sangat berorientasi pada Hubungan Internasional/luar negeri adalah Kabinet Ali Sastroamidjojo yang menggantikan Wilopo. Ali Sastroamidjojo (PNI), yang telah menjabat sebagai duta besar di Washington sejak kemerdekaan. Kabinetnya menonjol, karena Masyumi tidak berpartisipasi dalam pemerintahan. Menlu dijabat oleh Soenario. Selama masa jabatannya, perhatian yang cukup besar diberikan pada kebijaksanaan luar negeri, tetapi diwujudkan dalam bentuk penekanan bukan dalam bentuk pembaharuan radikal. POLITIK LUAR NEGERI AKTIF Pengalaman dan wawasan PM merupakan suatu faktor penting dalam derajat perubahan tersebut. Dunia diplomasi tak hanya hal yang tak asing tetapi juga lebih menarik daripada masalah-masalah sosial- ekonomi dalam negeri yang semakin membandel yang dihadapi Indonesia pada pertengahan 1953 POLITIK LUAR NEGERI AKTIF Disamping itu, kebijaksanaan luar negeri lebih digunakan untuk melayani pemerintah yang tengah memegang kewenangan daripada melayani kepentingan oposisi politik. Ali menunjukkan suatu rasa mewakili Indonesia yang kuat. “RI tak mau dipandang sebagai tak berarti di dunia. Wilayah kita cukup luas, penduduk banyak, SDA berlimpah dan posisi sangat strategik”. Ali juga tertarik oleh kesempatan-kesempatan baru untuk suatu peranan internasional yang timbul setelah meninggalnya Stalin dan gencatan senjata di Korea, dan kesempatan- kesempatan baru itu diperlihatkan oleh kesediaan kedua negara Komunis utama untuk menerima realitas politik non-blok. POLITIK LUAR NEGERI AKTIF Prestasi utama Ali dalam hubungan luar negeri adalah Konperensi Asia Afrika yang terkenal di Bandung pada bulan April 1955. Peristiwa diplomatik bersejarah itu dihadiri oleh tokoh-tokoh internasional seperti Chou En-lai, Nehru, dan Nasser membawa martabat bagi Indonesia dan kemashuran politik bagi perdana menterinya. KAA adalah panggung politik yang benar penegasan Indonesia untuk diperlakukan sebagai salah satu negara terkemuka. Didalam negeri KAA menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk memilih PNI dalam Pemilu, sebab kabinet yang menyelenggarakan KAA didominasi dari PNI. Konteks yang lebih luas dari KAA berasal dari dampak perang dingin yang ditimbulkan oleh konflik Korea terhadap negara- negara baru di Asia. Menyusul gencatan senjata Korea bulan Juli 1953, konflik beralih ke Indocina. POLITIK LUAR NEGERI AKTIF Penafsiran yang dominan dari Asia ialah bahwa pada hakekatnya konflik itu bukanlah masalah perang dingin. Perancis, dengan dukungan AS, dipandang sebagai berusaha membendung arus nasionalisme Asia. Di Indonesia, wajah komunis dalam nasionalisme itu dipandang tak terlalu penting. Selanjutnya dikemukakan bahwa kebijaksanaan “pengepungan” AS membagi negara-negara Asia yang mungkin sebaliknya bekerja bersama secara harmonis. POLITIK LUAR NEGERI AKTIF Pada akhir April 1954, PM Indonesia bergabung dengan rekannya dari Sri Lanka, Burma, India dan Pakistan di Kolombo bersepakat menyerukan penghentian konflik di Indocina dengan sasaran AS untuk menahan diri, karena kebijaksanaan-kebijaksanaan AS nampaknya sangat memungkinkan terjadinya konfrontasi besar-besaran dengan RRC. PM Ali berencana akan membuat pertemuan besar negara- negara Asia dan Afrika yang merdeka, dengan dua tujuan: 1. Mengendorkan ketegangan-ketegangan perang dingin; 2. Meneruskan tantangan terhadap kolonialisme. POLITIK LUAR NEGERI AKTIF Dan pertemuan KAA terjadi di Bandung, dihadiri oleh 30 pemerintahan di Asia dan Afrika termasuk Cina, Vietnam Utara dan Selatan. Pertemuan ini dihadiri juga oleh lebih dari 400 wartawan luar negeri. George McT. Kahin, The Asian-African Conference, Bandung Indonesia, April 1955, Cornell University Press, Ithaca, USA, 1956, hal 304. KAA merupakan kejadian politik yang menakjubkan karena sifatnya yang unik. Kepuasan Ali menjadi kenyataan karena kemudian dia menyatakan bahwa karena Konperensi Bandung itulah Indonesia segera mendapatkan tempat yang terhormat dalam peta politik dunia Selain meningkatkan kedudukan internasionalnya, komposisi delegasi peserta konperensi menunjukkan bahwa pemerintah menganut kebijaksanaan luar negeri yang bebas dan aktif. POLITIK LUAR NEGERI AKTIF Sebagai contoh, kehadiran suatu delegasi Cina memberikan kesempatan untuk memperbaiki hubungan politik yang sangat suram sejak awal, terutama yang dipicu banyaknya etnis Cina yang menguasai ekonomi dan perbedaan kewarganegaraan, karena Cina menerapkan ius sanguinis. POLITIK LUAR NEGERI AKTIF Walaupun mendapat pengakuan umum atas prestasinya dalam bidang diplomatik, pemerintahan Ali jatuh pada bulan Juli 1955, karena masalah domestik. Pemerintah tidak mampu melakukan kontrol terhadap TNI, ketika pemerintah mengajukan orang untuk menduduki KSAD, mayoritas pejabat senior menolak calon yang diajukan pemerintah untuk menjadi KSAD. Ali Sastroamidjojo digantikan oleh PM Burhanudin Harahap dari Masyumi. Sasaran politik luar negri dari PM Burhanudin ialah memperbaiki hubungan dengan negara-negara Barat, termasuk Australia yang secara terbuka menentang tuntutan Indonesia atas Irian Barat, untuk mempengaruhi iklim internasional dalam menghadapi Belanda. Pendekatan ini menimbulkan tanggapan positif dari pihak Barat, sehingga Indonesia menunjuk ketua delegasi (Menlu Ida Anak Agung Gede Agung). Pembicaraan/perundingan yang di mulai di Den Haag Desember 1955, kemudian pindah ke Genewa. Perundingan ini berkisar pada dua masalah Keinginan Indonesia untuk membubarkan Uni Indonesia-Belanda, sehingga RI tidak lagi dibebani dengan kewajiban-kewajiban ekonomi dan keuangan sebagaimana ditentukan pada Konperensi Meja Bundar;
Masalah Irian Barat.
POLITIK LUAR NEGERI AKTIF Pelaksanaan kebijaksanaan luar negari oleh kabinbet Burhanudin bersifat paradoksal, bahkan dengan menggunakan patokan parlemen Indonesia mengingat maksud semula. PM Burhanudin dan kabinetnya bermaksud bertindak dalam batas-batas konvensi internasional, namun karena kerapuhan politiknya, pemerintah bertindak menanggalkan perjanjian itu. Contoh: Indonesia secara sepihak keluar dari Uni Indonesia-Belanda, ini tidak mendapat persetujuan Bung Karno sebagai presiden, Namun ada juga hasil politik yang didapat dari PM Burhanudin, yaitu kunjungan persahabatan Menlu Australia, R.G. Casey, juga perhatian positif ditunjukkan oleh AS, sehingga Indonesia mendapat bantuan 96 juta dollar AS, seiring dengan kunjungan Menlu AS, John Foster Dulles ke Jakarta dan memberikan undangan kepada Presiden Soekarno untuk berkunjung ke AS. Namun dukungan politik di dalam negeri yang kurang, menyebabkan pemerintahan PM Burhanudin jatuh dan selanjutnya digantikan kembali oleh PM Ali Sastroamidjojo, pada bulan Maret 1956. POLITIK LUAR NEGERI AKTIF Kebijakan luar negeri menempati urutan prioritas utama dalam Kabinet Ali yang kedua. Kabinet Ali menyelesaikan pekerjaan pendahulunya dengan memperjuangkan penerimaan oleh parlemen suatu undang-undang yang membatalkan persetujuan Konperensi Meja Bundar. Akhirnya izin presiden didapat dan hubungan ekonomi dengan Belanda tidak mengalami gangguan. Kendatipun Ali menekankan bahwa perlakuan khusus untuk Belanda di Indonesia dihapuskan POLITIK LUAR NEGERI AKTIF UU ini memberikan pengecualian bagi hak-hak dan lisensi-lisensi konsesi dan izin operasi perusahaan asal saja tidak bertentangan dengan kepentingan dan pembangunan negara Indonesia. Kelemahan utama pemerintahan Ali yang kedua ialah kegagalannya mengatasi tantangan domestik terhadap kewenangannnya. Sumber utama tantangan dalam negari ini alah pemberontakan di luar pulau Jawa yang timbul dari keresahan ekonomi mendalam yang diperburuk oleh perselisihan didalam Angkatan Bersenjata. Disamping itu mulai tampilnya Soekarno dalam penentuan dan pelaksanaan luar negeri, merupakan tantangan bagi pemerintahan Ali. Penonjolan pribadi Soekarno semakin nyata dari pertengahan tahun 1950-an dan diperlihatkan tahun 1956, ketika dia melakukan kunjungan panjang ke AS, Eropa Barat, Uni Soviet dan China Kecenderungannya akan diplomasi pribadi diperlihatkan di Moskow pada September 1956, ketika dia mengambil prakarsa dalam mendorong perumusan suatu komunike bersama, yang ditandatangani oleh Menlu Ruslan Abdulgani dan Wakil Menlu Rusia Andrei Gromyko. Prakarsa ini diambil tanpa persetujuan PM Ali. POLITIK LUAR NEGERI AKTIF Komunike yang ditandatangani menimbulkan kemarahan di Jakarta, karena juga menyangkut pembentukan pakta militer. Meski demikian Soekarno jalan terus dengan kebijakan-kebijakannya, dan kejadian ini menandai ambruknya sistem demokrasi parlementer. Runtuhnya demokrasi parlementer telah dikumandangkan pada bulan Juli 1956, ketika Mohammad Hatta mengumumkan pengunduran dirinya sebagai mewakili kepentingan bukan Jawa, dan menimbulkan keprihatinan pada luar Jawa POLITIK LUAR NEGERI DAN DEMOKRASI TERPIMPIN Sistem demokrasi terpimpin diperkenalkan pertama kali oleh Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959, ketika dengan dekrit itu dia menyatakan Konstitusi 1950 tak berlaku lagi dan memberlakukan kembali konstitusi yang disahkan sehari sesudah proklamasi kemerdekaan 1945. Sistem pemerintahan presidential ini sudah diharapkan kemunculannya lebih dari dua tahun. Konstitusi ini dipandang sebagai alternatif yang sesuai bagi Indonesia bila dibandingkan dengan Demokrasi Liberal yang merupakan impor, dan dipandang sebagai upaya kembali kepada semangat revolusi nasional. Herbert Feith, “Indonesia’s Political Symbols and Their Wielders,” World Politics, Oktober 1963. Gambaran politik khas Demokrasi Terpimpin ialah dua perangkat bertautan koalisi yang bersaing, berbeda dalam jenis tetapi sama dalam hal mengikutsertakan Soekarno. POLITIK LUAR NEGERI DAN DEMOKRASI TERPIMPIN Demokrasi Terpimpin diwujudkan dalam kenyataan ketika sistem parlementer ditentang oleh upaya bersama Soekarno dan Angkatan Bersenjata. Dalam koalisi ini, Soekarno mewakili legitimasi revolusioner, sedangkan AB menjalankan peranan penjamin secara fisik keutuhan negara. Yang terakhir ini membenarkan peranan politik mereka yang meningkat karena keberhasilan mereka dalam menumpas pemberontakan di daerah. Disamping itu, peran serta dalam mengelola ekonomi dan pemerintahan sipil setelah hukum darurat perang diberlakukan dan pengambilalihan kekayaan Belanda telah memberikan peranan yang menentukan bagi AB dalam sistem politik yang ada. Soekarno menyadari kekuatan yang dimiliki oleh ABRI, oleh karenanya beliau memandang perlu suatu koalisi pengimbang terhadap koalisinya dengan ABRI. Sokrano menjalin hubungan yang saling mendukung dengan PKI dengan membentuk Front Kesatuan Nasional. POLITIK LUAR NEGERI DAN DEMOKRASI TERPIMPIN Soekarno menggunakan masalah-masalah kebijaksanaan luar negeri untuk mempertahankan kesatuan nasional dan untuk menyokong pola kekuasaan yang didalamnya dia sendiri sebagai aktor penting yang mengambil manfaat terbesar. Kebijaksanaan luar negeri menjadi bidang kewenangan Soekarno pribadi. Dan dalam melaksanakan peranan yang istimewa ini, dia memperlihatkan keyakinan yang kuat tentang tempat Indonesia di dunia. Dengan cara yang sama, pada waktu yang sama, sepertihalnya Presiden de Gaulle menjadi penjelmaan pribadi Perancis, Soekarno mencapai figur internasional sebagai suara Indonesia. Dia menggunakan kemampuannya yang besar dalam berpidato untuk menyatakan perasaan frustasi pribadi dan nasional, yang sebagian tercermin dalam ketidakmampuan mengembalikan Irian Barat. POLITIK LUAR NEGERI DAN DEMOKRASI TERPIMPIN Perasaan frustasi juga muncul dari kekecewaan atas kenyataan bahwa Indonesia dengan penduduk nomor 4 di dunia, dengan SDA yang kaya, letak geografis yang strategis, namun belum mendapatkan pengakuan dan penghargaan internasional yang sesuai di dunia Barat. Namun sebaliknya, Soekarno diterima dengan penghormatan luar biasa pada kunjungannya di Uni Soviet dan China yang memberinya Indonesia suatu perasaan dihargai yang memang diinginkan. Sebagai tujuan kebijaksanaan luar negeri secara umum, Soekarno melancarkan suatu tantangan terhadap pengganti kolonial Belanda yang dilukiskan sebagai kekuatan “NEKOLIM” (Neokolonialisme, kolonialisme, dan imperialisme) yang diciptakan oleh PANGAB Letjen Achmad Yani. POLITIK LUAR NEGERI DAN DEMOKRASI TERPIMPIN Wawasan internasional Soekarno, sudah jauh melibihi tokoh-tokoh yang lain, dan untuk pertamakalinya diungkapkan dalam suatu pidato yang disampaikan di Majelis Umum PBB tahun 1960, yang untuk pertamakalinya ditandai oleh kehadiran sejumlah kepala pemerintahan. Dalam pidatonya, Soekarno menegaskan bahwa toleransi Indonesia atas Irian Barat hampir habis batasnya dan bahwa kegagalan PBB dilukiskan sebagai produk sistem Barat yang sama, yang telah melahirkan imperialisme. POLITIK LUAR NEGERI DAN DEMOKRASI TERPIMPIN Untuk menyembuhkannya, Soekarno menganjurkan pencantuman Pancasila dalam Piagam PBB, dan bahwa markas besar PBB hendaknya dipindahkan dari New York ke suatu tempat di Asia atau Afrika atau di Geneva. Pidato ini menandai suatu tawaran untuk memimpin apa yang disebutnya “bangsa-bangsa yang baru bangkit” yang dia lukiskan sebagai melepaskan diri dari masa lalu dan “Membangun Dunia Baru” yang merupakan judul pidatonya. Uraian yang lebih terinci mengenai wawasan internasional Soekarno disampaikan pada konperensi pertama negara-negara non-blok, yang diselenggarakan di Beograd, Yugoslavia, September 1961. Dalam pidato yang berjudul “Dari Non-Blok ke Penggalangan Kekuatan Moral Terhadap Persahabatan, Perdamaian, dan Keadilan Sosial Antar Bangsa-bangsa”, dia menguraikan kritik yang tajam terhadap struktur sistem internasional. POLITIK LUAR NEGERI DAN DEMOKRASI TERPIMPIN Disamping itu, dia malah menantang doktrin ortodoks gerakan non-blok itu sendiri, yang selama ini lebih dikenal sebagai pandangan Jawaharlal Nehru yang didukung oleh Nasser dan Tito. Dimana mereka memandang non-blok sebagai jawaban yang tepat terhadap persaingan perang dingin antara AS dan USSR. Persaingan itu dipandang sebagai ancaman utama terhadap perdamaian dunia, mengingat akibat-akibat yang ditimbulkan oleh perlombaan nuklir. POLITIK LUAR NEGERI DAN DEMOKRASI TERPIMPIN Soekarno menempatkan dirinya bertentangan dengan penafsiran patologi sistem internasional, dia menjelaskan: “Pendapat dunia yang ada dewasa ini membuat kita percaya bahwa sumber ketegangan dan perselisihan internasional yang sesungguhnya ialah konflik ideologi antara negara-negara adikuasa. Saya kira hal itu tidak benar. Ada konflik yang menembus lebih dalam raga manusia yaitu konflik antara kekuatan yang baru bangkit bagi kemerdekaan dan keadilan dan kekuatan dominan yang lama, yang satu mendorongkan kepalanya tanpa belas kasihan melalui lapisan bumi yang telah memberinya darah kehidupan, sedangkan yang lain berjuang tanpa lelah untuk mempertahankan semua yang ia dapat coba untuk menahan jalannya sejarah”. POLITIK LUAR NEGERI DAN DEMOKRASI TERPIMPIN Selama masa Demokrasi Terpimpin, Kebijaksanaan Luar Negeri Indonesia bergaung keras dan tegar yang mencerminkan temperamen Soekarno dan sifat hingar bingar politik dalam negeri. Walaupun demikian terdapat suatu garis kesinambungan dalam pelaksanaan aktualnya yang bermula dari pengalaman mencapai kemerdekaan. Karena pengalaman pertumbuhan yang melibatkan dukungan negara besar yang berakhir dengan sukses politik, sehingga timbullah kecenderungan untuk menerapkan formula ini atas nama republik merdeka. Hakikat formula ini ialah bahwa melalui diplomasi, Indonesia tak hanya akan memperlihatkan secara internasional kebaikan dan keadilan tujuannya, tetapi juga menunjukkan bagaimana perwujudannya akan memenuhi kepentingan negara besar yang digerakkan oleh pertimbangan-pertimbangan perang dingin. POLITIK LUAR NEGERI DAN DEMOKRASI TERPIMPIN Penerapan formula ini dengan setengah sukses dapat dilihat pada usaha Indonesia menangani pertikaian Irian Barat dan kemudian pada kasus konfrontasi dengan Malaysia, yang merupakan masalah-masalah utama politik luar negeri periode demokrasi terpimpin. Penerapannya ditandai oleh unsur paksaan dan kekerasan yang justru tak ada pada proses perjuangan kemerdekaan. Penerapan formula ini juga ditandai oleh penegasan nilai-nilai umum yang tak sesuai dengan nilai-nilai yang dipegang oleh Washington, yang justru kontras dengan periode revolusi nasional. Konfrontasi terhadap Malaysia adalah “politik pengalihan” Bung Karno atas situasi sosial, ekonomi, dan politik domestik saat itu. Ini terjadi karena Inggris memasukkan Sabah dan Serawak (Kalimantan Utara) menjadu bagian Malaya POLITIK LUAR NEGERI DAN DEMOKRASI TERPIMPIN Saat itu perekonomian Indonesia sedang sulit akibat revolusi yang katanya belum selesai. Antara TNI AD dan PKI sedang terjadi persaingan. Dalam konfrontasi, PKI mendukung Bung Karno, sedang TNI setengah hati. Aneka kisah ada dalam dokumen sejarah pertempuran tentara Australia dan Inggris dalam membantu Malaysia. Di Australian War Memorial di Canberra, bisa dibaca nama-nama tentara Australia yang gugur di Borneo. Di museum TNI Satria Mandala juga bisa dilihat diorama dwikora. Dalam bentuk ilmiah, konfrontasi itu dapat dibaca dalam tesis master ilmuwan Australia, Jamie Mackie POLITIK LUAR NEGERI DAN DEMOKRASI TERPIMPIN Meski Indonesia menghadapi kesulitan ekonomi, ABRI memiliki peralatan tempur tercanggih di Asia Timur, dibeli dari Uni Soviet untuk merebut Irian Barat, antara lain pesawat pemburu Mig-19, pesawat pembom jarak jauh TU-16, pesawat penjelajah kelas Sverdov, dan kapal-kapal patroli penembak missil. Pada masa Trikora (merebut Irian Barat), Soviet mendukung Indonesia. Namun pada masa Dwikora (konfrontasi dengan Malaysia), Soviet enggan mendukung karena atas pengaruh PKI, Indonesia lebih condong ke RRC. Malaysia sendiri masih merupakan negara baru, tetapi didukung oleh Inggris, Australia dan Selandia Baru sebagai sesama anggota persemakmuran Inggris. Hasil konfrontasi sudah diketahui, PKI digilas TNI AD, Soekarno jatuh. Dalam konfrontasi dengan Malaysia, Indonesia tidak mampu memainkan diplomasi antara Blok Barat dan Blok Timur. POLITIK LUAR NEGERI DAN DEMOKRASI TERPIMPIN Indonesia sempat keluar dari PBB karena Malaysia terpilih sebagai anggota tidak tetap DK PBB. Kekuatan-kekuatan Baru (New Emerging Forces) yang dicanangkan Bung Karno juga mati, meski Jakarta sempat menjadi tempat bagi Conference of the New Emerging Forces (Conefo) dan Ganefo (Games of the New Emerging Forces). Penghentian konfrontasi merupakan kebijakan Presiden Soeharto yang mengirim diplomat dan militer untuk melakukan perundingan dengan mitranya di Malaysia dengan caranya sendiri. Ini untuk melapangkan terbentuknya ASEAN dan dibukanya keran bantuan negara-negara Barat guna membangun ekonomi Indonesia, yakni terbentuknya IGGI.