Anda di halaman 1dari 21

MACEM-MACEM GAMELAN

KELOMPOK 5 :
Seperangkat Gamelan
Gamelan Orkestra adalah ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon, gambang, gendang, dan gong. Istilah gamelan
merujuk pada instrumennya / alatnya, yang mana merupakan satu kesatuan utuh yang diwujudkan dan dibunyikan bersama. Kata
Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa gamel yang berarti memukul / menabuh, diikuti akhiran an yang menjadikannya kata
benda. Orkes gamelan kebanyakan terdapat di pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok di Indonesia dalam berbagai jenis ukuran
dan bentuk ensembel.
Kemunculan gamelan didahului dengan budaya Hindu-Budha yang mendominasi Indonesia pada awal masa pencatatan sejarah,
yang juga mewakili seni asli indonesia. Instrumennya dikembangkan hingga bentuknya sampai seperti sekarang ini pada zaman
Kerajaan Majapahit. Dalam perbedaannya dengan musik India, satu-satunya dampak ke-India-an dalam musik gamelan adalah
bagaimana cara menyanikannya. Dalam mitologi Jawa, gamelan dicipatakan oleh Sang Hyang Guru pada Era Saka, dewa yang
menguasai seluruh tanah Jawa, dengan istana di gunung Mahendra di Medangkamulan (sekarang Gunung Lawu). Sang Hyang
Guru pertama-tama menciptakan gong untuk memanggil para dewa. Untuk pesan yang lebih spesifik kemudian menciptakan dua
gong, lalu akhirnya terbentuk set gamelan.
Gambaran tentang alat musik ensembel pertama ditemukan di Candi Borobudur, Magelang Jawa Tengah, yang telah berdiri sejak
abad ke-8. Alat musik semisal suling bambu, lonceng, kendhang dalam berbagai ukuran, kecapi, alat musik berdawai yang digesek
dan dipetik, ditemukan dalam relief tersebut. Namun, sedikit ditemukan elemen alat musik logamnya. Bagaimanapun, relief
tentang alat musik tersebut dikatakan sebagai asal mula gamelan.
Penalaan dan pembuatan orkes gamelan adalah suatu proses yang kompleks. Gamelan menggunakan empat cara penalaan, yaitu
sléndro, pélog, “Degung” (khusus daerah Sunda, atau Jawa Barat), dan “madenda” (juga dikenal sebagai diatonis, sama seperti
skala minor asli yang banyak dipakai di Eropa).
Musik Gamelan merupakan gabungan pengaruh seni luar negeri yang beraneka ragam. Kaitan not nada dari Cina, instrumen
musik dari Asia Tenggara, drum band dan gerakkan musik dari India, bowed string dari daerah Timur Tengah, bahkan style
militer Eropa yang kita dengar pada musik tradisional Jawa dan Bali sekarang ini.
Interaksi komponen yang sarat dengan melodi, irama dan warna suara mempertahankan kejayaan musik orkes gamelan Bali.
Pilar-pilar musik ini menyatukan berbagai karakter komunitas pedesaan Bali yang menjadi tatanan musik khas yang
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Untuk daerah Sekitar Jawa Tengah dan Yogyakarta umumnya gamelan terdiri dari 2 pangkon (jenis) yakni Slendro dan Pelog
yang mempunyai titi nada yang berbeda. Slendro pada dasarnya adalah nada mendekati minor sedangkan Pelog menghasilkan
nada yang cenderung mendekati nada diatonis. Berikut ini Seperangkat gamelan Jawa yang umumnya dibunyikan di Jawa
Tengah umumnya, diantaranya :
1. Kendang
Kendang merupakan alat musik ritmis (tak bernada) yang berfungsi mengatur irama dan termasuk dalam kelompok
“membranofon” yaitu alat musik yang sumber bunyinya berasal dari selaput kulit atau bahan lainnya.
Kendang kebanyakan dimainkan oleh para pemain gamelan profesional, yang sudah lama menyelami budaya Jawa.
Kendang kebanyakan di mainkan sesuai naluri pengendang, sehingga bila dimainkan oleh satu orang denga orang lain
maka akan berbeda nuansanya.
Menurut bukti sejarah, kelompok membranofon telah populer di Jawa sejak pertengahan abad ke-9 Masehi dengan
nama: padahi, pataha (padaha), murawa atau muraba, mrdangga, mrdala, muraja, panawa, kahala, damaru, kendang.
Istilah ‘padahi’ tertua dapat dijumpai pada prasasti Kuburan Candi yang berangka tahun 821 Masehi (Goris, 1930).
Seperti yang tertulis pada kitab Nagarakrtagama gubahan Mpu Prapanca tahun 1365 Masehi (Pigeaud, 1960), istilah
tersebut terus digunakan sampai dengan jaman Majapahit.
Penyebutan kendang dengan berbagai nama menunjukkan adanya berbagai macam bentuk, ukuran serta bahan yang
digunakan, antara lain : kendang berukuran kecil, yang pada arca dilukiskan sedang dipegang oleh dewa , kendang ini
disebut “damaru“.
2. Rebab
Rebab muncul di tanah Jawa setelah zaman Islam sekitar abad ke-15—16, merupakan adaptasi dari alat gesek bangsa
Arab yang dibawa oleh para penyebar Islam dari tanah Arab dan India. Menyebar di daerah Jawa barat, Jawa Tengah
& Jawa Timur. Rebab terbuat dari bahan kayu dan resonatornya ditutup dengan kulit tipis, mempunyai dua buah
senar/dawai dan mempunyai tangga nada pentatonis. Alat musik yang menggunakan penggesek dan mempunyai tiga
atau dua utas tali dari dawai logam (tembaga) ini badannya menggunakan kayu nangka (umumnya)dan berongga di
bagian dalam ditutup dengan kulit lembu yang dikeringkan sebagai pengeras suara.
Instrumen musik tradisional lainnya yang mempunyai bentuk seperti rebab adalah Tehyan yang resonatornya terbuat dari
tempurung kelapa, rebab jenis ini dapat dijumpai di DKI Jakarta, Jawa dan Kalimantan Selatan
Untuk daerah Jawa Tengan dan Yogyakarta, lazimnya Instrumen ini terdiri dari kawat-gesek dengan dua kawat
ditegangkan pada selajur kayu dengan badan berbentuk hati ditutup dengan membran (kulit tipis) dari babad sapi.
Sebagai salah satu dari instrumen pemuka, rebab diakui sebagai pemimpin lagu dalam ansambel, terutama dalam gaya
tabuhan lirih. Pada kebanyakan gendhing-gendhing, rebab memainkan lagu pembuka gendhing, menentukan gendhing,
laras, dan pathet yang akan dimainkan.
Wilayah nada rebab mencakup luas wilayah gendhing apa saja. Maka alur lagu rebab memberi petunjuk yang jelas
jalan alur lagu gendhing. Pada kebanyakan gendhing, rebab juga memberi tuntunan musikal kepada ansambel untuk
beralih dari seksi yang satu ke yang lain.
3. Balungan
Yaitu alat musik berbentuk Wilahan (Jawa : bilahan) dengan enam atau tujuh wilah (satu oktaf ) ditumpangkan pada bingkai
kayu yang juga berfungsi sebagai resonator yang ditabuh dengan menggunakan tabuh dari kayu.
Dalam memainkan Balungan ini, tangan kanan memukul wilahan / lembaran logam dengan tabuh, lalu tangan kiri memencet
wilahan yang dipukul sebelumnya untuk menghilangkan dengungan yang tersisa dari pemukulan nada sebelumnya. Teknik ini
disebut memathet (kata dasar: pathet = pencet)
Menurut ukuran dan fungsinya, terdapat tiga jenis Balungan :
a. Demung, Alat ini berukuran besar dan beroktaf tengah. Demung memainkan balungan gendhing dalam wilayahnya yang
terbatas. Lazimnya, satu perangkat gamelan mempunyai satu atau dua demung. Tetapi ada gamelan di kraton yang
mempunyai lebih dari dua demung.
b. Saron, Alat ini berukuran sedang dan beroktaf tinggi. Seperti demung, Saron memainkan balungan dalam wilayahnya
yang terbatas. Pada teknik tabuhan imbal-imbalan, dua saron memainkan lagu jalin menjalin yang bertempo cepat.
Seperangkat gamelan mempunyai dua Saron, tetapi ada gamelan yang mempunyai lebih dari dua saron.

c. Peking, Berbentuk saron yang paling kecil dan beroktaf paling tinggi. Saron panerus atau peking ini memainkan tabuhan
rangkap dua atau rangkap empat lagu balungan.
d. Slenthem, Menurut konstruksinya, slenthem termasuk keluarga gender; malahan kadang-kadang ia dinamakan gender
panembung. Tetapi slenthem mempunyai bilah sebanyak bilah saron;
Ia beroktaf paling rendah dalam kelompok instrumen saron (balungan). Seperti demung dan saron barung, slenthem memainkan
lagu balungan dalam wilayahnya yang terbatas.
Slenthem merupakan salah satu instrumen gamelan yang terdiri dari lembaran lebar logam tipis yang diuntai dengan tali dan
direntangkan di atas tabung-tabung dan menghasilkan dengungan rendah atau gema yang mengikuti nada saron, ricik, dan
balungan bila ditabuh. Seperti halnya pada instrumen lain dalam satu set gamelan, slenthem tentunya memiliki versi slendro dan
versi pelog. Wilahan Slenthem Pelog umumnya memiliki rentang nada C hingga B, sedangkan slenthem slendro memiliki rentang
nada C, D, E, G, A, C’. Cara memainkan :
Cara menabuh slenthem sama seperti menabuh balungan, ricik, ataupun saron. Tangan kanan mengayunkan pemukulnya dan
tangan kiri melakukan “patet”, yaitu menahan getaran yang terjadi pada lembaran logam. Dalam menabuh slenthem lebih
dibutuhkan naluri atau perasaan si penabuh untuk menghasilkan gema ataupun bentuk dengungan yang baik. Pada notasi C, D,
E, G misalnya, gema yang dihasilkan saat menabuh nada C harus hilang tepat saat nada D ditabuh, dan begitu seterusnya.
Untuk tempo penabuhan, cara yang digunakan sama seperti halnya bila menggunakan balungan, ricik, dan saron. Namun untuk
keadaan tertentu misalnya demung imbal, maka slenthem dimainkan untuk mengisi kekosongan antara nada balungan yang
ditabuh lambat dengan menabuh dua kali lipat ketukan balungan. Atau bisa juga pada kondisi slenthem harus menabuh
setengah kali ada balungan karena balungan sedang ditabuh cepat, misalnya ketika gendhing Gangsaran.
4. Bonang
Alat musik ini terdiri dari satu set sepuluh sampai empat-belas gong- gong kecil berposisi horisontal yang disusun dalam dua
deretan, diletakkan di atas tali yang direntangkan pada bingkai kayu. Pemain duduk di tengah-tengah pada sisi deretan
gong beroktaf rendah, memegang tabuh berbentuk bulat panjang di setiap tangan.
Ada tiga macam bonang, dibeda-bedakan menurut ukuran, wilayah oktaf, dan fungsinya dalam ansambel. Untuk gamelan
Jawa, bonang disini ada 2 jenis yakni Bonang Barung dan Bonang Penerus/ Penembung
Dalam gamelan Jawa Tengah ada tiga jenis bonang yang digunakan:
a. Bonang Panerus
adalah yang tertinggi dari mereka, dan menggunakan ketel terkecil. Pada umumnya mencakup dua oktaf (kadang-
kadang lebih dalam slendro di Solo instrumen-gaya), seluas sekitar kisaran yang sama dengan saron dan peking
gabungan. Ia memainkan irama tercepat bonang itu, saling layu dengan atau bermain di dua kali kecepatan dari
bonang barung.
b. Bonang Barung
yang bernada satu oktaf di bawah bonang panerus, dan juga secara umum mencakup dua oktaf, kira-kira kelas
yang sama dengan demung dan saron gabungan. Ini adalah salah satu instrumen yang paling penting dalam
ansambel tersebut, karena banyak memberikan isyarat untuk pemain lain dalam gamelan.
c. Bonang Panembung
adalah nada terendah. Hal ini lebih umum di Yogyakarta gamelan gaya, seluas sekitar kisaran yang sama dengan
slenthem dan demung gabungan. Ketika hadir dalam gaya gamelan Solo, mungkin hanya memiliki satu baris dari
enam (slendro) atau tujuh ceret terdengar dalam daftar yang sama dengan slenthem. Hal ini dicadangkan untuk
repertoire yang paling keras, biasanya memainkan bentuk lain dari balungan .
Bagian yang dimainkan oleh bonang barung dan bonang panerus lebih kompleks dibandingkan dengan banyak
instrumen gamelan, sehingga, secara umum dianggap sebagai instrumen mengelaborasi . Kadang-kadang
memainkan melodi berdasarkan balungan , meskipun umumnya diubah dengan cara yang sederhana. Namun, juga
bisa memainkan pola yang lebih kompleks, yang diperoleh dengan menggabungkan dan panerus patters barung,
seperti saling silih bergantinya bagian ( imbal ) dan interpolasi pola melodi jerau ( Sekaran ).
5. Kenong
Kenong merupakan unsur instrumen pencon gamelan yang paling gemuk, dibandingkan dengan kempul dan gong yang
walaupun besar namun berbentuk pipih. Kenong ini disusun pada pangkon berupa kayu keras yang dialasi dengan tali,
sehingga pada saat dipukul kenong tidak akan bergoyang ke samping namun dapat bergoyang ke atas bawah, sehingga
menghasilkan suara. Bentuk kenong yang besar menghasilkan suara yang rendah namun nyaring dengan timber yang khas
(dalam telinga masyarakat Jawa ditangkap berbunyi ning-nong, sehingga dinamakan kenong). Dalam gamelan, suara
kenong mengisi sela-sela antara kempul.
Gamelan ini merupakan instrumen kedua yang paling penting setelah gong. Kenong membagi gongan menjadi dua atau
empat kalimat kalimat kenong, atau kenongan.
Di samping berfungsi menggaris-bawahi struktur gendhing, nada-nada kenong juga berhubungan dengan lagu gendhing;ia
bisa memainkan nada yang sama dengan nada balungan;dan boleh juga mendahului nada balungan berikutnya untuk
menuntun alun lagu gendhing; atau ia dapat memainkan nada berjarak satu kempyung dengan nada balungan, untuk
mendukung rasa pathet.
Pada kenongan bergaya cepat, dalam ayaka yakan, srepegan, dan sampak, tabuhan kenong menuntun alur lagu
gendhing-gendhing tersebut.
6. Kethuk
Dua instrumen jenis gong sebesar kenong, berposisi horisontal ditumpangkan pada tali yang ditegangkan pada
bingkai kayu yang berfungsi memberi aksen-aksen alur lagu gendhing menjadi kalimat kalimat yang pendek.
Pada gaya tabuhan cepat lancaran, sampak, srepegan, dan ayak ayakan, kethuk ditabuh di antara ketukan ketukan
balungan, menghasilkan pola-pola jalin-menjalin yang cepat.
7. Gambang
Merupakan Instrumen mirip keluarga balungan yang dibuat dari bilah – bilah kayu dibingkai pada gerobogan yang
juga berfungsi sebagai resonator.
Berbilah tujuh-belas sampai dua-puluh bilah, wilayah gambang mencakup dua oktaf atau lebih.
Gambang dimainkan dengan tabuh berbentuk bundar dengan tangkai panjang biasanya dari tanduk/sungu/ batang
fiber lentur. Pada seperangkat instrumen gamelan yang lengkap terdapat 3 buah gambang, yakni gambang slendro,
gambang pelog bem, dan gambang pelog barang. Namun tidak sedikit yang terdiri hanya dua buah instrumen saja.
Pada gambang pelog, nada 1 dan 7 dapat disesuaikan dengan gendhing yang akan dimainkan.
Kebanyakan gambang memainkan gembyangan (oktaf) dalam gaya pola pola lagu dengan ketukan ajeg.
Gambang juga dapat memainkan beberapa macam ornamentasi lagu dan ritme, seperti permainan dua nada
dipisahkan oleh dua bilah, atau permainan dua nada dipisahkan oleh enam bilah, dan pola lagu dengan ritme – ritme
sinkopasi seperti pada gendhing Janturan/ Suluk.
8. Gender
Sama dengan Kendang, Gender ini kebanyakan dimainkan oleh para pemain gamelan profesional, yang sudah lama
menyelami budaya Jawa.
Instrumen mirip Slenthem namun dengan wilahan lebih kecil, terdiri dari bilah-bilah metal (Perunggu, Kuningan atau Besi)
ditegangkan dengan tali di atas bumbung-bumbung resonator.
Gender ini dimainkan dengan 2 tabuh berbentuk bulat (dilingkari lapisan kain) dengan tangkai pendek.
Sama halnya dengan Gambang Pada seperangkat instrumen gamelan yang lengkap terdapat 3 buah Gender, yakni Gender
slendro, Gender pelog bem, dan Gender pelog barang.
Sesuai dengan fungsi lagu, wilayah nada, dan ukurannya, ada dua macam gender:
a. Gender Barung
Gender berukuran besar, beroktaf rendah sampai tengah. Salah satu dari instrumen pemuka, gender barung memainkan
pola-pola lagu berketukan ajeg (cengkok) yang dapat menciptakan tekstur sonoritas yang tebal dan menguatkan rasa pathet
gendhing.
Beberapa gendhing mempunyai pembuka yang dimainkan gender barung; gendhing-gendhing ini dinamakan gendhing
gender.
Dalam pertunjukan wayang, pemain gender mempunyai peran utama harus memainkan instrumennya hampir tidak pemah
berhenti selama semalam suntuk dalam permainan gendhing, sulukan, dan grimingan.
b. Gender Panerus
Gender berukuran lebih kecil, beroktaf tengah sampai tinggi. Meskipun instrumen mi tidak harus ada dalam ansambel,
kehadirannya menambah kekayaan tekstur gamelan lebih kepyek. Gender ini memainkan lagunya dalam pola lagu ketukan
ajeg dan cepat.

Rumus untuk menabuh gender ini terdiri kurang lebih 12 cara, yaitu :
1) Tabuhan gendèr gembyang mbukak
2) Tabuhan gendèr gembyang nutup
3) Tabuhan gendèr gembyang minggah
4) Tabuhan gendèr gembyang mandha
5) Tabuhan gendèr kempyung mbukak
6) Tabuhan gendèr kempyung nutup
7) Tabuhan gendèr kempyung minggah
8.) Tabuhan gendèr kempyung mandhap
9) Tabuhan gendèr gantungan gembyang
10) Tabuhan gendèr gantungan kempyung
11) Tabuhan gendèr mipil
12) Tabuhan gendèr imbal (untuk lancaran, srepeg, palaran)
9. Siter
Siter merupakan instrumen yang dimainkan dengan dipetik, terbuat dari kayu berbentuk kotak berongga yang berdawai.
Pada umumnya site mempunyai dua belas nada, yaitu dari kiri ke kanan: 2, 3,5,6,1,2,3,5,6,1,2,3. (contoh untuk siter slendro).
Ciri khasnya satu senar disetel nada pelog dan senar lainnya dengan nada slendro. Umumnya sitar memiliki panjang sekitar
30 cm dan dimasukkan dalam sebuah kotak ketika dimainkan. Siter dimainkan sebagai salah satu dari alat musik yang
dimainkan bersama (panerusan), sebagai instrumen yang memainkan cengkok (pola melodik berdasarkan balungan). Siter
dimainkan dengan kecepatan yang sama dengan gambang (temponya cepat).
Cara memainkannya dengan ibu jari, sedangkan jari lain digunakan untuk menahan getaran ketika senar lain dipetik, ini
biasanya merupakan ciri khas instrumen gamelan. Jari kedua tangan digunakan untuk menahan, dengan jari tangan kanan
berada di bawah senar sedangkan jari tangan kiri berada di atas senar.
Siter dengan berbagai ukuran adalah instrumen khas Gamelan Siteran, meskipun juga dipakai dalam berbagai jenis gamelan
lain.
10. Kempul
Kempul merupakan salah satu perangkat gamelan yang ditabuh, biasanya digantung menjadi satu perangkat dengan Gong
(mirip dengan Gong tapi lebih kecil) dengan jumlah tergantung dengan jenis pagelarannya, sehingga tidak pasti. Kempul
menghasilkan suara yang lebih tinggi daripada Gong, sedangkan yang lebih kecil akan menghasilkan suara yang lebih tinggi
lagi.
Dalam hubungannya dengan lagu gendhing, kempul bisa memainkan nada yang sama dengan nada balungan; kadang-
kadang kempul mendahului nada balungan berikutnya; kadang-kadang ia memainkan nada yang membentuk interval
kempyung dengan nada balungan, untuk menegaskan rasa pathet.
11. Suling
Suling bambu yang memainkan lagu dalam pola-pola lagu bergaya bebas metris. Alat ini dimainkan secara bergantian,
biasanya pada waktu lagunya mendekati akhiran kalimat atau kadang – kadang dimainkan pada lagu-lagu pendek di
permulaan atau di tengah kalimat lagu.
12. Gong
Sebuah kata benda yang merujuk bunyi asal benda, kata gong khususnya menunjuk pada gong yang digantung berposisi
vertikal, berukuran besar atau sedang, ditabuh di tengah-tengah bundarannya (pencu) dengan tabuh bundar berlapis kain.
Gong menandai permulaan dan akhiran gendhing dan memberi rasa keseimbangan setelah berlalunya kalimat lagu
gendhing yang panjang.

Gong sangat penting untuk menandai berakhirnya satuan kelompok dasar lagu, sehingga kelompok itu sendiri (yaitu kalimat
lagu di antara dua tabuhan gong) dinamakan gongan. Ada dua macam gong :
a. Gong Ageng
Gong gantung besar, ditabuh untuk menandai permulaan dan akhiran kelompok dasar lagu (gongan) gendhing.
b. Gong Suwukan
Gong gantung berukuran sedang, ditabuh untuk menandai akhiran gendhing yang berstruktur pendek, seperti lancaran,
srepegan, dan sampak.
13. Keprak
Keprak adalah suatu alat berbentuk lembaran yang terbuat dari perunggu atau besi dengan ukuran kira-kira 20 x 27 cm,
terdiri beberapa lempengan, diberi lobang pada bagian atasnya dan diberi seutas tali, digantung pada kotak wayang
dengan tatanan sedemikian rupa sehingga bila di pukul akan menimbulkan efek bunyi “prak-prak”.
Dalam gelaran wayang kulit gagrak Surakarta, keprak terdiri minimal 3 buah, ada yang 4 buah dan 5 buah. Sedangkan
untuk pakeliran Gaya Yogyakarta keprak hanya terdiri dari satu lempengan besi saja yang di landasi dengan kayu seukuran
keprak, dipukul dengan cempala besi yang di jepit oleh kaki seorang dalang sehingga menghasilkan efek bunyi “ting-ting”.
Agar menghasilkan suara keprak yang bagus seorang dalang harus tahu teknik memasang keprak dan teknik membunyikan
keprak dengan baik. Keprak dalam pakeliran biasanya untuk mengiringi gerakan wayang serta untuk memantabkan solah
(gerak) wayang. Dalang wayang kulit gagrak Surakarta saat ini lebih memilih keprak berbahan besi putih beberapa lembar
di kombinasi dengan keprak perunggu beberapa lembar, yang di yakini mempunyai efek suara lebih nyaring.
SUWUN GAN !!!!

Anda mungkin juga menyukai