TUJUAN
Pendahuluan
Drag Bit
Polycrystalline Diamond (PCD) Bits
Rolling Cutter Bits
Standard Klasifikasi Bit (IADC Classification Codes)
Mekanisme Kegagalan Batuan
Mekanisme Kegagalan Batuan pada Drag Bit
Mekanisme Kegagalan Batuan pada Rolling Cutter Bit
Bit Selection & Evaluation
Mengklasifikasi Keausan Gigi Bit
Mengklasifikasi Keausan Bearing
Mengklasifikasikan Keausan Gauge (Gauge Wear)
Drilling Cost Analysis
Metoda Cost Per Foot
Metoda Minimum Cost Drilling
Optimasi WOB dan RPM dengan Metode Galle-Woods
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perhitungan Optimasi Wob-rpm
Langkah-Langkah Perhitungan Optimasi Faktor Mekanik
Pada kondisi pengoperasi yang benar, kontak antar permukaan batuan hanya
terjadi dengan intan, tidak dengan bodi bit (matriks) sehingga terdapat suatu clearance
kecil antara matriks dengan permukaan batuan. Aliran fluida diatur sedemikian rupa
sehingga fluida dapat mengalir melalui clearance tersebut untuk membersihkan dan
mendinginkan bit.
Jalur aliran fluida pada permukaan bit disebut sebagai waterway. Design water
way yang benar akan mempengaruhi cuttings removal dan pendinginan intan (Gambar.
6). Gambar 6 memperlihatkan water way serta penurunan tekanan yang terjadi. Fluida
pemboran akan mengalir sepanjang water way tersebut dalam suatu aliran yang disebut
sebagai cross-pad flow yang terjadi karena penurunan tekanan dari P3 ke P5. Penurunan
tekanan yang terjadi pada bit dapat dihitung dengan persamaan berikut :
K 2 Flc
P
8A
Dimana :
P = Pressure Drop Bit, psi
K = konstanta, 1.62 x 10-3
= Densitas lumpur, ppg
µ = water way velocity, 225 ft/sec (bit secara umum)
F = faktor gesekan, 0.025
l = effective water way length, in.
c = wetted perimeter, in., panjang efektif dari aliran lumpur di waterway
A = water area, in2
Tabel 3 menunjukkan klasifikasi IADC untuk diamond dan PCD drag bits. Sedang
Tabel 4 menunjukkan contoh produk bit dari beberapa perusahaan. Feature number
untuk diamond dan PCD drag bits diwakili dari angka 1 hingga 9 dengan masing-
masing tipe atau profilnya.
Sedangkan untuk diamond dan PCD drag-type-core cutting bits terdapat 2 buah
feature numbers. Bit ini digunakan untuk memperoleh contoh core formasi. Feature
tersebut adalah (1) conventional core barrel type dan (2) face-discharge type. Feature 9
baik untuk diamond dan PCD drag bit dan drag-type core cutting bit selalu disediakan
untuk bit yang akan dikembangkan kelak.
Sedangkan sistem klasifikasi untuk rolling cutter bit ditunjukkan dalam Tabel 6
dan 8 dimana Tabel 6 merupakan penjelasan digit code klasifikasi dan Tabel 8
menunjukkan contoh produk bit dari perusahaan. Untuk roller cutting bits terdapat digit
4 yang lebih merupakan optional karena bukan keharusan sesuai dengan sistem IADC.
Digit ke 4 tersebut merupakan karakter/huruf dengan penjelasannya terdapat dalam
Tabel 6.
Desain gigi bit juga bergantung pada kelas bit, khususnya untuk roller
cutting bit. Tabel 9 dan Gambar 16 menunjukkan variasi desain gigi bit untuk
kelas dan tipe bit yang berbeda. Perhatikan bahwa dengan naiknya nomor
kelas, offset cone, tooth height dan jumlah tooth hardfacing akan berkurang
sedangkan jumlah teeth dan jumlah tooth case hardening akan bertambah.
Gambar 17. Kapasitas Bearing dan Offset Cone untuk berbagai Kelas Bit
Tabel 10. Tipe Bit yang sering digunakan untuk Tipe Formasi tertentu
Dalam keadaan tidak adanya suatu bit record dari sumur sebelumnya, pemilihan bit
lebih sering dilakukan dengan rule of thumb. Namun pada akhirnya kriteria cost per foot
tetap harus dipergunakan.
Karena klasifikasi bit secara keseluruhan susah, maka pengamatan secara visual
dan cepat lebih sering dilakukan. Pengamatan secara visual dapat dilakukan dengan
membandingkan gigi bit sebelum di-run atau sesudah running suatu bit terhadap suatu
guide chart, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 22 berikut. Keausan gigi bit
kemudian diambil secara rata-rata dari seluruh gigi bit yang ada pada suatu bit dan
diberi grade seperti Gambar 22.
Gambar 22. Guide Chart untuk Keausan Gigi Bit bagi Milled-Tooth Bits
Grading gigi bit untuk Insert Bits agak berbeda dibandingkan dengan Milled-
Tooth bits. Karena struktur cutting elemen insert bit agak susah terabrasif dibandingkan
dengan milled-tooth bits, maka insert bits biasanya digrade berdasarkan banyaknya
tooth inserts yang hilang atau patah, bukan aus.
Jadi suatu insert bit dengan setengah bagian insert telah patah atau hilang akan
digradekan sebagai T-4 yang artinya 4/8 bagian insert telah hilang atau patah.
SOAL 1 :
Suatu bit telah 'dull'. Penggunaan ring gauge menunjukkan bahwa diameter bit
telah aus sebesar 1 in. dari keadaan semula. Roller bearing telah terekspos
keluar dan semua kerucut sangat longgar. Tentukan Grade Bit tersebut.
SOAL 2:
Sebuah bit program sedang disusun untuk pemboran sumur baru dengan
menggunakan record performa bit dari sumur sebelumnya. Performa 3 buah bit
ditunjukkan untuk formasi limestone pada kedalaman 9000 ft. Tentukan bit yang
menghasilkan drilling cost terrendah jika operating cost dari rig adalah $400/jam,
trip time adalah 7 jam dan connection time adalah 1 menit per connection.
BIT BIT Rotating Connection ROP
COST ($) Time(jam) Time (jam) rata-
rata(ft/fr)
A 800 14.8 0.1 13.8
B 4900 57.7 0.4 12.6
C 4500 95.8 0.5 10.2
KWN a
ROP
1 K ' D
Dimana
K adalah konstanta drillability,
W adalah WOB, N adalah Rotary speed,
K' adalah konstanta drillability fungsi keausan bit dan
D adalah Normalized Tooth wear.
dimana:
F = Selang hasil pemboran, ft
I = fungsi yang menghubungkan pengaruh RPM
terhadap laju keausan gigi mata bor, dari Tabel 13
m = Fungsi yang menghubungkan pengaruh RPM
terhadap laju keausan gigi mata bor, dari Tabel 12
z = parameter yang menyatakan hubungan antara ketumpulan
gigi mata bor dengan umur mata bor
B. Faktor Laju Ketumpulan Gigi Mata Bor
Laju ketumpulan gigi mata bor (D) dapat ditentukan secara matematis dengan
persamaan :
dimana :
Af = konstanta abrassiveness formasi
a = faktor ketumpulan gigi mata bor
= 0,928125 D2 + 6D + 1
m = fungsi yang menghubungkan pengaruh WOB
terhadap laju keausan gigi mata bor
C. Faktor Laju Keausan Bantalan Mata Bor
Laju keausan bantalan mata bor (Bx) dapat ditentukan dengan persamaan:
Tr . N Tr . N
Bx
S .L Bf .L
dimana:
S = parameter fluida pemboran
L = fungsi yang menghubungkan pengaruh WOB
terhadap laju keausan bantalan mata bor, dari Tabel 12
Bf = faktor keausan bantalan mata bor, dimana harganya
dapat ditentukan dengan persamaan:
Tr N
Bf
Bx L
dimana :
Tr = waktu rotasi, jam
Bx = kondisi bantalan (kerusakan bearing)
Dari persamaan yang terdapat di atas, kemudian ditentukan variabel-variabel
berikut sebagai pertimbangan optimasi WOB dan RPM. Variabel tersebut
adalah:
a. Waktu rotasi
b. Selang yang dibor (footage)
c. Biaya pemboran per kaki
Jika U < 3076, berarti umur mata bor ditentukan oleh bantalan,
tentuklan % D yang terjadi, dari Tabel 12.
Jika U = 3078, berarti umur mata bor ditentukan oleh gigi dan
bantalannya secara serentak.
- Jika U > 3078, berarti umur mata bor ditentukan oleh umur giginya
karena mata bor telah rusak terlebih dahulu.
c. Berdasarkan harga Af dari langkah (6), tentukan waktu pemborabn
(Tr), dengan persamaan:
= shear stress
c = cohesive resistance dari material
σn = normal stress pada bidang rekahan
θ = sudut internal friction
ROP = laju pemboran, ft/jam
Cf = konstanta drillability formasi
k = eksponen yang menghubungkan pengaruh WOB pada ROP
N = putaran meja putar, rpm
r = eksponen yang mempengaruhi pengaruh ROP
ap = efek keausan gigi mata bor terhadap ROP
F = Selang hasil pemboran, ft
i = fungsi yang menghubungkan pengaruh RPM
terhadap laju keausan gigi mata bor, dari Tabel 13
m = Fungsi yang menghubungkan pengaruh RPM
terhadap laju keausan gigi mata bor, dari Tabel 12
z = parameter yang menyatakan hubungan antara
ketumpulan gigi mata bor dengan umur mata bor
Af = konstanta abrassiveness formasi
a = faktor ketumpulan gigi mata bor
= 0,928125 D2 + 6D + 1
m = fungsi yang menghubungkan pengaruh WOB
terhadap laju keausan gigi mata bor
S = parameter fluida pemboran
L = fungsi yang menghubungkan pengaruh WOB
terhadap laju keausan bantalan mata bor, dari Tabel 12
Bf = faktor keausan bantalan mata bor, dimana harganya
dapat ditentukan dengan persamaan:
Tr = waktu rotasi, jam
Bx = kondisi bantalan (kerusakan bearing)