Anda di halaman 1dari 30

Meningitis

Farlina putri. L
Jhon william
Natania
Yehuda
Definisi
Meningitis adalah inflamasi pada meninges yang melapisi otak
dan medula spinalis. Hal ini paling sering disebabkan oleh
infeksi (bakteri, virus, atau jamur) tetapi dapat juga terjadi
karena iritasi kimia, perdarahan subarachnoid, kanker atau
kondisi lainnya.
Lanjutan
Definisi lain menyebutkan meningitis adalah sindrom klinis yang ditandai dengan
peradangan pada meninges, yaitu lapisan membran yang melapisi otak dan
sumsum tulang belakang. Membran yang melapisi otak dan sumsum belakang ini
terdiri dari tiga lapisan yaitu:
 Dura mater, merupakan lapisan terluar dan keras.
 Arachnoid, merupakan lapisan tengah membentuk trabekula yang mirip sarang
laba-laba.
 Pia mater, merupakan lapisan meninges yang melekat erat pada otak yang
mengikuti alur otak membentuk gyrus & sulcus.
Meningen (selaput otak) adalah selaput yang
membungkus otak dan sumsum tulang belakang,
Anatomi fisiologi melindungi struktur saraf halus yang membawa
pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan
selaput otak serebrospinalis), memperkecil benturan atau
getaran yang terdiri dari tiga lapisan:
1. Dura mater (lapisan luar) adalah selaput keras
pembungkus otak yang berasal dari jaringan
ikat tebal dan kuat. Durameter pada tempat
tertentu mengandung rongga yang
mengalirkan darah vena dari otak.
2. Arakhnoid (lapisan tengah) merupakan selaput
halus yang memisahkan dura mater dengan pia
mater membentuk sebuah kantong atau balon
berisi cairan otak yang meliputi seluruh
susunan saraf sentral.
3. Pia mater (lapisan sebelah dalam) merupakan
selaput tipis yang terdapat pada permukaan
jaringan otak. Ruangan diantara arakhnoid dan
pia mater disebut sub arakhnoid. Pada reaksi
radang, ruangan ini berisi sel radang. Disini
mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke
sumsum tulang belakang.
Etiologi
Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi
kebanyakan pasien dengan meningitis mempunyai faktor
predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi
otak atau sum-sum tulang belakang (erathenurse, 2007).
Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas : Penumococcus,
Meningococcus, Hemophilus influenza, Staphylococcus, E.coli,
Salmonella. (Japardi, Iskandar., 2002).
Penyebab meningitis terbagi atas beberapa golongan umur :
1. Neonatus : Eserichia coli, Streptococcus beta hemolitikus,
Listeria monositogenes
2. Anak di bawah 4 tahun : Hemofilus influenza, meningococcus,
Pneumococcus.
3. Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa : Meningococcus,
Pneumococcus. (Japardi,Iskandar., 2002).
Epidemologi
Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respon imunologi
terhadap patogen spesifik yang lemah terkait dengan umur
muda. Resiko terbesar pada bayi (1-12 bulan), 95 % terjadi
antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada
setiap umur. Resiko tambahan adalah kolonisasi baru dengan
bakteri patogen, kontak erat dengan individu yang menderita
penyakit invasif, perumahan pada penduduk, kemiskinan, ras
kulit hitam, jenis kelamin laki-laki dan pada bayi yang tidak diberi
ASI pada umur 2-5 bulan. Cara penyebaran mungkin dari kontak
orang ke orang melalui sekret atau tetesan saluran pernafasan.
Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak yaitu
meningitis serosa dan meningitis purulenta.
1. Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan
serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan
virus.
2. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan
eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis
Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.
3. Meningitis Kriptikokus adalah meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus. Jamur ini bisa
masuk ke tubuh kita saat kita menghirup debu atau kotoran burung yang kering. Kriptokokus ini
dapat menginfeksikan kulit, paru, dan bagian tubuh lain. Meningitis Kriptokokus ini paling sering
terjadi pada orang dengan CD4 di bawah 100. (Yayasan Spiritia., 2006).
4. Viral meningitis termasuk penyakit ringan. Gejalanya mirip dengan sakit flu biasa, dan umumnya
penderita dapat sembuh sendiri. Frekuensi viral meningitis biasanya meningkat di musim
panaskarena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar virus. Banyak virus yang
bisamenyebabkan viral meningitis. Antara lain virus herpes dan virus penyebab flu perut.
(Israr,2008).
5. Bacterial meningitis. Disebabkan oleh bakteri tertentu dan merupakan penyakit yang serius. Salah
satu bakterinya adalah meningococcal bacteria Gejalanya seperti timbul bercak kemerahan atau
kecoklatanpada kulit. Bercak ini akan berkembang menjadi memar yang mengurangi suplai darah ke
organ-organ lain dalam tubuh dapat berakibat fatal dan menyebabkan kematian. (Israr, 2008)
Pathofisiologi
169307201-Pathway-Meningitis.docx
Manifestasi klinis
Ada 3 gejala umum (trias meningitis) yaitu:
1. Gejala infeksi akut
• Demam
• Anoreksia
• Lesu
2. Gejala kenaikan tekanan intracranial
• Nyeri kepala
• Muntah
• Kesadaran menurun dari apatis sampai koma
• Kejang
• Fotofobia
3. Gejala rangsangan meningeal positif
• Kaku kuduk
• Kernig
• Lasegue
• Brudzinsky I
• Brudzinsky II
Manifetasi klinis(lanjutan)
Tanda dan gejala bersifat khas untuk setiap organisme:
• Ruam ptekial atau purpurik (infeksi meningokokal)
terutama bila berhubungan dengan status seperti syok
• Keterlibatan sendi (infeksi meningokokal dan H.
influenzae)
• Drain telinga kronis (meningitis pneumokokal) .
Faktor Resiko
a. Orang / manusia
Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respon imunologi terhadap pathogen
spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Karena anak-anak biasanya tidak
mempunyai kekebalan terhadap bakteri. Risiko terbesar adalah pada bayi antara umur
1 dan 12 bulan, 95% kasus terjadi antara umur 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis
dapat terjadi pada setiap umur. Risiko tambahan adalah kemiskinan, dan kemungkinan
tidak adanya pemberian ASI untuk bayi umur 2-5 bulan. Insiden dari tipe bakteri
penyebab bervariasi menurut umur penderita. Pada negara berkembang, penyakit
meningitis akibat infeksi Haemophilus influenza pada anak yang tidak divaksinasi
paling lazim terjadi pada bayi umur 2 bulan sampai 2 tahun, insiden puncak terjadi
pada bayi usia 6-9 bulan, dan 50% kasus terjadi pada usia tahun pertama.
b. Tempat
Keadaan geografis dan populasi tertentu merupakan predisposisi untuk terjadinya
penyakit epidemik.17 Di seluruh daerah tropis, meningitis bakterial lebih sering terjadi
pada anak yang berumur 6 bulan - 3 tahun.
c. Waktu
Kelembaban yang rendah dapat merubah barier mukosa nasofaring, sehingga
merupakan predisposisi untuk terjadinya infeksi.
Asuhan keperawatan
A. Pengkajian
1. Biodata klien
2. Riwayat kesehatan yang lalu
a)Apakah pernah menderita penyakit ISPA?
b)Apakah pernah jatuuh atau trauma kepala?
c)Pernah operasi daerah kepala?
3. Data bio-psiko-sosial
a)Aktivitas
b)Sirkulasi
c)Eliminasi
d)Makan
e)Higiene
f)Neurosensori
g)Nyeri/keamanan
h)Pernafasan
Diagnosa keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan
dengan diseminata hematogen dari patogen
b. Risiko tinggi terhadap perubahan serebral dan perfusi
jaringan sehubungan dengan edema serebral,
hipovolemia
c. Risisko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan
kejang umum/fokal, kelemahan umum, vertigo.
d. Nyeri (akut) sehubungan dengan proses inflamasi, toksin
dalam sirkulasi.
e. Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan
neuromuskular, penurunan kekuatan
f. Perubahan persepsi sensori sehubungan dengan defisit
neurologis
g. Anxietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman
kematian.
Intervensi
a) DX. Resiko tinggi terhadap penyebaran
infeksi sehubungan dengan diseminata
hematogen dari patogen.

Intervensi :
– Beri tindakan isolasi sebagai pencegahan
– Pertahan kan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat.
– Pantau suhu secara teratur
– Kaji keluhan nyeri dada, nadi yang tidak teratur demam yang terus
menerus
– Auskultasi suara nafas ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan
nfas dalam
– Cacat karakteristik urine (warna, kejernihan dan bau )
– Kolaborasi
Berikan terapi antibiotik iv: penisilin G, ampisilin, klorampenikol,
gentamisin.
Intervensi
b).DX. Resiko tinggi terhadap perubahan cerebral dan perfusi
jaringan sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.

Intervensi :
– Tirah baring dengan posisi kepala datar.
– Pantau status neurologis.
– Kaji regiditas nukal, peka rangsang dan kejang
– Pantau tanda vital dan frekuensi jantung, penafasan, suhu, masukan
dan haluaran.
– Bantu berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan.
– Kolaborasi.
Tinggikan kepala tempat tidur 15-45 derajat.
– Berikan cairan iv (larutan hipertonik, elektrolit ).
– Pantau BGA.
– Berikan obat : steoid, clorpomasin, asetaminofen
Intervensi
c) DX.Resiko tinggi terhadap trauma sehubungan
dengan kejang umum/vokal, kelemahan
umum vertigo.

Intervensi :
– Pantau adanya kejang
– Pertahankan penghalang tempat tidur tetap
terpasang dan pasang jalan nafas buatan
– Tirah baring selama fase akut kolaborasi berikan
obat : venitoin, diaepam, venobarbital.
Intervensi
d) DX. Nyeri (akut ) sehubungan dengan
proses infeksi, toksin dalam
sirkulasi.

Intervensi :
– Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas
mata, berikan posisi yang nyaman kepala agak tinggi
sedikit, latihan rentang gerak aktif atau pasif dan masage
otot leher.
– Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman(kepala
agak tingi)
– Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif.
– Gunakan pelembab hangat pada nyeri leher atau pinggul
– Kolaborasi
Berikan anal getik, asetaminofen, codein
Intervensi
e) DX. Kerusakan mobilitas fisik
sehubungan dengan kerusakan
neuromuskuler.

Intervensi :
– Kaji derajat imobilisasi pasien.
– Bantu latihan rentang gerak.
– Berikan perawatan kulit, masase dengan pelembab.
– Periksa daerah yang mengalami nyeri tekan, berikan
matras udsra atau air perhatikan kesejajaran tubuh secara
fumgsional.
– Berikan program latihan dan penggunaan alat mobiluisasi
Intervensi
f) DX.Perubahan persepsi sensori sehubungan dengan defisit neurologis

Intervensi :
– Pantau perubahan orientasi, kemamapuan berbicara,alam perasaaan,
sensorik dan proses pikir.
– Kaji kesadara sensorik : sentuhan, panas, dingin.
– Observasi respons perilaku.
– Hilangkan suara bising yang berlebihan.
– Validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik.
– Beri kessempatan untuk berkomunikasi dan beraktivitas.
– Kolaborasi ahli fisioterapi, terapi okupasi,wicara dan kognitif
Intervensi
g) DX. Ansietas sehubungan dengan krisis situasi,
ancaman kematian.

Intervensi:
– Kaji status mental dan tingkat ansietasnya.
– Berikan penjelasan tentang penyakitnya dan sebelum
tindakan prosedur.
– Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan.
– Libatkan keluarga/pasien dalam perawatan dan beri
dukungan serta petunjuk sumber penyokong.
Komplikasi
Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat dari komplikasi meningitis antara
lain:
• Trombosis vena serebral, yang menyebabkan kejang, koma, atau
kelumpuhan.
• Efusi atau abses subdural, yaitu penumpukan cairan di ruangan subdural
karena adanya infeksi oleh kuman.
• Hidrosefalus, yaitu pertumbuhan lingkaran kepala yang cepat dan
abnormal yang disebabkan oleh penyumbatan cairan serebrospinalis.
• Ensefalitis, yaitu radang pada otak.
• Abses otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah di otak.
• Arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infark otak
karena adanya infeksi pada pembuluh darah yang mengakibatkan
kematian pada jaringan otak.
• Kehilangan pendengaran, dapat terjadi karena radang langsung saluran
pendengaran.
• Gangguan perkembangan mental dan inteligensi karena adanya retardasi
mental yang mengakibatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak
terganggu.
Pencegahan

a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan untuk mencegah timbulnya faktor
resiko meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko
dengan melaksanakan pola hidup sehat.29 Pencegahan penyakit
infeksi meningitis dapat dilakukan dengan pemberian vaksin pada
bayi agar mendapatkan kekebalan tubuh terhadap bibit penyakit
tersebut.
Pencegahan
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan
segera. Antara lain:
1. Diagnosis Meningitis
Gejala-gejala dan tanda-tanda meningitis bakteri didahului oleh gejala saluran
nafas bagian atas atau saluran cerna selama beberapa hari sebelumnya.
Biasanya radang selaput otak akan disertai panas mendadak mual, muntah,
anoreksia, fotofobia, dan kaku kuduk. Bila infeksi memberat, timbul peradangan
korteks dan edema otak dengan gejala-gejala penurunan tingkat kesadaran,
koma, kejang-kejang, kelumpuhan saraf otak yang bersifat sementara atau
menetap, dan pada bayi fontanella mencembung.
Pencegahan

c. Pencegahan Tersier
Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan
kecacatan akibat meningitis dan membantu penderita untuk melakukan
penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak diobati lagi, dan mengurangi
kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya
tuli atau ketidakmampuan untuk belajar. Fisioterapi dan rehabilitasi juga dapat
dilakukan untuk mencegah dan mengurangi cacat.
Penatalaksanaan
A. Terapi konservatif/medikal
1. Antibiotika
Pemilihan obat-obatan antibiotika, harus terlebih dahulu dilakukan kultur darah
dan Lumbal fungsi guna pembrian antibiotika disesuaikan dengan kuman
penyebab. Berikut ini pilihan antibiotika atas dasar umur: 12,16,19,20 Pemilihan
antimikrobial pada meningitis otogenik tergantung pada pemilihan antibiotika
yang dapat menembus sawar darah otak, bakteri penyebab serta perubahan
dari sumber dasar infeksi. Bakteriologikal dan respons gejala klinis
kemungkinan akan menjadi lambat, dan pengobatan akan dilanjutkan paling
sedikit 14 hari setelah hasil kultur CSF akan menjadi negatif.
2. Kortikosteroid
Efek anti inflamasi dari terapi steroid dapat menurunkan edema serebri,
mengurangi tekanan intrakranial, akan tetapi pemberian steroid dapat
menurunkan penetrasi antibiotika ke dalam abses dan dapat memperlambat
pengkapsulan abses, oleh karena itu penggunaaan secara rutin tidak dianjurkan.
Oleh karena itu kortikosteroid sebaiknya hanya digunakan untuk tujuan
mengurangi efek masa atau edema pada herniasi yang mengancam dan
menimbulkan defisit neurologik fokal.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan pungsi lumbal
Lumbal fungsi biasanya dilakukan untuk menganalisisa jumlah sel dan
protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya
peningkatan tekanan intrakranial.
a) Pada meningitis serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan
jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein normal,
kultur(-)
b) Pada meningitis purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan
keruh, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, kultur(+)
beberapa jenis bakteri .
2. Pemeriksaan Laboratorium darah rutin
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, laju endap
darah(LED), kadar glukosa, kadar urin, kadar ureum, elektrolit dan kultur
a) Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja.
Disamping itu, pada meningitis Tuberkulosa didapatkan juga
peningkatan laju endap darah(LED)
b) Pada meningitis purulenta didapatkan juga peningkatan leukosit
Pemeriksaan Diagnostik
3. Pemeriksaan Radiologis
a) Pada meningitis serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila
mungkin dilakukan CT Scan
b)Pada meningitis purulenta dilakukan foto kepala(periksa
mastoid, sinus paranasal, gigi geligi) dan foto dada.
4. Terapi operatif
Penanganan fokal infeksi dengan tindakan operatif mastoidektomi.
Pendekatan mastoidektomi harus dapat menjamin eradikasi seluruh
jaringan patologik di mastoid. Maka sering diperlukan mastoidektomi
radikal. Tujuan operasi ini adalah untuk memaparkan dan
mengeksplorasi seluruh jalan yang mungkin digunakan oleh invasi
bakteri. Selain itu juga dapat dilakukan tindakan thrombectomi,
jugular vein ligation, perisinual dan cerebellar abcess drainage yang
diikuti antibiotika broad spectrum dan obat-obatan yang mengurangi
edema otak yang tentunya akan memberikan outcome yang baik
pada penderita komplikasi intrakranial dari otitis media

Anda mungkin juga menyukai