Anda di halaman 1dari 22

dalam Perspektif

Hukum Islam

Disampaikan oleh Faris Khoirul Anam, Lc., M.H.I.


 Dosen Universitas Negeri Malang
 Pengasuh Kajian “Fikih Nikah dan Keluarga” Radio Madina FM Masjid Agung Jami’ Kota
Malang

Pembekalan Laskar Anti Narkoba - Muslimat NU Kota Malang


di Unisma, Ahad 18 September 2016
KISI-KISI KAJIAN

ISLAM AGAMA MASLAHAT

SEKILAS NARKOTIKA DALAM UU NO 35 TAHUN


2009

NARKOTIKA DALAM PERSPEKTIF HUKUM


ISLAM
ISLAM AGAMA MASLAHAT
• Islam berfungsi mengatur kehidupan manusia, mewujudkan
kemaslahatan hakiki, dan menolak segala bentuk mafsadah
(kerusakan) dan kejahatan.
• Tidak ditemukan hukum wajib atau sunnah kecuali di situ
terdapat kebaikan dan tidak ditemukan hukum makruh atau
haram kecuali terdapat keburukan di dalamnya.
• Mewujudkan kemaslahatan dan menolak kerusakan merupakan
kebaikan. Begitu pula, menolak bahaya lebih besar lebih
diprioritaskan daripada mewujudkan kebaikan lebih kecil.
• Syaikh ‘Izzuddin bin Abdissalam (577-660 H/1181-1262 M)
menyatakan:
َ ‫حِ ا ْل َم ْرجَّو َح َِّة َمحْ مودَّ َح‬
.َّ‫سن‬ َ ‫علَى ا ْل َم‬
َّ ‫صا ِل‬ َ ‫اج َح َِّة‬ ِ ‫أَنَّ د َْر ََّء ا ْل َمفَا‬
ِ ‫س َِّد الر‬
• “Sungguh menolak bahaya yang lebih besar lebih daripada
mewujudkan kebaikan yang lebih kecil merupakan hal yang terpuji
dan baik .” (‘Izzuddin Abdil ‘Aziz bin ‘Abdissalam, Qawa’id al-
Ahkam fi Ishlah al-Anam I/8.)
• Syariat Islam mempunyai lima maksud
yang diterjemahkan dalam berbagai
syariatnya (maqashid as-Syari’ah).
• Imam Abu Hamid al-Ghazali (w. 520
H/1125 M) menjelaskan: Agama
‫علَ ْي ِه َّْم‬
َ ‫ظ‬ َّْ َ‫سةَّ َوه ََّو أ‬
ََّ ‫ن يحْ ََّف‬ ََّ ‫ق‬
َ ‫خ ْم‬ َِّ ‫ن ا ْل َخ ْل‬
ََّ ‫عِ ِم‬ َّ ‫َو َم ْقصودَّ الش ْر‬
َّ‫ضمن‬ َ َ‫ فَكَّلَّ َما َيت‬.‫سله َّْم َو َماله َّْم‬ ْ َ‫ع ْقله َّْم ََّون‬ َ ‫دِينه َّْم َونَ ْفسه َّْم َو‬
َّ‫صلَ َحةَّ َوكلَّ ََّما يفَ ِوت‬ ْ ‫س َِّة َّفَه ََّو َم‬ َ ‫ظ َه ِذ َِّه ْاْلصو َِّل ا ْل َخ ْم‬ ََّ ‫ِح ْف‬
.َّ‫صلَ َحة‬ْ ‫سدَةَّ َو ََّد ْفع َها َم‬ َ ‫َه ِذ َِّه ْاْلصو َِّل فَه ََّو َم ْف‬ Harta Jiwa
• “Maksud syariat bagi manusia ada
lima, yaitu: 1) terjaganya agama, 2) Islam
jiwa, 3) akal, 4) keturunan, dan 5) menjaga
hartanya.” Karenanya, setiap hal yang
menjaga kelima pokok ini maka
merupakan kemaslahatan; dan setiap
hal yang merusaknya maka merupakan Keturunan Akal
kerusakan, dan menolaknya
merupakan kemaslahatan.” (Abu
Hamid Muhammad bin Muhammad
al-Ghazali, al-Mustashfa min ‘Ilm al-
Ushul (Madinah: al-Jami’ah al-
Islamiyyah, 1413 H), II/482)
SEKILAS NARKOTIKA DALAM UU NO 35
TAHUN 2009
Narkoba dalam pasal 1 ayat 1 UU No 35
Tahun 2009 didefinisikan sebagai zat
atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintetis
maupun semi sintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan ke
dalam golongan-golongan sebagimana
terlampir dalam undang-undang ini.
Dalam Undang-undang tersebut narkotika
digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu:

Narkotika Golongan I
•Hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,
serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
•Mencakup 65 macam, seperti opium, ganja, kokain, tanaman Papaver Somniferum L dan selainnya.

Narkotika Golongan II
•Berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan.
•Mencakup 86 macam, seperti alfasetilmetadol, benzetidin, morfin, dan garam-garam dari Narkotika dalam
golongan ini.

Narkotika Golongan III


•Berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
•Mencakup 14 macam, seperti asetildihidrokodeina, kodeina, garam-garam dari Narkotika dalam golongan
ini.
NARKOTIKA DALAM PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM
a. Hukum Mengonsumsi Narkoba
• Dalam persepektif kajian hukum Islam,
Narkotika dan sejenisnya hukumnya adalah
haram sebagaimana haramnya minuman keras.
Dalam hal ini Imam an-Nawawi (631-676 H/1233-
1277 M) menegaskan:
‫ش َِّة‬ َّ ‫غ ْي َِّر ْاْلَش َِّْر َب َِّة َو ْاْل َ ْد ِو َي َِّة كَا ْل َب ْن‬
ِ ‫جِ ََّو َه ِذ َِّه ا ْل َح‬
َ ‫شي‬ َّْ ‫َوأَما َما ي ِزيلَّ ا ْل َع ْق ََّل ِم‬
َ ‫ن‬
.‫يم‬َِّ ‫ا ْل َم ْعروفَ َِّة فَح ْكمهَّ ح ْكمَّ ا ْل َخ ْم َِّر فِي التَّحْ ِر‬
“Barang/zat yang menghilangkan kesadaran akal
selain yang berbentuk minuman (cair) dan obat,
seperti ganja dan Hasyisy (cannabis ruderalis/ganja
India)*) yang terkenal ini, hukumnya haram
sebagaimana khamr.” (Muhyiddin bin Syaraf an-
Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, III/9)

*) Hashish /cannabis ruderalis menurut versi Wikipedia, yaitu suatu macam daun
ganja India yang mengonsumsi sedikit saja sangat memabukkan. Baca, Tim
Kementerian Wakaf dan Urusan Islam Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah, (Kuwait:
Dzat as-Salasil, 1406-1986 H), VIII/217.
• Pendapat seperti ini juga dikemukakan oleh
Abu Ishaq as-Syirazi (393-476 H/1003-1083 M),
Ibn Daqiq al-‘Id (625-702 H/1227-1302 M),
sebagaimana dikutip oleh Ibn Hajar al-
Haitami (909-974 H/1504-1567 M) dalam al-
Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra (IV/231).
• Bahkan dalam kitab tersebut, Ibn Hajar
menyampaikan hadits yang secara khusus
menegaskan keharaman ganja:

َّ ‫صلى‬
‫للا‬ ََّ ‫للا‬ َِّ َّ‫ت نَ َهى َرسول‬ َّْ ‫عَّْن َها َقا َل‬ ََّ ‫سلَ َم َّةَ َر ِض‬
َ ‫ي للاَّ تَ َعالَى‬ َّْ ‫ع‬
َ ‫َن أ َِّم‬
َّْ ‫ ( َر َواهَّ أَحْ َمدَّ في م‬.َّ‫س ِكرَّ َومفََّتِر‬
‫سنَ ِد َِّه وأبو‬ ْ ‫َن ك َِّل م‬ َّْ ‫سل ََّم ع‬ َ ‫علَ ْي َِّه َو‬
َ
)َّ‫ص ِحيح‬ َ َّ‫سنَد‬ َ ‫دَاود في سنَنِ َِّه ِب‬
“Diriwayatkan dari Ummu Salamah ra, ia berkata:
“Rasulullah telah melarang (mengonsumsi) segala
zat yang memabukkan dan melemahkan badan.”
(HR. Ahmad dalam al-Musnad, dan Abu Dawud
dalam Sunannya, dengan sanad shahih). (Ibn
Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra,
IV/231)
• Lebih lanjut Ibn Hajar menerangkan:
‫ح ِديثَّ فِي َِّه‬ََّ ‫ َو َه َذا ا ْل‬.‫اف‬ َِّ ‫ور َوا ْل َخد َََّر في ْاْل َ ْط َر‬ ِ ‫قَا ََّل ا ْلعلَ َماءَّ ا ْلمفَ ِترَّ كلَّ ما ي‬
ََّ ‫ورثَّ ا ْلفت‬
َّ‫ك يَ ْكثرَّ الن ْوم‬ ْ ‫وص َِّه فَ ِإنَّ َها ت‬
ََّ ‫س ِكرَّ َوت َخ ِدرَّ َوتفَ ِترَّ َو ِل َذ ِل‬ ِ ‫يش ِبخص‬ ِ ‫يم ا ْل َح‬
َّ ِ ‫ش‬ َِّ ‫َد ِليلَّ على تَحْ ِر‬
ِ َ‫ِلمتَع‬
.‫اطي َها‬
“Ulama mengatakan: “Al-Muftir adalah setiap zat yang
membuat lemah dan membius anggota badan.” Dalam hadits
ini terdapat dalil atas keharaman ganja secara khusus, sebab
ganja dapat memabukkan dan membius. Karena itu orang
yang mengonsumsinya
banyak tidur.”
(Ibn Hajar al-Haitami,
al-Fatawa al-Fiqhiyyah
al-Kubra, IV/233)
• Bahkan kemudian Ibn Hajar mengutip dari Ahmad bin
Idris al-Qarafi (w. 684/1285 M) dan Ibn Taimiyyah
(661-728 H/1263-1328 M) yang menghikayatkan telah
terjadi Ijma’ ulama atas keharamnnya.
• Ibn Taimiyyah juga mengatakan:
“Orang yang menghalalkannya maka kufur. Empat
Imam madzhab: Malik, Abu Hanifah, as-Syafi’i, dan
Ahmad tidak membahasnya karena belum ditemukan
pada masa mereka, dan baru populer pada akgir abad ke-
6 dan awal abad ke-7 H bersamaan dengan berkuasanya
bangsa Tartar (di wilayah negeri-negeri Islam).”
• Demikian pandangan beberapa ulama klasik tentang keharaman ganja.
• Hal ini juga senada dengan pendapat ulama kontemporer seperti Dr.
Wahbah az-Zuhaili (l. 1932 M) dalam karyanya, al-Fiqh al-Islami wa
Adillatuh, pada sub bab khusus berjudul: Bahaya Zat-zat Terlarang
(Narkotika) dan Berbagai Hukumnya dalam Islam.
• Di akhir pembahasannya tentang hukum mengonsumsi narkotika az-
Zuhaili menyimpulkan:
‫ ِلم َخا ََّم َرتِ َها ا ْلعَ ْق ََّل‬،‫لست َِّة ْاْلولَى َح َرامَّ كَا ْل َخ ْم ِر‬ ِ ‫ون ا‬ َِّ ‫ن قرونَّ بَ ْع ََّد ا ْلقر‬ َّْ ‫ت ا ْل َحا ِدثَ َِّة ِم‬
َِّ ‫ِإنَّ َج ِمي ََّع ا ْلمخد َِرا‬
،‫ن ا ْل َخ ْم ِر‬ ََّ ‫سادًا ِم‬ َ َ‫ض َر ًرا َوأَ ْكبََّرَّ ف‬
َ َّ‫ي أَ ْكثَر‬ََّ ‫ فَ ِه‬،‫علَ ْي َها‬
َ َّ‫ َوَّتَ ِزيد‬،‫ضاره‬ َ ‫سدَّ ا ْل َخ ْم َِّر َو َم‬
ِ ‫ َوفِي َها َمفَا‬.َّ‫َوتَ ْغ ِطيَتِ َها ِإياه‬
… ‫ َوأَ َدبِيًّا‬،‫ َو ِص ِحيًا‬،‫ ََّما ِديًّا‬،‫ أَ ْف َرادًا َو َج َماعَات‬،‫ض َر ًرا بَ ِليغًا‬ َ َ‫ِْلَن َها تَضرَّ ْاْلم َّة‬
“Sungguh semua jenis narkotika baru yang muncul sejak beberapa abad
setelah enam abad Hijriyyah yang pertama hukumnya haram sebagaimana
khamr, karena menutupi dan merusak akal. Di dalamnya terdapat kerusakan
dan bahaya khamr, bahkan lebih. Narkotika lebih membahayakan dan lebih
membuat kerusakan daipada khamr. Sebab Narkotika telah merusak umat
manusia dengan sangat dahsyat, merusak individu, masyarakat, materi,
kesehatan, dan peradaban …” (Az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami, VII/447.)
Narkotika untuk Kepentingan
Medis/Pengobatan
• Keharaman mengonsumsi Narkotika ini
mengecualikan untuk kepentingan
medis/pengobatan, sebagaimana
penjelasan Sayyid Utsman bin Muhammad
Syatha ad-Dimyathi (w. < 1302 H/1885 M)
dalam I’anah at-Thalibin:

َ ‫نك‬
َّ‫َان‬ ًَّ ‫يرا أ َ َّْم قَ ِلي‬
َّْ ‫ل َو ِإ‬ ََّ ‫ي) م ْطلَقًا‬
ََّ ‫س َواءَّ ك‬
ً ‫َان َك ِث‬ َّْ ‫ ِل َحا َج َِّة التدَا ِو‬:َّ‫(قَ ْوله‬
.‫ارتِ َِّه أَنهَّ م ْختَصَّ بِا ْل َّقَ ِلي َِّل‬
َ َ‫َظا ِهرَّ ِعب‬
“Ungkapan Zainuddin al-Malibari: “(Boleh
mengonsumsi ganja, hasyisy, dan opium) untuk
pengobatan”, secara mutlak, baik banyak
maupun sedikit, meskipun lahiriah ungkapan
Zainuddin al-Malibari mengesankan bahwa hal
itu khusus untuk kadar yang sedikit.” (Utsman
bin Muhammad Syatha ad-Dimyathi, Hahsyiyah
I’anah at-Thalibin ‘ala Hall Alfazh Fath al-
Mu’inIV/254)
Sanksi bagi
Pengkonsumsi
Narkoba
• Adapun sanksi atau hukuman bagi pengonsumsi narkoba yang bukan dalam rangka pengobatan
menurut Mayoritas Ahli Fikih adalah hukuman ta’zir yang disesuaikan dengan kemaslahatan
menurut kebijakan pemerintah.
• Ta’zir dapat berupa hukuman penjara, denda, dan selainnya, yang menurut pemerintah dapat
memberi efek jera baginya.
• Bahkan dalam konteks ini menurut Fuqaha Hanafiyah dan Malikiyah pemerintah dapat
memberlakukan hukuman mati bila memang kasusnya berulang-ulang dan pelaku tidak jera
dengan hukuman selainnya.
• Syaikh Wahbah az-Zuhaili mengatakan:

َ ‫ َوك‬، َ‫ص ْل َح َّةَ فِي َذ ِلك‬


َّ‫َان‬ َ ‫الم‬
ْ َّ‫حا ِكم‬ َّْ َ ‫ أ‬،ً‫سة‬
ََّ ‫ي إِ َذا َرأَى ا ْل‬ ِ ‫سمونَهَّ ا ْلقَتْ ََّل‬
َ ‫سيَا‬ َ ‫ َوي‬،‫ي اَّْلقَتْل‬ ََّ ‫ون عقوبَةَّ الت ْع ِزيرَّ ِه‬ َّْ َ ‫از فقَ َهاءَّ ا ْل َحنَ ِفي َِّة َوا ْل َما ِل ِكي َِّة أ‬
ََّ ‫ن تَك‬ ََّ ‫َوأ َ َج‬
…‫ت‬ َِّ ‫ت ََّوا ْلم ْخد َِرا‬ ْ ‫ان ا ْلم‬
َِّ ‫س ِك َرا‬ َِّ ‫ار أ َ َّْو ِإ ْد َم‬
َِّ ‫ َك َما فِي َحا َِّل التِ ْك َر‬،َ‫وجبَّ ا ْلقَتْل‬ ِ ‫ِج ْنسَّ ا ْل َج ِري َم َِّة ي‬

“Para Fuqaha Hanafiyah dan Malikiyah membolehkan sanksi takzir berupa hukuman mati yang
diistilahkan dengan al-qatl siyasah (hukuman mati karena siasat)*). Maksudnya ketika hakim
menilannya sebagai kemaslahatan dalam masalah terkait dan jenis kejahatannya menetapkan hukuman
mati, seperti berualng-ulang atau terus-menerusnya mengonsumsi minuman keras dan narkotika.” (Az-
Zuhaili, al-Fiqh al-Islami, VII/450)

*) Tentang konsep ta’zir al-qatl siyasah, baca Muhammad Amin Ibn ‘Abidin, Radd al-Muhtar ‘ala Durr
al-Mukhtar (Riyadh: Dar ‘Alam al-Kutub, 1423 H/2003 M), VI/107.
b. Hukum Memproduksi dan
Mengedarkan Narkotika
• Dalam pasal 1 poin 3 UU No 35 Tahun 2009, produksi
Narkotika didefinisikan sebagai kegiatan atau proses
menyiapkan, mengolah, membuat, dan menghasilkan
Narkotika secara langsung atau tidak langsung melalui
ekstraksi atau nonekstraksi dari sumber alami atau sintetis
kimia atau gabungannya, termasuk mengemas dan/atau
mengubah bentuk Narkotika.
• Dalam penjelasan Pasal 12 Ayat 1 disebutkan yang dimaksud
dengan produksi adalah termasuk pembudidayaan
(kultivasi) tanaman yang mengandung Narkotika.
• Sedangkan memproduksi Narkoba (yang ilegal bukan
dalam kepentingan medis) dalam tinjauan Hukum Islam
adalah haram, seperti dijelaskan oleh Syaikh Wahbah az-
Zuhaili:
َِّ ‫ين َوا ْل َهرو ِي‬
:‫ن‬ َِّ ‫ون َوا ْلكوكَا ِي‬ َِّ ‫يع ْاْل َ ْفي‬ َِّ ‫اش َوا ْلقَا‬
َّْ َ ‫ت َوت‬
َِّ ‫ص ِن‬ َّ ِ ‫ش َخ‬ ْ ‫يش َوا ْل َخ‬ ِ ‫ِز َراعَةَّ ا ْل َح‬
َّ ِ ‫ش‬
.َّ‫علَى ا ْل َم ْع ِصيَ َِّة فَه ََّو َم ْع ِصيَة‬َ َّ‫ ََّوكلَّ َما ي ِعين‬،‫ام فَه ََّو َح َرام‬ َِّ ‫ِإنَّ كلَّ َما ي َؤدِي ِإلَى ا ْل َح َر‬
“Menanam hashish, khaskhas (papaver nudicaule/tanaman
bahan mentah opium), qat (chata edulius/teh Arab),
memproduksi opium, kokain, dan heroin. Sungguh setiap
aktifitas yang mengantarkan pada keharaman maka
hukumnya haram, dan setiap aktifitas yang menolong
kemaksiatan maka merupakan maksiat.” (Az-Zuhaili, al-Fiqh
al-Islami, VII/450)
• Syaikh Wahbah az-Zuhaili juga
menyampaikan beberapa hadits tentang
kesimpulan hukum tersebut, di
antaranya:
َّ‫ أَن‬:‫سل ََّم قَا ََّل‬َ ‫علَ ْي َِّه َو‬
َ َّ‫صلَّى للا‬ َ ‫للا‬َِّ ‫اس أَنَّ َرسو ََّل‬ ََّ ‫ن عَب‬ َِّ ‫َن ا ْب‬
َِّ ‫ع‬
‫ن يَتَّ ِخذهَّ َخ ْم ًرا فَقَ ََّد‬
َّْ ‫حتى يَبِيعَهَّ ِمم‬
ََّ ‫اف‬َِّ ‫ب أَيا ََّم ا ْل ِق َط‬
ََّ َ‫س ا ْل ِعن‬ ََّ َ‫ن َحب‬ َّْ ‫َم‬
)‫ ( َر َواهَّ أَبو دَاو ََّد‬.‫ار‬ ََّ ‫تَقَح ََّم الن‬
“Diriwayatkan dari Ibn Abbas, bahwa
Rasulullah Saw bersabda: “Sungguh orang
yang menimbun anggur pada waktu
memanennya hingga menjualnya kepada
orang yang memproduksinya menjadi khamr,
maka niscaya ia telah melemparkan dirinya ke
Neraka.” (HR. Abu Dawud, juga diriwayatkan oleh ad-
Daraquthni dari jalur Buraidah ra dalam al-Mu’jam al-
Ausath dengan sanad hasan. Baca, Ibn Hajar al-‘Asqalani,
Bulugh al-Maram min Adillah al-Ahkam, I/310. Al-Maktabah
as-Syamilah al-Isdar at-Tsani, 2.11.

• Syaikh Wahbah az-Zuhaili menegaskan: “Ini adalah dalil sharih (jelas)


tentang keharaman menanam hashihs, qat, dan setiap tanaman yang menjadi
bahan mentah opium, heroin, kokain dan semisalnya.” (Az-Zuhaili, al-Fiqh al-
Islami, VII/449)
• Hukum mengedarkan narkotika dengan menjual,
membeli, menyelundupkan, dan semisalnya sama
dengan hukum memproduksi, yaitu haram karena
termasuk kategori memfasilitasi maksiat (i’anah ‘ala
ma’shiyah), yang juga masuk dalam keumuman
larangan al-Qur’an:
َِّ ‫علَى اإلثْ َِّم َوا ْلع ْد َو‬
)٢ :‫ (المائدة‬.‫ان‬ ََّ َ‫علَى ا ْل ِب َِّر َوالت ْق َوى َوال تَع‬
َ ‫اونوا‬ َ َ‫َوتَع‬
َ ‫اونوا‬
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu
kepada Allah.” (QS. Al-Maidah: 2)
• Sedangkan hukuman bagi orang yang memproduksi
dan mengedarkan narkotika secara ilegal juga sama
dengan hukuman mengonsumsinya secara ilegal,
yaitu hukuman ta’zir hukuman penjara, denda, dan
bahkan hukuman mati bila memang kasusnya
berulang-ulang dan pelaku tidak jera dengan
hukuman selainnya. (Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami,
VII/450)
• Hukuman seperti inilah yang direkomendasikan NU
kepada pemerintah dalam Keputusan Musyawarah
Nasional Alim Ulama Nomor: 03/Munas/VII/2006
Tentang Bahtsul Masa’il Diniyyah Qanuniyyah pada
permasalahan ke-3 tentang RUU Perubahan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang
Narkotika.
• Dalam keputusan ini pada rekomendasi poin kedua
disebutkan:
“Perlu adanya peningkatan upaya repressive bagi pelaku
tindak kejahatan dalam produksi, pengolahan,
peredaran narkotika, termasuk di dalamnya peningkatan
ancaman hukuman pidana baik dalam bentuk pidana
minimal khusus dan maksimal khusus (hukuman
mati) maupun peningkatan pidana denda.” (Tim LTN
PBNU, Ahkamul Fuqaha Solusi Problematika Aktual
Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes
Nahdlatul Ulama 1926-2010 M [Surabaya: Khalista, 2011
M], 937)
Wallahu a’lam bish-shawab

Anda mungkin juga menyukai