Anda di halaman 1dari 9

Suku Asmat

• Sejarah Suku Asmat


• Suku Asmat meyakini bahwa mereka berasal dari keturunan dewa Fumeripitsy
yang turun dari dunia gaib yang berada di seberang laut di belakang ufuk, tempat
matahari terbenam tiap hari. Menurut keyakinan mereka, dewa nenek-moyang
itu dulu mendarat di bumi di suatu tempat yang jauh di pegunungan. Dalam
perjalanannya turun ke hilir sampai ia tiba di tempat yang kini didiami oleh orang
Asmat hilir, ia mengalami banyak petualangan.
• Dalam mitologi orang Asmat yang berdiam di Teluk Flaminggo misalnya, dewa itu
namanya Fumeripitsy. Ketika ia berjalan dari hulu sungau ke arah laut, ia diserang
oleh seekor buaya raksasa. Perahu lesung yang ditumpanginya tenggelam.
Sehingga terjadi perkelahian yang akhirnya ia dapat membunuh buaya tersebut,
tetapi ia sendiri luka parah. Ia kemudian terbawa arus dan terdampar di tepi
sungai Asewetsy, desa Syuru sekarang. Untung ada seekor burung Flamingo yang
merawatnya sampai ia sembuh kembali; kemudian ia membangun rumah yew
dan mengukir dua patung yang sangat indah serta membuat sebuah genderang,
yang sangat kuat bunyinya. Setelah ia selesai, ia mulai menari terus-menerus
tanpa henti, dan kekuatan sakti yang keluar dari gerakannya itu memberi hidup
pada kedua patung yang diukirnya. Tak lama kemudian mulailah patung-patung
itu bergerak dan menari, dan mereka kemudian menjadi pasangan manusia yang
pertama, yaitu nenek-moyang orang Asmat.
• Kabupaten Asmat terletak antara 40 – 70 Lintang Selatan dan 1370 -1400 Bujur Timur.
• Kabupaten Asmat merupakan salah satu kabupaten dari Provinsi Papua yang terletak di
bagian selatan Papua, Kabupaten Asmat memiliki luas 23.746 km2 atau 7,44 persen dari
luas Provinsi Papua.
• Pada bagian utara, Kabupaten Asmat berbatasan dengan Kabupaten Nduga dan
Kabupaten Yahukimo, sedangkan di bagian selatan berbatasan dengan Laut Arafuru dan
Kabupaten Mappi. Sebelah barat berbatasan dengan Laut Arafuru dan Kabupaten
Mimika, dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Boven Digoel dan Kabupaten
Mappi.

• Ditinjau dari topografinya, seluruh wilayah di Kabupaten Asmat merupakan suatu
hamparan yang terletak pada ketinggian antara 0 – 100 meter dari permukaan laut.

Bahasa
Pada masyarakat Asmat terdapat bahasa-bahasa yang oleh para ahli
linguistik disebut kelompok bahasa Language Of The Southern Division
yakni bahasa-bahasa bagian selatan Papua.

Secara khusus, para ahli linguistik membagi bahasa-bahasa tersebut


yakni pembagian bahasa Asmat hilir sungai menjadi bagian kelompok
pantai barat laut atau pantai Flamingo seperti bahasa Kaniak, Bisman,
Simay, dan Becembub dan bagian kelompok Pantai Barat daya atau
Kasuarina seperti misal bahasa Batia dan Sapan. Pembagian bahasa
Asmat hulu sungai menjadi bagian kelompok Keenok dan Kaimok.
Kesenian
• 1. Ukiran Kayu atau Patung
• Suku Asmat juga sangat mahir dalam membuat ukiran kayu atau patung.
Meskipun ukirannya tak terpola dengan jelas, tapi setiap ukiran
menggambarkan kebesaran suku Asmat dan penghargaan yang besar
kepada nenek moyang mereka. Secara kasat mata, ukiran mereka bisa
berbentuk perisai (dalam bahasa Asmat disebut Gembes), manusia, atau
perahu.
• Seni ukir suku Asmat ini amat populer hingga mancanegara. Banyak
wisatawan yang mengagumi kesenian suku Asmat ini. Suku Asmat mengerti
bahwa ukiran mereka mempunyai nilai jual yang tinggi. Maka dari itu,
banyak hasil ukirannya mereka jual. Biasanya kisaran harganya dari mulai
seratus ribu sampai dengan jutaan rupiah.
• 2. Tari Tobe
• Siapa yang tak tahu Tifa? Itulah alat musik tradisional suku Asmat.
Bentuknya bulat memanjang mirip seperti gendang. Di permukaan tifa
terdapat ukiran, menggambarkan lambang yang diambil dari patung Bis.
Patung Bis merupakan patung yang dianggap sakral oleh suku Asmat. Tifa
ini biasa dimainkan untuk mengiringi tarian tradisional suku Asmat, yakni
Tari Tobe atau yang disebut dengan Tari Perang.
• Tari Tobe sering dimainkan saat ada upacara adat. Tarian ini dilakukan oleh
16 orang penari laki-laki dan 2 orang penari perempuan. Dengan gerakan
yang melompat atau meloncat diiringi irama tifa dan lantunan lagu-lagu
yang mengentak, membuat tarian ini terlihat sangat bersemangat. Tarian
ini memang dimaksudkan untuk mengobarkan semangat para prajurit
untuk pergi ke medan perang.
• 3. Seni Musik
• Orang Asmat mempunyai alat musik khusus yang biasa dipakai dalam
upacara penting. Alat musik yang biasa dipakai oleh orang Asmat adalah
ti’a yang terbuat dari selonor batang kayu yang dilobangi. bentuknya bulat
memang mirip seperti gendang. Pahatan ti’a berbentuk pola leluhur atau
binatang yangdikeramatkan. permukaan ti’a terdapat ukiran,
menggambarkan lambang yang diambil dari patung bis. Patung bis adalah
patung yang dianggap sakral oleh suku Asmat. Patung bis menggambarkan
rupa dari anggota keluarga yang telah meninggal. Pada bagian atas
dibungkus dengan kulit kadal dan kulit tersebut diikat dengan rotan yang
tahan api. Ti’a biasanya diberi nama sesuai dengan orang yang telah
meninggal. Ti’a ini biasa diukir dan dipahat oleh setempat. Ti’a ini biasa
dimainkan untuk mengiringi tarian tradisional suku Asmat, yaitu Tari Tobe
atau yang disebut dengan Tari Perang

Anda mungkin juga menyukai