Anda di halaman 1dari 10

REFERAT

BODY DYSMORPHIC DISORDER (BDD)

DILIHAT DARI BIO-PSIKO-SOSIAL

DAN PENATALAKSANAANNYA

Oleh :

Rachmad Kurniawan

112017172

Pembimbing :

Dr. Elly Tania Sp.KJ

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode 16 September 2019 – 19 Oktober 201
BAB I

PENDAHULUAN

Jutaan manusia memiliki obsesinya sendiri, dan dari keseluruhan obsesi yang
ada obsesi yang paling banyak ditemukan adalah obsesi mengenai bagaimana mereka
dapat terlihat, dengan segala kekurangan yang tampak pada penampilan masing-masing
individu atau obsesi terhadap penampilan fisik individu . Banyak sekali orang yang tidak
puas terhadap body image.Distorsi citra tubuh yang terlalu belebihan dapat berkembang
menjadi gangguan yang disebut Body Dysmorphic Disorder.1
Gangguan Dismorfik Tubuh atau dikenal sebagai Body Dismorphic

Disorder (BDD) adalah suatu manifestasi klinik dimana pasien menjadi tidak

menjadi percaya diri karena merasa tertekan kekurangan yang dirasakan dalam

penampilan fisik mereka, yang umumnya diwajah. Meskipun tidak terlihat oleh

orang lain dari kekurangan fisik mereka seorang individu dengan kelainan BDD

mempunyai persepsi atas tubuh mereka sebagai tanda yang tidak menarik,

menjijikkan, sering menghabiskan waktu dengan bercermin dan khawatir dengan

penampilannya. Kelainan BDD juga sering dikatikan dengan gangguan sosial,

pekerjaan, bahkan yang paling sering adalah media sosial. Pasien yang menderita

BDD sering tidak menyadari bahwa pengobatan yang efektif sebenarnya dapat

menurunkan atau menghilangkan rasa ketidakpercayaan terhadap dirinya.2

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Body Dysmorphic Disorder (BDD) adalah suatu gangguan psikis yang
berkaitan mengenai kerusakan atau kecacatan dalam penampilan fisik yang dapat
menyebabkan seorang individu merasa tidak percaya diri menjadi stress dan
penurunan fungsi sosialnya. Seseorang yang menderita gangguan BDD sangat
memperhatikan penampilan akan dirinya dimata orang lain dimana dia akan
berusaha untuk menutupi kekurangan yang dia miliki yang dirasakan sangat
mengganggu penampilannya. Gangguan BDD sering dikaitkan dengan gangguan
depresi dan peningkatan komorbiditas kualitas hidup seseorang.3
Ini menjelaskan kondisi seseorang yang terus menerus merasa cemas dengan
kekurangan fisiknya bahkan menjadi masalah pada citra buruk dirinya. Istilah BDD
awalnya sebagai Dysmorphobia (yang berarti rasa takut atau cemas terhadap kekurangan
fisik dirinya sendiri). Namun seiring waktu didalam DSM-IV menyatakan bahwa
Dysmorphobia dapat menimbulkan kekeliuran persepsi terhadap phobia tertentu
sehingga pada akhirnya dirubah istilahnya menjadi Body Dysmorphic Disorder (BDD)
yang dikenal saat ini.1
Epidemiologi
Secara umum tingkat populasi pada gangguan BDD adalah sekitar 2%
dimana angka ini sangat erat berhubungan dengan bedah plastik atau kecantikan
dan angka ini merupakan angka yang lebih tinggi daripada tingkat bunuh diri dan
upaya untukbunuh diri. Pasien yang sering datang ke dokter bedah plastik atau
bedah kecantikan untuk melakukan perawatan tubuhnya juga dipengaruhi oleh
BDD pada tingkat yang lebih nyata dan lebih tinggi dari populasi umum, sekitar
3% sampai dengan 53%. Sedangkan pasien dengan gangguan Obsesi Compulsive
Disorder (OCD) dan gangguan lainnya berkisar antar 10% sampai dengan 40%.3
Berdasarkan penelitian dilakukan oleh Job Van Der Meer dkk, antara
tahun 2004 sampai dengan 2006 ada sekitar 3798 orang dan 2947 diantaranya
meiliki setidaknya satu MAS (Mood, Anxiety, Somatoform Disorder). Dari

3
jumlah itu ada sekitar 568 orang (19,3%) perihatin dengan penampilan mereka
sendiri dan diantara 568 ini 54 pasien (1,8%) juga memenuhi kriteria lain BDD.
Mereka sangat sibuk dengan penampilan fisik mereka dan tetap yakin bahwa
tubuh mereka sangat tidak menarik, jelek dan tidak cukup cantik/ganteng ketika
orang lain melihatnya dan rata-rata usia penderita gangguan BDD ialah 18-50
tahun.4

B. Etiologi
Pada kasus gangguan BDD terdapat beberapa faktor penyebab
C. Diagnosis
Diagnosis Body Dysmorphic Disorder membutuhkan preokupasi mengenai
defek khayalan terhadap penampilan atau penekanan yang berlebihan terhadap
sedikit defek. Preokupasi ini menyebabkan distress emosional yang signifikan
atau secara nyata mengganggu kemampuan mereka berfungsi dalam area
penting.1,4

Tabel 1. Kriteria Diagnosa Body Dysmorphic Disorder Menurut DSM-V.1,2,3

A Preokupasi dengan satu atau lebih kecacatan yang dirasakan atau


kekurangan dalam penampilan fisik yang tidak dapat diamati atau tampak
sedikit berbeda dengan yang lain.

B Di waktu tertentu, pasien melakukan perilaku berulang (seperti sering


melihat cermin, berdandan) atau membandingkan penampilannya dengan
orang lain sebagai respon dalam menanggapi konser penampilan.
C Preokupasi ini menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau
hendaya dalam fungsi sosial, pekerjaan, dan area fungsi penting lain.
D Preokupasi ini tidak melibatkan kekhawatiran dengan lemak tubuh atau
berat badan pada individu yang gejalanya memenuhi kriteria diagnostik

4
untuk gangguan makan.

D. Gambaran klinis
Permasalahan yang paling sering melibatkan kerusakan tubuh, khususnya
yang berhubungan dengan bagian spesifik tubuh (sebagai contoh hidung).
Kadang-kadang permasalahannya samar-samar dan sukar untuk dipahami, seperti
permasalahan yang ekstrim tentang dagu yang “aneh.” Satu penelitian
menemukan bahwa pada umumnya pasien memiliki permasalahan tentang empat
bagian tubuh selama perjalanan gangguan. Gejala penyerta yang sering adalah ide
yang menyangkut diri sendiri (ideas of reference) atau waham yang jelas
menyangkut diri sendiri (frank delusion of reference) biasanya tentang adanya
orang lain yang memperhatikan kerusakan tubuh, bercermin secara berlebihan
maupun menghindari penuaan yang menonjol, dan berusaha untuk
menyembunyikan kecacatan (dengan berias atau berpakaian yang berlebihan).
Pengaruh pada kehidupan seseorang mungkin bermakna, seperti hampir semua
pasien yang terkena menghindari pertemuan sosial dan pekerjaan. Sebanyak
sepertiga pasien mungkin terus-menerus tinggal di rumah karena deformitas
kecacatan mereka, dan sebanyak seperlima pasien berusaha bunuh diri.1,2

Gejala klinis yang tampak adalah :


• Sering membandingkan penampilan cacat yang dirasakan dengan
penampilan orang lain.
• Sering memeriksa penampilan bagian tertentu di cermin dan permukaan
reflektif lainnya.
• Menyamarkan cacat yang dirasakan dengan pakaian, make-up, topi,
tangan, atau postur.
• Mencari tindakan operasi, pengobatan dermatologi, atau pengobatan medis
yang lain ketika dokter atau orang lain mengatakan bahwa kekurangan
tersebut minimal atau tidak ada atau bahwa pengobatan tersebut tidak
diperlukan.
• Mencari kepastian tentang cacat atau mencoba untuk meyakinkan orang
lain tentang keburukannya.

5
• Perawatan berlebihan (misalnya, menyisir rambut, mencukur atau
memotong rambut, memakai make-up)
• Menghindari cermin.
• Sering menyentuh bagian cacat yang dirasakan
• Memilih kulit seseorang
• Sering mengukur bagian tubuh yang tidak disukai
• Berlebihan membaca tentang bagian tubuh yang dirasakan cacat
• Menghindari situasi sosial di mana cacat yang dirasakan mungkin dilihat
orang
• Merasa cemas dan sadar diri di sekitar orang lain karena cacat yang
dirasakan.

Tabel. 2 Lokasi Defek yang Dibayangkan pada Pasien dengan Gangguan


Dismorfik Tubuh.1

Lokasi N %

Rambut 19 63

Hidung 15 50

Kulit 15 50

Mata 8 27

Kepala, wajah 6 20

Seluruh bentuk tubuh, struktur tulang 6 20

Bibir 5 17

Dagu 5 17

Pinggang 5 17

Gigi 4 13

Tungkai, lutut 4 13

6
Payudara, otot pektoralis 3 10

Wajah buruk (umum) 3 10

Telinga 2 7

Pipi 2 7

Bokong 2 7

Penis 2 7

Lengan, pergelangan tangan 2 7

Leher 1 3

Dahi 1 3

Otot-otot wajah 1 3

Bahu 1 3

Panggul 1 3

E. Diagnosis Banding
Distorsi citra tubuh juga dapat terjadi pada anoreksia nervosa, gangguan
identitas jenis kelamin, dan beberapa tipe spesifik cedera otak. Body Dysmorphic
Disorder perlu dibedakan dari permasalahan normal tentang penampilan
seseorang. Ciri yang membedakan adalah bahwa orang dengan Body Dysmorphic
Disorder mengalami penderitaan emosional dan gangguan fungsional yang
bermakna akibat permasalahan tersebut.1
Anoreksia nervosa atau transseksualisme tidak memenuhi kriteria
diagnostik Body Dysmorphic Disorder, karena dua keadaan ini ditandai dengan
gangguan citra seluruh tubuh dan bukan beberapa kekurangan penampilan yang
dibayangkan. Pada Body Dysmorphic Disorder, seseorang mengalami distress
emosional yang signifikan serta hendaya fungsi karena kekhawatiran tersebut.1,3,6
Pada gangguan waham keyakinan seseorang akan cacat penampilannya
mempunyai intensitas waham, yang berdasarkan definisi bukan kasus pada Body
Dysmorphic Disorder. Walaupun pembedaan antara gagasan yang dipegang erat
dengan waham sulit dilakukan, jika preokupasi pasien akan defek tubuh yang
dirasakan pada kenyataanya memiliki intensitas waham, diagnosis yang sesuai

7
adalah gangguan waham tipe somatik. Pertimbangan diagnostik lain adalah
gangguan kepribadian narsistik, kepedulian mengenai bagian tubuh hanya
gambaran kecil di dalam kumpulan umum ciri kepribadian. Pada gangguan
depresif, skizofrenia, dan gangguan obsesif-konpulsif, gejala lain dari gangguan-
gangguan tersebut biasanya menunjukan dirinya sendiri dengan segera,
kendatipun gejala awal adalah permasalahan yang berlebihan tentang suatu bagian
tubuh.1,3,6

F. Perjalanan Gangguan dan Prognosis


Onset Body Dysmorphic Disorder biasanya bertahap. Orang yang terkena
mungkin mengalami peningkatan permasalahan tentang bagian tubuh tertentu
sampai orang tersebut mengetahui fungsinya terpengaruh oleh permasalahannya.
Pada saat itu orang tersebut akan mencari bantuan medis atau bedah untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya. Tingkat keprihatinan tentang masalah
mungkin hilang dan timbul dengan berjalannya waktu, walaupun gangguan ini
biasanya merupakan suatu gangguan kronis jika dibiarkan tidak diobati.1,2
Perjalanan sering kronik, menetap selama beberapa tahun, dan semakin lama,
semakin memburuk meskipun diterapi.3

G. Terapi
Meskipun terdapat terapi yang secara spesifik untuk Body Dysmorphic
Disorder, ada banyak hambatan untuk menjalaninya. Banyak orang dengan
gangguan ini mengalami depresi yang membuat mereka tidak termotivasi untuk
sembuh. Sebagian lain menganggap dirinya tidak mengalami gangguan psikologis
dan lebih memilih untuk menjalani prosedur pembedahan kosmetik sebagai
alternatif dibandingkan terapi psikologis. Ada juga beberapa pasien yang
mengalami fobia soaial yang ekstrem atau terlalu cemas sehingga merasa malu
untuk mencari terapi dan berbicara dengan dokter. Pada akhirnya, Body
Dysmorphic Disorder sering salah diartikan dan untuk menetukan terapi yang
paling efektif masih menjadi tantangan.4
Terapi kognitif-perilaku (Cognitive-Behavioural Therapy) merupakan
pengobatan pilihan lini pertama.1,4 Terapi farmaokologi yang umum digunakan

8
adalah obat selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs).4,7 Walaupun penelitian
yang dilakukan masih sedikit, data menunjukkan bahwa obat SSRIs, contohnya
clomipramine dan fluoxetine efektif dalam mengurangi gejala yang dikeluhkan
pasien sedikitnya 50%.9 Pemberian obat-obatan antidepresan trisiklik, monoamine
oxidase inhibitors (MAOI), dan pimozide dilaporkan berguna pada kasus-kasus
individual. Pengobatan pada pasien Body Dysmorphic Disorder dengan prosedur
medik pembedahan, dermatologis, atau prosedur medis lain biasanya tidak
berhasil mengatasi keluhan.1,2
Apabila terdapat gangguan jiwa yang terjadi bersamaan, seperti gangguan
depresif atau gangguan ansietas, maka gangguan yang juga ada ini harus diterapi
dengan farmakoterapi dan psikoterapi yang sesuai. Berapa lama terapi harus
dilanjutkan setelah gejala Body Dysmorphic Disorder mengalami remisi tidak
diketahui.1,3
BAB III

KESIMPULAN

Orang dengan Body Dysmorphic Disorder (BDD) terpaku pada kerusakan


fisik yang dibayangkan atau dibesar-besarkan dalam hal penampilan mereka.
Mereka dapat menghabiskan waktu berjam-jam untuk memeriksakan diri didepan
cermin dan mengambil tindakan yang ekstrem untuk mencoba memperbaiki
kerusakan yang dipersepsikan, bahkan menjalani operasi plastik yang tidak
dibutuhkan. Lainnya dapat membuang setiap cermin dari rumah mereka agar tidak
diingatkan akan kecacatan yang mencolok dari penampilan mereka. Orang dengan
gangguan ini dapat percaya bahwa orang lain memandang diri mereka jelek atau
berubah bentuk menjadi rusak dan bahwa penampilan fisik mereka yang tidak
menarik mendorong orang lain untuk berpikir negatif tentang karakter atau harga
diri mereka sebagai seorang manusia. Angka gangguan ini tidak diketahui secara
jelas, karena banyak orang dengan gangguan ini yang gagal mencari bantuan atau
mencoba untuk merahasiakannya.
Penanganan gangguan ini adalah terapi kognitif-perilaku sebagai
pengobatan pilihan lini pertama. Hasil terbaik tampaknya dapat diperoleh dengan

9
menggunakan obat antidepresan penghambat ambilan serotonin.7 Terapi pada
pasien dengan Body Dysmorphic Disorder dengan prosedur bedah, dermatologis,
atau prosedur medis lain biasanya tidak mengatasi keluhan. Antidepresan trisiklik,
monoamine oxidase inhibitors (MAOI), dan pimozide dilaporkan berguna pada
kasus individual.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Nurlita D, Lisiswanti R. Body Dysmorphic Disorder. Majority. Lampung.


2016; 5(5): 80-81.
2. Buhlmann U. et al. Updates on the prevalence of body
dysmorphic disorder: A population-based survey.
Elsevier. USA. 2010:
3. Hong K, Nezgovorova V, Hollander E. New Perspective in the Treatment of
Body Dysmorphic Disorder. F1000Research. USA. 2018: 3.
4. Meer J.V.D.. et al. Prevalence, demographic and clinical characteristics of body
dysmorphic disorder among psychiatric outpatients with mood, anxiety or
somatoform disorders. Informa Healthcare. Netherlands. 2011. 3-4
5.

10

Anda mungkin juga menyukai