Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN

KEGAWATDARURATAN
TRAUMA OCULAR DAN MAXILLOFACIAL

KELOMPOK 8
TRAUMA OKULI
DEFINISI

 Trauma mata adalah kondisi mata yang mengalami trauma


(rudapaksa) baik oleh zat kimia ataupun oleh benda tumpul,
benda keras, dan tajam (Anas Tamsuri,2011).
 Trauma okuli adalah trauma atau cedera yang
terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan kerusakan
pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita,
kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga
mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihat.
JENIS TRAUMA OKULI
Ada 2 jenis trauma okuli, yaitu :

1. Trauma okuli non perforans, yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri :


 Tidak menembus dinding orbital (kornea dan sklera masih utuh)
 Mungkin terjadi robekan konjungtiva
 Adanya perlukaan kornea dan sklera
 Kontaminasi intra okuli dengan udara luar tidak ada

2. Trauma okuli perforans, yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri :


 Adanya dinding orbita yang tertembus
 Adanya kontaminasi intra okuli dengan udara luar
 Prolaps bisa muncul, bisa tidak.
ETIOLOGI
Trauma pada mata dapat disebabkan oleh benda asing. Bulu
mata, debu, kuku dan partikel lewat udara dapat kontak
dengan konjungtiva atau kornea dan menyebabkan iritasi atau
abrasi. Pada benda asing mata, umumnya klien mengeluh adanya
sensasi benda asing (merasa ada sesuatu di mata) atau
penglihatan kabur. Nyeri terjadi jika epitel kornea cedera
karena kornea mengandung saraf sensori yang berada di bawah
epitel. Klien juga bisa mengalami epifora dan fotofobia.
JENIS BENDA ASING PADA MATA
1. Benda Logam
 Terbagi menjadi benda logam magnit dan bukan magnit.
 Contoh: Emas, perak, platina, timah hitam, seng, nikel, alumunium, tembaga, besi.

2. Benda bukan logam


 Contoh: batu, kaca, poeselin, karbon, bahan, pakaian, dan bulu mata.

3, Benda Inert
 Adalah benda yang terdiri atas bahan-bahan yang tidak menimbulkan reaksi jaringan mata,
ataupun jika ada, reaksinya sangat ringan dan tidak mengganggu fungsi mata.
 Contoh: emas, perak, platina, batu, kaca, perselin, plastik tertentu.
 Kadang-kadang benda inert memberikan reaksi mekanik yang mungkin dapat mengganggu
fungsi pengelihatan.

4. Benda Reaktif
 Adalah benda yang menimbulkan reaksi jaringan mata sehingga mengganggu fungsi mata.
 Contoh: timah hitam, zink, nikel, alumunium, tembaga, kuningan, besi (Iatiani N. Istiqomah,
2004).
TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala yang sering muncul pada cedera mata meliputi :

 Nyeri
 Perdarahan Subkonjunctiva
 Laserasi konjunctiva
 Enoftalmia (perpindahan mata yang abnormal ke belakang atau ke
bawah akibat hilangnya isi atau patah tulang orbita)
 Defek iris
 Berpindahnya pupil yang disebabkan karena kolapsnya COA
 Hifema
 Tekanan Intra Okuli rendah (mata lunak)
 Ekstrusi isi okuler (iris, lensa, vitereus, dan retina)
 Hipopion, yaitu adanya bahan purulen dalam kamera anterior
MANIFESTASI KLINIS
A. Manifestasi trauma alkali (ringan, sedang, berat)
B. Manifestasi trauma tembus
C. Manifestasi benda asing intraokular
KLASIFIKASI
1. Trauma tumpul (kontusio)
Trauma tumpul adalah trauma pada mata akibat
benturan mata dengan benda yang relatif besar, tumpul, keras
maupun tidak keras.
2. Trauma alkali
Trauma alkali adalah trauma oleh bahan kimia basa
menyebabkan proses penyabunan membran sel disertai
dehidrasi sel.
3. Trauma Tembus (Penetrasi/Perforasi)
Trauma tembus adalahtrauma yang terjadi akibat
masuknya benda asing kedalam bola mata
PATOFLOWDIAGRAM
KOMPLIKASI
1. Rudapaksa
2. Rudapaksa tembus
3. Perdarahan
4. Reaksi jaringan mata
5. Siderosis

 Kalkosis Komplikasi pada trauma alkali:


Keratitis sika, perut, neovaskularisasi kornea, entropion,
simbtefaron, glaucoma sudut tertutup, katarak, dan ftisis bulbi (Arif
Mansjoer, 2008).
 Komplikasi pada trauma tembus:
Endofalmitis, panoftalmitis, ablas retina, perdarahan
intraokular, dan ftisis bulbi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi
2. Pemeriksaan “Computed Tomography” (CT)
3. Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai
normal tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg)
4. Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji
struktur internal dari okuler, papiledema, retina hemoragi.
5. Pemeriksaan Laboratorium, seperti : SDP, leukosit
6. Pemeriksaan kultur
PENATALAKSANAAN
1. Trauma Alkali
 Irigasi, secepatnya aliri air keran, sebaiknya dengan NaCl
0,9% (cairan fisiologis tubuh) selama 15 menit, lebih lama lebih
baik.
 EDTA diberikan segera setelah terkena, 1 tetes tiap 5 menit
selama 2 jam selanjutnya beberapa kali sehari.
 Antibiotik lokal untuk mencegah infeksi.
 Siklopiegik (sulfas tropin 1%) 3x1 tetes per bar.
 Steroid secara lokal atau sistemik diberikan bila peradangan
sangat hebat dengan pemantauan ketai. Pemberian setelah 5
minggu dapat menghambat epitelisasi.
 Anxilgesik dan anastesik topikal dapat diberikan.
 Rawat
NEXT
2. Trauma Asam
 Irigasi secepatnya dengan air keran atau dengan NaCl 0,9%
(cairan fisiologis tubuh). Minimal 15 menit. Lebih lama
lebih baik. Irigasi sebersih mungkin termasuk daerah forniks
dengan menggunakan swab kapas.
 Antibiotik topikal untuk mencegah infeksi.
 Siklopegik (sulfasatropin 1%) bila terjadi ulkus kornea atau
kerusakan lebih dalam.
 EDTA diberikan 1 minggu setelah trauma.
NEXT
3. Trauma Tembus
Diberikan antibiotik topikal, mata ditutup, dan segera
dikiran pada dokter mata untuk dilakukan pembedahan.
4. Benda Asing Intraokular
Pada dasarnya benda asing pada bola mata perlu
dikeluarkan sehingga direncanakan pembedahan agar tidak
memberikan kerusakan yang lebih berat pada bola mata,
misalnya melewati sklera agar tidak merusak jaringan lain.
ASUHAN KEPERAWATAN
TRAUMA MAXILLOFACIAL
DEFINISI
Fraktur maksilofasial ialah fraktur yang terjadi pada tulang-
tulang pembentuk wajah. Berdasarkan anatominya wajah atau
maksilofasial dibagi menjadi tiga bagian, ialah sepertiga atas
wajah, sepertiga tengah wajah, dan sepertiga bawah wajah.
ETIOLOGI
Trauma wajah di perkotaan paling sering disebabkan oleh perkelahian,
diikuti oleh kendaraan bermotor dan kecelakaan industri. Para zygoma dan
rahang adalah tulang yang paling umum patah selama serangan. Trauma
wajah dalam pengaturan masyarakat yang paling sering adalah akibat
kecelakaan kendaraan bermotor, maka untuk serangan dan kegiatan
rekreasi. Kecelakaan kendaraan bermotor menghasilkan patah tulang yang
sering melibatkan midface, terutama pada pasien yang tidak memakai sabuk
pengaman mereka. Penyebab penting lain dari trauma wajah termasuk
trauma penetrasi, kekerasan dalam rumah tangga, dan pelecehan anak-anak
dan orang tua.

TABEL TRAUMA WAJAH

Penyebab pada orang dewasa Persentase (%)

Kecelakaan lalulintas 40-45

Penganiayaan / berkelahi 10-15

Olahraga 5-10

Jatuh 5

Lain-lain 5-10
KLASIFIKASI
1. Trauma jaringan lunak wajah
Trauma pada jaringan lunak wajah dapat diklasifikasikan berdasarkan:
 Berdasarkan jenis luka dan penyebab:
 Ekskoriasi
 Luka sayat, luka robek , luka bacok, luka bakar, luka tembak

2. Trauma jaringan keras wajah


Dibedakan berdasarkan lokasi anatomic dan estetika :
 Berdiri Sendiri : fraktur frontal, orbita, nasal, zigomatikum,
maxilla, mandibulla, gigidan alveolus
 Bersifat Multiple : Fraktur kompleks zigoma, fronto nasal
dan fraktur kompleks mandibular
PATOFISIOLOGI
Kehadiran energi kinetik dalam benda bergerak adalah fungsi
dari massa dikalikan dengan kuadrat kecepatannya. Penyebaran
energi kinetik saat deselerasi menghasilkan kekuatan yang
mengakibatkan cedera. Berdampak tinggi dan rendah-dampak
kekuatan didefinisikan sebagai besar atau lebih kecil dari 50 kali
gaya gravitasi. Ini berdampak parameter pada cedera yang
dihasilkan karena jumlah gaya yang dibutuhkan untuk
menyebabkan kerusakan pada tulang wajah berbeda regional.
Tepi supraorbital, mandibula (simfisis dan sudut), dan tulang
frontal memerlukan kekuatan tinggi-dampak yang akan rusak.
Sebuah dampak rendah-force adalah semua yang diperlukan
untuk merusak zygoma dan tulang hidung.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis gejala dan tanda trauma maksilofasial dapat berupa :

 Dislokasi, berupa perubahan posisi yg menyebabkan maloklusi terutama pada fraktur


mandibular
 Pergerakan yang abnormal pada sisi fraktur
 Rasa nyeri pada sisi fraktur
 Perdarahan pada daerah fraktur yang dapat menyumbat saluran napas
 Pembengkakan dan memar pada sisi fraktur sehingga dapat menentukan lokasi daerah
fraktur
 Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran
 Laserasi yg terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar fraktur
 Diskolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat pembengkakan
 Numbness, kelumpuhan dari bibir bawah, biasanya bila fraktur terjadi dibawah nervus
alveolaris
 Pada fraktur orbita dapat dijumpai penglihatan kabur atau ganda, penurunan
pergerakan bola mata dan penurunan visus
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Wajah Bagian Atas :
 CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D (Cone Beam CT-scan 3D)
 CT-scan aksial koronal
 Imaging Alternatif diantaranya termasuk CT Scan kepala dan X-ray kepala

2. Wajah Bagian Tengah :


 CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D (Cone Beam CT-scan 3D)
 CT scan aksial koronal
 Imaging Alternatif diantaranya termasuk radiografi posisi waters dan posteroanterior
(Caldwells), Submentovertek (Jughandles)

3. Wajah Bagian Bawah :


 CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D
 Panoramic X-ray
 Imaging Alternatif diagnostik mencakup posisi:
Posteroanterior (Caldwells), Posisi lateral (Schedell), Posisi towne
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala dan wajah
selain dari factor mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing,
circulation) dan menilai status neurologis (disability, exposure),
maka factor yang harus diperhitungkan pula adalah mengurangi
iskemia serebri yang terjadi. Keadaan ini dapat dibantu dengan
pemberian oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang
mengalami trauma relative memerlukan oksigen dan glukosa
yang lebih rendah.
KOMPLIKASI
 Perdarahan ulang
 Kebocoran cairan otak
 Infeksi pada luka atau sepsis
 Timbulnya edema serebri
 Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian
TIK
 Nyeri kepala setelah penderita sadar
 Konvulsi
ASUHAN KEPERAWATAN

Anda mungkin juga menyukai