0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
11 tayangan13 halaman
Ringkasan dokumen tersebut adalah: (1) An.N dirawat di IRD RSUD Blambangan dengan diagnosa kejang demam; (2) Kejang demam diduga disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas pada An.N; (3) Implementasi perawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan dan dievaluasi secara berkala.
Ringkasan dokumen tersebut adalah: (1) An.N dirawat di IRD RSUD Blambangan dengan diagnosa kejang demam; (2) Kejang demam diduga disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas pada An.N; (3) Implementasi perawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan dan dievaluasi secara berkala.
Ringkasan dokumen tersebut adalah: (1) An.N dirawat di IRD RSUD Blambangan dengan diagnosa kejang demam; (2) Kejang demam diduga disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas pada An.N; (3) Implementasi perawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan dan dievaluasi secara berkala.
N DENGAN GANGGUAN SISTEM SARAF : KEJANG DEMAM DI RUANG INSTALASI RAWAT DARURAT (IRD) RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI
NAOMI AN-NISA ABSHARI
2018.04.071 Demam merupakan salah satu bentuk pertahanan tubuh terhadap masalah yang terjadi dalam tubuh. Demam pada umumnya tidak berbahaya, tetapi bila demam tinggi dapat menyebabkan masalah serius pada anak. Masalah yang sering terjadi pada kenaikan suhu tubuh diatas 38ºC yaitu kejang demam (Ngastiyah, 2014). Kejang demam merupakan kejang yang diawali dengan demam. Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Menurut The International League Against, kejadian kejang demam pada bayi atau anak pasti disertai suhu lebih dari 38°C tanpa bukti adanya ketidakseimbangan elektrolit akut dan infeksi sistem saraf pusat (Paul, 2017). Menurut WHO (2015) memperkirakan hampir 80% epilepsi di seluruh dunia berada di negara–negara miskin. Prevalensi epilepsi di negara maju berkisar 3,5-10,7 per 1.000 penduduk. kejang demam dilaporkan di Indonesia mencapai 4% sampai 6% dari tahun 2012 sampai 2014. Untuk provinsi Jawa Timur tahun 2012-2013 mencapai 2% sampai 3 % (RISKESDAS, 2014). Prevalensi kejadian kejang demam di RSUD Blambangan trimester 1 tahun 2019 ± 24 pasien.
Hingga kini belum diketahui pasti penyebab
kejang demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, dan infeksi saluran kemih (Lestari, 2016). Pada keadaan normal, ion K+ didalam neuron lebih tinggi dari pada Na+ dan terdapat keadaan terbalik diluar neuron. Adanya perbedaan kondisi ini disebut dengan potensial membran (Sherwood, 2015). Demam berpengaruh terhadap peningkatan kecepatan reaksi kimia. Kenaikan suhu 1ºC mengakibatkan peningkatan metabolisme basal sekitar 10–15% dan kebutuhan O2 sekitar 20%. Keadaan ini membuat reaksi oksidasi lebih cepat dan O2 juga lebih cepat habis yang akhirnya menyebabkan hipoksia dan proses metabolik terganggu. Berbagai proses yang terganggu mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membran terhadap Na+ sehingga ion Na+ dapat masuk. Hal ini menyebabkan potensial membran tidak seimbang dan timbulnya potensial aksi yang dihantarkan ke sel saraf dan sel otot. Potensial aksi pada sel otot akan memicu kontraksi otot sehingga terjadi kejang Manifestasi Klinis
◦ Suhu tubuh > 38⁰c
◦ Serangan kejang biasanya berlangsung singkat (kurang dari 15 menit) ◦ Sifat bangkitan dapat berbentuk : Tonik : mata ke atas, kesadaran hilang dengan segera, bila berdiri jatuh ke lantai atau tanah, kaku, lengan fleksi, kaki/kepala/leher ekstensi, tangisan melengking, apneu, peningkatan saliva Klonik : gerakan menyentak kasar pada saat tubuh dan ekstremitas berada pada kontraksi dan relaksasi yang berirama, hipersalivasi, dapat mengalami inkontinensia urin dan feses Tonik Klonik Akinetik : tidak melakukan gerakan Umumnya kejang berhenti sendiri, anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Dari data hasil pengkajian pada An.N terdapat kesesuain antara teori dan data dilapanagan tentang kejang demam. Sesuai dengan anamnesis didapatkan klien berumur 10 bulan, kejang didahului demam, kejang berlangsung satu kali selama 24 jam, kurang dari 5 menit, kejang umum, tonik-klonik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh 38,10 C dan tidak ditemukan kelainan neurologis setelah kejang. Menurut analisa klien sudah mengalami peningkatan leukosit. Peningkatan leukosit dapat terjadi karena klien sudah mengalami infeksi, dan demam.
Diagnosa keperawatan pada An.N terdapat kesesuaian
dengan teori, pada teori disebutkan bahwa pada kasus kejang demam urutan diagnosa keperawatan diawali dengan bersihan jalan nafas inefektif. Ada kesesuaian pada etiologi, pada An.N terjadinya kejang demam adalah karena adanya ISPA, ISPA dapat mngakibatkan klien mengalami perubahan laju metabolisme tubuh, yang menyebabkan suhu tubuh klien meningkat . Suhu tubuh yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kejang. intervensi/perencanaan keperawatan pada pasien dengan diagnosa keperawatan bersihan jalan nafas inefektif behubungan dengan peningkatan produksi lendir yaitu Auskultasi adanya suara nafas tambahan, Monitor irama dan kecepatan pernafasan. Berikan nebul, Berikan O2, Lakukan suction. Intervensi dari diagnosa yang kedua yaitu Pertahankan jalan nafas, Longgarkan pakaian, Balikkan badan klien ke arah satu sisi, Berikan O2, Catat lama kejang, Berikan obat anti kejang. Sedangkan intervensi dari diagnosa yang ketiga yaitu Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainya, Monitor warna kulit dan suhu, Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan kehilangan cairan yang tak dirasakan, Tutup pasien dengan selimut atau pakaian ringan, Berikan oksigen yang sesuai, Kompres dengan air hangat, kolaborasi pemberian obat atau cairan IV. Berdasarkan data di atas, terdapat kemiripan intervensi yang dilakukan pada pasien dengan ketiga diagnosa keperawatan secara teoritis dengan kejadian di lapangan. Menurut teori, implementasi yang dilakukan disesuaikan dengan perencanaan yang telah di tetapkan sebelumnya. Pada An.N implementasi yang dilakukan sesuai dengan teori yang ada namun ada beberapa tindakan yang pelaksanaannya dilakukan secara berulang-ulang karena untuk mengetahui perkembangan An.N Implementasi yang dilakukan secara berulang dengan durasi/ jarak tindakan ke tindakan selanjutnya ± 15-20 menit yaitu melakukan observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran, karena pada pasien dengan kejang demam sering mengalami perubahan pada tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran terjadi penurunan/peningkatan. Sehingga saat terjadi peningkatan atau penurunan melebihi batas normal, dapat dilakukan penanganan dengan segera. Dari hasil evaluasi yang diperoleh pada An.N dengan diagnosa bersihan jalan nafas inefektif, resiko gangguan perfusi jaringan cerbral dan hipertermi. Setiap kurang lebih 15-20 menit dilakukan evaluasi menunjukkan adanya peningkatan dan kesesuaian dengan teori ditunjukkan dengan adanya perubahan pada indikator yang menjadi acuan perubahan perkembangan keadaan pasien dengan diagnosa keperawatan bersihan jalan nafas inefektif, resijo gangguan perfusi jaringan serebral dan hipertermi yaitu terjadi penurunan nadi 138 x/menit, RR : 23x/ menit, S : 36,40C,peningkatan GCS GCS 446. TERIMAKASIH