Anda di halaman 1dari 29

PEMUNGUT PAJAK

PENGHASILAN PASAL 22
KEPUTUSAN
MENTERI KEUANGAN
NOMOR 254/KMK.03/2001
Tanggal 30 April 2001
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 210/PMK.03/2008
Tanggal 11 Desember 2008

1
PPH PASAL 22
• Menteri Keuangan dapat menetapkan:
– bendahara pemerintah untuk memungut pajak
sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan
barang;
– badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari
Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang
impor atau kegiatan usaha di bidang lain;
– Dan Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut
pajak dari pembeli atas penjualan barang yang
tergolong sangat mewah.

2
PPH PASAL 22
• Ketentuan mengenai dasar pemungutan, kriteria, sifat,
dan besarnya pungutan pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
• Besarnya pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100%
(seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap
Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok
Wajib Pajak.

3
PENUNJUKAN PEMUNGUT PAJAK
PENGHASILAN PASAL 22
• KEPUTUSAN
MENTERI KEUANGAN
NOMOR 254/KMK.03/2001
Tanggal 30 April 2001
• PENUNJUKAN PEMUNGUT PAJAK
PENGHASILAN PASAL 22, SIFAT DAN
BESARNYA PUNGUTAN SERTA TATA
CARA PENYETORAN DAN
PELAPORANNYA

4
TARIF PPH PS 22
• Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan PasaI 22 ditetapkan
sebagai berikut :
• Atas impor : yang menggunakan Angka Pengenal Impor
(API), sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor;
• yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% (tujuh setengah
persen) dari nilai impor;
• yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen)
dari harga jual lelang.Atas pembelian barang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 butir 2, 3,
• dan 4 sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga
pembelian.Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan
barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 5 dan 6
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih lanjut dengan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

5
DASAR PENGENAAN PPH PS 22
NILAI IMPOR
• Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang
menjadi dasar penghitungan Bea Masuk
yaitu Cost Insurance and Freight (CIF)
ditambah dengan Bea Masuk dan
pungutan lainnya yang dikenakan
berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan pabean di bidang
impor

6
Dikecualikan dari pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22
• Impor barang dan atau penyerahan
barang yang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan tidak
terutang Pajak Penghasilan;
• Impor barang yang dibebaskan dari
pungutan Bea Masuk dan atau Pajak
Pertambahan Nilai :

7
IMPOR BARANG YANG DIBEBASKAN
• 1)barang perwakilan negara asing beserta para
pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan
asas timbal balik;
• 2)barang untuk keperluan badan internasional yang
diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia beserta
pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak
memegang paspor Indonesia;
• 3)barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum,
amal, sosial, atau kebudayaan;
• 4)barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan
tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
• 5)barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan
ilmu pengetahuan;

8
IMPOR BARANG YANG DIBEBASKAN
• 6)barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan
penyandang cacat lainnya;
• 7)peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu
jenazah;
• 8)barang pindahan;
• 9)barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut,
pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah
tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
Pabean;
• 10)barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
• 11)persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk
suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan
dan keamanan negara;

9
IMPOR BARANG YANG DIBEBASKAN
• 12)barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan
barang bagi keperluan pertahanan dan dan keamanan
negara;
• 13)Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan
Imunisasi Nasional (PIN);
• 14)buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku
pelajaran agama;
• 15)kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau,
dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal
tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku
cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat
keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh
Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan
penangkapan ikan nasional;

10
IMPOR BARANG YANG DIBEBASKAN
• 16)pesawat udara dan suku cadang serta alat
keselamatan penerbangan atau alat keselamatan
manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan
yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan
Udara Niaga Nasional;
• 17)kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk
perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang
diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia;
• 18)peralatan yang digunakan untuk Penyediaan data
batas dan photo udara wilayah Negara Republik
Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional
Indonesia;

11
IMPOR BARANG YANG DIBEBASKAN
• Dalam hal impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata
dimaksudkan untuk diekspor kembali;
• pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu
juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-
pecah;
• pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air
minum/PDAM dan benda-benda pos;
• emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang
perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor;
• pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh
Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara;
• impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah
diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau
barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan,
pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang
ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

12
SURAT KETERANGAN BEBAS (SKB).
• Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dan huruf f dinyatakan dengan Surat
Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22
yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
• Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf b dan c dilaksanakan oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
• Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d, e, g dan h dilakukan secara otomatis
tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB).
13
PELUNASAN PPH PS 22
• Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 butir 1 terutang dan dilunasi bersamaan
dengan saat pembayaran Bea Masuk.
• Dalam hal pembayaran Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 butir 1 ditunda atau dibebaskan, maka Pajak Penghasilan
Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen
Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
• Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 butir 1, 2 dan 3 terutang dan dipungut pada
saat pembayaran.
• Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 5 terutang dan dipungut
pada saat penjualan.
• Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi atau
penyerahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 6
dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang
(delivery order).
14
PELUNASAN PPH PS 22
• Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor
barang oleh pemungut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 butir 1 dilaksanakan dengan cara penyetoran
oleh importir yang bersangkutan ke bank devisa, atau
bank persepsi, atau bendaharawan Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai.
• Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
penyerahan barang oleh pemungut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 butir 2, 3 dan 4 dilaksanakan
dengan cara pemungutan dan penyetoran oleh
pemungut pajak atas nama Wajib Pajak ke bank
persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

15
PELUNASAN PPH PS 22
• Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
penjualan hasil produksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 butir 5 dilaksanakan dengan cara
pemungutan dan penyetoran oleh pemungut
pajak atas nama Wajib Pajak ke bank persepsi
atau Kantor Pos dan Giro.
• Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
penjualan hasil produksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 butir 6 dilaksanakan dengan cara
penyetoran oleh penyalur, agen dan atau
pembeli lainnya ke bank persepsi atau Kantor
Pos dan Giro

16
PELUNASAN PPH PS 22
• Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh badan usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dilakukan secara
kolektif dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak.
• Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
menerbitkan Bukti Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
dalam rangkap 3, yaitu :
• Lembar pertama untuk pembeli;
• lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor
Pelayanan Pajak;
• lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.
• Pelaksanaan penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh
importir dan atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1), (2) dan (4) menggunakan formulir Surat Setoran
Pajak yang berlaku sebagai Bukti Pemungutan pajak.

17
SIFAT PEMUNGUTAN
• Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
atas penyerahan barang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 butir 6 kepada
penyalur/agen bersifat final.Pemungutan
Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
penyerahan barang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 butir 5 dapat
bersifat final berdasarkan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak.
18
• Pimpinan badan/instansi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 atau pejabat
yang ditunjuk olehnya wajib melakukan
pengawasan atas pelaksanaan
pemungutan, penyetoran dan pelaporan
Pajak Penghasilan Pasal 22
• Keputusan Menteri Keuangan ini mulai
berlaku sejak tanggal 1 Mei 2001

19
PENUNJUKAN PEMUNGUT PAJAK
PENGHASILAN PASAL 22
• PERATURAN
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 210/PMK.03/2008
Tanggal 11 Desember 2008
• PERUBAHAN KELIMA ATAS KEPUTUSAN
MENTERI KEUANGAN NOMOR
254/KMK.03/2001 TENTANG PENUNJUKAN
PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL
22, SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN
SERTA TATA CARA PENYETORAN DAN
PELAPORANNYA

20
PEMUNGUT PAJAK
PENGHASILAN PASAL 22
• Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah :
– Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
atas impor barang;
– Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara
Pemerintah baik di tingkat Pusat ataupun di tingkat
Daerah, yang melakukan pembayaran atas
pembelian barang;
– Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik
Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan
dana yang bersumber dari belanja negara (APBN)
dan/atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-
badan tersebut pada angka 4;
21
PEMUNGUT PAJAK
PENGHASILAN PASAL 22
– Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset
(PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT
Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan
Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT
Indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamina, dan bank-
bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang
dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN;
– Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha
industri semen, industri kertas, industri baja, dan
industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor
Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di
dalam negeri;

22
PEMUNGUT PAJAK
PENGHASILAN PASAL 22
– Produsen atau importir bahan bakar minyak,
gas, dan pelumas atas penjualan bahan
bakar minyak, gas, dan pelumas.
– Industri dan eksportir yang bergerak dalam
sektor perhutanan, perkebunan, pertanian,
dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan
untuk keperluan industri atau ekspor mereka
dari pedagang pengumpul.

23
• PERATURAN
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 253/PMK.03/2008
Tanggal 31 Desember 2008
• WAJIB PAJAK BADAN TERTENTU SEBAGAI
PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DARI
PEMBELI ATAS PENJUALAN BARANG YANG
TERGOLONG SANGAT MEWAH

24
PEMUNGUT PAJAK PPH PS 22
BARANG MEWAH
• Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
adalah Wajib Pajak badan yang
melakukan penjualan barang yang
tergolong sangat mewah
25
BARANG YANG TERGOLONG
SANGAT MEWAH
• Barang yang tergolong sangat mewah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
• Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih
dari Rp20.000.000.000,00 (dua puluh milyar
rupiah);kapal pesiar dan sejenisnya dengan
harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah);
• Rumah beserta tanahnya dengan harga jual
atau harga pengalihannya lebih dari
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah)
dan luas bangunan lebih dari 500m2 (lima
ratus meter persegi);
26
BARANG YANG TERGOLONG
SANGAT MEWAH
• Apartemen, kondominium, dan sejenisnya
dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah)
Dan/atau luas bangunan lebih dari 400m2
(empat ratus meter persegi);
• Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan
orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep,
spart utility vehicle (suv), multi purpose vehicle
(mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga
jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar
rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari
3.000 cc.

27
TARIF PPH PS 22 BARANG
MEWAH
• Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
wajib memungut Pajak Penghasilan pada saat
melakukan penjualan barang yang tergolong sangat
mewah.
• Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah sebesar 5% (lima persen) dari
harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan
PPnBM).
• Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak
Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak
yang melakukan barang yang tergolong sangat mewah.
28
PENYETORAN DAN PELAPORAN
• Pemungut Pajak wajib memberikan tanda bukti
pemungutan kepada orang pribadi atau badan yang
dipungut setiap melakukan pemungutan.
• Pemungut Pajak wajib menyetorkan Pajak Penghasilan
yang dipungut ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan paling lama tanggal 10 (sepuluh)
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak.
• Pemungut Pajak wajib melaporkan hasil pemungutannya
dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke
Kantor Pelayanan Pajak paling lama 20 (dua puluh) hari
setelah Masa Pajak berakhir.
• Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada
tanggal 1 Januari 2009.
29

Anda mungkin juga menyukai