Anda di halaman 1dari 46

Kanker serviks

IMANUEL SUTOPO
112018006

PEMBIMBING : DR. BUDI SANTOSO, SP.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN


GINEKOLOGI
RSPAD GATOT SOEBROTO
Status Pasien

Identitas Pasien Identitas Suami

Nama : Ny. S Nama : Tn. TS

Umur : 44 tahun Umur : 52tahun

Pendidikan : SD Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam Agama : Islam

Suku/Bangsa : Sunda Suku/Bangsa : Sunda

Alamat : Kp. Parung Tanjung RT 003/011 Kel Cicadas

Masuk RS : 27 April 2019

Nomer RM: 924282


Anamnesis

 Keluhan utama :
 lemas dengan perut terasa sakit 1 hari SMRS.

 Riwayat Penyakit Sekarang:


 Pasien wanita 44 tahun datang dengan keluhan pusing, lemas dan nyeri perut sejak 1
hari SMRS.
 Pasien memlikin riwayat perdarahan pervaginam di tahun 2018 di RS Cileungsi.
Pasien didiagnosis Ca cervix IIIB pada Oktober 2018. Pasien sudah di kemotherapi 2x
terakhir tanggal 12/4/19. Rencana kemotherapi ke-3 pada tanggal 6/5/19.
 Pasien ada riwayat CKD on HD
Riwayat • Menarche
• Siklus
: 14 tahun
: 28 hari
Haid • Lama : 6 hari

Riwayat • Perkawinan : 1 kali


• Menikah usia : 16 tahun
Pernikahan • Lama menikah : 28 tahun

Riwayat KB • Pasien tidak pernah memakai KB


No Tgl partus Tempat Umur Jenis Penolong JK BB TB Umur
partus kehamilan persalinan sekarang

1 1990 Bidan Aterm Spontan Bidan L 3500g 50cm 28 tahun


pervaginam

2 2006 Dokter Aterm SC Dokter L 2500g 52cm 12 tahun


(Plasenta Previa )
• Riwayat operasi SC.
Riwayat
Operasi

Riwayat • Ca cervix stadium 3B


Ginekol
ogi

• Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit penyakit


Riwayat jantung, paru, hati, ginjal, DM dan hipertensi.
Penyakit
Keluarga
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 TTV
 Tekanan darah : 100/68 mmHg
 Nadi : 101 x/menit
 Suhu : 36.5° C
 Pernapasan : 21 kali/menit
 BB : 45 kg
 TB : 155 cm
KEPALA • Normocephalic

• Konjungtiva anemis : +/+


• Sklera ikterik : -/-
MATA • Diameter pupil : 4mm/4mm
• Pupil : Isokor

• Tampak simetris
• Tidak ada benjolan
HIDUNG
• Septum nasal tidak deviasi
• Tidak ada sekret
• Normotia
TELINGA • Liang telinga tampak lapang
• Tidak ada tanda peradangan

LEHER • Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid dan KGB

• Akral hangat
• CRT<2 detik
EKSTREMITAS
• Edema tungkai +/+
• Edema -/-
PULMO

Kiri Simetris saat statis dan dinamis


Inspeksi
Kanan Simetris saat statis dan dinamis
Kiri Sela iga normal, benjolan (-),
nyeri tekan (-)
Palpasi
Kanan Sela iga normal, benjolan (-),
nyeri tekan (-)
Kiri Sonor
Perkusi
Kanan Sonor
Kiri Vesikuler
Auskultasi
Kanan Vesikuler
Inspeksi Pulsasi Ictus cordis tidak terlihat COR
Palpasi Pulsasi Ictus cordis teraba disela iga ke-4 garis midclavikularis
Batas Atas, Sela iga II parasternal kiri
Perkusi Batas Kiri, Sela iga V, 1 cm sebelah medial linea midklavikula kiri
Batas Kanan, Sela iga V linea sternalis kanan
Katup Aorta : BJ I dan BJ II regular, gallop -, murmur –
Katup Pulmonal : BJ I dan BJ II regular, gallop -, murmur –
Auskultasi
Katup Mitral : BJ I dan BJ II regular, gallop -, murmur –
Katup Trikuspid : BJ I dan BJ II regular, gallop -, murmur –
Status Ginekologi
 Periksa luar : Vulva/uretra tenang , perdarahan (-)
 Inspekulo : Portio berbenjol, kesan rapuh mudah berdarah, perdarahan aktif (-)
 Periksa dalam : Tidak dilakukan
 Pelvimetri : Tidak dilakukan

PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN


Pemeriksaan Penunjang
Lab 27 April 2019
Parameter Hasil Rujukan
Hb 7.8 g/ dL 12,0 -16.0 g/dl
MCV 77 fl 80- 96 fl
MCH 25 pg 27 – 32 pg
MCHC 36 g/dl 32 - 36 g/dl
Ht 35 % 37-47
Eritrosit 3.8 juta/mikroliter 4,3-6,0
Leukosit 5.250/ mikroliter 4.800-10.800
Trombosit 132.000/mikroliter 150.000-400.000
Basofil 1 0-1%
Eosinofil 1 1-3%
Segmen 80 50-70%
Limfosit 11 20-40
Monosit 7 2-8%
RDW 13.60% 11.5-14.5%
Parameter Hasil Rujukan
Ureum 218 20 - 50 mg/dL
Creatinin 5.17 0.5 – 1.5 mg/dL
eGFR 95.75 mL/mnt/1.73m2
Albumin 2.7 3.5-5.0 g/dL
GDS 132 <140 mg/dL
Natrium 128 135-147 mmol/l
Kalium 3.1 3.5-5.0 mmol/l
Chlorida 103 95-105 mmol/l

Koagulasi
PT 10.9 Detik
PTC 9.5 9.3-11.8 detik
APTT 23.7 Detik
APTTC 37.3 31-47 detik
Pemeriksaan USG

 Kesan :
 Tidak tampak cairan bebas
 Tampak hidronefrosis ginjal kanan-kiri
Pemeriksaan Pap Smear
Hasil Pemeriksaan Biopsi
RESUME

 Seorang wanita usia 44 tahun datang dengan keluhan pusing, lemas dan nyeri perut bagian bawah dan memiliki riwayat
penyakit Ca cerviks IIIB. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tampak sakit sedang, tekanan
darah 100/68 mmHg, nadi 101x/menit, pernapasan 21x/menit, suhu 36.5°C, berat badan 45 kg, tinggi badan 155cm. Pada
pemeriksaan status generalis didapatkan adanya konjungtiva anemis kanan-kiri, dan edema tungkai kanan-kiri. Pada
pemeriksaan ginekologi didapatkan inspeksi vulva dan uretra tenang, Pada inspekulo didapatkan portio berbenjol-benjol
dan kesan nya mudah rapuh, negatif perdarahan aktif negatif. Pemeriksaan pelvimetri klinis dan pemeriksaan dalam tidak
dilakukan.
 Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil laboratorium darah pada tanggal 27 April 2019 : Hb 7.8 g/dL, Ht 35%,
Leukosit 5.250/μL, trombosit 132.000/μL, Na 128 mmol/L, K 3.1 mmol/L, Cl 103 mmol/L. Albumin 2.7g/dL, Ureum
218mg/dL, Creatinin 5.17mg.dL.
 Hasil USG 27 April 2019 didapatkan tidak ada cairan bebas dan tampak adanya hidronefrosis ginjal kanan-kiri.
Analisa Kasus


 Pasien datang dengan keadaan sudah terdiagnosa Ca cervix stadium IIIB
 Dari hasil Anamnesis didapatkan keluhan pusing, lemas dan nyeri pada bagian perut bawah. Riwayat
perdarahan pervaginam pada bulan oktober 2018.
 Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan adanya konjungtiva anemis yang menandakan adanya
anemia, dan adanya edema tungkai kanan-kiri yang menunjukan adanya hipoalbumin.
 Dari hasil pemeriksaan ginekologi didapatkan adanya portio yang berbenjol-benjol dan mudah rapuh
yang menunjukan adanya perubahan sel atau proses keganasan pada serviks
 Dari hasil pemeriksaan lab didapatkan Anemia (7.8 g/dL) , Albumin 2.7 ( Hipoalbumin ),
Hiponatremia ( 128 ), dan Hipokalemia ( 2.5 ). Ureum/ creatinin ( 218/5.17) yang menujukan adanya
gangguan fungsi ginjal.
 Dari riwayat prosedur tindakannya, pasien memiliki riwayat Hemodialisa yang menujukan adanya
gagal ginjal dan adanya riwayat kemotherapi 2x.
 Rencana penatalaksanaan pada pasien ini adalah untuk perbaikan keadaan umum, dan untuk
persiapan pasien menjalankan khemotherapi pada tanggal 6/5/2019.
Diagnosis Kerja

Ca Cerviks stadium IIIB on kemotherapi, CKD on HD


Anemia, Hipoalbumin, Elektrolit imbalance
Rencana pengelolaan:
 Transfusi PRC hingga HB > 10g/dL
 Inj Asam Traneksamat 3 x 500 mg
 Nacl 0.9% / 8 jam
 Albumer 20%
 KSR 3 x 2 tab
Diit :
 Tinggi karbohidrat tinggi protein
Follow Up
Follow Up
Tanggal 30 April 2019 , Jam 07.00
S : Tidak ada keluhan
O : KU : baik Kesadaran: CM
TD : 122 / 86 mmHg RR: 21 x/menit
HR : 96 x/menit T : 36,3°C
Status generalis : dalam batas normal
Status ginekologis :Inspeksi: Vulva dan Uretra tenang, perdarahan aktif (-)
DPL 30 April 2019 :10.1/38/6.170/182.000, Albumin 3.0, Na/K/Cl : 136/3.6/103
A: Ca cervix stadium IIIB post perbaikan keadaan umum.
P: IVFD RL 500cc/12 jam,
rencana Kemotherapi ke-3 pada tanggal 6/5/2019
Analisa Kasus

 Pasien datang dengan keadaan sudah terdiagnosa Ca cervix stadium IIIB


 Dari hasil Anamnesis didapatkan keluhan lemas dan nyeri pada bagian perut bawah. Riwayat perdarahan pervaginam pada bulan
oktober 2018.
 Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan adanya konjungtiva anemis yang menandakan adanya anemia, dan adanya edema
tungkai kanan-kiri yang menunjukan adanya hipoalbumin.
 Dari hasil pemeriksaan ginekologi didapatkan adanya portio yang berbenjol-benjol dan mudah rapuh yang menunjukan adanya
perubahan sel atau proses keganasan pada serviks
 Dari hasil pemeriksaan lab didapatkan Anemia (7.8 g/dL) , Albumin 2.7 ( Hipoalbumin ), Hiponatremia ( 128 ), dan Hipokalemia
( 2.5 ). Ureum/ creatinin ( 218/5.17) yang menujukan adanya gangguan fungsi ginjal.
 Dari riwayat prosedur tindakannya, pasien memiliki riwayat Hemodialisa yang menujukan adanya gagal ginjal dan adanya
riwayat kemotherapi 2x.
 Rencana penatalaksanaan pada pasien ini adalah untuk perbaikan keadaan umum, dan untuk persiapan pasien menjalankan
khemotherapi pada tanggal 6/5/2019.
Pendahuluan

 Kanker cervix  jenis kanker kedua terbanyak di seluhur dunia (terbanyak pertama  ca mammae)

 Kanker serviks  terbanyak menyerang usia 15-44 th.

 Angka kejadian kanker serviks pertahun di Indonesia 20.998 kasus (meninggal  9.498)
Definisi

 Kanker serviks  keganasan yang berasal dari


serviks

 Serviks  1/3 bagian bawah uterus, bentuk


silindris, menonjol dan berhubungan dengan
vagina melalui ostium uteri eksternum.
Epidemiologi

 Tahun 2013  kasus baru 528.000, kematian


266.000
 Sekitar 87% kasus terjadi di negara berkembang.
 Angka insiden kanker serviks di Asia Tenggara per
100.000 penduduk  16.6% (di dunia 15.1%)
 Angka insidensi di Indonesia  17.1%
 Terbanyak usia 15-44 th
 Depkes RI  setiap tahun terjadi 40 ribu kasus
kanker serviks
Etiologi

 Penyebab  Human papilloma virus (HPV)


 HPV berisfat onkogenik (berisiko tinggi)  16, 18
(paling sering), 31, 34, 45 dan lain-lain
 Ditularkan melalui aktifitas seksual
 Beberapa tdk tergantung adanya penetrasi  sentuhan
kulit di wilayah genital (skin to skin genital contact)
 Wanita aktif secara seksual  risiko tinggi kanker
serviks
Faktor risiko

Menurut beberapa penelitian, faktor risiko :


 Usia pertama kali berhubungan seksual (<20 th)
 Berganti-ganti pasangan seksual
 Frekuensi seks
 Frekuensi kehamilan
 Merokok
 Penggunaan alat kontrasepsi hormonal
Patofisiologi

 Kanker serviks biasanya muncul di daerah Squamo-columnar


junction (SCJ)
 SCJ  batas antara epitel squamous (ektoserviks) dan epitel
kolumnar (endoserviks)
 Letak SCJ dipengaruhi faktor usia, paritas, aktivitas seksual
 Terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks  epitel
kolumnar diganti epitel skuamous  terjadi proses metaplasia
(akibat pengaruh pH vagina rendah)  terbentuk 2 SCJ (SCJ
asli dan baru)  disebut zona transformasi
patofisiologi

 Penelitian akhir ini memfokuskan virus DNA sbg salah satu faktor penyebab penting.
 Proses karsinogenesis  as. Nukleat virus bersatu ke dalam gen dan DNA sel host 
timbul mutase gen  sel yang bermutasi berkembang jadi sel displastik  terjadi kelainan
epitel (displasia)
 Displasia mencakup ggn maturase epitel skuamous  berbeda dari normal tp tidak masuk
kategori sel karsinoma.
 Karsinoma in situ  ggn maturase epitel skuamous  meyerupai karsinoma invasive tp
membrane basalis masih utuh
 Tingkat dysplasia dan karsinoma in situ  tingkat pra kanker
 Klasifikasi terbaru istilah CIN
 CIN I : dysplasia ringan

 CIN II : dysplasia sedang

 CIN III : dysplasia berat dan karsinoma in situ


Klasifikasi Histopatologi

 Secara histopatologis :
 Karsinoma sel skuamosa (85%)

 Adenokarsinoma (10%)

 Adenoskuamosa, sel jernih (5%)


Stadium klinik

Stadium klinis menurut FIGO  perlu


pemeriksaan pelvik, jaringan serviks,
foto paru-paru, pielografi intraven
Gejala & tanda

 Lesi pra kanker dan st. dini  asimptomatik


 Gejala yang timbul:
 Perdarahan pasca sanggama
 Terjadi perdarahan diluar masa haid dan pasca menopause
 Tumor besar  terjadi infeksi dan cairan berbau keluar dari vagina
 Lebih lanjut  nyeri panggul
 Gejala berkaitan dg kandung kemih dan usus besar
 Gejala lain: gangguan kesadaran, sesak, batuk darah, edema tungkai, dll.
diagnosis

 Diagnosis kanker serviks diperoleh melalui:


 Anamnesis
 Pemeriksaan fisik & ginekologi

 Pemeriksaan evaluasi KGB

 Pemeriksaan panggul

 Pemeriksaan rektal

 Biopsy serviks merupakan cara diagnosis pasti dari kanker serviks


 Pap smear atau kuret endoserviks  bukan untuk diagnosis pasti
 Pap smear  alat skrining yang masih diandalkan
Deteksi dini

 Pap smear
 Tes aman dan murah
 Direkomendasikan pada saat memulai aktifitas seksual.
 Interval pemeriksaan 3 th sekali.
 Kelompok risiko tinngi  periksa tiap tahun
 Tujuan : mencoba menemukan sel yg abnormal; alat untuk deteksi
gejala pra kanker serviks bagi yang belum menderita kanker;
mengetahui kelainan yg terjadi pada sel kanker serviks; dan mengetahui
tingkat keganasan serviks
 Manfaat :
 Evaluasi sitohormonal
 Mendiagnosis peradangan
 Identifikasi organisme penyebab peradangan
 Mendiagnosa kelainan pra kanker dan kaner serviks
 Memantau hasil terapi
Deteksi dini

 Inspeksi visual asam asetat (IVA)


 Menggunakan larutan as asetat (3-5%)  melihat peruabahan warna (acetowhite)
 Direkomentasikan pd semua wanita usia 30-45 tahun.
 Dapat dilakukan kapan saja (saat menstruasi, masa kehamilan, paska keguguran)
 Tujuan: melihat adanya sel yang mengalami dysplasia
 Interpretasi klasifikasi IVA sesuai temuan klinis:
 +  plak putih tebal (acetowhite) dekat SCJ
 -  permukaan polos dan halus, merah jambu
 Kanker  masa mirip kembang kol
Deteksi dini

 Inspeksi visual asam asetat (IVA)


 Manfaat :
 Memenuhi kriteria skrining yang baik
 Berpotensi untuk pendekatan kujungan tunggal

 Hanya perlu asam asetat, speculum dan cahaya

 Dapat dilakukan di semua yankes

 Keterbatasan
 Sedikit penelitian sebagai tes penapisan dalam skala
luas
 Positif palsu membuat sistem rujukan overload
Deteksi dini

 Inspeksi visual lugoliodin (VILI)


 Disebut tes schiller  menggunakan lugol
iodine
 Sensitivitas 87.2%, spesifisitas 84.7%
 Keuntungan
 Sederhana, mudah dilakukan,
murah, sensitivitas tinggi shg fals
negative rendah
 Keterbatasan
 Spesifisitas sedang  sebabkan
sistem rujukan overload
 Kurang akurat pada wanita pasca
menopause
 Hasil sangat tegantung pemeriksa
Deteksi dini

 Tes DNA HPV


 Metode hibridisasi asam nukleat secara langsung (contoh: Southern Blot
Hybridization)
 Hybrid capture II assay (HC II)
 Metode amplifikasi taget (Polimerase chain reaction/PCR)
 PCR-Reverse line hybridization (contoh : Linear array HPV genotyping test)
Metode hibridisasi asam nukleat secara langsung

 Contoh: Southern Blot hybridization


 Southern blot  metode utk menguji keberadaan dari suati sekuens DNA dalam suatu sampel DNA.
 awal penelitian HPV  Southern blot merupakan metode baku emas untuk analisis genom HPV
 Sensitivitas rendah utk deteksi HPV
 Perlu waktu yang lama
 Memerlukan DNA dalam jumlah banyak dan membutuhkan tenaga yang terlatih.
 Metode ini tidak dapat dilakukan pada jaringan yang difiksasi dnegan formalin karena DNA akan
terdegradasi
Hybrid capture II assay (HC II)

 HC II adalah teknik berbasis DNA-RNA


 Teknik HC II digunakan pada kondisi lebih awal yaitu kemungkinan seseorang terinfeksi HPV
sebelum virus membuat perubahan pad serviks yang dapat memicu terjadinya kanker serviks.
 HC II memiliki keakuratan yang tinggi dalam deteksi infeksi HPV  karena mampu mendeteksi
keberadaan DNA HPV dalam jumlah sangat kecil
 Sensitivitas 98%, spesifisitas 98%.
 Waktu pemeriksaan lebih singkat
 Hanya sedikit kontaminasi
 Dapat memperkirakan kuantitatif jumlah virus tanpa mengetahui genotype HPV
 Menggunakan 2 probe
 Probe HPV risiko tinggi (tipe 16, 18 ,31, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68)

 Probe HPV risiko rendah (tipe 6, 11, 42, 43, 44)


Metode amplifikasi taget (Polimerase chain reaction/PCR)

 Teknik paling sensitive jika dibandingkan dengan southern blot dan HC II.
 Sensitiveutk mendeteksi tipe HPV khususnya yang risiko tinggi
 Untuk mendeteksi, menghitung viral load, DNA sekuensing dan analisis mutase.
 Cara kerja : mengamplifikasi DNA hasil isolasi dengan 3 tahapan
 Denaturasi (linearisasi DNA terjadi pada suhu 95oC)
 Annealing (penempelan primer pada DNA target yang akan diperbanyak)

 Elongasi (polimerasi)

 Keterbatasan : mahal, perlu waktu lama dan perlu teknik laboratorium yang tinggi
PCR-Reverse line hybridization

 Modifikasi PCR  amplifikasi PCR dideteksi dengan cara hibridisasi dengan


oligonukleotida spesifik yg dimobilisasi pada membrane nitroselulosa
 Sangat sensitive
 Cara kerja:
 Probe oligonukleotida dengan tipe HPV spesifik dimobilisasi pada membrane
kemudian dihibridisasi dg produk PCR berlabel biotinyang telah didenaturasi dalam
kondisi basah.
 Setelah itu, membrane di cuci.

 Hasil hybrid dideteksi dengan penambahan streptavidin-peroksidase dan substrat


yang akan menghasilkan warna pada garis-garis probe dan diinterpretasi secara
visual.
tatalaksana

 Pembedahan
 Dilakukan sampai st IIA
 Stadium I A1 tanpa invasi limfo-vaskuler  konisasi serviks/histerektomia
totalis simple. Risiko metastasis ke KGB/residif 1%
 St I A1 dengan invasi limfo-vaskuler dan st I A2  histerektomia radikal
dan limfadenektomia pelvik. Risiko metas ke KGB 5%
 Stadium I A2 berkaitan dengan 4-10 % risiko metastasis ke kGB
 St I B – st II A  histerektomia radikal (tipe III) dan limfadenektomia
pelvik dan para-aorta
 Radiasi adjuvant diberikan pasca bedah pada kasus dengan risiko tinggi.
Radiasi pasca bedah dapat mengurangi residif sampai 50%
tatalaksana

 Radioterapi
 Diberikan pada semua stadium  terutama st IIB – IV atau pasien st
kecil tp tidak merupakan kandidat untuk pembedahan.
 Komplikasi radiasi paling sering  gastrointestinal seperti prokitis,
colitis dan traktus urinarius dan stenosis vagina
 Radioterapi adjuvant dapat diberikan pada pasien pasca bedah dengan
risiko tinngi
tatalaksana

 Kemoterapi
 Diberikan sbg gabungan radio-kemoterapi adjuvant untuk terapi
paliatif pada kasus residif.
 Paling aktif  cisplatin
 Jenis lain yang punya aktivitas yang dimanfaatkan dalam terapi adalah
ifosfamid dan paclitaxel
prognosis

 Faktor-faktor yg menentukan prognosis  umur, KU, tingkat klinik, ciri-ciri histologi sel tumor.
 Prognosis tergantung st penyakitnya.
 5-years survival rates:
 St 0 : 100% penderita dapat sembuh
 St 1 : I A (95%), I B (70-90%)
 St II : II A (70-90%), II B (60-65%)

Anda mungkin juga menyukai