Anda di halaman 1dari 43

Rotary Drilling Bit

TUJUAN


 Pendahuluan

 Drag Bit

 Polycrystalline Diamond (PCD) Bits

 Rolling Cutter Bits

 Standard Klasifikasi Bit (IADC Classification Codes)

 Mekanisme Kegagalan Batuan
 Mekanisme Kegagalan Batuan pada Drag Bit

 Mekanisme Kegagalan Batuan pada Rolling Cutter Bit


 Bit Selection & Evaluation
 Mengklasifikasi Keausan Gigi Bit

 Mengklasifikasi Keausan Bearing

 Mengklasifikasikan Keausan Gauge (Gauge Wear)


 Drilling Cost Analysis
 Metoda Cost Per Foot

 Metoda Minimum Cost Drilling


 Optimasi WOB dan RPM dengan Metode Galle-Woods
 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perhitungan Optimasi Wob-rpm

 Langkah-Langkah Perhitungan Optimasi Faktor Mekanik

Dril-055 Rotary Drilling Bit 1


1. Pendahuluan
Bit pemboran biasanya diklasifikasikan atas drag bit atau rolling cutter bit. Drag bit
adalah tipe bit dimana cutter blade merupakan bagian dari bodi dan ikut berputar sebagai
suatu kesatuan dengan drillstring. Penggunaan tipe bit ini dimulai sejak pengenalan proses
pemboran berputar pada abad ke 19. Rolling cutter bit memiliki dua atau lebih cones yang
merupakan tempat cutting elemen dimana cutting elemen ini akan berputar terhadap axis
dari cone sewaktu bit berputar di dasar lubang. Rolling cutter bit dengan dua cone
diperkenalkan pada 1909. Gambar 1 menunjukkan sejarah perkembangan bit sejak
diperkenalkannya rotary bit oleh Howard R. Hughes pada 1909.

 Gambar 1. Sejarah Perkembangan Rotary Bit

1.1. Drag Bit


Design drag bit terutama meliputi jumlah, ukuran dan material dari cutting
blades. Drag bit mengebor secara fisik hampir sama seperti seorang petani mencangkul
tanah.
Tipe-tipe drag bit meliputi bit dengan cutter dari besi (Gambar.2), diamond bits
(Gambar.3) dan polycrystalline diamond (PCD) bits (Gambar.4). Keuntungan dari drag
bits dibandingkan dengan rolling cutting bits adalah tidak adanya bagian yang berputar
yang membutuhkan suatu permukaan bantalan yang kuat dan bersih. Hal ini sangat
penting terutama dalam ukuran lubang sumur yang sangat kecil dimana tidak adanya
tempat untuk mendesign bearing yang kuat pada rolling cutter bit. Selain itu karena
drag bit dapat dibuat dari satu potong logam seutuhnya, hal ini mengurangi
kemungkinan untuk terjadinya pecahan dari bit yang akan meninggalkan junk dalam
lubang formasi. Pengangkatan junk harus dilakukan trip terlebih dahulu sehingga
membuang waktu rig.

2 Dril-055 Rotary Drilling Bit


 Gambar 2. Steel Cutter Drag Bits

 Gambar 3. Diamond Bits

 Gambar 4. Polycrystalline Diamond Bits


Drag bit dengan steel cutter cocok digunakan untuk formasi-formasi yang tidak
terkonsolidasi dan lunak secara homogen. Bertambah kerasnya formasi, rate bit wear
juga akan bertambah dengan cepat sehingga menurunkan laju pemboran. Hal ini dapat
diatasi dengan merubah bentuk cutter elemen dan mengurangi besarnya sudut yang
dibentuk oleh cutter elemen dengan dasar lubang. Namun kadang-kadang formasi
lunak juga dapat bersifat seperti lem (gummy), hal ini menyebabkan cutting-cutting
pemboran akan menempel pada drag bit dan mengurangi efektifitasnya. Problema ini
diatasi dengan menempatkan jet sehingga fluida pemboran digunakan untuk
membersihkan permukaan cutter elemen. Karena problem-problem yang dihadapi drag
bit dengan steel cutter ini banyak seperti di formasi yang sangat lunak dan gummy

Dril-055 Rotary Drilling Bit 3


maupun formasi yang keras, penggunaan drag bit ini sekarang mulai digantikan oleh
tipe bit yang lain.
Diamond bit sendiri juga termasuk ke dalam golongan drag bit. Diamond bit
dipakai terutama pada formasi yang sifatnya non-brittle (tidak getas). Permukaan atau
crown dari bit terdiri atas banyak intan yang di tanam pada bodi bit yang terbuat dari
tungsten carbide. Tabel 1 menunjukkan sifat-sifat dari intan dan perbandingannya
dengan material lain.

 Tabel 1. Sifat-Sifat Intan

Pada kondisi pengoperasi yang benar, kontak antar permukaan batuan hanya
terjadi dengan intan, tidak dengan bodi bit (matriks) sehingga terdapat suatu clearance
kecil antara matriks dengan permukaan batuan. Aliran fluida diatur sedemikian rupa
sehingga fluida dapat mengalir melalui clearance tersebut untuk membersihkan dan
mendinginkan bit.
Jalur aliran fluida pada permukaan bit disebut sebagai waterway. Design water
way yang benar akan mempengaruhi cuttings removal dan pendinginan intan (Gambar.
6). Gambar 6 memperlihatkan water way serta penurunan tekanan yang terjadi. Fluida
pemboran akan mengalir sepanjang water way tersebut dalam suatu aliran yang disebut
sebagai cross-pad flow yang terjadi karena penurunan tekanan dari P3 ke P5. Penurunan
tekanan yang terjadi pada bit dapat dihitung dengan persamaan berikut :

4 Dril-055 Rotary Drilling Bit


 Gambar 5. Diamond Cutter Drag Bit ( Design Nomenclature )

K 2 Flc
P
8A
Dimana :
P = Pressure Drop Bit, psi
K = konstanta, 1.62 x 10-3
 = Densitas lumpur, ppg
µ = water way velocity, 225 ft/sec (bit secara umum)
F = faktor gesekan, 0.025
l = effective water way length, in.
c = wetted perimeter, in., panjang efektif dari aliran lumpur di waterway
A = water area, in2

Dril-055 Rotary Drilling Bit 5


 Gambar 6. Water Way pada Diamond Bits
Dari percobaan yang telah dilakukan secara umumnya diperlukan 500 - 1000 psi
pressure drop sepanjang permukaan bit untuk membersihkan dan mendinginkan intan-
intan di bit.
Hal lain yang penting dalam desain diamond bit adalah bentuk atau profil dari
crown. Bit dengan taper yang panjang baik untuk pemboran lubang lurus vertikal dan
memungkinkan untuk bit weight yang lebih besar. Sedangkan bit dengan bentuk taper
yang lebih pendek akan lebih mudah untuk dibersihkan karena energi hidraulik yang
tersedia akan terkonsentrasi dalam area yang lebih kecil. Permukaan bit yang lebih
cekung digunakan dalam pemboran berarah untuk membantu meningkatkan build up
rate sewaktu kick off.
Ukuran dan jumlah intan yang digunakan dalam sebuah diamond bit tergantung
pada kekerasan dari formasi yang akan dibor. Bit untuk formasi yang keras harus terdiri
atas intan-intan yang kecil (0.07 - 0.125 karat) sedangkan bit untuk formasi yang lunak
intan yang digunakan bisa lebih besar (0.75 - 2 karat). Contoh diamond bit untuk
formasi keras dan lunak ditunjukkan dalam Gambar 3. Jika intan yang digunakan terlalu
besar, berat tumpu pada permukaan intan akan besar sehingga menimbulkan panas
yang terlokalisir dan ini akan mengauskan permukaan potong dari intan.

1.2. Polycrystalline Diamond (PCD) Bits


Diamond bit kemudian berkembang lebih lanjut dengan digunakannya intan
sintetis, polycrystalline diamond yang hanya 1/64 -in. tebalnya dan dilekatkan ke
tungsten carbide melalui proses tekanan dan temperatur tinggi. Bidang patahan dari
polycrystalline diamond ini memiliki orientasi yang acak sehingga jika terjadi suatu
shock yang mengakibatkan patahan, patahan tidak akan menjalar ke seluruh bidan intan
karena bidang patahan yang tidak tentu arahnya. Gambar 7 menunjukkan contoh PCD

6 Dril-055 Rotary Drilling Bit


bit dimana polycrystalline diamond tersebut dapat di-bonding langsung ke tungsten
carbide bodi (matriks bit ) ataupun di bonding ke suatu tungsten carbide stud yang
kemudian diinsert ke bodi bit dari besi.
Secara umumnya, PCD bit baik digunakan untuk formasi-formasi keras seperti
formasi pasir atau formasi karbonat. Hal ini umumnya benar untuk bit-bit dengan
cutting elemen dari intan karena semakin keras suatu formasi, semakin kecil cutting
yang akan terjadi sehingga pembersihan bit mudah dilakukan. Selain itu karena intan
memiliki kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan formasi batuan, maka
permukaan potong dari intan tidak akan cepat aus seperti halnya dengan rock bit.
Penggunaan PCD juga sukses untuk formasi shale atau sandy shale walaupun
sring terjadi problem bit balling seperti pada formasi-formasi yang sangat lunak. Namun
optimasi bit hidraulik sangat berperan dalam mengurangi bit balling.
Bentuk atau profil crown dari PCD bit juga merupakan hal penting dalam desain
bit (Gambar.7). Selain bentuk double cone profile seperti pada diamond bit, single cone
profile dengan bermacam bentuk taper juga digunakan untuk PCD bit.
Pembersihan bit secara hidraulik dimungkinkan dari penggunaan jet untuk steel
- body PCD bits dan water way untuk matrix - body PCD bit.

 Gambar 7. Profil-Profil Diamond/PCD bit


Desain lain yang penting dalam PCD bit adalah ukuran, jumlah dan bentuk cutter
yang digunakan serta sudut potong (attack angle) dari cutter dengan permukaan
batuan. Orientasi cutter dinyatakan dalam back rake, side rake dan chip clearance atau
cutter exposure (Gambar. 8)

Dril-055 Rotary Drilling Bit 7


 Gambar 8. Cutter Orientation
Sudut back-rake yang umum digunakan untuk PCD bit dewasa ini adalah -20o.
Sudut back-rake yang lebih kecil biasanya lebih baik untuk formasi yang lebih lunak.
Sudut Side rake membantu dalam mendorong cutting yang terbentuk ke pinggiran
lubang. Cutter exposure harus menyediakan clearance yang cukurp untuk cutting yang
lepas supaya tidak menghantam permukaan atau bodi dari bit.
Orientasi cutter harus disesuaikan dengan kekerasan formasi yang akan dibor.
Untuk formasi lunak dan tidak abrasif, pengausan dari cutter berjalan lambat, dan
orientasi cutter dapat dipilih sedemikian sehingga memungkinkan pemotongan batuan
yang lebih agresif. Namun untuk formasi yang lebih keras dan bertemperatur tinggi,
orientasi cutter yang dipilih harus lebih tidak agresif supaya pengausan cutter tidak
cepat.

1.3. Rolling Cutter Bits


Tricone rolling cutter bit adalah tipe bit yang paling sering digunakan dalam
pemboran berputar. Tipe bit ini tersedia dalam berbagai variasi desain gigi dan bearing
sehingga dapat ditemukan berbagai macam tipe sesuai dengan formasi yang akan
dibor. Gambar 9 & 10 menunjukkan contoh rolling cutter bit beserta bagian-bagiannya.
Kerucut yang jumlahnya tiga buah (tricone ) akan berrotasi pada sumbu mereka sendiri
seiring dengan rotasi bit dalam lubang.

8 Dril-055 Rotary Drilling Bit


 Gambar 9. Tri-Cone Bits

 Gambar 10. Penampang Tri-Cone Bits


Kemampuan pengeboran dari rolling cutter bit ini tergantung pada offset dari
cones. Offset ditunjukkan dalam Gambar 11, merupakan ukuran berapa besar sudut
yang dibentuk oleh sumbu cones terhadap titik pusat dari bodi bit. Offset akan
menyebabkan cone untuk berhenti berrotasi secara periodik sehingga saat bit berputar,
cone akan bertindak seperti drag bit untuk menggaruk dasar lubang. Hal ini akan
memperbesar kecepatan pemboran, namun tooth wear (keausan gigi) juga akan
bertambah terutama pada formasi yang abrasif. Sudut offset biasanya bervariasi dari 4o
untuk bit pada formasi lunak hingga nol untuk bit pada formasi yang keras.

Dril-055 Rotary Drilling Bit 9


 Gambar 11. Offset Angle
Bentuk dan ukuran gigi bit juga berperan besar dalam kecepatan pemboran.
Bentuk gigi yang panjang dan berspasi besar digunkan untuk membor formasi yang
lunak. Gigi tersebut akan mudah menghancurkan batuan dan aksi scraping akibat
gerakan rotasi dan offset dari cone akan memudahkan pengangkatan cutting. Spacing
gigi yang besar pada cone akan memudahkan pembersihan bit. Pembersihan gigi bit
dilakukan oleh jetting fluida antara tiga kerucut tersebut.
Jika tipe batuan yang dibor semakin keras, panjang gigi bit serta offset dari cone
harus diperkecil untuk mencegah patahnya gigi bit. Pemboran yang dilakukan oleh
suatu bit dengan zero offset adalah dengan cara penghancuran/crushing dari batuan.
Gigi yang kecil juga memperbesar ruang untuk pembuatan bearing yang lebih kuat.

 Gambar 12. Bentuk-Bentuk Gigi Bit untuk berbagai Formasi


Metalurgi gigi bit juga bergantung pada sifat-sifat dari formasi. Terdapat dua
jenis gigi bit yang umumnya digunakan yaitu (1) milled tooth cutter dan (2) tungsten
carbide insert cutter. Milled tooth cutter dibuat dengan memotong bentuk gigi dari
suatu kerucut besi sedangkan tungsten carbide insert bits dibuat dengan mempress
silinder tungsten carbide ke dalam lubang yang telah dibuat secara mendetail pada
kerucut. Milled tooth bits yang didesain untuk formasi lunak umumnya gigi bit dilapisi
dengan material untuk membantu mencegah keausan seperti tungsten carbide, namun
pelapisan hanya pada satu sisi dari gigi bit. Alasannya ditunjukkan dalam menyebabkan

10 Dril-055 Rotary Drilling Bit


keausan yang cepat hanya pada satu sisi sehingga gigi bit tetap tajam, terlihat pada
Gambar 13.

 Gambar 13. Profil Keausan pada Milled Tooth Bits


Milled Tooth bits yang didesain untuk mengebor formasi yang keras biasanya
diproses khusus yang melibatkan pengerasan dengan temperatur tinggi. Besi yang
diperlakukan khusus ini (Case Hardened Steel) akan aus dengan chipping dari bagiannya
sehingga gigi bit tetap tajam.
Tungsten carbide insert yang didesain untuk pemboran formasi lunak memiliki
gigi yang panjang dengan bentuk chisel-shaped. Insert yang digunakan untuk formasi
keras bentuknya pendek dan hemispherical. Bit ini umumnya disebut juga sebagai
button bits. Contoh bentuk-bentuk insert bit ditunjukkan dalam Gambar 14.

 Gambar 14. Bentuk-Bentuk Insert Bits


Tipe-tipe bearing yang umum digunakan ditunjukkan dalam Gambar 15. Gambar
(a) menunjukkan tipe bearing standar yang sering digunakan karena harganya yang
tidak mahal dan terdiri atas (1) roller-type outer bearing, (2) ball-type intermediate
bearing dan (3) friction-type nose bearing.
Roller-type outer bearing adalah bantalan dengan beban kerja yang paling besar
dan paling cepat aus. Intermediate ball bearing dibebani oleh thrust load dari cones.
Bantalan ini juga berfungsi untuk memegang cone pada tempatnya. Nose bearing
didesain untuk menahan sebagian beban thrust load dari cone jika intermediate bearing

Dril-055 Rotary Drilling Bit 11


keburu aus. Nose bearing dapat berupa friction type ataupun digantikan dengan roller
bearing. Dalam desain standard bearing, semua bantalan dilumasi oleh fluida pemboran.
Jika gas digunakan sebagai fluida pemboran, bit harus dimodifikasi dengan membuat
suatu jalur yang memungkinkan gas untuk mengalir melalui bantalan (Gambar. 15b).

 Gambar 15. Bentuk-Bentuk Bantalan pada Bit


Tipe intermediate-bearing lain yang sering digunakan dan biasanya lebih mahal
adalah sealed bearing assembly. Contohnya ditunjukkan dalam Gambar 15c. Dalam tipe
bit ini, bantalan dibuat sehingga dalam keadaan tertutup dan pelumasan dilakukan oleh
grease dan tekanan grease dapat menyesuaikan diri dengan tekanan fluida hidrostatik
dalam lubang. Sealed assembly ini memiliki keuntungan dimana fluida pemboran yang
kadang abrasif tidak kontak langsung dengan bola-bola bantalan sehingga mengurangi
wear dari bearing.
Rolling cutter bits dengan bearing assembly yang paling mutakhir adalah yang
menggunakan journal bearing (Gambar. 15d). Dalam tipe bit ini, roller bearing
diilangkan sehingga cone berotasi dengan kontak langsung terhadap journal bearing
pin. Tipe bearing ini memiliki keuntungan dimana beban bit terdistribusi secara
sempuran ke seluruh bagian cone karena semakin luasnya daerah kontak cone. Journal
bearing bits memerlukan grease sealing yang efektif dan material khusus. Untuk
membantu mengurangi friksi pada journal biasanya dilapisi dengan perak. Walaupun

12 Dril-055 Rotary Drilling Bit


journal bearing bit lebih mahal daripada standar atau sealed bearing bits, waktu running
bit yang lebih lama dan pengurangan rig time karena operasi trip penggantian bit.

1.4. Standard Klasifikasi Bit (IADC Classification Codes)


Tabel 2 menunjukkan pembagian kategori bit. Karena terdapat berbagai macam
produk bit dari perusahaan-perusahaan yang berbeda maka diperlukan suatu standard
klasifikasi bit. Oleh karena itu IADC (International Association of Drilling Contractors)
mengeluarkan suatu sistem klasifikasi yang didasarkan atas penamaan dengan 3 digit
kode.Digit pertama dari klasifikasi disebut sebagai nomor seri bit. Huruf D selalu
mendahului digit pertama jika bit adalah diamond atau PCD drag bit. Seri D1 hingga D5
dikhususkan untuk diamond bit dan PCD bit bagi formasi soft, medium-soft, medium,
medium-hard dan formasi hard, secara berurutan. Seri D7 hingga D9 dikhususkan untuk
diamond core bit dalam formasi soft, medium dan hard. Seri 1, 2 dan 3 digunakan untuk
milled tooth bit dalam formasi soft, medium dan hard sedangkan seri 5, 6, 7 dan 8 untuk
insert bit dalam formasi soft, medium, hard dan extreme-hard. Seri 4 disimpan untuk
apa yang disebut sebagai 'Universal Bits'. Digit kedua disebut sebagai nomor tipe bit.
Tipe 0 digunakan untuk PCD drag bit, tipe 1 hingga 4 ditujukan untuk sub klasifikasi
kekerasan formasi dari paling lunak hingga paling keras.
Digit ketiga disebut sebagai feature number. Feature number berbeda untuk
setiap tipe bit, seperti (1) diamond dan PCD drag bit, (2) diamond dan PCD drag-type
core cutting bit dan (3) rolling bits.

 Tabel 2 Categori Bit

Tabel 3 menunjukkan klasifikasi IADC untuk diamond dan PCD drag bits. Sedang
Tabel 4 menunjukkan contoh produk bit dari beberapa perusahaan. Feature number
untuk diamond dan PCD drag bits diwakili dari angka 1 hingga 9 dengan masing-
masing tipe atau profilnya.

Dril-055 Rotary Drilling Bit 13


 Tabel 3. Klasifikasi IADC untuk Diamond dan PCD Drag Bits

 Tabel 4. Produk Diamond dan PCD Drag Bit dari 4 Perusahaan

14 Dril-055 Rotary Drilling Bit


 Tabel 4. Produk Diamond dan PCD Drag Bit dari 4 Perusahaan(LANJUTAN)

Sedangkan untuk diamond dan PCD drag-type-core cutting bits terdapat 2 buah
feature numbers. Bit ini digunakan untuk memperoleh contoh core formasi. Feature
tersebut adalah (1) conventional core barrel type dan (2) face-discharge type. Feature 9
baik untuk diamond dan PCD drag bit dan drag-type core cutting bit selalu disediakan
untuk bit yang akan dikembangkan kelak.

Dril-055 Rotary Drilling Bit 15


 Tabel 5. Produk Diamond dan PCD drag-type core-cutting bits dari 4
Perusahaan

Sedangkan sistem klasifikasi untuk rolling cutter bit ditunjukkan dalam Tabel 6
dan 8 dimana Tabel 6 merupakan penjelasan digit code klasifikasi dan Tabel 8
menunjukkan contoh produk bit dari perusahaan. Untuk roller cutting bits terdapat digit
4 yang lebih merupakan optional karena bukan keharusan sesuai dengan sistem IADC.
Digit ke 4 tersebut merupakan karakter/huruf dengan penjelasannya terdapat dalam
Tabel 6.

16 Dril-055 Rotary Drilling Bit


 Tabel 6. Klasifikasi Roller Cutting Bits

Dril-055 Rotary Drilling Bit 17


 Tabel 7. Kode Klasifikasi untuk Roller Cone Bits

18 Dril-055 Rotary Drilling Bit


 Tabel 8. Produk Roller Cutting Bits dari 4 Perusahaan

Desain gigi bit juga bergantung pada kelas bit, khususnya untuk roller
cutting bit. Tabel 9 dan Gambar 16 menunjukkan variasi desain gigi bit untuk
kelas dan tipe bit yang berbeda. Perhatikan bahwa dengan naiknya nomor
kelas, offset cone, tooth height dan jumlah tooth hardfacing akan berkurang
sedangkan jumlah teeth dan jumlah tooth case hardening akan bertambah.

Dril-055 Rotary Drilling Bit 19


 Tabel 9. Karakteristik Tooth Desain untuk Rolling-Cutter Bits

 Gambar 16. Variasi Tooth Desain dengan Kelas Bit


Gambar 17 menunjukkan kapasitas bearing untuk berbagai kelas bit. Kenaikan
kapasitas bearing dimungkinkan untuk bit dengan nomor kelas yang lebih tinggi karena
semakin pendeknya gigi bit dengan naiknya nomor kelas.

 Gambar 17. Kapasitas Bearing dan Offset Cone untuk berbagai Kelas Bit

20 Dril-055 Rotary Drilling Bit


2. Mekanisme Kegagalan Batuan

2.1. Mekanisme Kegagalan Batuan pada Drag Bit


Desain drag bit ditujukan terutama untuk menghancurkan batuan dengan cara
mencongkel seperti memahat dengan pahat. Jika pemboran dilakukan dengan cara ini,
keausan pada cutter tidak akan cepat terjadi, namun karena ada saatnya drag bit
menggaruk batuan maka keausan cepat terjadi. Aksi pencongkelan atau wedging
batuan ditunjukkan dalam Gambar 18.

 Gambar 18. Wedging Action dari Drag Bit


Gaya vertikal yang diberikan pada gigi bit adalah sebagai akibat berat drill collar
ke bit dan gaya horizontal pada tooth sebagai akibat dari adanya torsi untuk memutar
bit. Resultan kedua gaya ini akan menentukan bidang thrust atau wedge plane dari
suatu drag bit. Cutting akan terkoyak/sheared off sepanjang bidang ini yang juga
bergantung pada karakteristik batuan. Dalamnya pemotongan tergantung pada bidang
thrust serta kekuatan batuan yang akan dibor. Kedalaman pemotongan ini sering
dinyatakan dalam sudut pemotongan,  . Dimana LP adalah dalamnya pemotongan
yang diinginkan per revolusi bit dan radius r dari lubang.
LP
tan  
2 r
Sudut clearance mencegah cutter menyeret cutting sehingga mempercepat
keausan bit. Sudut rake ditujukan untuk memperbesar efisiensi mekanisme wedging
namun sudut rake yang terlalu besar akan menyebabkan kekuatan gigi bit berkurang.
Diamond drag bit didesain untuk membor dengan penetrasi yang sangat
kecil ke dalam formasi. Mekanisme penghancuran batuan pada diamond drag bit
adalah penggerusan material-material sementasi butiran batuan formasi.
Penjelasan mengenai mekanisme penghancuran batuan oleh drag bit ini
dapat dijelaskan melalui diagram Mohr. Kriteria Mohr menyatakan bahwa
yielding atau fracturing akan terjadi jika shear stress melebihi jumlah cohesive

Dril-055 Rotary Drilling Bit 21


resistance dari material, c dan frictional resistance dari bidang rekahan atau
secara matematis :
    C   n tan  
Dimana:
 = shear stress
c = cohesive resistance dari material
n = normal stress pada bidang rekahan
 = sudut internal friction

 Gambar 19. Diagram Mohr (Mohr Failure Criterion)

2.2. Mekanisme Kegagalan Batuan pada Rolling Cutter Bit


Mekanisme penghancuran batuan oleh Rolling Cutter bit yang sangat banyak
tipenya dapat diwakili oleh bit yang didesain dengan offset cone yang besar untuk
pemboran formasi lunak. Maurer dengan menggunakan alat yang ditunjukkan dalam
Gambar 20 melakukan studi untuk mengetahui proses penghancuran batuan oleh
rolling cutter bit ini. Peralatan Maurer ini memungkinkan untuk melakukan simulasi pada
berbagai tekanan dasar sumur, tekanan pori dan tekanan overburden dari batuan.

 Gambar 20. Peralatan Uji Bit Tooth Penetration


Maurer menemukan bahwa mekanisme crater sangat tergantung pada
perbedaan tekanan antara lubang sumur dengan tekanan pori batuan. Pada perbedaan
tekanan yang rendah, batuan yang hancur akan terlempar keluar dari crater yang

22 Dril-055 Rotary Drilling Bit


terbentuk sedangkan pada perbedaan tekanan yang tinggi, batuan yang hancur tidak
terlempar sepenuhnya keluar. Gambar 21 menunjukkan mekanisme crater tersebut.
Proses terjadinya dijelaskan Maurer sebagai berikut.

 Gambar 21. Mekanisme Crater menurut Maurer


Dengan dibebankannya bit tooth (A), tekanan dibawah tooth akan bertambah
hingga melebihi kekuatan hancur batuan sehingga tooth bit dapat masuk ke dalam
batuan dan batuan akan hancur menjadi bubuk (B). Karena gaya membesar pada tooth
bit, material di ujung tooth akan terkompres dan menekan ke batuan di samping hingga
shear stress yang tejadi di sekelilingnya melebihi shear stength dari batuan sehingga
batuan mengalami fracture (C). Gaya pada tooth saat mulai terjadi rekahan disebut
sebagai threshold force. Dengan naiknya gaya threhold ini, maka fracture akan terus
terbentuk hingga akhirnya terbentuk suatu zona dimana batuannya telah hancur (D).
Pada keadaan dimana perbedaan tekanan cukup rendah, cutting yang terbentuk
akan terlempar keluar secara mudah dari crater (E). Gigi bit akan kemudian bergerak ke
depan dan mengulangi kembali proses A hingga E (F, G). Sedangkan pada keadaan
perbedaan tekanan yang tinggi, tekanan ke bawah dan gaya gesek antar pecahan
batuan akan mencegah terlemparnya fragmen batuan (E').

Dril-055 Rotary Drilling Bit 23


3. Bit Selection & Evaluation
Pemilihan tipe bit yang ada untuk suatu job seperti halnya dengan pemilihan fluida
pemboran atau komposisi semen pemboran adalah bersifat trial and error. Kriteria yang
paling tepat dan paling sering digunakan untuk membandingkan performans suatu bit
adlaah drilling cost per unit interval yang telah dibor. Persamaan cost per foot ini akan
diberikan kemudian.
Perbandingan performans ini juga hanya bisa dilakukan untuk bit yang sama
namun digunakan pada sumur yang berbeda dengan pemboran formasi yang sama.
Dengan adanya data-data ini, untuk sumur berikutnya maka korelasi atau
perbandingan tersebut dapat dimanfaatkan untuk pemilihan bit yang tepat.
Pemilihan bit untuk sebuah area wildcat didasarkan pada karakteristik formasi
dan biaya pemboran area tersebut. Karakteristik formasi dibagi menjadi dua yaitu
drillability dan abrasiveness. Drillability suatu formasi adalah ukuran kemudahan
formasi untuk dibor. Secara garis besar, drillability adalah fungsi inverse dari
compressive strength batuan. Drillability cenderung untuk turun dengan naiknya
kedalaman suatu area.
Abrasiveness adalah ukuran berapa cepatnya gigi suatu milled tooth bit akan
aus ketika membor suatu formasi. Walaupun tidak selalu, abrasiveness cenderung
untuk naik dengan berkurangnya drillability. Tabel 10 menunjukkan suatu daftar tipe
bit yang sering digunakan untuk membor beberapa tipe formasi. Tipe formasi
disusun berdasarkan urutan menurunnya drillability dan naiknya abrasiveness.

 Tabel 10. Tipe Bit yang sering digunakan untuk Tipe Formasi tertentu

Dalam keadaan tidak adanya suatu bit record dari sumur sebelumnya, pemilihan bit
lebih sering dilakukan dengan rule of thumb. Namun pada akhirnya kriteria cost per foot
tetap harus dipergunakan.

24 Dril-055 Rotary Drilling Bit


Adapun rule of thumb yang dapat digunakan yaitu :
1. Tabel 4, 5 dan 8 dapat digunakan sebagai pegangan dalam pemilihan bit
2. Tipe dan variasi bit yang dipilih harus didasarkan atas pertimbangan akan biaya
bit. Premium rolling cutter bit atau diamond dan PCD drag bit yang mahal
cenderung baik digunakan jika cost harian dari operasi pemboran sangat tinggi.
Harga bit seharusnya tidak melebihi rig cost per hari.
3. Tri-cone bit adalah tipe bit yang paling mudah diperoleh dan paling baik sebagai
pilihan awal untuk bagian sumur yang dangkal
4. Ketika menggunakan rolling cutter bit :
a. Gunakan bit dengan tooth yang paling panjang (untuk formasi lunak)
b. Patahan gigi bit (sedikit) lebih bisa ditolerir dibandingkan dengan jika kita
menggunakan bit dengan gigi yang lebih pendek
c. Jika beban di bit tidak bisa diperbesar supaya terjadi self-sharpening-tooth-
wear, maka gunakan bit dengan gigi yang lebih panjang
d. Jika laju keausan gigi bit lebih lama daripada laju keausan bearing, pilih gigi
bit yang lebih panjang, desain bearing yang lebih baik atau tambahkan WOB
e. Jika laju keausan bearing lebih lambat dibandingkan dengan laju keausan
gigi bit, pilih bit dengan gigi yang lebih pendek, desain bearing yang lebih
ekonomis atau kurangi WOB
5 .Diamond drag bit baik digunakan untuk formasi yang tidak getas terutama pada
sumur dalam dimana biaya trip bit yang tinggi atau ukuran lubang yang lebih
kecil sehingga memerlukan disain bit yang lebih sederhana
6. PCD drag bit baik digunakan untuk formasi karbonat atau evaporit yang keras
dan homogen
7. PCD drag bit tidak boleh digunakan pada formasi yang sifatnya gummy sehingga
memudahkan penempelan cutting ke gigi bit
Karena pemilihan bit dilakukan dengan trial and error, maka catatan penggunaan
suatu bit harus selalu ada supaya dapat digunakan sebagai referensi untuk pemboran
selanjutnya. Klasifikasi juga harus dilakukan pada suatu bit yang telah diangkat dari suatu
pemboran, dan IADC juga telah mengadopsi suatu kode numerik untuk mengklasifikasi
tingkat keausan bit berdasarkan:
1. Gigi Bit
2. Bearing
3. Structur Diameter Bit (Gauge Wear)

3.1. Mengklasifikasi Keausan Gigi Bit


Grade dari gigi bit didasarkan pada fraksi tinggi gigi bit yang telah aus dan
biasanya dilaporkan dalam satuan 1/8 terdekat. Contohnya, jika setengah bagian dari
tinggi gigi bit telah aus maka bit tersebut akan digrade sebagai T-4 yang artinya gigi bit
telah aus sebesar 4/8.
Namun mengrade suatu bit dengan gigi bit yang banyak hanya dengan satu
angka sangatlah susah karena mungkin saja ada gigi bit yang ausnya lebih cepat dari
yang lain atau ada yang patah. Gigi bit yang patah diindikasikan dengan 'BT' (Broken
Teeth). Tabel 11 menunjukkan beberapa singkatan yang sering digunakan untuk
klasifikasi suatu bit.

Dril-055 Rotary Drilling Bit 25


 Tabel 11. Singkatan-Singkatan Umum yang digunakan untuk Klasifikasi Bit

Karena klasifikasi bit secara keseluruhan susah, maka pengamatan secara visual
dan cepat lebih sering dilakukan. Pengamatan secara visual dapat dilakukan dengan
membandingkan gigi bit sebelum di-run atau sesudah running suatu bit terhadap suatu
guide chart, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 22 berikut. Keausan gigi bit
kemudian diambil secara rata-rata dari seluruh gigi bit yang ada pada suatu bit dan
diberi grade seperti Gambar 22.

 Gambar 22. Guide Chart untuk Keausan Gigi Bit bagi Milled-Tooth Bits
Grading gigi bit untuk Insert Bits agak berbeda dibandingkan dengan Milled-
Tooth bits. Karena struktur cutting elemen insert bit agak susah terabrasif dibandingkan
dengan milled-tooth bits, maka insert bits biasanya digrade berdasarkan banyaknya
tooth inserts yang hilang atau patah, bukan aus.
Jadi suatu insert bit dengan setengah bagian insert telah patah atau hilang akan
digradekan sebagai T-4 yang artinya 4/8 bagian insert telah hilang atau patah.

3.2. Mengklasifikasi Keausan Bearing


Mengklasifikasikan keausan bearing suatu bit agak susah dilakukan karena bit
harus dibuka terlebih dahulu kemudian dievaluasi seluruhnya. Namun biasanya
kerusakan bearing dapat mengakibatkan :
1. Kerucut terkunci dan tidak dapat berputar

26 Dril-055 Rotary Drilling Bit


2. Kerucut menjadi renggang dan terlepas sehingga bearing yang didalamnya
terekspos keluar
Bearing failure biasanya dilaporkan dengan kode B-8 yang artinya bahwa bearing
tersebut telah 8/8 rusak. Kerucut yang telah longgar dilaporkan sebagai B-7. Jika
keausan bearing tidak dapat diidentifikasi dari luar, biasanya diestimasi berdasarkan
jumlah waktu rotasi bit serta sisa waktu rotasi bearing yang diperkirakan oleh seorang
drilling engineer. Jadi jika suatu bit dipull-out setelah 10 jam operasi dan drilling
engineer memperki rakan bahwa bearing hanya dapat bertahan sekitar 10 jam lagi maka
keausan bearing dilaporkan sebagai B-4. Hal ini ditunjukkan dalam Gambar 23 berikut.

 Gambar 23. Bearing Grading Guide untuk Rolling Cutter Bits

3.3. Mengklasifikasikan Keausan Gauge (Gauge Wear)


Jika keausan terjadi secara berlebihan pada bit dan bodinya, bit akan membor
lubang yang undersized. Hal ini akan merusak running bit berikutnya karena bit berikut
akan dikorbankan untuk underreaming lubang tersebut. Untuk menentukan besarnya
keausan gauge maka harus digunakan ring gauge serta penggaris seperti dalam Gambar
24.

Dril-055 Rotary Drilling Bit 27


 Gambar 24. Penentuan Gauge Wear
Kehilangan diameter dilaporkan dalam satuan 1/8, jadi bit yang telah kehilangan
0.5 in. diameternya digrade sebagai G-O-4. 'O' menunjukkan bahwa bit telah 'out of
gauge' dan '4' menunjukkan bahwa diameter telah aus sebear 4/8 in. 'I' digunakan untuk
menunjukkan jika bit dalam keadaan 'in-gauge bit'.
Selain grading dalam bearing, gigi bit serta gauge, biasanya digunakan beberapa
singkatan untuk menunjukkan kondisi bit. Kondisi bit ini ditentukan lebih pada
pengamatan visual dan contoh kondisi tersebut ditunjukkan dalam Tabel 11 beserta
singkatannya.

SOAL 1 :
Suatu bit telah 'dull'. Penggunaan ring gauge menunjukkan bahwa diameter bit
telah aus sebesar 1 in. dari keadaan semula. Roller bearing telah terekspos
keluar dan semua kerucut sangat longgar. Tentukan Grade Bit tersebut.

28 Dril-055 Rotary Drilling Bit


4. Drilling Cost Analysis

4.1. Metoda Cost Per Foot


Penentuan suatu biaya pemboran yang umum digunakan adalah evaluasi
efisiensi bit run dalam suatu sumur. Sebagian besar waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan suatu sumur digunakan untuk pemboran atau melakukan trip
penggantian bit. Total waktu yang diperlukan untuk membor suatu kedalaman, DD,
dapat dinyatakan sebagai jumlah dari total waktu rotasi bit, tb, waktu karena bit tidak
berrotasi, tc, dan trip time, tt. Rumus untuk menentukan biaya pemboran tersebut
menjadi :
Cb  C r t p  t c  t t 
CPF 
D
Dimana CPF adalah biaya pemboran per feet, Cb adalah harga bit, dan Cr adalah
biaya operating rig per hari.

SOAL 2:
Sebuah bit program sedang disusun untuk pemboran sumur baru dengan
menggunakan record performa bit dari sumur sebelumnya. Performa 3 buah bit
ditunjukkan untuk formasi limestone pada kedalaman 9000 ft. Tentukan bit yang
menghasilkan drilling cost terrendah jika operating cost dari rig adalah $400/jam,
trip time adalah 7 jam dan connection time adalah 1 menit per connection.
BIT BIT Rotating Connection ROP
COST ($) Time(jam) Time (jam) rata-
rata(ft/fr)
A 800 14.8 0.1 13.8
B 4900 57.7 0.4 12.6
C 4500 95.8 0.5 10.2

Dril-055 Rotary Drilling Bit 29


4.2. Metoda Minimum Cost Drilling
Beberapa faktor mempengaruhi laju suatu pemboran yakni :
a. Tipe Bit
b. Weight On Bit (WOB)
c. Rotary Speed
d. Bottom-Hole Cleaning (Fluid Hydraulics)
Kenaikan dalam WOB dan rotary speed umumnya akan menaikkan laju
pemboran. Namun kenaikan ini juga akan mempercepat keausan pada bit. Gambar 25
menunjukkan kenaikan laju pemboran terhadap WOB sebaliknya Gambar 26
menunjukkan kenaikan laju pemboran terhadap rotary speed, rpm.

 Gambar 25. Hubungan WOB dengan ROP

30 Dril-055 Rotary Drilling Bit


 Gambar 26. Hubungan Rotary Speed dengan ROP
Metoda Minimum Cost Drilling didasarkan atas pemilihan WOB dan rotary speed
yang optimum sehingga menghasilkan harga pemboran yang paling minimum.
Kenaikan laju pemboran karena kenaikan WOB atau rotary speed kemudian
dikombinasikan dengan menurunnya umur bit digunakan untuk memprediksi batas
operasi suatu bit.
Laju pemboran untuk suatu tipe roller cutting bits dapat dituliskan sebagai:

KWN a
ROP 
1  K ' D 
Dimana
K adalah konstanta drillability,
W adalah WOB, N adalah Rotary speed,
K' adalah konstanta drillability fungsi keausan bit dan
D adalah Normalized Tooth wear.

Dril-055 Rotary Drilling Bit 31


Sedangkan hubungan antara umur bit dengan umur bearing dinyatakan dalam
K ''
L dimana L adalah umur bit dalam jam, K" adalah konstanta tipe fluida
NW b
pemboran dan b adalah eksponen yang merupakan fungsi abrasif dari tipe fluida yang
kontak dengan bearing. Harga b biasanya ditentukan dengan membuat suatu plot
logaritmik dari umur bit dengan WOB untuk suatu bit tertentu. Contoh plot tersebut
ditunjukkan dalam Gambar 27. Harga b biasanya bervariasi antara 1.0 hingga 3.0.
Untuk drag bit seperti diamond bit, laju pemboran dapat ditentukan dengan
ROP  L pe nbe N dimana Lpe adalah efektifitas kedalaman penetrasi setiap elemen
cutting, nbe adalah efektifitas jumlah blade serta N adalah rotary speed.
Dengan diketahuinya laju pemboran yang dapat diperoleh dari suatu bit maka
dapat diperkirakan footage yang dapat dibor oleh suatu bit sehingga cost suatu
pemboran yang minimum dapat diperoleh dengan melakukan seleksi suatu bit.
Untuk menentukan optimum WOB yang digunakan untuk menetukan ROP
optimum suatu bit dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut :
1/ b
 Cr K ' ' 
WOB opt   
 b 1 N C B  C r t t  

 Gambar 27. Bit Life vs Bit Weight

32 Dril-055 Rotary Drilling Bit


SOAL 3 :
Kedalaman Sumur = 10000 ft
Bit Cost = $200
Rig Cost = $100 / jam
Round Trip time = Ã jam per 1000 ft
Bit Weight = 40000 lb
Rotary Speed = 150 rpm
Bit Wear, b = 1.5
Bit life = 10 jam
Tentukan bit weight optimum (WOB optimum).

Dril-055 Rotary Drilling Bit 33


5. Optimasi WOB dan RPM dengan Metode Galle-Woods
Optimasi faktor mekanik yang akan dibahas disini menggunakan perhitungan yang
dibuat berdasarkan teori Galle dan Woods. Tujuan dari perhitungannya adalah memilih
kombinasi
WOB dan RPM yang menghasilkan laju pemboran yang maksimal dengan biaya
pemboran yang paling minimum. Dalam perhitungan disini dianggap bahwa faktor-faktor
lain yang mempengaruhi laju pemboran adalah minimum.

5.1. Faktor Yang Mempengaruhi Perhitungan Optimasi Wob-RPM


Beberapa faktor yang mempengaruhi perhitungan optimasi WOB-RPM disini
adalah
A. Faktor Laju Pemboran (ROP)
Laju pemboran dapat dinyatakan secara matematis dengan persamaan sebagai
berikut:
 k N r
Cf W
ROP 
ap
dimana :
ROP = laju pemboran, ft/jam
Cf = konstanta drillability formasi
k = eksponen yang menghubungkan pengaruh WOB
pada ROP
N = putaran meja putar, rpm
r = eksponen yang mempengaruhi pengaruh ROP
a p
= efek keausan gigi mata bor terhadap ROP.
Pada persamaan di atas terlihat bahwa laju pemboran dipengaruhi oleh
kemampuan mata bor dan keausan gigi mata bor. Konstanta kemampuan
batuan untuk dibor dapat ditentukan dari persamaan sebagai berikut:
F .i
Cf   
mW k N r Z

dimana:
F = Selang hasil pemboran, ft
I = fungsi yang menghubungkan pengaruh RPM
terhadap laju keausan gigi mata bor, dari Tabel 13

m = Fungsi yang menghubungkan pengaruh RPM
terhadap laju keausan gigi mata bor, dari Tabel 12
z = parameter yang menyatakan hubungan antara ketumpulan
gigi mata bor dengan umur mata bor
B. Faktor Laju Ketumpulan Gigi Mata Bor
Laju ketumpulan gigi mata bor (D) dapat ditentukan secara matematis dengan
persamaan :

34 Dril-055 Rotary Drilling Bit


 1  Tr . i
D  
A  
 f  a.m

dimana :
Af = konstanta abrassiveness formasi
a = faktor ketumpulan gigi mata bor
= 0,928125 D2 + 6D + 1

m = fungsi yang menghubungkan pengaruh WOB
terhadap laju keausan gigi mata bor
C. Faktor Laju Keausan Bantalan Mata Bor
Laju keausan bantalan mata bor (Bx) dapat ditentukan dengan persamaan:

Tr . N Tr . N
Bx  
S .L Bf .L

dimana:
S = parameter fluida pemboran
L = fungsi yang menghubungkan pengaruh WOB
terhadap laju keausan bantalan mata bor, dari Tabel 12
Bf = faktor keausan bantalan mata bor, dimana harganya
dapat ditentukan dengan persamaan:
Tr N
Bf 
Bx L
dimana :
Tr = waktu rotasi, jam
Bx = kondisi bantalan (kerusakan bearing)
Dari persamaan yang terdapat di atas, kemudian ditentukan variabel-variabel
berikut sebagai pertimbangan optimasi WOB dan RPM. Variabel tersebut
adalah:
a. Waktu rotasi
b. Selang yang dibor (footage)
c. Biaya pemboran per kaki

Dril-055 Rotary Drilling Bit 35


 Tabel 12. w versus m dan L

 Tabel 13. N versus i

36 Dril-055 Rotary Drilling Bit


 Tabel 14. D versus U dan z

 Tabel 15. Penentuan Harga k dan r

5.2. Langkah-Langkah Perhitungan Optimasi Faktor Mekanik


Perhitungan-perhitungan faktor mekanik untuk mata bor jenis milled tooth agak
berbeda dengan mata bor jenis insert. Perbedaan ini dikarenakan kondisi mata bor
milled tooth ditentukan dari kondisi gigi dan bantalannya, sedangkan untuk mata bor
insert hanya ditentukan oleh kondisi bantalannya saja.
A. Untuk Milled Tooth Bit
Langkah perhitungan untuk mata bor milled tooth adalah sebagai berikut:
 W
1. Tentukan harga W  7,875 dimana: W adalah WOB dan H adalah
H
diameter mata bor sebelumnya
2. Berdasarkan harga , tentukan harga L dan dengan Tabel 12 atau dengan
 


1359,1  714,191 log W 
persamaan : m 
 
714,191
3. Dari harga N yang ada, tentukan i dari Tabel 13 atau dengan persamaan :
i  N  4,348 x10 5 N 3

Dril-055 Rotary Drilling Bit 37


4. Beerdasarkan pola keausan gigi yang terjadi, tentukan harga p dari Tabel 16,
dimana jika pola keausan gigi tidak diketahui bisa diambil harga p = 0,5
5. Berdasarkan kondsi keausan gigi mata bor (D) tentukan parameter U dari
Tabel 14
6. Berdasarkan waktu rotasi (Tr), tentukan faktor abrassibenes formasi (Af)
Tr i
dengan persamaan: A f  
mU
7. Berdasarkan jenis batuan yang dibor, tentukan parameter k dan r dari Tabel
15.
8. Berdasarkan kondisi keausan gigi mata bor yang terjadi (D), tentukan z dari
Tabel 17
9. Dari data selang kedalaman yang dibor (footage = F), tentukan faktor
FI
drillabillity dengan persamaan : C f 
 
m wk z
10. Dari harga W, tentukan parameter L dari Tabel 12
11. Berdasarkan kondisi keausan bantalan (Bx), Tr dan N, tentukan faktor
Tr n
bearing wear dengan persamaan: B f 
Bx . L
12. Tentukan biaya per kaki (CPF) untuk beberapa kombinasi WOB dan RPM
yang diinginkan dengan cara:
a. Dimulai dengan kombinasi WOB dan RPM dengan harga terendah,
 
tentukan harga , W , i, m , dan L sepeti cara di atas.
b. Dengan harga Af dari langkah (6) dan Bf dari langkah (11), tentukan
U untuk kombinasi yang dimaksud pada langkah (12a) dengan :

 Tabel 16. Keausan Gigi Mata Bor vs p


Pola Keausan p
Ujung gigi aus secara mendatar 1.0
Mempertajam sendiri 0.5
Tidak ada pengaruh keausan gigi 0.0
Bx B f L i
U 
Af m n

Jika U < 3076, berarti umur mata bor ditentukan oleh bantalan,
tentuklan % D yang terjadi, dari Tabel 12.
Jika U = 3078, berarti umur mata bor ditentukan oleh gigi dan
bantalannya secara serentak.
- Jika U > 3078, berarti umur mata bor ditentukan oleh umur giginya
karena mata bor telah rusak terlebih dahulu.
c. Berdasarkan harga Af dari langkah (6), tentukan waktu pemborabn
(Tr), dengan persamaan:

38 Dril-055 Rotary Drilling Bit


d. Dari harga U yang didapat dari langkah 12b, tentukan z dari Tabel
17. Jika U > 3078 ambil z = 1437.
e. Tentukan selang kedalaman yang bisa dibor (F) dengan persamaan
faktor drillabillity.
f. Tentukan ongkos pemboran per kaki (CPF) dari harga yang diperoleh
dari perhitungan di atas dengan persamaan faktor drillabillity.
g. Ulangi perhitungan di atas untuk kombinasi WOB dan RPM yang
lain sesuai perhitungan untuk WOB dan RPM yang diijinkan.
h. Dari hasil Perhitungan di atas, tentukan kombinasi WOB dan RPM
yang menghasilkan ongkos pemboran perkaki yang paling
rendah.Kombinasi WOB dan RPM ini merupakan parameter bor
yang optimum.

Dril-055 Rotary Drilling Bit 39


 Tabel 17. U dan z vs D

B. Untuk Insert Bit


Langkah perhitungan untuk mata bor insert adalah sebagai berikut:
1. Tentukan harga seperti persamaan untuk jenis mata bor milled tooth.
2. Tentukan parameter k dan r dari Tabel 15 berdasarkan jenis formasi yang
dibor.
3. Berdasarkan harga , tentukan L dari Tabel 12
4. Berdasarkan waktu pemboran (Tr), RM dan F, tentukan konstanta drillabillity
F
formasi dengan : C f  
k
Tr W Nr
Tr N
5. Tentkan faktor bearing wear (Bf) dengan persamaan: B f 
Bx L
6. Tentukan biaya perkaki )CPF) untuk beberapa kombinasi dari WOB dan RPM
yang diinginkan dengan cara:

40 Dril-055 Rotary Drilling Bit


a. Dimulai dengan kombinasi WOB dan RPM dengan harga terendah,

tentukan W seperti sebelumnya. Dari harga ini tentukan L dari
Tabel 12.
Bx B f L
b. Tentukan waktu pemboran yang didapat dengan Tr  :Jika
N
diperkirakan bantalan aus 100% maka persamaan menjadi:
Bf L
Tr 
N
c. Tentukan selang kedalaman yang bisa dibor (F) dengan persamaan

k
Cf W N r B f Bx I
:F
N
Jika diambil keausan bantalan 100% maka persamaan akan menjadi:

k
Cf W nS r b f
F
N
d. Tentukan ongkos pemboran per kaki (CPF) dari harga persamaan
seperti pada mata bor milled tooth.
e. Ulangi perhitungan di atas untuk kombinasi WOB dan RPM
maksimum yang diijinkan.
f. Dari hasil perhitungan di atas, tentukan kombinasi WOB dan RPM
yang menghasilkan biaya pemboran yang paling
minimumKombinasi ini merupakan parameter bor yang optimum.

Dril-055 Rotary Drilling Bit 41


DAFTAR PARAMETER DAN SATUAN

 = shear stress
c = cohesive resistance dari material
σn = normal stress pada bidang rekahan
θ = sudut internal friction
ROP = laju pemboran, ft/jam
Cf = konstanta drillability formasi
k = eksponen yang menghubungkan pengaruh WOB pada ROP
N = putaran meja putar, rpm
r = eksponen yang mempengaruhi pengaruh ROP
ap = efek keausan gigi mata bor terhadap ROP
F = Selang hasil pemboran, ft
i = fungsi yang menghubungkan pengaruh RPM
terhadap laju keausan gigi mata bor, dari Tabel 13

m = Fungsi yang menghubungkan pengaruh RPM
terhadap laju keausan gigi mata bor, dari Tabel 12
z = parameter yang menyatakan hubungan antara
ketumpulan gigi mata bor dengan umur mata bor
Af = konstanta abrassiveness formasi
a = faktor ketumpulan gigi mata bor
= 0,928125 D2 + 6D + 1

m = fungsi yang menghubungkan pengaruh WOB
terhadap laju keausan gigi mata bor
S = parameter fluida pemboran
L = fungsi yang menghubungkan pengaruh WOB
terhadap laju keausan bantalan mata bor, dari Tabel 12
Bf = faktor keausan bantalan mata bor, dimana harganya
dapat ditentukan dengan persamaan:
Tr = waktu rotasi, jam
Bx = kondisi bantalan (kerusakan bearing)

42 Dril-055 Rotary Drilling Bit


DAFTAR PUSTAKA

1. Alliquander, "Das Moderne Rotarybohren", VEB Deutscher Verlag Fuer


Grundstoffindustrie,Clausthal-Zellerfeld, Germany, 1986
2. nn., "The Bit", Petroleum Extension Service, Texas, 1976.
3. nn., "Drilling", SPE Reprint Series no. 6a., SPE of AIME, Dallas-Texas, 1973.
4.Moore P.L., "Drilling Practices Manual", Penn Well Publishing Company, Second Edition,
Tulsa-Oklahoma, 1986.
5.Bourgoyne A.T. et.al., "Applied Drilling Engineering", First Printing Society of Petroleum
Engineers, Richardson TX, 1986.
6. Stag K.G., Zienkiewicz O.C., "Rock Mechanics in Engineering Practice", John Willey &
Sons, London, 1975.

Dril-055 Rotary Drilling Bit 43

Anda mungkin juga menyukai