching in HCl, the sample in placed in cold alizarin
Red S. for several minute. Limestone will a deep red, while dolomite remains unaffected.

2. LIMESTONE
2.1 CLASSIFICATION

Classification of Carbonate Rocks according to deposisional Texture from Dunham (1962)


Depositional Texture Recognizable
Original components bound together
during deposition
Contain mud
Particles of clay and fine silt size
Mud supported
Grain
Supported
< 10 %
> 10 %
grain
grain

Mud stone

Wackstone

Packstone

Original compo
nents were bound

Deposisional
Texture not
Recognizable

Lacks mud together during


grain supp deposition as show
by intergrown
skeletal matter,
lamination, contra
ry to gravity or sed
floored cavities
that are roofed
over by organic
matter and are to
large to be inter
stices
Grainstone

Crystalline
Carbonate

Boundstone

2.2 COLOR

Limestones are generally shades of white, grey, buff (kuning tua), brown, light brown, tan
( kehitaman ). Various in color may be the result of present of detrital materials (clay) or substitution

of metallic ions into mineral lattice. Grey possible indicated clay content, and brown is possible
indicated of some carbonaceous materials. Use wet Sample, put predominantly color first than other
color according ti their percent of limestone.
2.3 HARDNESS

Limestone hardnessis described according to its induration. There are exception, however, and the
following chart lists some possibilities and degrees
Degree of Hardness

Calcilutite

Plastic, Soft

Plastic, soft
Gummy,spongy

Poorly Indurated
Unconsolidated

Calcarenite

Calcirudite

Poorly Indurated

Moderately
Indurated

Well Indurated

Well Indurated
Dense, Hard,
Brittle

Micrite

Spatite

2.4 GRAIN OR CRYSTAL SIZE

Carbonate rock contains both physical transported particles ( oolites, intraclast, fossils, and pallets)
and chemically precipated minerals ( either as poor-filling cement, primary ooze or as product of re
crystallization and replacement

Carbonate
Grain Size

Carbonate
Crystal Size

Measured
Range

Archie

Clastic
Eqvalnt

Mud

Crypto
Crystalline

Unable to
Distinguish
X Boundary

Chalky

Micro Xlline

< 0.2 mm

II

Clay

Very Fine

Very Fine
Xlline

0.02-0.063

II

Silt

Fine

Fine Xlline

0.063-0.125

I or II

Very Fine

Medium

Medium Xlline

0.25-0.5

I or II

Medium

Coarse

Coarse Xlline

> 0.5

I or II

Coarse

2.5 MAJOR AND MINOR CHARACTERISTIC

These inclided all constisuents that make up the rock including minerals, clay,arenaceous (sand)
impurities and fossils. Is a type of fossils (grain) should exceed 50% of the total grain, it should be
listed as prefix to the rock type and a not as characteristic. Below the list of Fossils, minerals and
sediments that are often found in limestone

Fossil remains

Cocuina ( fossil and fragments loosely


Cemented )
Nummulites
Foraminifera
Bryozoa , Gastropods, Spines
Ostracods , Oolites (round body w/nucleus)
Pellets ( rounded agregat w/no nucleus )

Styiolite, Pelecypods, algae


Coral, achinoderm
Molusk
Pisolites (texture of pealike
grains)
Fossils (unidentified)

Mineral Grains

Pyrite
Glauconite
Sand
Silt

Chert
Mica
Calcite ( cement or cavity lining )

Sediment
Argillaceous material - grey
Carbonaceous material - brown
Coal or lignite inclusions
Accessories
Commonly detrital or diagenetic product of terrigeneous rosk fragmens contained within the original
sediment, with some mixed carbonate terrigeneous diagenetic minerals
Metallic sulfides as concretions or staining on fractures is common as well
Accessories Silica, chert and crystalline quartz
2.6 VISUAL POROSITY

Porosity in Limestone depend on type of the Limestone.


Calcilutite -------- have pin-point porosity
Calcirudite and calcarenite --------- have intergranilar porosity ( void space between the grains )
and /or biomoldic porosity ( void spaces within the grain).
Porosity can be formed from :
Inclusion of voids within the sediment particle
Sediment packing or shrinkage
Fracturing
Selective solution of particle
Primary porosity formed by integral part of rock fabric, seen in cutting sample
Secundary porosity formed secondary to rock fabric, usually not seen in cutting sample but
my be inferred ( ROP, Torque, Lost circ, crystal growth )

2.7 SURFACE TEXTURE

Rhombic --- perfectly form rhombs of nearly equal size, medium to coarse ( usually pure
dolomite )
Sucrosic --- sugary, similsr to rombic, but fioner, lacking the perfectionof crystal form
( usually calcitic dolomite )
Microsucrosic --- very finely sugary, often quite friable ( usually calcitic dolomite )
Grainy --- not vividly crystalline, but with definite grains, often chalky in part ( usually
limestone or dolomitic limestone )
Oolitic --- Spheroidal or smooth-surfaced grains with concentric internal structure.

2.8 VISUAL SRUCTURE

Post lithification voids ( fracture / micro fracture, fissure, joints, vugs )


Major impact on rock strength, porosity and permeability, reservoir potential and lost
circulation problem
Evidence of mineralization and crystal growth may point to infilling or fracture, channel and
vugs.

2.9 OIL SHOW

See hydrocarbon analysis


3. DOLOMITE
Acarbonat sedimentary rock consisting chiefly ( more than 50 % weight or by areal percentages under
the microscope ) of mineral dolomite
( Ca Mg(CO3)2 . or approximating the mineral dolomite in composition or variety of limestone or
marble rich in magnesium carbonat , specifically,
- Carbonat sedimentary rock containing > 90% dolomite and < 10% calcite, or one having
Ca/Mg ratio in range 1 .5 1.7 (Chilinger 1957 )
- Magnesium carbonat equivalent 41.0 - 45.4 percent (Pettijohn 1957 )
Dolomite occurs in crystalline or non crystalline form. Is clearly associated and interbedded with
limestone, and usually represent of postdeposisional replacement of limestone.
3.1 COLOR

Dolomites are usually shades of pink or flesh color but may be colorless, white, green brown or
black. They are transparent to translucent. Grey possible indicated clay content, and brown is possible
indicated of some carbonaceous materials.

3.2. GRAIN OR CRYSTAL SIZE

Grain or crystal size in dolomite is determineaccording to the wentworth scale.

The term of euhedral is used for a crystal shape in a sedimentary rock ( such as a calcite crystal in a
re-crystallized dolomite ) characterized by a presence crystal faces.
-

Euh ---Euhedral ( clearly crystal faces )


Sub-euh --- Sub-euhedral
Ahrl --- Anhedral ( no crystal faces )
Fib --- Fibrous (elongated, thin, needle-like grains or fibers)
Scly ---- Scaly (where small plates break or flake off fram surface like scales )

3.3. TEXTURE and LUSTER

Wx --- waxy (soft luster like wax )


Nacr --- Nacreous ( pearly, having luster of mother-of-pearl )
Vit --- Vitreous ( having luster of broken glass )
Ethy --- Earthy ( resembling earth, having property of soil )
Suc --- Sucrosic ( fabric of crystalline sedimentary rock in which the majority of the
constituent crystals are uehedral , look like sugar )
Amph --- amorphous ( no definite crystalline structure )
Vg --- vuggy
Sty --- Stylolitic
Chky --- chalky
Relic fossil form
Filled vein and veinletts

3.4. HARDNESS

The actual hardness of a dolomite crystal is 3.5 - 4 on MOHS scale of hardness. Our description are
not concern with individual crystal hardness but with how well the crystals are tied together to form a
rock.
- Soft
- Fria
- Indurated
- Firm
- Hard
- Brittle

3.5 VISUAL POROSITY

Two type porosity most common to dolomite are intercrystalline visual porosiry and vuggy visual
porosity
Intercrystalline porosity ----- occurs in sucrosic and friable dolomite
Vuggy porosity ----- consists of spherical cavities wich may vary in size from microscopic to several
inches in diameter. The presence of vug will often assist in distinguished dolomite from limestone.
Vugs indicate porosity but they must be interconnected to constitute effective porosity
Dolomite may be contain both intercrystalline and vuggy porosity. The lists below separate two type s
of porosity, but they may be combined for multi-type porosity
Intercrystalline Porosity
Excellent intercrystalline porosity ( exc intxln por )
Good intercrystalline porosity ( g intxln por )
Fair intercrystalline porosity ( f intxln por )
Poor intercrystalline porosity ( p intxln por )
Vuggy Porosity
Excellent interconnecting vuggy porosity
Good interconnecting vuggy porosity
Fair interconnecting vuggy porosity
Poor vuggy porosity
Other Posible Porosity
Intergranular porosity
Chalky pinpoint porosity
Fracture - crack in rock usually having crystals on each side
Tight no visual porosity
3.6 OIL SHOW

Look hydrocarbon analysis.

Anda mungkin juga menyukai