Anda di halaman 1dari 19

ENTROBIUS VERMICULARIS

(Oxyuris vermicularis)
HOSPES DAN NAMA PENYAKIT
Hospes definitif: manusia.
Paling sering menginfeksi manusia
Tempat hidup: dalam sekum dan sekitar
apendiks
Nama penyakitnya: entrobiosis atau
oksiurasis.
DISTRIBUSI GEOGRAFIS
Tersebar diseluruh dunia (kosmopolitan).
Penyebaran lebih banyak didaerah suhu dingin
dibandingkan dengan daerah suhu panas.
Penularannya melalui perantara manusia.

MORFOLOGI DAN DAUR HIDUPNYA


Ukuran lebih kecil dari cacing cambk.
Cacing betina 8 – 13 mm, jantan 2 – 5 mm dan lebar
0,1 – 0,2 mm.
Cacing betina ekornya lancip berbentuk keris
dan yang jantan ekornya melingkar kearah
ventral dan tampak adanya spikulum.
Tidak punya hospes perantara, manusia
terinfeksi bila menelan telur yang infektif.
Cacing betina gravid dapat menghasilkan telur
antara 11.000 – 15.000 butir.
Cacing jantan lebih pendek dari betina, yang
jantan mati setelah membuahi cacing betina.
pada perianal dan perenium, dan penderita
wanita cacing ini migrasi ke vagina.
Dapat sembuh sendirinya (self limited) bila
tidak terjadi infeksi ulang dan sembuh tanpa
pengobatan
Kopulasi jantan dan betina mungkin terjadi di
sekum, cacing jantan mati setelah kopulasi
dan cacing betina mati setelah bertelur.
GEJALA KLINIS
Pada umumnya ditandai iritasi pada perianal, karena
migrasi dari usus ke kulit perianal untuk meletakkan
telurnya.
Kadang-kadang cacing betina migrasi ke vagina menuju
ke tuba falopii (peradangan saluran telur).
Keadaan ini terjadi malam hari, sehingga tidur tertunda,
menjadi lemah, nafsu makan menurun, BB menurun,
cepat tersinggung, gigi menggeretak malam hari dll.
Infeksi sering terjadi pada anak-anak dan wanita
(mengeluarkan mukoid dari vagina, uterus, tuba falopii.
DIAGNOSIS
Menegakkan diagnose , telur didapatkan melalui
anal swab (tidak ditemukan pada tinja).
Caranya selotip ditempelkan kepermukaan kulit
perianal dilakukan malam hari/ pagi sebelum
pasien mandi atau defakasi.
Dapat juga dilakukan dengan menemukan cacing
dewasa kepermukaan perianal.
Selotip ditempelkan pada obyek gelas terus
diperiksa dibawah mikroskup.
PENGOBATAN
Perlu pengobatan ulang (reinfeksi) untuk
seluruh keluarga (mudah tertular).
Obatnya piperasin (pagi hari) , dan ada efek
samping yaitu mual dan muntah.
Mebendazol dan pivinium lebih efektif untuk
semua stadium cacing ini.
Obat yang lain adalah tiabendazol (berkala
memberikan prognosis baik).
EPIDEMIOLOGI DAN PENCEGAHAN
Penyebaran cacing ini lebih luas dibandingkan
nematoda usus lainnya.
Penularan lebih sering suatu keluarga atau
kelompok yang hidup dalam suatu lingkungan
yang sama misalnya asrama penularan lewat
debu dan pakaian kotor.
Pencegahan adalah kebersihan diri sendiri
maupun lingkungan.
STRONGILOIDES STERCORALIS
(Cacing Gelang Beukuran Kecil)
Hospes Nama Penyakit
Hospes utama: manusia, walaupun ada
ditemukan ada di hewan.
Tidak punya hospes perantara
Hidup di membran usus halus (duodenum dan
yeyunum)
Penyakitnya disebut strongilodiasis.
Distribusi Geografis
Cacing ini terdapat pada manusia jenis betina dewasa
sebagai parasit.
Bentuk cacing filariform, halus, tidak berwarna dan
berukuran kira-kira 2 mm, telur cacing ini lebih komplek jika
dibandingkan nematoda usus lainnya.
Berkembangbiak secara partenogenesis.
Telur bentuk lonjong, ukuran 50 – 58 kali 30 – 34 mikron
dinding tipis.
Telur terdapat pada mukosa usus menetas menjadi larva
rabdifiform, kemudian masuk ke dalam rongga usus dan
keluar melalui tinja.
MORFOLOGI DAN DAUR HIDUP
Daur hidup cacing ini ada tiga maam cara yaitu:
1. Secara langsung
 Sesudah 2 – 3 hari di tanah, rabditiform berukuran +225 x 16
mikron, berubah menjadi larva filariorm (langsing, infekstif),
panjang 700 mikron.
 Bila filariform menembus kulit manusia , larva tumbuh masuk
keperadaran darah.
 Sesudah sampai di alveolus, ke takhea dan laring, sesudah sampai
di laring refleksi batuk sehingga parasit tertelan , menuju usus
halus bagian atas , menjadi dewasa.
 Cacing betina dapat bertelur ditemukan +28 hari sesudah infeksi.
2. Siklus tidak langsung
Lava rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan
betina dalam bentuk bebas.
Cacing betina berukuran 1 mm x 0,06 mm, cacing jantan 0,75 x
0,04 mm, ekor melengkung , dengan 2 spikulum.
Sesudah pembuahan , telur menetas menjadi larva rabditiform,
dalam beberapa hari menjadi filariform (infektif) masuk ke dalam
hospes baru atau larva rabditiform mengulangi fase hidup bebas.
Siklus ini terjadi bila lingkungan sekitarnya optimum sesuai
keadaan yang dibutukan untuk kehidupan bebas parasit ini
misalnya di negeri tropik dengan iklim lembab.
Siklus ini sering terjadi di negeri yang lebih dingin dengan keadaan
yang kurang menguntungkan untuk parasit tersebut.
3. Autoinfeksi
Larva rabditiform kadang-kadang berubah
menjadi larva ilariform di usus atau daerah
sekitar anus (perianal).
Bila filariform menembus mukosa usus perianal
atau kulit perianal, maka terjadi daur
perkembangan di dalam hospes.
Autoinfeksi dapat menyebabkan strongilodiasis
menahun pada penderita yang hidup di daerah
non endemik.
Pathologi dan Gejala Klinis
Bila menembus kulit larva filariform jml besar
terjadi kelainan kulit disebut creeping
eruption, (rasa gatal yang hebat).
Kelainan disebabkan oleh cacing bervariasi
tergantung berat ringannya penyakit yang
dialami penderita.
Menuut pola daur hidupnya, terdapat tiga
bagian tubuh yang dijangkiti yaitu:
1. Kulit
Secara umum terjadi reaksi ringan, tapi bila larva dalam
jumlah banyak, eritema dan pruritus. Bila terjadi reaksi
berulang-ulang , menyebabkan reaksi alergi (cacing tidak
bisa melengkapi siklus hidupnya), terjadi migrasi pada
kulit, disebut larva migran.
2. Paru
Akibat larva migran ke paru2 jumlah larva dan status
imun hospes (pneumonie)
Pada kasus hyperinfeksi, batuk2, pernafasan memendek,
demam, sindrome loffler, larva ditemukan pada sputum.
3. Usus
Kasus hyperinfeksi, terjadi kerusakan hebat
pada mukosa usus, dan kadang –kadang
jaringan usus terkelupas, gejala yang mirip
ulkus peptik.
Pada penderita yang immunokompeten terjadi
lekosis dan eosinopilia perifer antara 50 – 75%.
Pada penderita kronis terjadi hipoeosinofilia,
kasusnya sampai 30 tahun.
Diagnosis
Tidak memberikan manifestasi klinis yang nyata, tapi
diagnose pasti ditemukan telur cacing, larva dan cacing
dewasa dalam tinja.
Pemeriksaan tinja tidak memberikan hasil yang positif,
walaupun ditemukan telur cacing dalam pemeriksaan rutin,
dan metode konsentrasi.
Cara lain pemeriksaan konsentrasi menurut Baerman
metode kultur (Harada Mori).
Pada infeksi sangat berat, jarang ditemukan telur cacing,
tapi larva rabditiform maupun filariform dan kadang
ditemukan cacing dewasa.
Pengobatan
Menggunakan mebendazol, pirantel pamoat dan
levamisol (hasil kurang memuaskan), yang sering
dipakaiadalah tiabendazol.

Epidemiologi dan Pencegahan


Menghindari kontak dengan tanah, tinja atau genangan
air terinfeksi larva infektif.
Bila ada penderita segera diobati, karena kemungkinan
autoinfeksi, dan daur hidup bebas mempersulit
pencegahan.

Anda mungkin juga menyukai