Case Kusta
Case Kusta
MORBUS HANSEN
Pembimbing :
dr. Rompu Roger Aruan Sp.KK
Usia : 59 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Riwayat Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang menderita
seperti ini
PEMERIKSAAN FISIK
Jantung : S1 S2 Reguler
Kepala : Rambut hitam, tidak Tunggal,
mudah murmur (-), gallop (-)
rontok
Paru-paru : Vesikuler (+/+),
Mata : Konjungtiva tidak Rhonki (-/-),
anemis, Wheezing (-/-)
sclera tidak ikterik
Abdomen : Bising Usus (+),
THT : Tidak ada kelainan (DBN) Distensi (-)
Hepar/lien tidak teraba
Leher : KGB dan Tiroid tidak
membesar Ekstremitas : Akral hangat (+),
edema (-)
PEMERIKSAAN SARAF
• Pemeriksaan anastesi terhadap rasa nyeri pada
tempat lesi,
• tidak dilakukan
• Cefadroxil • Ad
• BIOPSI 500mg Sanationam:
dubia
• Cetirizine
10mg • Ad
Functionam:
• Ibuprofen dubia
200mg
TINJAUAN
PUSTAKA
KUSTA / LEPRA / MORBUS HANSEN
DEFINISI
• MYCOBACTERIUM LEPRAE
YAITU BAKTERI BASIL
TAHAN ASAM, GRAM • DAPAT MENYERANG SEMUA
POSITIF UMUR, ANAK-ANAK LEBIH
RENTAN DIBANDING ORANG
• PENULARAN MELALUI DEWASA.
INHALASI ATAU KONTAK • FREKUENSI TERTINGGI
LANGSUNG ANTAR KULIT TERDAPAT PADA KELOMPOK
DALAM WAKTU YANG UMUR ANTARA 25-35 TAHUN.
LAMA DENGAN
PENDERITA.
Lesi
- Bentuk Makula Makula Plakat
- Jumlah Infiltrate difus Plakat Dome-shaped (kubah)
- Distribusi Papul Papul Punched-out
- Permukaan Nodus Sukar dihitung, masih Dapat dihitung, kulit sehat
- Batas Tidak terhitung, praktis ada kulit sehat jelas ada
- Anestesi tidak ada kulit sehat Hampir simetris Asimetris
BTA Simetris Halus berkilat Agak kasar, agak berkilat
- Lesi kulit Halus berkilat Agak jelas Agak jelas
- Sekret hidung Tidak jelas Tak jelas Lebih jelas
Tes lepromin Biasanya tak jelas Banyak Agak banyak
Banyak (ada globus) Biasanya negatif Negatif
Banyak (ada globus) negatif Biasanya negatif
negatif
GAMBARAN KLINIS, BAKTERIOLOGIK, IMUNOLOGIK KUSTA
PAUSIBASILER (PB)
Lepromatous Borderline Mid Borderline
Sifat
Leprosy (LL) Lepromatous (BL) (BB)
Lesi
Plakat, Dome
Makula, Infiltrat Makula, Plakat,
Bentuk Shaped (Kubah),
Difus, Papul, Nodul Papul
Punched Out
Tidak terhitung, tidak Sulit dihitung, masih ada Dapat dihitung, kulit
Jumlah ada kulit sehat kulit sehat sehat jelas ada
Distribusi Simetris Hampir simetris Asimetris
a. Anestesi (baal);
b. Anhidrosis (tidak berkeringat);
c. Alopesia (kerontokan bulu mata);
d. Akromia (lesi hipopigmentasi/kemerahan); dan
e. Atrofi (massa otot mengecil)
DASAR DIAGNOSIS KUSTA (CARDINAL SIGN) , YAITU:
1. Nervus ulnaris: anestesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis, clawing
kelingking dan jari manis, dan atrofi hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot lumbrikalis
medial.
2. N.medianus adalah anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari tengah,
tidak mampu aduksi ibu jari, clawing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah, ibu jari kontraktur, dan
juga atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral.
3. N.radialis adalah anestesi dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk, tangan gantung
(wrist drop) dan tak mampu ekstensi jari – jari atau pergelangan tangan.
4. N. Poplitea lateralis adalah anestesi tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis, kaki
gantung (foot drop) dan kelemahan otot peroneus.
5. N.tibialis posterior adalah anestesi telapak kaki, claw toes , dan paralisis otot intrinsik kaki dan
kolaps arkus pedis.
6. N. Fasialis adalah cabang temporal dan zigomatik menyebabkan lagoftalmus dan cabang
bukal, mandibular serta servikal menyebabkan kehilangan ekspresi wajah dan kegagalan
mengatupkan bibir.
7. N.trigeminus adalah anestesi kulit wajah, kornea dan konjungtiva mata.
PEMERIKSAAN TAMBAHAN
Pemeriksaan rasa raba pada lesi
Pemeriksaan saraf tepi:
N. facialis
N. auricularis magnus
N. radialis
N. ulnaris
N. medianus
N. cutaneus radialis
N. peroneus communis (poplitea lateralis)
N. tibialis posterior
PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Bakterioskopik
• IB (Indeks Bakteri)
kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan non solid
• MI (Morfologi Indeks)
persentase bentuk solid dibandingkan jumlah solid dan non solid
2. Pemeriksaan Histopatologi
• Pemeriksaan PA → “FOAM CELL” Sel virchow atau sel lepra atau sel busa
3. Pemeriksaan Serologik
• Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination)
• Uji ELISA (Enzyme Linked Immuno-sorbent Assay)
• ML Dipstick (Mycobacterium leprae dipstik)
• ML Flow test (Mycobacterium leprae flow test)
• Tes Lepromin
Indeks Bakteri pada Pemeriksaan Bakteri Tahan Asam Lepra
Indeks Bakteri
0 BTA dalam 100 lapangan pandang,
0
hitung 100 lapangan pandang
jam)
Reaksi timbul cepat dalam kurun waktu 24-48 jam.
Positif: terdapat eritema dan indurasi.
Negatif: bila hanya timbul eritema saja atau tidak ada perub
ahan pada tempatsuntikan.
DELAYED MITSUDA REACTION (DIBACA SETELAH 4-6
MINGGU)
Positif: terdapat papula kecil yang timbul setelah
• DDS 100mg/bulan
2. Minum di rumah
• DDS 100mg/hari
Duration of treatment : 6 - 9
Months
TATALAKSANA
TERAPI KUSTA MB
• DDS 100mg/bulan
• Clofazimine 300mg/bulan
2. Minum di rumah
• DDS 100mg/hari
• Clofazimine 50mg/hari
Monthly treatment
Monthly treatment
Day 1 :
Day 1 :
Rifampicin 450 mg
Rifampicin 600 mg
Clofazimine 150 mg
Clofazimine 300 mg
Dapsone 50 mg
Dapsone 100 mg
Daily Day 2 – 28 :
Daily Day 2 – 28 :
Clofazimine 50 mg /
Clofazimine 50 mg / daily
daily
Dapsone 100 mg / daily
Dapsone 50 mg / daily
• Terjadi pada penderita kusta tipe PB dan MB, terutama pada fase
6 bulan pertama pengobatan.
• Diduga disebabkan oleh meningkatnya respon imun seluler secara
cepat terhadap kuman kusta di kulit dan saraf penderita.
• Penderita dengan jumlah lesi yang banyak dan hasil kerokan kulit
positip akan menaikkan risiko terjadinya reaksi tipe I.
• Meskipun secara teoritis reaksi tipe I ini dapat terjadi pada semua
bentuk kusta yang subpolar, tetapi pada bentuk BB jauh lebih
sering terjadi daripada bentuk yang lain sehingga disebut reaksi
borderline.
• Gejala : adanya perubahan lesi kulit (lesi hipopigmentasI menjadi
eritema, lesi macula menjadi infiltrate) maupun saraf akibat
peradangan yang terjadi, onset nya mendadak.
• Berlangsung 6-12 minggu atau lebih
REAKSI KUSTA TIPE 2 (ENL)
• Sering
terjadi pada penderita kusta tipe MB dan merupakan respon imun humoral
karena tingginya respon imun humoral penderita. Pada kusta tipe MB, reaksi kusta
banyak terjadi setelah pengobatan.
• Diagnosis
ENL diperoleh dengan pemeriksaan klinik maupun histologi. Secara
mikroskopis spesimen ENL digolongkan menjadi 3 bagian mengikuti lokasi
peradangan utama yaitu : klasikal (subkutis), kulit dalam, dan permukaan.
• Gejala ENL bisa dilihat pada perubahan lesi kulit berupa nodul kemerahan yang
multiple, mengkilap, tampak berupa nodul atau plakat, ukurannya pada umumnya
kecil, terdistribusi bilateral dan simetris, terutama di daerah tungkai bawah, wajah,
lengan dan paha, serta dapat pula muncul di hampir seluruh bagian tubuh kecuali
daerah kepala yang berambut, aksila, lipatan paha dan daerah perineum.
• Lama perjalanan ENL dapat berlangsung 3 minggu atau lebih, kadang lebih lama.
Perbedaan Berat-Ringan Reaksi Lepra
•Bercak putih
•Bercak putih
menjadi merah,
menjadi merah, •Nodus merah,
yang merah lebih •Nodus merah,
yang merah lebih tebal, panas, dan
merah lagi. panas, dan nyeri
Kulit merah lagi. nyeri
•Timbul bercak •Dapat menjadi
•Bercak meninggi •Sering menjadi
baru ulkus
•Ulserasi (-) ulkus
•Ulserasi (+) •Jumlah sedikit
•Edema •Jumlah banyak
•Edema
ekstremitas(-)
ekstremitas(+)
Iridosiklitis, nefritis,
Gangguan organ
Tidak ada Tidak ada Tidak ada limfadenitis, atau
lain
radang organ lain
PENATALAKSANAAN REAKSI KUSTA
1. Reaksi ringan
• Pada reaksi ENL ringan dapat diberikan analgesik / antipiretikseperti Aspirin atau
Asetaminofen, berobat jalan dan istirahat di rumah, reaksi kusta ringan yang tidak
membaik setelah pengobatan 6 minggu harus diobati sebagai reaksi kusta berat.
2. Reaksi berat
• Pedoman WHO untuk pengelolaan reaksi eritema nodosum leprosum (ENL) berat.
• Prinsip umum:
1) Reaksi ENL berat sering berulang dan kronis serta dapat bervariasi dalam manifestasinya.
2) Manajemen ENL berat yang terbaik dilakukan oleh dokter di pusat rujukan.
3) Dosis dan durasi obat anti reaksi yang digunakan dapat disesuaikan oleh dokter sesuai
dengan kebutuhan pasien individu.
4) Pemberian prednisone dengan cara bertahap atau ”tapering off ” selama 12 minggu.
Setiap 2 minggu pemberian prednison harus dilakukan pemeriksaan untuk pencegahan
cacat.
5) Pemberian analgetik, bila perlu sedative
6) Reaksi tipe II berulang diberikan prednison dan clofazimin
7) Imobilisasi lokal dan bila perlu penderita dirawat di rumah sakit
PROGNOSIS
Setelah program terapi obat biasanya prognosis
baik, yang paling sulit adalah manajemen dari
gejala neurologis, kontraktur dan perubahan pada
tangan dan kaki. Ini membutuhkan tenaga ahli
seperti neurologis, ortopedik, ahli bedah,
prodratis, oftalmologis, physical medicine, dan
rehabilitasi.