I. Pengertian Hukum Malapraktik Malapraktik dapat diartikan melakukan tindakan atau praktik yang salah atau yang menyimpang dari ketentuan atau prosedur yang baku (benar) Dalam bidang kesehatan, malapraktik adalah penyimpangan penanganan kasus atau masalah kesehatan (termasuk penyakit) oleh petugas kesehatan sehingga menyebabkan dampak buruk bagi penderita atau pasien Malapraktik yang sering dilakukan oleh petugas kesehatan (dokter dan dokter gigi) secara umum diketahui terjadi karena hal-hal, sebagai berikut: a. Dokter atau dokter gigi kurang menguasai praktik kedokteran yang sudah berlaku umum di kalangan profesional kedokteran atau kedokteran gigi b. Memberikan pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi di bawah standar profesi c. Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan dengan tidak baik hati d. Melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan hukum Secara materiil, suatu tindakan medis tidak bertentangan dengan hukum apabila dipenuhi ketiga syarat berikut: 1. Mempunyai indikasi medis ke arah suatu tujuan perawatan yang konkret 2. Dilakukan menurut ketentuan yang berlaku di dalam ilmu kedokteran 3. Telah mendapat persetujuan pasien Jika kita merinci aspek hukum dari malapraktik, maka pedoman yang harus diperhatikan adanya: 1. Penyimpangan dari standar profesi medis 2. Kesalahan yang dilakukan dokter, baik berupa kesengajaan ataupun kelalaian 3. Akibat yang terjadi disebabkan oleh tindakan medis yang menimbulkan kerugian baik materiil, nonmateriil atau fisik (luka atau kematian)/mental Istilah kesalahan yang berasal dari kata schuld secara yuridis dapat dibedakan dalam dua pengertian. Pertama: pemakaian dalam arti menerangkan keadaan psikis seseorang yang melakukan perbuatan yang sedemikian rupa sehingga perbuatan itu dapat di pertanggungjawabkan kepadanya, jadi disini kesalahan dilihat dari sudut etis-sosial Kedua: Pemakaian dalam arti yuridis, yaitu bentuk-bentuk kesalahan yang terdiri dari kesengajaan (dolus) dan kealpaan (culpa) Kesalahan mempunyai unsur-unsur , sebagai berikut: 1. Kemampuan bertanggung jawab dari orang yang melakukan perbuatan 2. Hubungan batin tertentu dari orang yang melakukan perbuatan yang berbentuk kesengajaan atau kealpaan 3. Tidak adanya alasan pemaaf Van Harmel dan Simon mengatakan bahwa, kelalaian atau culpa mengandung dua syarat yaitu: 1. Tidak mengatakan penduga-duga, sebagaimana diharuskan oleh hukum 2. Tidak mengadakan penghati-hati, sebagaimana diharuskan oleh hukum