Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

Bell’s Palsy
Disusun Oleh :
Dian Nurul Hikmah
112015367

Narasumber :
dr. Juniati Victoria Pattiasina, SpM

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 21 Nopember 2016 – 24 Desember 2016
LATAR BELAKANG
Bell’s palsy merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering mempengaruhi nervus
cranialis. Gangguan ini berupa paresis atau paralisis fasial perifer yang terjadi tiba-tiba, bersifat
unilateral tanpa penyebab yang jelas

Pada sebagian besar penderita Bell’s Palsy kelumpuhannya dapat menyembuh, namun pada
beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan gejala sisa. Gejala sisa ini
berupa kontraktur, dan spasme spontan
TUJUAN PENULISAN

untuk mengetahui secara lebih dalam mengenai definisi, struktur


anatomi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, penegakan
diagnosis, diagnose banding, penatalaksanaan, komplikasi, dan
prognosis Bell’s palsy.
DEFINISI
suatu kelumpuhan saraf fasialis
perifer yang bersifat unilateral, tidak disertai oleh gangguan
penyebabnya idopatik, akut kelainan pendengaran, kelainan neurologi lainnya
lokal

Sir Charles Bell


(1774-1842) Gambar sir charles

untuk diagnosis setiap


meneliti tentang meneliti tentang
kelumpuhan saraf fasialis
sindroma distribusi dan
perifer yang tidak
kelumpuhan saraf fungsi saraf
diketahui penyebabnya.
fasialis fasialis
•menghantar
•rasa nyeri dan
impuls
mungkin
dari juga
alat pengecap
rasa suhu di
dandua
rasa
pertiga
rababagian
dari sebagian
depan lidah.
daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.

Struktur Anatomi
glandula dan mukosa faring, palatum, menghantar impuls dari alat pengecap di
rongga hidung, sinus paranasal, dan dua pertiga bagian depan lidah.
glandula submaksilaris serta sublingual
dan lakrimalis

mensarafi otot-otot wajah


kecuali
Saraf otak ke VII
rasa nyeri , rasa suhu dan
m. levator palpebrae (N.III. mengandung 4 rasa raba dari sebagian
macam serabut daerah kulit dan mukosa
yang dipersarafi oleh
nervus trigeminus.
Serabut Serabut Serabut Serabut
somato visero- visero- somato-
motorik motorik sensorik sensorik
Aferen
somatik

Eferen N
otonom FASIALIS (VII)

Aferen
otonom

Glandula lakrimalis
Glandula mukosa
nasal
ETIOLOGI
Teori iskemik vaskular

Teori infeksi virus

Teori herediter

Teori imunologi
EPIDEMIOLOGI

pria = wanita
wanita muda 10-19 >> laki-laki

umur 15-50 tahun


FAKTOR RISIKO

2 minggu
Penderita
pasca
diabetes
persalinan

Pada
kehamilan
trisemester Foto belss palsy
ketiga
PATOFISIOLOGI
b. Lesi setinggi diantara khorda tympani
Gejala Klinis dengan n.stapedeus
gejala a + gangguan pengecapan 2/3
Kelumpuhan perifer depan lidah dan gangguan salivasi.
Lipatan-lipatan di dahi akan
N VII menghilang dan Nampak
inspeksi seluruh muka sisi yang sakit
akan mencong tertarik ke c. Lesi setinggi diantara n.stapedeus
arah sisi yang sehat dengan ganglion genikulatum
seperti (b) + gangguan pendengaran yaitu
hiperakusis.
a. Lesi setinggi foramen
Otot muka pada sisi yang
stilomastoideus: d. Lesi setinggi ganglion genikulatum
sakit tak dapat bergerak kelumpuhan otot-otot wajah (c) + gangguan sekresi kelenjar hidung
pada sebelah lesi. dan gangguan kelenjar air mata
Sudut mulut sisi lesi jatuh dan (lakrimasi).
tidak dapat diangkat
Makanan berkumpul diantara
pipi dan gusi pada sebelah lesi e. Lesi di porus akustikus internus
Tidak dapat menutup mata dan d + gangguan pada N.VIII.
mengerutkan kening pada sisi lesi
PENEGAKAN DIAGNOSIS
ANAMNESIS

Nyeri
Mata kering
postauricular

Perubahan Aliran air


Hyperacusi
rasa mata
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Pemeriksaan Fisik
Sifat lesi UMN Sifat lesi LMN
Pemeriksaan fungsi kelopak mata
saraf kranialis tidak dapat Paresis unilateral dari gerakan volunter Paresis unilateral dari semua otot-otot wajah
wajah bagian bawah dengan perkecualian m.
menutup dengan
frontalis
rapat

saat senyum sudut


mulut tertinggal Kelemahan otot wajah kurang nyata pada Derajat kelemahan wajah serupa pada
gerakan emosional daripada gerakan volunter gerakan emosional dengan gerakan volunteer
hilangnya
hilangnya rasa
Fasial reflexes : terpelihara atau meningkat Fasial reflexes : tertekan
kerutan dahi pengecapan
lidah 2/3 Pengecapan 2/3 bagian anterior lidah : Pengecapan : mungkin menurun

bagian terpelihara Lakrimasi : mungkin terganggu

bibir tidak dapat depan. Lakrimasi : normal

mencucu.
Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan
laboratorium Radiologi
Diagnosa Banding

OMS dan Mastoiditis

Herpes Zoster Otikus

Trauma Capitis

Tumor Intracranial
PENATALAKSANAAN
TERAPI MEDIS
Nama obat Acyclovir (Zovirax) – menunjukkan aktivitas hambatan langsung melawan HSV-
Agen antiviral
1 dan HSV-2, dan sel yang terinfeksi secara selektif.

Dosis dewasa 4000 mg/24 jam peroral selama 7-10 hari.

Dosis pediatric < 2 tahun : tidak dianjurkan.

> 2 tahun : 1000 mg peroral dibagi 4 dosis selama 10 hari.

1 mg/kg atau 60 mg PO qd selama 7 hari diikuti tappering off dengan


Dosis dewasa
Kortikosteroid total pemakaian 10 hari.

1 mg/kg PO qd selama 6 hari diikuti tappering off dengan total


Dosis Anak
Prednisone pemakaian 10 hari.

efek antiinflamasi Hipersensitivitas, diabetes berat yang tak terkontrol, infeksi jamur, ulkus
menurunkan kompresi Kontraindikasi peptikum, TBC, osteoporosis.
nervus facialis di canalis
facialis
PENATALAKSANAAN
Perawatan mata

Air mata pengganti Kaca mata atau pelindung

Lubrikan
Komplikasi
Regenerasi motorik yang tidak
sempurna
Regenerasi sensoris yang tidak
sempurna
Reinervasi aberan dari nervus Prognosis
facialis
80-90%  sembuh tanpa gejala sisa

Usia di atas 60 tahun  40% sembuh total

Penderita diabetes 30% lebih sering sembuh secara


parsial dibanding penderita nondiabetik

penderita DM lebih sering kambuh dibanding yang non


DM
KESIMPULAN
• Bell’s palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan yang
akut dan idiopatik akibat disfungsi nervus facialis perifer. Penyebab Bell’s palsy
adalah edema dan iskemia akibat penekanan (kompresi) pada nervus fasialis.
• edema dan iskemia akibat penekanan (kompresi) pada nervus fasialis.
• Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat didiagnosa
dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak. Lipatan-
lipatan di dahi akan menghilang dan nampak seluruh muka sisi yang sakit akan
mencong tertarik ke arah sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini
tergantung dari lokalisasi kerusakan.
• Pengobatan pasien dengan Bell’s palsy adalah dengan kombinasi obat- obatan
antiviral dan kortikosteroid serta perawatan mata yang berkesinambungan.
Prognosis pasien dengan Bell’s palsy relative baik meskipun pada beberapa
pasien, gejala sisa dan rekurensi dapat terjadi
DAFTAR PUSTAKA
• Mardjono, M. Sidharta, P. Nervus Fasialis dan Patologinya. Neurologi Klinis Dasar, 5th ed. Jakarta : PT Dian
Rakyat, 2005. h.159-163.
• Sabirin J. Bell’s Palsy. Dalam : Hadinoto dkk. Gangguan Gerak. Cetakan I. Semarang : Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro, 1990.h. 171-81 2
• 10. Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Edisi ke-2. Jakarta : Dian Rakyat, 1985.h. 311-17
• Rohkamm, Reinhard. Facial Nerve Lesions. Color Atlas of Neurology 2nd ed. George Thieme Verlag: German,
2003. h.98-99.
• Weiner HL, Levitt LP. Ataksia. Wita JS, editor. Buku Saku Neurologi. Ed 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2001. Hal. 174
• SM. Lumbantobing. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI, 2006
• Sjarifuddin, Bashiruddin J, Bramantyo B. Kelumpuhan Nervus Fasialis Perifer. Dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. 6th ed. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI, 2007.

Anda mungkin juga menyukai