Anda di halaman 1dari 18

Tuberkulosis pada anak

Pendahuluan

Tuberkulosis (TB)  suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri


Mycobacterium tuberkulosis.

• WHO  Tuberkulosis (TB) masih merupakan salah satu penyakit pada anak dengan
tingkat morbiditas dan mortalitas yang masih tinggi dan merupakan peringkat kedua
penyebab kematian karena infeksi setelah HIV/AIDS (Bakhtiar, 2016).

Indonesia saat ini termasuk dalam 5 negara dengan penderita TB


terbanyak di dunia. Di Indonesia, diperkirakan terdapat 1,02 juta
kasus TB baru (391 per 100.000 penduduk) dengan 110.000 kematian
(42 per 100.000 penduduk) dan terdapat 1 juta kasus TB baru pada
anak di dunia pada tahun 2016 (Prasetyo, 2019).
• Kendala dalam tatalaksana TB pada anak : “Penegakkan diagnosis.”
Definisi
• Tuberkulosis merupakan penyakit menular
yang disebabkan oleh M. Tuberculosis. Bakteri
ini dikenal sebagai bakteri tahan asam (BTA)
(Bakhtiar, 2016).
Etiologi
• Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri yang tumbuh
secara lambat di dalam sel (intraselular). Karakteristik utama
Mycobacterium yang membedakan dengan bakteri lain adalah
kemampuannya mempertahankan warna merah fuchsin saat
dilakukan dekolorisasi dengan asam dan alkohol pada pewarnaan
preparat apus. Struktur dinding Mycobacterium tuberculosis
bersifat kompleks dan antigenik. Dinding sel M. tuberculosis ini
mempunyai peranan penting untuk interaksi dengan sel-sel imun
pejamu. Substansi antigenik yang terdapat pada dinding sel
tersebut antara lain lipoarabinomanan (LAM), sulfolipid, asam
mikolat yang mengandung glikolipid dan lipoprotein. Protein yang
terdapat pada dinding M. tuberculosis yang terikat pada lemak
dapat membangkitkan reaksi tuberkulin. Sebagian besar antigen
pada dinding sel tersebut menimbulkan hipersensitivitas tipe
lambat (Bakhtiar, 2016).
Epidemiologi
• Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya. TB pada anak terjadi
pada anak usia 0-14 tahun. Di negara –negara berkembang
jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40 – 50 %
dari jumlah seluruh populasi umum dan terdapat sekitar
500.000 anak di dunia menderita TB setiap tahun
(Kemenkes RI, 2016).
• Proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus TB di
Indonesia pada tahun 2010 adalah 9,4 %, kemudian
menjadi 8,5 % pada tahun 2011, 8,2 % pada tahun 2012,
7,9 % pada tahun 2013, 7, 16 % pada tahun 2014, dan 9 %
pada tahun 2015. Proporsi tersebut bervariasi antar
provinsi dari 1,2 % sampai 17,3 % (Kemenkes RI, 2016).
Faktor resiko
• Resiko infeksi TB
– Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif),
daerah endemis, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat (higiene dan sanitasi yang tidak membaik), tempat penampungan umum
(panti asuhan, penjara atau panti perawatan lain) yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif (Safitri, 2011).
– Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum
positif, infiltrat luas atau kavitas pada lobus atas, produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat, serta terdapat faktor
lingkungan yang kurang sehat terutama sirkulasi udara yang kurang baik (Safitri, 2011).
– Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa di sekitarnya. Hal ini dikarenakan kuman TB sangat jarang
ditemukan di dalam sekret endobronkial pasien anak. Hal tersebut karena:
– Jumlah kuman pada TB anak biasanya sedikit (paucibacillary), tetapi karena imunitas anak masih lemah jumlah yang sedikit tersebut
sudah mampu menyebabkan sakit.
– Lokasi infeksi primer yang kemudian berkembang menjadi sakit TB primer biasanya terjadi di daerah parenkim yang jauh dari bronkus,
sehingga tidak terjadi produksi sputum.
– Sedikitnya atau tidak ada produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk di daerah parenkim menyebabkan jarangnya gejala
batuk pada TB anak.
• Resiko sakit TB
– Anak yang telah terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit TB. Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan
berkembangnya infeksi TB menjadi sakit TB (Safitri, 2011).
– Usia
– Anak berusia ≤ 5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB karena imunitas selulernya belum
berkembang sempurna (imatur). Akan tetapi, risiko sakit TB ini akan berkurang secara bertahap seiring dengan pertambahan usia.
Anak berusia < 5 tahun memiliki risiko lebih tinggi mengalami TB diseminata (seperti TB milier dan meningitis TB). Pada bayi, rentang
waktu antara terjadinya infeksi dan timbulnya sakit TB singkat (kurang dari 1 tahun) dan biasanya timbul gejala yang akut.
– Infeksi baru yang ditandai dengan adanya konversi uji tuberkulin (dari negatif menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir.
– Sosial ekonomi yang rendah, kepadatan hunian, penghasilan yang kurang, pengangguran, pendidikan yang rendah.
– Faktor lain yaitu malnutrisi, imunokompromais (misalnya pada infeksi HIV, keganasan, transplantasi organ dan pengobatan
imunosupresi).
– Virulensi dari M. Tuberculosis dan dosis infeksinya.
Patogenesis
Manifestasi klinis
• Gejala Tb yang khas, yaitu menetap (lebih dari 2 minggu) walaupun sudah diberikan terapi yang
adekuat (misalnya antibiotika atau anti malaria untuk demam, antibiotika atau obat asma untuk
batuk lama, dan pemberian nutrisi yang adekuat untuk masalah berat badan) (Safitri, 2011).

• Gejala umum TBC pada anak :
• Berat badan turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya atau terjadi gagal tumbuh (failure to
thrive) meskipun telah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik dalam waktu 1 – 2 bulan.
• Demam lama dan/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih,
malaria, dan lain - lain). Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja merupakan gejala
spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala sistemik/umum lain.
• Batuk lama ≥ 2 minggu, batuk bersifat non – remitting (tidak pernah reda atau intensitas semakin
lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat disingkirkan. Batuk tidak membaik dengan
pemberian antibiotika atau obat asma (sesuai indikasi).
• Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
• (Kemenkes RI, 2016).
• Gejala spesifik
• Gejala-gejala ini biasanya tergantung pada bagian tubuh mana yang terserang misalnya :
• TBC Kulit (skrofuloderma)
• Ditandai dengan adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar tepi ulkus (skin bridge).
• TBC tulang dan sendi :
– Tulang punggung ( spondilitis ) : gibbus
– Tulang panggul ( koksitis ) : pincang pembengkakan dipinggul
– Tulang lutut : pincang dan / atau bengkak
– Tulang kaki dan tangan
• TBC Otak dan Saraf : Meningitis dengan gejala iritabel kaku kuduk muntah-muntah dan kesadaran
menurun
• Tuberkulosis mata : Konjungtivitis fliktenularis , Tuberkel koroid ( hanya terlihat dengan funduskopi)
• Tuberkulosis kelenjar
– Biasanya di daerah leher (region colli)
– Pembesaran kelenjar getah bening tidak nyeri, konsistensi kenyal, multiple dan kadang saling melekat (
konfluens).
– Ukuran besar ( lebih dari 2 x 2 cm), biasanya pembesaran KGB terlihat jelas bukan hanya teraba.
– Tidak berespon terhadap pemberian antibiotika
– Bisa terbentuk rongga dan discharge
Penegakkan diagnosis
• sulit dan jarang didapat sehingga sebagian
besar diagnosis TBC anak didasarkan pada 4
hal, yaitu :
• Konfirmasi bakteriologis TB
• Gejala klinis yang khas TB
• Adanya bukti infeksi TB (hasil uji tuberculin
positif atau kontak erat dengan pasien TB)
• Gambaran foto toraks sugestif TB.
Pemeriksaan penunjang
• Uji Tuberkulin ( Mantoux )
• Reaksi Cepat BcG
• Foto Rontgen dada
• Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi
• Pemeriksaan histopatologi (PA/Patalogi
Anatomi)
Tatalaksana
• 2.9 Tatalaksana
• Beberapa hal penting dalam penatalaksanaan TB
anak adalah:
• Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh
diberikan dalam monoterapi
• Pengobatan diberikan setiap hari
• Pemberian gizi yang kuat
• Mencari penyakit penyerta dan jika ada
ditatalaksana secara simultan.

Anda mungkin juga menyukai