Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

TETANUS
Oleh :
dr. Anggun Chairunnisa CP
Pendamping :
dr. Lia Febriyani, MARS
dr. Wayan Widyana

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKADANA
LAMPUNG TIMUR
2019
Definisi
Tetanus adalah gangguan neurologis yang
ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan
spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin,
suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan
oleh Clostridium Tetani.
Etiologi
• Tetanus disebabkan oleh
bakteri Clostridium
tetani yaitu kuman
berbentuk batang
dengan ukuran panjang
2-5 µm dan lebar 0,3-
0,5µm yang termasuk
gram positif dan bersifat
anaerob. Bakteri ini
membentuk spora yang
berbentuk lonjong
dengan ujung yang bulat
khas seperti batang
korek api (drumstick)
Etiologi
Bakteri Clostridium tetani memproduksi 2 macam eksotoksin
yaitu tetanospasmin dan tetanolisin.

Tetanospasmin disebut juga sebagai neurotoksin karena toksin


ini dapat mencapai susunan saraf pusat dan menimbulkan
gejala berupa kekakuan (rigiditas), spasme otot dan kejang-
kejang.

Sementara itu, tetanolisis dapat menyebabkan lisis dari sel-sel


eritrosit.
Patogenesis
• Clostridium tetani biasanya masuk ke dalam tubuh
melalui luka. Habitat alam C.tetani bisasanya di
tanah.
Patogenesis
Spora C. tetani masuk ke dalam tubuh melalui
luka. Spora yang masuk ke dalam tubuh tidak
berbahaya sampai dirangsang oleh beberapa
faktor (kondisi anaerob), sehingga spora tersebut
berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak
dengan cepat akan tetapi hal ini tidak
mencetuskan reaksi inflamasi.

Gejala klinis sepenuhnya disebabkan oleh toksin


yang dihasilkan oleh sel vegetatif yang tumbuh. C.
tetani menghasilkan dua jenis eksotoksin yaitu
tetanospasmin dan tetanolisin.

Tetanospasmin menimbulkan gejala di keempat


sistem saraf: (1) motor end plate di otot rangka,
(2) medula spinalis, (3) otak, dan (4) pada
beberapa kasus, pada sistem saraf simpatis.
Patofisiologi
• Terdapat dua • Dampak toksin antara lain:
mekanisme yang
dapat • Dampak pada ganglion pra sumsum
menerangkan tulang belakang disebabkan karena
penyebaran toksin eksotoksin memblok sinaps jalur
ke susunan saraf antagonis, mengubah keseimbangan dan
pusat: (1) Toksin koordinasi impuls sehingga tonus otot
diabsorpsi di meningkat dan otot menjadi kaku.
neuromuscular
junction,
kemudian • Dampak pada otak, diakibatkan oleh
bermigrasi melalui toksin yang menempel pada gangliosida
jaringan serebri diduga menyebabkan kekakuan
perineural ke dan spasme yang khas pada tetanus.
susunan saraf
pusat, (2) Toksin • Dampak pada saraf otonom, terutama
melalui pembuluh mengenai saraf simpatis dan
limfe dan darah ke menimbulkan gejala keringat yang
susunan saraf berlebihan, hipertermia, hipotensi,
pusat. hipertensi, aritmia, heart block, atau
takikardia.
Patofisiologi
Gejala Klinis
• Masa inkubasi tetanus umumnya 3-21 hari, tetapi
bisa lebih pendek atau lebih panjang (1 hari hingga
beberapa bulan).

• Hal ini secara langsung berhubungan dengan jarak


dari port d’entree bakteri C. tetani (tempat luka) ke
susunan saraf pusat (SSP);

• secara umum, semakin besar jarak antara tempat


luka dengan SPP maka masa inkubasinya akan
semakin lama. Semakin pendek jarak inkubasi maka
akan semakin tinggi kemungkinan terjadinya
kematian.
Gejala Klinis
• Ada empat bentuk tetanus yang dikenal secara klinis

• Tanda pertama berupa trismus/Lock jaw, diikuti dengan kekakuan pada leher,
kesulitan menelan, dan spasme pada otot abdomen
General
ized • Gambaran klinis lainnya meliputi iritabilitas, gelisa, hiperhidrosis, dan disfagia dengan
tetanus hidrofobia, hipersalivasi, dan spasme otot punggung.

• terjadi pada ekstremitas dengan luka yang terkontaminasi serta memiliki derajat yang
Localiz bervariasi dan memiliki prognosis yang baik
ed
tetanus • Spasme dapat terjadi hingga beberapa minggu sebelum akhirnya menghilang secara
bertahap

Cephali
c • umumnya terjadi setelah trauma kepala atau terjadi setelah infeksi telinga tengah.
tetanus • Prognosis biasanya buruk

Tetanus
neonat • Terjadi pada neonatus
orum • menyumbang sekitar setengah dari seluruh kematian neonatus
• Selain berdasarkan gejala klinis, berdasarkan derajat
beratnya penyakit, tetanus dapat dibagi menjadi empat
(4) tingkatan menggunakan klasifikasi Ablett
Derajat Manifestasi klinis
I: Ringan Trismus ringan sampai sedang; spastisitas umum tanpa spasme atau
gangguan pernapasan; tanpa disfagia atau disfagia ringan
II: Sedang Trismus sedang; rigiditas dengan spasme ringan sampai sedang
dalam waktu singkat; laju napas >30x/menit; disfagia ringan
III: Berat Trismus berat; spastisitas umum; spasme lama; laju napas
>40x/menit; laju nadi >120x/menit, apneic spell, disfagia berat
IV: Sangat (derajat III + gangguan sistem otonom termasuk kardiovaskular)
berat Hipertensi berat dan takikardia yang dapat diselang-seling dengna
hipotensi relatif dan bradikardia, dan salah satu keadaan tersebut
dapat menetap.
Phillips score
Faktor Skor
Masa Inkubasi
- <48 jam 5
- 2-5 hari 4
- 5-10 hari 3
- 10-14 hari 2
- >14 hari 1
Lokasi Infeksi
- Organ dalam dan umbilikus 5
- Kepala, leher, dan badan 4
- Perifer prooksimal 3
- Perifel distal 2
- Tidak diketahui 1
Status Proteksi
- Tidak ada 10
- Mungkin ada atau imunisasi pada ibu bagi pasien-pasien neonatus 8
- Terlindungi >10 tahun 4
- Terlindungi <19 tahun 2
- Proteksi lengkap 0
Faktor-faktor komplikasi
- Cedera atau penyakit yang mengancam jiwa 10
- Cedera berat atau penyakit yang tidak segera mengancam nyawa 8
- Cedera atau penyakit yang tidak mengancam nyawa 4
- Cedera atau penyakit minor 2
- ASA grade I 0
Dakar score
Dakar score
Faktor Prognosis
Score 1 Score 2
Periode inkubasi ≥7 hari atau tidak
<7 hari
diketahui
Periode onset <2 hari ≥2 hari
Tempat masuk Umbilikus, luka bakar,
Selain dari yang telah
uterus, fraktur terbuka,
disebut atau tidak
luka operasi, injeksi
diketahui
intramuskular
Spasme Ada Tidak ada
Demam >38,4°C <38,4°C
takikardi Dewasa >120 kali/menit Dewasa <120 kali/menit
Neonatus >150 kali/menit Neonatus <150 kali/menit
• Selain skoring Ablett, terdapat sistem skoring untuk
menilai prognosis tetanus seperti Phillips scored an
Dakar score. Kedua sistem skoring ini memasukkan
kriteria periode inkubasi dan periode onset, begitu pula
manifestasi neurologis dan kardiak.

• Phillips score juga memasukkan status imunisasi pasien.


• <9, severitas ringan;
• 9-18, severitas sedang;
• >18, severitas berat.

• Dakar score
• 0-1, severitas ringan dengan mortalitas 10%;
• 2-3, severitas sedang dengan mortalitas 10-20%;
• 4, severitas berat dengan mortalitas 20-40%;
• 5-6, severitas sangat berat.
Penegakan Diagnosis
• Diagnosis tetanus
sepenuhnya didasarkan
pada temuan klinis,
karena pemeriksaan
laboratorium tidak
spesifik.
• Jadi, penegakan
diagnosis sepenuhnya
didasarkan pada
anamnesis dan
pemeriksaan fisik
Penatalaksaan
Ada tiga sasaran penatalaksanaan tetanus

Membuang Sumber Tetanospasmin


• Luka harus dibersihkan secara menyeluruh dan didebridement untuk mengurangi
muatan bakteri dan mencegah pelepasan toksin lebih lanjut
• Metronidazole diberikan secara iv dengan dosis inisial 15 mg/kgBB dilanjutkan dosis 30
mg/kgBB/hari setiap 6 jam selama 7-10 hari
• lini kedua dapat diberikan penicillin procain 50.000-100.000 U/kgBB/hari selama 7-10
hari, jika hipersensitif terhadap penicillin dapat diberi tetracycline 50 mg/kgBB/hari
(untuk anak berumur lebih dari 8 tahun).

Netralisasi toksin yang tidak terikat


• Antitoksin harus diberikan untuk menetralkan toksin-toksin yang belum berikatan.
• human tetanus immunoglobulin (HTIG) segera diinjeksikan intramuskuler dengan dosis
total 3.000-10.000 unit, dibagi tiga dosis yang sama dan diinjeksikan di tiga tempat
berbeda. Untuk bayi, dosisnya adalah 500 IU intramuskular dosis tunggal
• Bila tidak tersedia maka digunakan ATS dengan dosis 100.000-200.000 unit diberikan
50.000 unit intra-muskular dan 50.000 unit intravena pada hari pertama, kemudian
60.000 unit dan 40.000 unit intramuskuler masing-masing pada hari kedua dan ketiga.
Pengobatan suportif
• Untuk meminimalkan risiko spasme paroksismal yang
dipresipitasi stimulus ekstrinsik, pasien sebaiknya dirawat di
ruangan gelap dan tenang.
• Penanganan jalan napas merupakan prioritas. Spasme otot,
spasme laring, aspirasi, atau dosis besar sedatif semuanya
dapat mengganggu respirasi.
• Spasme otot dan rigiditas diatasi secara efektif dengan sedasi
• . Diazepam efektif mengatasi spasme dan hipertonisitas
tanpa menekan pusat kortikal. Dosis diazepam yang di-
rekomendasikan adalah 0,1-0,3 mg/kgBB/kali dengan
interval 2-4 jam sesuai gejala klinis, dosis yang
direkomendasikan untuk usia <2 tahun adalah 8
mg/kgBB/hari oral dalam dosis 2-3 mg setiap 3 jam
• Alternatif lain, untuk bayi (tetanus neonatorum) diberikan
dosis awitan 0,1-0,2 mg/kgBB iv untuk menghilangkan
spasme akut, diikuti infus tetesan tetap 15-40
mg/kgBB/hari.
Pemberian Vaksin Tetanus

• Pemberian ini ditujukan sebagai booster terhadap pasien


yang luka yang telah mendapat vaksinasi tetanus
sebelumnya, tujuannya untuk menaikkan titer antitoksin
dan akan memberikan perlindungan yang efektif dalam
jangka waktu yang lama

• Pemberian vaksin tetanus pada saat luka terhadap


pasien yang sama sekali belum pernah divaksinasi
terhadap tetanus, tidaklah dapat menjamin
perlindungan terhadap tetanus, karena untuk
mendapatkan antitoksin dalam serum sampai di garis
proteksi minimal dibutuhkan waktu 2–3 minggu,
sedangkan masa inkubasi tetanus ada yang lebih cepat.
Perawatan luka secara bedah yang
benar
• Luka dirawat secepat mungkin
• Teknik aseptik dengan memakai sarung tangan steril,
mencuci kulit sekitar luka dengan cairan yang cukup sebelum
tindakan bedah.
• Menutup luka dengan kasa steril waktu mencuci luka tadi.
• Cahaya haruslah cukup agar secara cermat mengidentifikasi
jaringan yang vital seperti saraf dan pembuluh darah.
• Instrumen harus lengkap, pembantu cukup agar penarikan
jaringan secara halus untuk mencegah kerusakan jaringan
yang lebih besar.
• Perdarahan dikontrol dengan instrumen yang tepat dan
benang yang cukup kecil agar jaringan nekrotik minimum
yang tinggal di dalam luka
• Jaringan diperlukan secara halus agar jaringan menambah
jaringan nekrotik dalam luka.
• Diberikan secara komplit dengan memakai pisau untuk
meratakan pinggir luka yang compang-camping, mengangkat
jaringan yang sudah diragukan vitalitasnya, mengangkat
benda asing sampai tidak ada yang tertinggal.
Pemberian antitoksin tetanus
Antitoksin tetanus pada dasarnya ada 2

• dari serum kuda yang telah divaksinasikan sebelumnya


Heterologous • Dapat menimbulkan reaksi sensitivitas yang hebat
antitoksin sampai dapat terjadi syok anafilaktik
• dosisnya untuk profilaksis 1500 – 3000 unit bagi orang
(ATS) dewasa
• tetanus dosis ATS adalah 20.000 – 40.000 unit

Tetanus • Diambil dari serum manusia


Immuno •

jarang sekali menimbulkan reaksi hipersensitivitas
bertahan dalam darah selama 1 bulan
Globulin • Dosis 3000 – 6000 unit intra muskuler pada otot
gluteus
(human)
Indikasi Pemberian Antitoksin Tetanus
• Luka yang kotor yang terjadi pada orang yang belum
pernah mendapat immunisasi aktif, atau orang
dengan proteksi tetanus parsial.

• Pengobatan pasien dengan tetanus.


• Dosis pemberian tetanus immuno-globulin (human)
untuk profilaksis adalah :
• Orang dewasa : 250 u – 500 u
• Anak di atas 10 tahun : 250 u
• Anak 5 – 10 tahun : 125 u
• Anak di bawah 5 tahun : 75 u
Daftar Pustaka
• Thwaites CL, Yen LM. Tetanus. In: Fink MP, Abraham E, Vincent JL, Kochanek PM,
editors. Textbook of Critical Care. 5th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders;
2005.p.1401-4.
• 2. Lipman J. Tetanus. In: Bersten AD, Soni N, eds. Oh’s Intensive Care Manual. 6th
ed. Philadelphia: Butterworth Heinemann Elsevier; 2009.p.593-7
• Edlich RF, Hill LC, Mahler CA, Cox MJ, Becker DG, Horowitz JH, et al. Management
and prevention of tetanus. Niger J Paed. 2003;13(3):139-54.
• Cook TM, Protheroe RT, Handel JM. Tetanus: a review of the literature. Br J
Anaesth.2001;87(3):477-87
• Bhatia R, Prabhakar S, Grover VK. Tetanus. Neurol India.2002;50:398-407.
• Farrar JJ, Yen LM, Cook T, Fairweather N, Binh N, Parry J, et al. Neurological
aspects of tropical disease: tetanus. J Neurol Neurosurg Psychiatry.2000;69.p.292-
301
• Torbey MT, Suarez JI, Geocadin R. Less common causes of quadriparesis and
respiratory failure. In: Suarez JI, editor. Critical care neurology and neurosurgery. 1st
ed. New Jersey: Humana Press; 2004.p.493-5.
• Laksmi. Ni Komang. Penatalaksanaan Tetanus. CDK. 2014;41(11).p.823-827.
• De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.2004.
• Hendarwanto. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Balai Penerbit FK UI, Jakarta:
2001.p.49-51
• Dinkes Provinsi Lampung. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Lampung Tahun 2012.

Anda mungkin juga menyukai