data sosiologis. Bagi epistemologi sosial, hubungan, kepentingan dan lembaga sosial punya peranan yang sangat penting dalam proses, cara pemerolehan pengetahuan Obyeknya: Dimensi sosial dan interpersonal dari pengetahuan Asumsi utama: Sebagian besar pengetahuan kita merupakan hasil interaksi sosial dengan orang lain MODEL 1: REVISIONISME MENGANGGAP EPISTEMOLOGI TRADISIONAL CENDERUNG: Menganggap diskursus epistemologi adalah diskursus individual Menganggap urusan epistemologi adalah urusan menganalisis benar- salahnya pengetahuan (context of justification) belaka Merumuskan standar-standar normatif-universal-obyektif terhadap pengetahuan Menganggap hasil final pengetahuan adalah kebenaran_dan kebenaran bercorak obyektif MENGAJUKAN MODEL SOCIAL-CONSTRUCTIVISM: KEBENARAN ATAU FAKTA ITU BUKAN SESUATU YANG “DITEMUKAN” OLEH MEREKA YANG MENCARINYA, NAMUN SEBENARNYA “DICIPTAKAN” OBYEK PENGETAHUAN ITU DISUSUN (DIRANGKAI SUSUNANNYA) BERDASARKAN KEAHLIAN DAN KREATIFITAS PARA ILMUWAN “KEBENARAN ADALAH INSTITUSI SOSIAL” (STEVEN SHAPIN)_PENGETAHUAN BUKAN SESUATU YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBENARAN NAMUN BERHUBUNGAN DENGAN APA YANG DIPERCAYA/DIANGGAP BENAR_JADI PENGETAHUAN YANG BENAR ADALAH KEPERCAYAAN YANG TERINSTITUSI SECARA SOSIAL (INSTITUTIONALIZED BELIEF) PARADIGMA THOMAS KUHN (CONTOH MODEL REVISIONISME)
PRA-ILMU ILMU NORMAL/PARADIGMA ANOMALI/KRISIS REVOLUSI ILMIAH/SHIFTING PARADIGM ILMU NORMAL/PARADIGMA BARU MODEL 2: PRESERVATIONISME
TIDAK ADA YANG SALAH DENGAN
EPISTEMOLOGI TRADISIONAL NAMUN EPISTEMOLOGI TRADISIONAL MEMERLUKAN TAMBAHAN ASPEK JUSTIFIKASI: “APA YANG DIPIKIRKAN ORANG LAIN” EPISTEMOLOGI TRADISIONAL PERLU TAMBAHAN: TESTIMONI & PEER DISAGREEMENT (KESETUJUAN & PENOLAKAN ORANG TERHADAP PENGETAHUAN KITA) MODEL 3: EXPANSIONIS SETUJU DENGAN PRESERVATIONIS, NAMUN UNTUK JUSTIFIKASI PENGETAHUAN TIDAK SEKEDAR PENDAPAT SETUJU/TIDAK SETUJU ORANG LAIN PERLU DIPERHATIKAN PULA “COLLECTIVE JUDGEMENT”, “COLLECTIVE RATIONALITY”, “UNIVERSAL DOMAIN”, DLL MODEL 4: AUTHORITARIANISM
CARA BERPIKIR YANG BERSANDAR KEPADA
“YANG DIPANDANG” MEMILIKI OTORITAS KEBENARAN OTORITAS BISA BERBENTUK: ORANG, IDEOLOGI, BUKU/KITAB, INSTITUSI, BAHKAN SEJARAH MENGAPA MASYARAKAT CENDERUNG BERPOLA OTORITARIANISTIK? Orang biasa lebih banyak hidup dalam “keyakinan-keyakinan” dan tidak dalam “rasionalitas” Orang biasa paham bahwa ada orang tertentu
yang menguasai bidang tertentu dan layak
dijadikan rujukan LANDASAN PSIKOLOGIS The theory of conformism: seorang individu yang tidak memiliki kemampuan atau keahlian akan memutuskan sesuatu sesuai dengan kepputusan kelompoknya The agentic state theory: ada individu yang memposisikan diri/diposisikan sebagai agen yang menentukan nasib/tujuan orang lain. LANDASAN SOSIOLOGIS STRUKTUR MASYARAKAT SECARA UMUM BERPOLA “PATRONCLIENT” Hubungan timbal balik, saling memberi antara pihak yang lebih tinggi status sosialnya dengan pihak yang lebih rendah. Ciri yang menonjol dari jenis hubungan ini adalah terdapatnya ketidak samaan (inequality) dalam pertukaran. Ketimpangan terjadi karena patron berada dalam posisi pemberi barang dan jasa yang sangat dibutuhkan oleh si klien. Ciri Hubungan Patron-Client Sesuatu yang diberikan oleh satu pihak itu dianggap berharga oleh pihak lain. Adanya unsur timbal balik dalam pemberian tersebut. Timbal balik yang dimaksud tidak terjadi karena formalitas atau apalagi pemaksaan. Adanya kemungkinan pihak yang lebih rendah (klien) untuk melakukan penawaran. Terdapat ketidaksamaan dalam pertukaran, nilai yang diberikan patron dipandang jauh lebih penting dibandingkan nilai yang diberikan klien Adanya sifat tatap muka. Bersifat Luwes dan Meluas. AUTHORITARIANISM DALAM ISLAM
ITTIBA’ & TAKLID
ALASAN: QS.An-Nahl : 43 : Bertanyalah kepada orang yang memiliki pengetahuan jika kamu tidak mengerti Asumsi: Mujtahid pasti menyandarkan pendaptnya atas dalil syara’. Tidak semua orang memiliki kemampuan ijtihad Pengetahuan dalam Islam dikembangkan dalam model continuity and change (al-mukhafadhah ala al-qadim dan al-akhdu bi al-jadid) MODEL 5: COMMON-SENSE LAST WEEK…