Anda di halaman 1dari 65

Kehilangan, Kematian dan

Berduka

Ns. Mevi Lilipory, M.Kep


kehilangan
• DEFINISI
– Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah
atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian
tersebut.
– Kehilangan terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa
kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak
diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau
tidak dapat kembali.
– Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada,
baik terjadi sebagian atau keseluruhan.
– Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh
setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu
sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan
mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
• FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
REAKSI KEHILANGAN, BERGANTUNG PADA :
– Arti dari kehilangan
– Sosial budaya
– kepercayaan / spiritual
– Peran keluarga
– Status social ekonomi
– kondisi fisik dan psikologi individu
• BENTUK-BENTUK KEHILANGAN
– Kehilangan orang yang berarti
– Kehilangan kesejahteraan
– Kehilangan milik pribadi
• SIFAT KEHILANGAN
– Tiba–tiba (Tidak dapat diramalkan) Kehilangan secara
tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada
pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena
tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan atau
pelalaian diri akan sulit diterima.
– Berangsur – angsur (Dapat Diramalkan)
Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan,
dan menyebabkan yang ditinggalkan mengalami
keletihan emosional.
• TIPE KEHILANGAN
– Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh
orang lain, sama dengan individu yang mengalami
kehilangan.
– Perceived Loss ( Psikologis )
Perasaan individual, tetapi menyangkut hal – hal yang
tidak dapat diraba atau dinyatakan secara jelas.
– Anticipatory Loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan
terjadi.Individu memperlihatkan perilaku kehilangan dan
berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung.
Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota)
menderita sakit terminal.
• KATEGORI KEHILANGAN
– Kehilangan objek eksternal.
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan
yang telah menjadi usang berpinda tempat, dicuri, atau
rusak karena bencana alam. Kedalaman berduka yang
dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang
bergantung pada nilai yang dimiliki orng tersebut terhadap
nilai yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut.
– Kehilangan lingkungan yang telah dikenal
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari
lingkungan yang telah dikenal mencakup lingkungan yang
telah dikenal Selma periode tertentu atau kepindahan
secara permanen.
– Kehilangan orang terdekat
Orang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-anak,
saudara sekandung, guru, teman, tetangga, dan rekan kerja.Artis
atau atlet terkenal mumgkin menjadi orang terdekat bagi orang
muda. Riset membuktikan bahwa banyak orang menganggap
hewan peliharaan sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat
terjadi akibat perpisahan atau kematian.
– Kehilangan aspek diri
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh,
fungsi fisiologis, atau psikologis.Kehilangan anggota tubuh dapat
mencakup anggota gerak , mata, rambut, gigi, atau payu dara.
Kehilangan fungsi fsiologis mencakupo kehilangan control
kandung kemih atau usus, mobilitas, atau fungsi sensori.
Kehilangan fungsi fsikologis termasuk kehilangan ingatan, harga
diri, percaya diri atau cinta.
– Kehilangan hidup
Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik
dimana orang tersebut akan meninggal. Doka (1993)
menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam-
hidup kedalam enpat fase. Fase presdiagnostik terjadi ketika
diketahui ada gejala klien atau factor resiko penyakit. Fase akut
berpusat pada krisis diagnosis. Dalam fase kronis klien
bertempur dengan penyakit dan pengobatanya ,yang sering
melibatkan serangkain krisis yang diakibatkan. Akhirnya
terdapat pemulihan atau fase terminal Klien yang mencapai fase
terminal ketika kematian bukan hanya lagi kemungkinan, tetapi
pasti terjadi.Pada setiap hal dari penyakit klien dan keluarga
dihadapkan dengan kehilangan yang beragam dan terus
berubah Seseorsng dapat tumbuh dari pengalaman kehilangan
melalui keterbukaan, dorongan dari orang lain, dan dukungan
adekuat.
• TAHAPAN PROSES KEHILANGAN
– Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu
berfikir positif – kompensasi positif terhadap kegiatan yang dilakukan
– perbaikan – mampu beradaptasi dan merasa nyaman.
– Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu
berfikir negatif – tidak berdaya – marah dan berlaku agresif –
diekspresikan ke dalam diri ( tidak diungkapkan)– muncul gejala sakit
fisik.
– Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan –
individuberfikir negatif– tidak berdaya – marah dan berlaku agresif –
diekspresikan ke luar diri individu –berperilaku konstruktif – perbaikan
– mampu beradaptasi dan merasa kenyamanan.
– Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan –
individuberfikir negatif–tidak berdaya – marah dan berlaku agresif –
diekspresikan ke luar diri individu – berperilaku destruktif – perasaan
bersalah – ketidakberdayaan.
KEMATIAN
• DEFINISI
– Kematian merupakan peristiwa alamiah yang dihadapi
oleh manusia.
– Pemahaman akan kematian mempengaruhi sikap dan
tingkah laku seseorang terhadap kematian.
– Selain pengalaman, pemahaman konsep kematian juga
dipengaruhi oleh perkembangan kognitif dan lingkungan
sosial budaya.
– Usaha manusia untuk memperpanjang kehidupan dan
menghindari kematian dengan mempergunakan kemajuan
iptek kedokteran telah membawa masalah baru dalam
euthanasia, terutama berkenaan dengan penentuan kapan
seseorang dinyatakan telah mati.
• BEBERAPA KONSEP TENTANG KEMATIAN
– Mati sebagai berhentinya darah mengalir
– Mati sebagai saat terlepasnya nyawa dari tubuh
– Hilangnya kemampuan tubuh secara permanen
– Hilangnya manusia secara permanen untuk
kembali sadar dan melakukan interaksi social
BERDUKA
• DEFINISI
– Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan
yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas,
susah tidur, dan lain-lain.
– Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan.
NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi
dan berduka disfungsional.
– Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan
seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional
sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
– Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara
aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan
fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau
kesalahan/kekacauan.
• TEORI PROSES BERDUKA
1. Teori Engels
2. Teori Kubler-Ross
3. Teori Rando
1. Teori Engels

1. Fase I (shock dan tidak percaya)


Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri,
duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan,
diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia
dan kelelahan.

2. Fase II (berkembangnya kesadaran)


Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin
mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan
kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.

3. Fase III (restitusi)


Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang
hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima
perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan
kehilangan seseorang.
4. Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap
almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang
perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.

5. Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari.
Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima
kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang
2. Teori Kubler-Ross

1. Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat
menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan.
Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak
akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.

2. Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak
lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga
mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping
individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi
dari kecemasannya menghadapi kehilangan.
3. Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang
halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini,
klien sering kali mencari pendapat orang lain.
4. Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari
makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi
kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai
memecahkan masalah.
5. Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-
Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang
mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada
pengunduran diri atau berputus asa.
3. Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3
katagori:
1. Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
2. Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien
secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan
mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.
3. Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan
mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari
dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.
Konsep Etiologi Penyakit dan
Persepsi Sehat Sakit
Pengertian penyakit
• Penyakit adalah suatu kondisi di mana terdapat
keadaan tubuh yang abnormal, yang
menyebabkan hilangnya kondisi normal yang
sehat.
• Setiap nama penyakit yang terpisah ditandai
secara spesifik oleh seperangkat gambaran yang
jelas (sebab, tanda dan gejala, perubahan
morfologi dan fungsi).
• Berbagai penyakit mempunyai gambaran umum
yang sama sehingga mereka dikelompokkan
bersama-sama pada system
Etiologi
• Etiologi suatu penyakit adalah penyebab
penyakit itu sendiri yang merupakan inisiator
serangkaian peristiwa yang menyebabkan
sakitnya penderita. Atau, etiologi adalah suatu
gambaran mengenai penyebab penyakit yang
meliputi identifikasi factor-faktor yang
menimbulkan penyakit tertentu.
• Agen penyebab penyakit secara umum adalah
:
a. Kelainan genetic
b. Agen infeksi; bakteri, virus, parasit, jamur
c. Bahan kimia
d. Radiasi
e. Trauma mekanik
Persepsi Sehat-Sakit
• Perilaku Sehat
– Kesehatan adalah suatu konsep yang telah sering
digunakan namun sukar untuk dijelaskan artinya.
Faktor yang berbeda menyebabkan sukarnya
mendefenisikan kesehatan, kesakitan dan
penyakit. Menurut beberapa ilmuan mengatakan
bahwa defenisi kesehatan apapun harus
mengandung paling tidak komponen biomedis,
personal dan sosiokultural.
• Pandangan orang tentang kriteria tubuh sehat
atau sakit sifatnya tidaklah selalu objektif. Bahkan
lebih banyak unsur subjektivitasnya dalam
menentukan kondisi tubuh seseorang. Persepsi
masyarakat tentang sehat-sakit, sangatlah
dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu, di
samping unsur sosial budaya.
• Sebaliknya petugas kesehatan berusaha sedapat
mungkin menerapkan kriteria medis yang objektif
berdasarkan simptom yang nampak guna
mendiagnosa kondisi fisik seorang individu.
• Perbedaan persepsi antara masyarakat dan
petugas kesehatan inilah yang sering
menimbulkan masalah dalam melaksanakan
program kesehatan.
• Menurut WHO, sehat adalah Keadaan
sejahtera fisik, mental, dan spiritual tidak
hanya bebas sakit, cacat dan kelemahan tetapi
juga harus berproduktifitas.
• Menurut Elwes dan Sinmett (1994) gagasan
orang tentang “sehat” dan “sakit” sangatlah
bervariasi.
• Gagasan ini dibentuk oleh pengalaman,
pengetahuan, nilai dan harapan-harapan, di
samping juga pandangan mereka tentang apa
yang akan mereka lakukan dalam kehidupan
sehari-hari dan kebugaran yang mereka
perlukan untuk menjalankan peran mereka
• Cara hidup dan gaya hidup manusia
merupakan fenomena yang dapat dikaitkan
dengan munculnya berbagai macam penyakit,
selain itu hasil berbagai kebudayaan juga
dapat menimbulkan penyakit.
• Masyarakat dan pengobat tradisional
menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu
personalistik dan naturalistik.
• Personalistik adalah suatu sistem dimana penyakit
disebabkan oleh intervensi dari suatu agen yang aktif,
yang dapat berupa makhluk supranatural (makhluk
gaib atau dewa), makhluk yang bukan manusia (seperti
hantu, roh leluhur, atau roh jahat) maupun manusia
(tukang sihir atau tukang tenung).
• Sedangkan Naturalistik menjelaskan tentang penyakit
dalam istilah-istilah sistemik yang bukan pribadi, di sini
agen yang aktif tidak menjalankan peranannya. Dalam
sistem ini keadaan sehat sesuai dengan model
keseimbangan : apabila unsur-unsur dasar dalam tubuh
”humor”, yin dan yang, serta dosha dalam Ayurveda
berada dalam keadaan seimbang menurut usia dan
kondisi individu, maka tercapailah kondisi sehat.
Apabila keseimbangan ini terganggu dari luar maupun
dalam oleh kekuatan-kekuatan alam seperti panas,
dingin, atau kadang-kadang emosi yang kuat, maka
terjadilah penyakit
• Menurut Jordan, persepsi masyarakat tentang sehat-
sakit dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu,
dan unsur sosial budaya.
• Beberapa penelitian pelayanan kesehatan di Pripinsi
Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Barat
menunjukkan :
• di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa anak
dinyatakan sakit jika menangis terus, badan
berkeringat, tidak mau makan, tidak mau tidur, rewel,
kurus kering. Bagi orang dewasa, seseorang dinyatakan
sakit kalau sudah tidak bisa bekerja, tidak bisa berjalan,
tidak enak badan, panas-dingin, pusing, lemas, kurang
darah, batuk-batuk, mual, diare. Orang dewasa
dinyatakan sakit kalau sudah tidak bisa bekerja, tidak
bisa berjalan, tidak enak badan, panas-dingin, pusing,
lemas, kurang darah, batuk-batuk, mual, diare.
• di Nusa Tenggara Barat menunjukkan bahwa
anak sakit dilihat dari keadaan fisik tubuh dan
tingkah lakunya yaitu jika menunjukkan gejala
misalnya panas, batuk pilek, mencret,
muntah-muntah, gatal, luka, gigi bengkak,
badan kuning, kaki dan perut bengkak
• Menurut Sudarti dalam Sarwono (2005)
menggambarkan secara deskriptif persepsi
masyarakat beberapa daerah di Indonesia
mengenai sakit dan penyakit; masyarakat
menganggap bahwa sakit adalah keadaan
individu mengalami serangkaian gangguan fisik
yang menimbulkan rasa tidak nyaman. Anak yang
sakit ditandai dengan tingkah laku rewel, sering
menangis dan tidak ada nafsu makan. Orang
dewasa dianggap sakit jika lesu, tidak dapat
bekerja, kehilangan nafsu makan, atau "kantong
kering" (tidak punya uang).
Masyarakat menggolongkan penyebab sakit ke
dalam 3 bagian yaitu :
1. Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin)
terhadap tubuh manusia
2. Makanan yang diklasifikasikan ke dalam
makanan panas dan dingin.
3. Supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-
lain.).
• Untuk mengobati sakit yang termasuk dalam golongan
pertama dan ke dua, dapat digunakan obat-obatan,
ramuan-ramuan, pijat, kerok, pantangan makan, dan
bantuan tenaga kesehatan.
• Untuk penyebab sakit yang ke tiga harus dimintakan
bantuan dukun, kyai dan lain-lain.
• Dengan demikian upaya penanggulangannya
tergantung kepada kepercayaan mereka terhadap
penyebab sakit. Dengan demikian upaya
penanggulangannya tergantung kepada kepercayaan
mereka terhadap penyebab sakit.
Perilaku Sakit
• Secara ilmiah penyakit (desease) diartikan
sebagai gangguan fungsi fisiologis dari suatu
organisme sebagai akibat dari infeksi atau
tekanan dari lingkungan. Jadi penyakit itu bersifat
objektif. Sebaliknya, sakit (illness) adalah
penilaian individu terhadap pengalaman
menderita suatu penyakit. Menurut Von Mering,
studi yang benar mengenai makhluk manusia
yang sakit berpendapat bahwa setiap individu
hidup dengan gejala-gejala maupun konsekuensi
penyakit, dalam aspek-aspek fisik, mental,
medikal dan sosialnya.
• Tingkah laku sakit, yakni istilah yang paling
umum, didefinisikan sebagai “cara-cara
dimana gejala-gejala ditanggapi, dievaluasi,
dan diperankan oleh seorang individu yang
mengalami sakit, kurang nyaman, atau tanda-
tanda lain dari fungsi tubuh yang kurang baik”
• Perilaku sakit diartikan sebagai segala bentuk
tindakan yang dilakukan oleh individu yang
sedang sakit agar memperoleh kesembuhan.
Dalam hal ini bila seseorang sakit maka ia akan
mengalami beberapa tahapan yang dimulai
dari timbulnya gejala-gejala yang
menunjukkan suatu kondisi sakit hingga si
sakit mencari pengobatan.
• Perilaku sehat adalah segala tindakan
yangdilakukan individu untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatannya termasuk
pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri,
penjagaan kebugaran melalui olahraga dan
makanan bergizi.
• Perilaku sehat ini dipertunjukkan oleh individu-
individu yang merasa dirinya sehat meskipun
secara medis belum tentu mereka betul-betul
sehat
• Menurut Mechanic yang dijabarkan oleh
Sarwono (2005), menjelaskan bahwa terjadi
proses dalam diri individu sebelum dia
menentukan untuk mencari upaya
pengobatan.
Faktor yang menyebabkan orang bereaksi terhadap penyakit,
antara lain :
1. Dikenalinya atau dirasakannnya gejala-gejala atau tanda-tanda ang
menyimpang dari keadaan biasa
2. Banyaknya gejala yang dianggap serius dan diperkirakan
menimbulkan bahaya.
3. Dampak gejala itu terhadap hubungan dengan keluarga, hubungan
kerja, dan dalam kegiatan sosial lainnya.
4. Frekuensi dari gejala dan tanda-tanda yang tampak dan
persistensinya.
5. Nilai ambang dari mereka yang terkena gejala itu atau kemungkinan
individu untuk diserang penyakit itu.
6. Informasi, pengetahuan, dan asumsi budaya tentang penyakit itu.
7. Perbedaan interperetasi terhadap gejala yang dikenalnya.
8. Adanya kebutuhan untuk bertindak/berperilaku untuk mengatasi
gejala sakit tersebut.
9. Tersedianya sarana kesehatan, kemudahan mencapai Sarana
tersebut, tersedianya biaya dan kemampuan untuk mengatasi
stigma dan jarak sosial (rasa malu, takut, dan sebagainya).
KONSEP NYERI
Definisi Nyeri
• Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak
nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri
didefinisikan sebagai suatu keadaan yang
mempengaruhi seseorang dan eksistensinya
diketahui bila seseorang pernah mengalaminya.
• Menurut International Association for Study of
Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman perasaan
emosional yang tidak menyenangkan akibat
terjadinya kerusakan aktual maupun potensial,
atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan.
• Menurut Engel (1970) menyatakan nyeri sebagai
suatu dasar sensasi ketidaknyamanan yang
berhubungan dengan tubuh dimanifestasikan
sebagai penderitaan yang diakibatkan oleh
persepsi jiwa yang nyata, ancaman atau fantasi
luka. Nyeri adalah apa yang dikatakan oleh orang
yang mengalami nyeri dan bila yang
mengalaminya mengatakan bahwa rasa itu ada.
Definisi ini tidak berarti bahwa anak harus
mengatakan bila sakit. Nyeri dapat diekspresikan
melalui menangis, pengutaraan, atau isyarat
perilaku (Mc Caffrey & Beebe, 1989 dikutip dari
Betz & Sowden, 2002).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
nyeri
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Budaya
4. Ansietas
5. Pengalaman masa lalu dengan nyeri
6. Efek plasebo
7. Dukungan keluarga
8. Pola koping
1. Usia
• Usia adalah variabel penting yang mempengaruhi nyeri
terutama pada anak dan orang dewasa. Perbedaan
perkembangan yang ditemukan antara kedua kelompok
umur ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan orang
dewasa bereaksi terhadap nyeri. Anak-anak kesulitan untuk
memahami nyeri dan beranggapan kalau apa yang
dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak
yang belum mempunyai kosakata yang banyak, mempunyai
kesulitan mendeskripsikan secara verbal dan
mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau perawat.
• Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat
harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa
kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan
mengalami kerusakan fungsi
• Peran perawat
– perawat harus menggunakan teknik komunikasi yang
sederhana dan tepat untuk membantu anak dalam
membantu anak dalam memahami dan
mendeskripsikan nyeri. Sebagai contoh, pertanyaan
kepada anak, “ Beritahu saya dimana sakitnya?” atau
“apa yang dapat saya lakukan untuk menghilangkan
sakit kamu?”.
– Perawat dapat menunjukkan serangkaian gambar
yang melukiskan deskripsi wajah yang berbeda,
seperti tersenyum, mengerutkan dahi atau menangis.
Anak-anak dapat menunjukkan gambar yang paling
tepat untuk menggambarkan perasaan mereka.
2. Jenis Kelamin
• Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan
wanita tidak mempunyai perbedaan secara
signifikan mengenai respon mereka terhadap
nyeri. Masih diragukan bahwa jenis kelamin
merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam
ekspresi nyeri. Misalnya anak laki-laki harus
berani dan tidak boleh menangis dimana
seorang wanita dapat menangis dalam waktu
yang sama.
3. Budaya
• Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu
mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa
yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana
bereaksi terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud, 1991).
• Nyeri memiliki makna tersendiri pada individu dipengaruhi oleh
latar belakang budayanya (Davidhizar et all, 1997, Marrie, 2002)
nyeri biasanya menghasilkan respon efektif yang diekspresikan
berdasarkan latar belakang budaya yang berbeda.
• Ekspresi nyeri dapat dibagi kedalam dua kategori yaitu tenang dan
emosi (Davidhizar et all, 1997, Marrie, 2002) pasien tenang
umumnya akan diam berkenaan dengan nyeri, mereka memiliki
sikap dapat menahan nyeri. Sedangkan pasien yang emosional akan
berekspresi secara verbal dan akan menunjukkan tingkah laku nyeri
dengan merintih dan menangis (Marrie, 2002).
• Nilai-nilai budaya perawat dapat berbeda dengan
nilai-nilai budaya pasien dari budaya lain.
Harapan dan nilai-nilai budaya perawat dapat
mencakup menghindari ekspresi nyeri yang
berlebihan, seperti menangis atau meringis yang
berlebihan. Pasien dengan latar belakang budaya
yang lain bisa berekspresi secara berbeda, seperti
diam seribu bahasa ketimbang mengekspresikan
nyeri klien dan bukan perilaku nyeri karena
perilaku berbeda dari satu pasien ke pasien lain.
• Mengenali nilai-nilai budaya yang memiliki
seseorang dan memahami mengapa nilai-nilai ini
berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya
membantu untuk menghindari mengevaluasi
perilaku pasien berdasarkan harapan dan nilai
budaya seseorang. Perawat yang mengetahui
perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman
yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan
lebih akurat dalam mengkaji nyeri dan respon-
respon perilaku terhadap nyeri juga efektif dalam
menghilangkan nyeri pasien (Smeltzer& Bare,
2003)
4. Ansietas
• Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan
meningkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar
dalam semua keadaaan. Riset tidak memperlihatkan
suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan
nyeri juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan
pengurangan stres praoperatif menurunkan nyeri saat
pascaoperatif. Namun, ansietas yang relevan atau
berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan
persepsi pasien terhadap nyeri. Ansietas yang tidak
berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien
dan secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri.
Secara umum, cara yang efektif untuk menghilangkan
nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan nyeri
ketimbang ansietas (Smeltzer & Bare, 2002).
5. Pengalaman masa lalu dengan nyeri
• Seringkali individu yang lebih berpengalaman
dengan nyeri yang dialaminya, makin takut
individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan
yang akan diakibatkan. Individu ini mungkin akan
lebih sedikit mentoleransi nyeri, akibatnya ia
ingin nyerinya segera reda sebelum nyeri tersebut
menjadi lebih parah. Reaksi ini hampir pasti
terjadi jika individu tersebut mengetahui
ketakutan dapat meningkatkan nyeri dan
pengobatan yang tidak adekuat.
• Cara seseorang berespon terhadap nyeri adalah akibat
dari banyak kejadian nyeri selama rentang
kehidupannya. Bagi beberapa orang, nyeri masa lalu
dapat saja menetap dan tidak terselesaikan, seperti
padda nyeri berkepanjangan atau kronis dan persisten.
• Efek yang tidak diinginkan yang diakibatkan dari
pengalaman sebelumnya menunjukkan pentingnya
perawat untuk waspada terhadap pengalaman masa
lalu pasien dengan nyeri. Jika nyerinya teratasi dengan
tepat dan adekuat, individu mungkin lebih sedikit
ketakutan terhadap nyeri dimasa mendatang dan
mampu mentoleransi nyeri dengan baik (Smeltzer &
Bare, 2002).
6. Efek Plasebo
• Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap
pengobatan atau tindakan lain karena sesuatu harapan bahwa
pengobatan tersebut benar benar bekerja. Menerima
pengobatan atau tindakan saja sudah merupakan efek positif.
• Harapan positif pasien tentang pengobatan dapat meningkatkan
keefektifan medikasi atau intervensi lainnya. Seringkali makin
banyak petunjuk yang diterima pasien tentang keefektifan
intervensi, makin efektif intervensi tersebut nantinya. Individu
yang diberitahu bahwa suatu medikasi diperkirakan dapat
meredakan nyeri hampir pasti akan mengalami peredaan nyeri
dibanding dengan pasien yang diberitahu bahwa medikasi yang
didapatnya tidak mempunyai efek apapun. Hubungan pasien –
perawat yang positif dapat juga menjadi peran yang amat
penting dalam meningkatkan efek plasebo (Smeltzer & Bare,
2002).
7. Dukungan Keluarga
• Faktor lain yang juga mempengaruhi respon
terhadap nyeri adalah kehadiran dari orang
terdekat. Orang-orang yang sedang dalam
keadaan nyeri sering bergantung pada keluarga
untuk mensupport, membantu atau melindungi.
• Ketidakhadiran keluarga atau teman terdekat
mungkin akan membuat nyeri semakin
bertambah. Kehadiran orangtua merupakan hal
khusus yang penting untuk anak-anak dalam
menghadapi nyeri (Potter & Perry, 1993).
8. Pola Koping
• Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani
perawatan di rumah sakit adalah hal yang sangat tak
tertahankan. Secara terus-menerus klien kehilangan
kontrol dan tidak mampu untuk mengontrol lingkungan
termasuk nyeri. Klien sering menemukan jalan untuk
mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis.
• Penting untuk mengerti sumber koping individu selama
nyeri. Sumber-sumber koping ini seperti berkomunikasi
dengan keluarga, latihan dan bernyanyi dapat
digunakan sebagai rencana untuk mensupport klien
dan menurunkan nyeri klien.
• Sumber koping lebih dari sekitar metode teknik.
Seorang klien mungkin tergantung pada support
emosional dari anak-anak, keluarga atau teman.
• Meskipun nyeri masih ada tetapi dapat
meminimalkan kesendirian. Kepercayaan pada
agama dapat memberi kenyamanan untuk
berdo’a, memberikan banyak kekuatan untuk
mengatasi ketidaknyamanan yang datang (Potter
& Perry, 1993).
Klasifikasi Nyeri
1. Nyeri Akut
Nyeri akut biasanya datang tiba-tiba, umumnya
berkaitan dengan cidera spesifik, jika kerusakan tidak
lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut
biasanya menurun sejalan dengan penyembuhan. Nyeri
akut didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung
beberapa detik hingga enam bulan.
Berger (1992) menyatakan bahwa nyeri akut merupakan
mekanisme pertahanan yang berlangsung kurang dari
enam bulan. Secara fisiologis terjadi perubahan denyut
jantung, frekuensi nafas, tekanan darah, aliran darah
perifer, tegangan otot, keringat pada telapak tangan, dan
perubahan ukuran pupil.
2. Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten
yang menetap sepanjang satu periode waktu. Nyeri
kronis dapat tidak mempunyai awitan yang
ditetapkan dan sering sulit untuk diobati karena
biasanya nyeri ini tidak memberikan respon
terhadap pengobatan yang diarahkan pada
penyebabnya. Nyeri kronis sering didefenisikan
sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan
atau lebih (Brunner & Suddarth, 1996 dikutip dari
Smeltzer 2001).
• Nyeri kronik bersifat dalam, tumpul, diikuti
berbagai macam gangguan, terjadi lambat dan
meningkat secara perlahan setelahnya,
dimulai setelah detik pertama dan meningkat
perlahan sampai beberapa detik atau menit.
Nyeri ini berhubungan dengan kerusakan
jaringan, ini bersifat terus menerus atau
intermitten.
Fisiologis Nyeri
• Ada tiga jenis sel saraf dalam proses penghantaran nyeri
yaitu sel syaraf aferen atau neuron sensori, serabut
konektor atau interneuron dan sel saraf eferen atau neuron
motorik. Sel-sel syaraf ini mempunyai reseptor pada
ujungnya yang menyebabkan impuls nyeri dihantarkan ke
sum-sum tulang belakang dan otak. Reseptor-reseptor ini
sangat khusus dan memulai impuls yang merespon
perubahan fisik dan kimia tubuh. Reseptor-reseptor yang
berespon terhadap stimulus nyeri disebut nosiseptor.
• Stimulus pada jaringan akan merangsang nosiseptor
melepaskan zat-zat kimia, yang terdiri dari prostaglandin,
histamin, bradikinin, leukotrien, substansi p, dan enzim
proteolitik. Zat-zat kimia ini akan mensensitasi ujung syaraf
dan menyampaikan impuls ke otak.
• Menurut Smeltzer & Bare (2002) kornu dorsalis
dari medula spinalis dapat dianggap sebagai
tempat memproses sensori. Serabut perifer
berakhir disini dan serabut traktus sensori
asenden berawal disini. Juga terdapat
interkoneksi antara sistem neural desenden dan
traktus sensori asenden. Traktus asenden
berakhir pada otak bagian bawah dan bagian
tengah dan impuls-impuls dipancarkan ke korteks
serebri.
• Agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada
sistem asenden harus diaktifkan. Aktivasi terjadi
sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak
dalam kulit dan organ internal. Terdapat interkoneksi
neuron dalam kornu dorsalis yang ketika diaktifkan,
menghambat atau memutuskan taransmisi informasi
yang menyakitkan atau yang menstimulasi nyeri dalam
jaras asenden. Seringkali area ini disebut “gerbang”.
Kecendrungan alamiah gerbang adalah membiarkan
semua input yang menyakitkan dari perifer untuk
mengaktifkan jaras asenden dan mengaktifkan nyeri.
Namun demikian, jika kecendrungan ini berlalu tanpa
perlawanan, akibatnya sistem yang ada akan menutup
gerbang. Stimulasi dari neuron inhibitor sistem
asenden menutup gerbang untuk input nyeri dan
mencegah transmisi sensasi nyeri
• Teori gerbang kendali nyeri merupakan proses
dimana terjadi interaksi antara stimulus nyeri dan
sensasi lain dan stimulasi serabut yang mengirim
sensasi tidak nyeri memblok transmisi impuls
nyeri melalui sirkuit gerbang penghambat.
• Sel-sel inhibitor dalam kornu dorsalis medula
spinalis mengandung eukafalin yang
menghambat transmisi nyeri (Wall, 1978 dikutip
dari Smeltzer & Bare, 2002).
Pengkajian Skala Nyeri

Anda mungkin juga menyukai