Anda di halaman 1dari 145

Pengelolaan Logistik

Tuberkulosis
PELATIHAN TB DOTS
BAGI PETUGAS DOKTER DAN PETUGAS KESEHATAN
DI HARRIS HOTEL
23-27 APRIL 2018

1
Deskripsi Singkat

2
Deskripsi Singkat

Pengelolaan logistik merupakan pendukung


keberhasilan pencapaian sasaran dan target
Program Pengendalian Tuberkulosis Nasional.

Pengelolaan logistik yang baik dan sesuai dengan


siklusnya akan memberikan manfaat yang
optimal.
3
Deskripsi Singkat

Siklus pengelolaan logistik meliputi kegiatan perencanaan,


pengadaan, penyimpanan, pendistribusian penggunaan serta
adanya manajemen pendukung.

Logistik Program TB terdiri dari Obat Anti Tuberkulosis dan


logistik non OAT yang harus dikelola secara optimal sehingga
tercapainya tepat jumlah, tepat jenis, tepat penyimpanan, tepat
waktu pendistribusian, dan tepat penggunaan di seluruh faskes.

4
Deskripsi Singkat

Tujuan dari pengelolaan logistik adalah menjamin


tersedianya barang/bahan yang aman, bermutu,
berkhasiat dengan penyebaran secara merata dan
teratur, sehingga mudah diperoleh di unit pelayanan
kesehatan pada tempat dan waktu yang tepat.

5
Deskripsi Singkat

Materi ini akan membahas tentang konsep


logistik, perencanaan, pengadaan, penerimaan
dan penyimpanan, pendistribusian, penggunaan
logistik, manajemen pendukung pengelolaan dan
pemantauan ketersediaan logistik P2TB.

6
Tujuan Pembelajaran

7
Tujuan Pembelajaran

Tujuan Pembelajaran Umum ( TPU )


setelah menyelesaikan materi ini, peserta latih mampu :

melakukan pengelolaan logistik


Program Pengendalian Tuberkulosis.

8
Tujuan Pembelajaran

Tujuan Pembelajaran Khusus ( TPK )


setelah menyelesaikan materi ini, peserta latih mampu :
1. Menjelaskan Konsep Logistik P2TB.
2. Melakukan Perencanaan Logistik P2TB.
3. Menjelaskan Pengadaan Logistik P2TB.
4. Menjelaskan Penerimaan dan Penyimpanan Logistik P2TB.
5. Menjelaskan Pendistribusian Logistik P2TB.
6. Menjelaskan Penggunaan Logistik P2TB.
7. Menjelaskan Manajemen Pendukung Pengelolaan Logistik P2TB.
8. Melakukan Pemantauan Ketersediaan Logistik P2TB. 9
Pokok Bahasan
dan Sub Pokok Bahasan

10
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
A. Konsep Logistik P2TB E. Distribusi Logistik P2TB
A.1. Pengertian Logistik E.1. Prinsip Distribusi Logistik
A.2. Jenis-Jenis Logistik E.2. Perencanaan Distribusi Logistik
B. Perencanaan Logistik P2TB E.3. Pelaksanaan Distribusi Logistik
B.1. Perencanaan Logistik OAT
B.2. Perencanaan Logistik Non OAT F. Penggunaan Logistik P2TB
C. Pengadaan Logistik P2TB F.1. Penggunaan Logistik
C.1. Pengadaan Logistik F.2. Evaluasi Penggunaan Pemantauan
ketersediaan)
C.2. Permintaan Logistik
• D. Penerimaan Dan G. Manajemen Pendukung Pengelolaan Logistik P2TB
• D.1. Penyimpanan Logistik P2TB
• D.2. Penerimaan Logistik
• D.3. Penyimpanan Logistik
11
Metode Pembelajaran

12
Bahan dan Metode Pembelajaran

• Modul Logistik
• Papan Flipchart
• Kertas Flipchart
• Spidol
• Pedoman penugasan
• Pedoman observasi lapangan
13
Bahan dan Metode Pembelajaran

• Curah Pendapat
• Tugas baca
• Diskusi Materi,
• Latihan soal
• Simulasi perencanaan logistik P2TB
• Observasi Lapangan
14
Uraian Materi

15
Konsep Logistik P2TB

Pengertian Logistik
Logistik Program Pengendalian Tuberkulosis (P2TB) adalah seluruh jenis logistik yang
digunakan dalam Program Pengendalian TB, baik obat maupun non obat.

Tujuan dari pengelolaan logistik adalah menjamin ketersediaan logistik di setiap


tingkatan administrasi dan layanan sesuai jenis, jumlah yang cukup dan mutu (kualitas)
yang terjamin.

Pengelolaan logistik secara umum meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan,


penerimaan dan penyimpanan, pendistribusian, dan penggunaan. Dimana pengelolaan
tersebut akan berjalan dengan baik apabila didukung dengan adanya aspek
“manajemen pendukung” yang meliputi organisasi, dana, sistim informasi, sumber daya
manusia dan jaga mutu. Sistim pengelolaan logistik ini juga harus didukung dengan
adanya suatu kebijakan serta aspek hukum. Sistim pengelolaan logistik tersebut seperti
16
yang digambarkan pada siklus pengelolaan logistik di bawah ini.
Gambar 1. Siklus Pengelolaan Logistik

1. PERENCANAAN

DUKUNGAN MANAJEMEN:
5. PENGGUNAAN - Organisasi 2. PENGADAAN
- Dana
- Sistem informasi
- SDM
- Jaga Mutu

4. DISTRIBUSI 3. PENERIMAAN &


PENYIMPANAN

KEBIJAKAN DAN ASPEK HUKUM


Konsep Logistik P2TB

Jenis Logistik

Logistik yang digunakan dalam P2TB dibagi dalam 2 (dua) kelompok


yaitu logistik Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dan logistik non OAT.

18
Konsep Logistik P2TB

Jenis Logistik

Logistik OAT yang digunakan dalam P2TB adalah Obat TB, yaitu:
1. OAT Kategori 1
2. OAT Kategori 2
3. OAT Kategori Anak
Konsep Logistik P2TB

Jenis Logistik

Obat TB resistan obat, yaitu:


1. Kanamycin (Km) 1000 mg (vial)
2. Capreomycin (Cm) 1000 mg (vial)
3. Levofloxacin (Lfx) 250 mg (tablet)
4. Moxifloxacin (Mfx) 400 mg (tablet)
5. Ethionamide (Eto) 400 mg (tablet)
6. Cycloserin (Cs) 250 mg (kapsul)
7. Para Amino Salicylic (PAS) 2 g (sachet)
20
Konsep Logistik P2TB

Jenis Logistik

Obat untuk Pengobatan Pencegahan dengan INH (PP INH):


1. PP INH untuk anak < 5 tahun - 100 mg (tablet)
2. PP INH untuk ODHA - 300 mg (tablet)
3. Vitamin B6 - 10 mg (tablet)

21
Konsep Logistik P2TB

Logistik Non OAT yang digunakan dalam P2TB

Logistik non OAT untuk TB tidak resistan

Logistik non OAT yang digunakan dalam P2TB untuk TB yang tidak
resistan dibagi dalam dua kelompok, yaitu barang habis pakai dan tidak
habis pakai.

22
Konsep Logistik P2TB

Logistik Non OAT yang digunakan dalam P2TB

Logistik non OAT habis pakai


• Bahan pemeriksaan Dahak, antara lain: Reagensia, Pot Dahak, Kaca
sediaan, Oli Emersi, Ether Alkohol, Tisu, Sarung tangan, Lysol, Lidi, Kertas
saring, Kertas lensa.
• Formulir Pencatatan dan Pelaporan TB, yaitu TB.01-TB.15
• Barang cetakan lainnya seperti buku pedoman, buku panduan, leaflet,
brosur, poster, lembar balik, stiker, dan lain-lain.

23
Konsep Logistik P2TB

Logistik Non OAT yang digunakan dalam P2TB

Logistik Non OAT tidak habis pakai pendukung lainnya :


• Ose
• Lampu spiritus/bunsen
• Rak pengering kaca sediaan (slide)
• Kotak penyimpanan kaca sediaan (box slide)
• Safety cabinet
• Lemari penyimpanan OAT
• Komputer
• Air Conditioner
• Meubeler (meja, kursi) 24
Konsep Logistik P2TB

Logistik Non OAT yang digunakan dalam P2TB


Barang Habis Pakai

Cartridge GeneXpert
Respirator N95 bedah
Respirator N95 N95 tipe 1860,1860S dan 1870
Formulir Pencatatan dan Pelaporan TB MDR, yaitu: TB.01 s/d TB.13
MDR
Barang cetakan lainnya seperti: buku petunjuk teknis, leaflet, brosur,
poster, lembar balik, stiker, dan lain-lain

25
Konsep Logistik P2TB

Logistik Non OAT yang digunakan dalam P2TB

Bahan tidak habis pakai

Safety cabinet
Lemari penyimpanan OAT
Alat GeneXpert
Komputer
Fit test
26
Perencanaan Logistik P2TB

Perencanaan merupakan langkah awal dari kegiatan pengelolaan


logistik dan merupakan salah satu fungsi yang menentukan dalam
proses pengadaan nantinya. Tujuan dari perencanaan logistik P2TB
adalah tersusunnya rencana kebutuhan logistik P2TB sesuai dengan
jenis dan jumlah yang dibutuhkan serta tersedia pada saat dibutuhkan.

Perencanaan dilakukan secara Bottom Up Planning oleh Dinas


Kesehatan Kabupaten/Kota. Sedangkan untuk tingkat provinsi dan
pusat hanya menyediakan buffer stock yang perhitungannya
berdasarkan kebutuhan kabupaten/kota.
27
Perencanaan Logistik P2TB
Tahapan Penyusunan Perencanaan Logistik P2TB

• Menyiapkan data jenis logistik P2TB yang dibutuhkan.


• Menginventarisasi data stock yang ada.
• Menghitung jumlah penggunaan dan penyerapan tahun lalu.
• Menghitung peningkatan kebutuhan berdasarkan target yang
diharapkan.

28
Perencanaan Logistik P2TB
Perhitungan Perencanaan Logistik P2TB

Setelah tahapan-tahapan penyusunan perencanaan di atas telah dilakukan, maka


selanjutnya dapat disusun perencanaan kebutuhan logistik P2TB dengan melakukan
perhitungan kebutuhan setiap jenis logistik P2TB yang dibutuhkan.Dalam
perhitungan kebutuhan setiap jenis logistik P2TB maka harus ditambahkan 10%
untuk stok pengaman (buffer stok).

Perhitungan perencanaan kebutuhan logistik P2TB menggunakan metode konsumsi


dan atau metode epidemiologi. Penyusunan perencanaan kebutuhan logistik P2TB
sebaiknya disusun dan diusulkan setiap akhir tahun, contoh: kebutuhan logistik P2TB
tahun 2016 disusun dan diusulkan pada bulan Desember 2015.
29
Perencanaan Logistik Obat Anti Tuberkulosis
Perencanaan OAT Lini Pertama
Rencana kebutuhan Obat Anti Tuberkulosis dilaksanakan dengan
pendekatan perencanaan dari bawah (bottom up planning), dalam hal
ini Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan metode
konsumsi (berdasarkan pemakaian tahun lalu) dan atau metode
epidemiologi (berdasarkan insidens TB).

Penyusunan perencanaan OAT dilakukan oleh Tim Perencanaan


Terpadu Daerah Kabupaten/Kota yang anggotanya minimal terdiri dari
Bagian Perencanaan Dinas Kesehatan, unsur program (TB, Malaria,
HIV/AIDS, dll), Instalasi Farmasi Kab/Kota (IFK) dan Pemda.
30
Perencanaan Logistik Obat Anti Tuberkulosis
Perencanaan OAT Lini Pertama

Kebutuhan OAT yang harus direncanakan adalah

• OAT Kombinasi Dosis Tetap (KDT) yang terdiri dari


Kategori 1, Kategori 2, Kategori Anak.
• OAT Kombipak untuk antisipasi efek samping yang terdiri
dari Kategori 1, Kategori Anak.

31
Perencanaan Logistik Obat Anti Tuberkulosis
Perencanaan OAT Lini Pertama

Perencanaan kebutuhan OAT ditingkat kabupaten/kota harus


memperhatikan

• Periode perencanaan (misal per satu tahunan)


• Sisa stock OAT
• Jumlah penemuan pasien pada tahun sebelumnya,
• Perkiraan/target penemuan pasien yang akan diobati
• Buffer-stock (tiap kategori OAT) sebagai pengaman
• Rencana OAT yang akan diterima tahun ini (jika ada)
• Waktu tunggu (Lide time) perencanaan sampai pengadaan 32
Perencanaan Logistik Obat Anti Tuberkulosis
Perencanaan OAT Lini Pertama

Langkah – langkah :

Menghitung sisa stock OAT dalam periode perencanaan


(lihat kartu stok di Instalasi Farmasi Kabupaten/kota)
dengan memperhatikan masa penggunaan obat / kadaluarsa.

33
Perencanaan Logistik Obat Anti Tuberkulosis
Perencanaan OAT Lini Pertama
Menghitung sisa stok yang masih dapat dipakai dengan ketentuan sebagai berikut :
 Kat 1 : 9 bulan dari ED
OAT yang mempunyai masa kadaluarsa tinggal 9 bulan atau kurang, dari bulan perencanaan, maka OAT tersebut
tidak dimasukkan sebagai stock.
 Kat 2 : 12 bulan dari ED
OAT yang mempunyai masa kadaluarsa tinggal 12 bulan atau kurang, dari bulan perencanaan, maka OAT tersebut
tidak dimasukkan sebagai stock.
 Kat Anak : 9 bulan dari ED
OAT yang mempunyai masa kadaluarsa tinggal 9 bulan atau kurang, dari bulan perencanaan, maka OAT tersebut
tidak dimasukkan sebagai stock.

Misal :
Bulan pada saat melakukan perencanaan yaitu Juni Tahun 2014
Ada OAT Kat I dengan bulan kadaluarsa Okt tahun 2014 sebanyak 20 paket
Ada OAT Kat I dengan bulan kadaluarsa Des tahun 2015 sebanyak 10 paket
Maka jumlah OAT yang dihitung sebagai stock adalah sebanyak 10 paket, karena OAT yang 20 paket mempunyai masa pakai kurang dari 9 bulan.
Perencanaan Logistik Obat Anti Tuberkulosis
Perencanaan OAT Lini Pertama
• Menghitung target atau sasaran pasien yang akan diobati pada periode tertentu.
Lihat hasil cakupan tahun lalu dari TB. 07 ditambah perkiraan peningkatan kasus.
• Menghitung perkiraan komsumsi/kebutuhan OAT setiap bulan
• Menghitung buffer stock sebesar 10% dan Kombipak (2-5%)
• Menghitung kurun waktu/periode perencanaan dan pengadaan
• Periode perencanaan dihitung mulai dari saat dilakukan kegiatan perencanaan
sampai obat tersebut dapat digunakan, biasanya pada akhir bulan kalender yaitu
Desember.
• Misal: Perencanaan untuk kebutuhan tahun 2016 dilaksanakan pada bulan Jan
2015 oleh Kabupaten/Kota dan OAT diperkirakan akan diterima di
Kab/Kota/Provinsi pada bulan Mei tahun 2016, maka periode perencanaan 35
tersebut 24 bulan (Jan 2015-Des 2016)
Perencanaan Logistik Obat Anti Tuberkulosis
Perencanaan OAT Lini Pertama
Contoh Proses Perencanaan dan Pengadaan Untuk Penggunaan OAT Tahun 2016

36
Perencanaan Logistik Obat Anti Tuberkulosis
Perencanaan OAT Lini Pertama

Penghitungan perencanaan kebutuhan obat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Jumlah OAT yang dibutuhkan = {(Kb x Pp)– (Ss+Sp)} + Bs

Keterangan :
Kb = Konsumsi/Kebutuhan OAT perbulan (dalam satuan paket)
Pp = Periode perencanaan dan pengadaan (dalam satuan bulan)
Ss= Stok sekarang yg masih dapat digunakan (dalam satuan paket)
Sp = Stok dalam pesanan yang sudah pasti (dalam satuan paket)
Bs = Bufer stok (dalam satuan paket) = …..% x {(Kb x Pp)– (Ss+Sp)}

37
Perencanaan Logistik Obat Anti Tuberkulosis
Perencanaan OAT Lini Pertama

Perhitungan kebutuhan obat tersebut dilakukan


untuk setiap jenis kategori OAT yang akan
diadakan. Untuk memudahkan dalam melakukan
perencanaan Kabupaten/Kota, telah disediakan
formulir standard seperti dibawah ini.

38
39
Perencanaan Logistik Obat Anti Tuberkulosis
Perencanaan OAT Lini Pertama
Cara Pengisian Stock OAT
• Kolom Stok OAT yg tersedia di IFK : di isi sesuai dengan stok yang tersedia di IFK sesuai
dengan kategori
• Kolom Stok OAT yang masih dapat dipakai : di isi sesuai dengan stock yang masih dapat
dipakai (kat.1 : 9 bulan dari ED, Kat.2 : 12 bulan dari ED, Kat Anak : 9 bulan dari ED)
Cara Pengisian Cakupan dan Sasaran Pasien TB
• Cakupan Tahun Lalu : di isi sesuai dengan data penduduk tahun lalu dan hasil cakupan
yang dicapai tahun lalu.
• Sasaran Tahun Perencanaan : di isi sesuai dengan data tahun perencanaan dan Target
yang akan di capai, angka ini berdasarkan target yang ditentukan oleh Penanggungjawab
Program TB sesuai dengan perhitungan dan kemampuan masing-masing Kabupaten/Kota

40
Perencanaan Logistik Obat Anti Tuberkulosis
Perencanaan OAT Lini Pertama
Cara Menghitung Kebutuhan OAT.
• Kebutuhan 1 tahun, Kat 1 : di isi dengan Kolom a : di isi sesuai dengan kebutuhan OAT 1 bulan
menjumlahkan sasaran penderita baru BTA (+) Kolom b : di isi periode perencanaan untuk setiap jenis
OAT (satuan bulan)
ditambah BTA Neg Ro (+) ditambah ekstra Paru
Kolom c : di isi sesuai dengan stock OAT yang masih
pada target tahun perencanaan. bisa dipakai.
• Kebutuhan 1 tahun, Kat 2 : di isi dengan Kolom d : di isi sesuai dengan jumlah OAT yang akan
menjumlahkan sasaran penderita Kambuh, diterima (Pusat, Provinsi maupun APBD II)
Defaulter, Gagal pada target t Kolom e : di isi dengan cara menghitung kolom (axb)-
(c+d)
• Kebutuhan Kat Anak: di isi dengan sasaran pasien Kolom f : di isi dengan (10 s/d 20) % bufer stock
anak pada tahun perencanaan Kolom g : di isi dengan mengkalikan kolom e dan f
Kolom h : di isi dengan menjumlahkan kolom e dan g
• Kebutuhan OAT triwulan untuk setiap jenis OAT
dibagi 4, sedangkan untuk kebutuhan OAT setiap
jenis obat dibagi 12.
41
Setelah melakukan perhitungan perencanaan kebutuhan OAT seperti
pada template yang telah disediakan, maka langkah selanjutnya adalah
menginformasikan perencanaan kebutuhan OAT tersebut ke Dinas
Kesehatan Provinsi menggunakan form seperti dibawah ini.

42
Contoh Kasus Perhitungan Perencanaan OAT

Pada bulan Januari tahun 2015, Dinas Kesehatan Kab Majalengka akan melakukan perencanaan
kebutuhan OAT, obat yang direncanakan tersebut akan digunakan untuk mengobati pasien pada
tahun 2016. Data stok yang tersedia di Instalasi Farmasi Kabupaten sebagai berikut :
• Kategori 1 : 127 paket KDT ed April 2015, 50 paket KDT ed Oct 2016, 4 paket Kombipak ed Agt 2016.
• Kategori 2 : 5 paket KDT ed Des 2016, 3 paket Kombipak ed Agt 2015.
• Kategori Anak : 30 paket KDT ed Okt 2015, 26 paket KDT ED Jul 2015.

Cakupan penemuan kasus tahun 2014 sebagai berikut :


• BTA Pos : 90, BTA Neg: 66 Ro Pos, Ekstra Paru : 12, Kambuh +Default+ Gagal : 14 dan pasien anak : 17.

Sasaran penemuan kasus tahun 2016 sebagai berikut :


• BTA Pos : 102, BTA Neg: 72 Ro Pos, Ekstra Paru : 14, Kambuh +Default+ Gagal : 19 dan pasien anak : 23.

Buatlah perencanaan kebutuhan OAT tersebut apabila pengadaan dari Dinas Kesehatan Kab
Majalengka untuk Kategori 1 sebesar 20 paket, Kategori 2 sebesar : 2 paket

43
Jawab

44
Jawab

45
Perencanaan Logistik Obat Anti Tuberkulosis
Perencanaan OAT Lini Kedua

Perencanaan obat TB resistan Obat (RO) memegang peranan penting


dalam menjamin ketersediaannya di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
(Faskes).Saat ini perencanaan OAT RO dilakukan oleh Kementerian
Kesehtan RI, Subdit TB. Perencanaan obat RO berbeda dengan
perhitungan obat lini pertama, dikarenakan obat yang akan diberikan
kepada pasien TB MDR tidak bisa diberikan dalam bentuk kemasan
paket. Oleh karena itu perhitungan perencanaan harus dihitung
berdasarkan per satuan jenis obat. Program harus menghitung jumlah
obat yang dibutuhkan perpasien,perpaduan obat yang diberikan untuk
2 tahun, dengan asumsi dalam 2 tahun pasien tersebut akan sembuh.
46
Perencanaan Logistik Obat Anti Tuberkulosis
Perencanaan OAT Lini Kedua

Berikut ini cara perhitungan kebutuhan obat untuk pasien baru :

Menargetkan jumlah pasien baru yang akan diobati misalnya X pasien,


lalu menentukan jumlah proporsi paduan obat yang akan digunakan.
Penentuan proporsi ini bisa diketahui dari data TB 13 Bantu RS Rujukan
TB RO. Penentuan proposi ini harus menggunakan data minimal
setahun secara nasional untuk melihat proporsi paduan obat
sesungguhanya. Menghitung jumlah pasien per paduan obat dengan
mengalikan proporsi dengan target pasien baru yang akan di obati.
47
Perencanaan Logistik Obat Anti Tuberkulosis
Perencanaan OAT Lini Kedua

48
Perencanaan Logistik Obat Anti Tuberkulosis
Perencanaan OAT Lini Kedua

Langkah selanjutnya yaitu menentukan jumlah unit (tablet,vial,sachet)


yang digunakan dalam satu hari dan sebulan. Dengan mengalikan total
unit perbulan dengan jumlah pasien dan lama pengobatan maka
didapatkan total jumlah obat yang dibutuhkan selama 2 tahun.

49
Perencanaan Logistik Obat Anti Tuberkulosis
Perencanaan OAT Lini Kedua

50
Berikut ini contoh perhitungan kebutuhan obat :
Tentukan jumlah pasien baru yang akan diobati misalnya 100 pasien,
lalu tentukan jumlah proporsi paduan obat yang akan digunakan.
Setelah itu jumlah pasien per paduan obat akan diketahui.

51
Perencanaan Logistik Obat Anti Tuberkulosis
Perencanaan OAT Lini Kedua

Langkah selanjutnya yaitu menentukan jumlah unit (tablet,vial,sachet)


yang digunakan dalam satu hari dan sebulan. Dengan mengalikan total
unit perbulan dengan jumlah pasien dan lama pengobatan maka
didapatkan total jumlah obat yang dibutuhkan selama 2 tahun.

52
Perencanaan Logistik Obat Anti Tuberkulosis
Perencanaan OAT Lini Kedua

53
Perencanaan Logistik Obat Anti Tuberkulosis
Perencanaan PP INH

PP INH untuk anak


Perencanaan PP INH untuk anak tergantung dari jumlah kasus TB BTA Positif. Cara
menghitung kebutuhan PP INH untuk anak menggunakan asumsi sebagai berikut :

• Jumlah pasien TB dewasa positif dengan kontak anak adalah 30-40%.


• Dari jumlah tersebut, mempunyai anak rata-rata 2 anak.
• Dari jumlah tersebut, yang menjadi TB adalah 10%.
• Sehingga anak sehat dan anak terinfeksi adalah 90%.
• Kebutuhan INH memperhitungkan faktor umur anak (hanya anak < 5 tahun yang diberi INH) dan
kemampuan pengembangan kegiatan PP INH pada masing-masing kabupaten/kota. Perhitungan
kebutuhan INH di provinsi dan kabupaten/kota pada waktu awal implementasi PP INH adalah 20-
30% dan selanjutnya disesuaikan dengan hasil evaluasi kegiatan PP INH.
54
Perencanaan Logistik Obat Anti Tuberkulosis
Perencanaan PP INH
• Dosis INH adalah 10 mg/kg BB/hari selama 6 bulan.
• Kebutuhan INH per hari adalah 10 x 10 = 100 mg.
• Kebutuhan selama 6 bulan adalah 6 x 30 x 100 mg = 180 tablet INH 100 mg

Contoh perhitungan kebutuhan INH di Kabupaten X.


• Pada tahun 2014 ditemukan pasien BTA positif dewasa sebanyak 1.000 orang
• Dari 1.000 orang tersebut, yang mempunyai kontak anak sebesar 30% yaitu sebanyak 300 orang.
• 300 orang tersebut memiliki rata-rata 2 anak, sehingga diperkirakan jumlah anak pada kabupaten tersebut
sebanyak 600 anak.
• Dari 600 anak tersebut yang menjadi kasus TB anak sebesar 10% yaitu sebanyak 60 anak.
• Perkiraan anak yang membutuhkan obat INH sebanyak 600 – 60 = 540 anak.
• Dari 540 anak sebesar 20% berumur < 5 tahun, yaitu sebanyak 108 anak.
55
• Dari 108 anak kebutuhan INH adalah 6 bulan x 30 hari x 1 tablet x 108 anak = 19.440 tablet INH.
Perencanaan Logistik Obat Anti Tuberkulosis
Perencanaan PP INH
PP INH untuk ODHA

Perhitungan PP INH untuk ODHA berdasarkan dari jumlah ODHA yang ada di suatu wilayah. Dari jumlah ODHA yang
mendapatkan PP INH adalah 80%. INH tersebut diberikan selama 6 bulan dengan dosis 300 mg per hari. Sedangkan
untuk vitamin B6 diberikan selama 6 bulan dengan dosis 25 mg per hari atau 50 mg setiap 2 hari sekali.

Contoh perhitungan:
• Jumlah pasien ODHA di Kabupaten X adalah 50 orang.
• Perkiraan jumlah pasien ODHA yang membutuhkan INH dan vitamin B6 sebesar 50 orang x 80% = 40 orang.
• Jumlah tablet INH yang dibutuhkan sebesar 6 bulan x 30 hari x 1 tablet x 40 orang = 7.200 tablet INH
• Jumlah tablet vitamin B6 yang dibutuhkan sebesar 6 bulan x 30 hari x 1 tablet x 40 orang = 7.200 tablet vitamin B6.

Catatan:
• 1 tablet vitamin B6 produksi dalam negeri sebesar 10 mg per tablet.
• 1 tablet vitamin B6 produksi luar negeri sebesar 50 mg per tablet.
56
Perencanaan Logistik Non Obat Anti Tuberkulosis
Perhitungan perencanaan Logistik TB Non OAT

• Sputum pot = jumlah pasien BTA (+) yang akan ditemukan x 42 buah.
• Kaca sediaan = jumlah pasien BTA (+) yang akan ditemukan x 42 buah.
• Reagensia = jumlah pasien TB BTA (+) yang akan ditemukan x (42 / 33 slide) x 1 paket
• Kertas pembersih lensa mikroskop untuk setiap laboratorium yang melakukan pewarnaan dan pemeriksaan
sediaan.
• Bahan-bahan lain, misalnya Sodium Hipoklorid 5-10%, xylol dan lain-lain.
• Formulir pencatatan dan pelaporan:
• Sejak diberlakukan sistem pencatatan dengan SITT maka formulir pencatatan yang masih digunakan dalam
program TB adalah

57
Perencanaan Logistik Non Obat Anti Tuberkulosis
Perhitungan perencanaan Logistik TB Non OAT
• TB.01 = jumlah pasien TB yang akan diobati.
• TB.02 = sama dengan TB.01
• TB.03 Sarana Pelayanan Kesehatan = 1 buku untuk 1 tahun
• TB.03 = tiap Kabupaten/Kota dengan pasien 500 per tahun mendapat 2 buku berisi 25 lembar @ 10 baris.
• TB.04 = tiap laboratorium yang melakukan pembacaan sediaan (PRM, PPM, RS, BKPM/BBKPM/BP4, dll) paling kurang
mendapat 1 buku berisi 100 lembar @ 10 baris.
• TB.05 = jumlah pasien BTA (+) yang akan diobati x 14 lembar.
• TB.06 = tiap Sarana Pelayanan Kesehatan paling kurang mendapat 1 buku berisi 50 lembar @ 10 baris.
• TB.09 = secukupnya.
• TB.10 = sama dengan TB.09
• TB.12 = jumlah lab. Yang melakukan pembacaan sediaan x 4 triwulan x 2 rangkap x 5 lembar @ 20 baris.
• TB.13 = sama dengan TB.07
• Rekap TB.12 Kabupaten/Kota = jumlah Kabupaten/Kota x 4 triwulan x 2 rangkap
• Rekap TB.12 Provinsi = jumlah Provinsi x 4 triwulan x 2 rangkap

58
Perencanaan Logistik Non Obat Anti
5 Tuberkulosis
Perhitungan perencanaan Logistik TB RO Non OAT

Pot Dahak dan Kaca Slide

Perencanaan kebutuhan pot dahak untuk satu tahun dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. RS
Rujukan TB ROharus memastikan bahwa pot dahak tersedia dalam jumlah yang cukup untuk pengumpulan
dahak.
Berdasarkan perkiraan berapa banyak pasien TB RO yang akan ditangani oleh suatu fasilitas kesehatan dalam
periode waktu tertentu, maka kita dapat menghitung berapa banyak pot dahak yang diperlukan.
Untuk menghitung kebutuhan pot dahak, terlebih dahulu tentukan target penemuan pasien TB RO.
Perencanaan Logistik Non Obat Anti Tuberkulosis
Perhitungan perencanaan Logistik TB RO Non OAT

Berikut ini contoh perhitungan perencanaan Kebutuhan pot dahak.Perkiraan kebutuhan pot dahak
pada Rumah Sakit Rujukan TB RO yang akan menangani 1 pasien per bulan :
Perencanaan Logistik Non Obat Anti Tuberkulosis
Perhitungan perencanaan Logistik TB RO Non OAT

Setelah dipastikan seseorang sebagai pasien TB RO, maka kebutuhan pot dahak
sampai dengan akhir pengobatan adalah:
Perencanaan Logistik Non Obat Anti Tuberkulosis
Perhitungan perencanaan Logistik TB RO Non OAT

Harus diingat!!
Pot dahak yang dipesan per triwulan harus memperhatikan hal-hal berikut:
• Jumlah kebutuhan untuk skrining
• Ditambah jumlah yang diperlukan untuk follow up
• Ditambah buffer stock
• Dikurangi jumlah stok pot dahak yang masih tersisa pada akhir triwulan

62
Perencanaan Logistik Non Obat Anti Tuberkulosis
Perhitungan perencanaan Logistik TB RO Non OAT

Alat Suntik dan Aqua proinjeksi

Semua pasien TB RO akan mendapat obat injeksi selama tahap awal


pengobatan. Injeksi harus diberikan menggunakan alat suntik steril.
Alat suntik ini terdiri dari: jarum suntik dan semprit (spuit).
Penggunaan ulang alat suntik tidak dibenarkan untuk mencegah
penularan penyakit yang ditularkan melalui darah, misalnya Hepatitis
B, Hepatitis C dan HIV. Jumlah alat suntik yang dibutuhkan adalah sama
dengan jumlah dosis obat injeksi.
63
Perencanaan Logistik Non Obat Anti Tuberkulosis
Perhitungan perencanaan Logistik TB RO Non OAT

• Cara menghitung kebutuhan alat suntik.


• Jumlah pasien yang sedang mendapat pengobatan dengan obat injeksi, misalnya:
1 pasien
• Poin (a) dikalikan dengan jumlah dosis per pasien (20 dosis per bulan), maka
dibutuhkan: 1 x 20 = 20 spuit per bulan, untuk jarum: 1 x 20 = 20 jarum suntik per
bulan.
• Untuk menghitung kebutuhan 1 triwulan (3 bulan), maka:
• 3 x 20 spuit = 60 spuit
• 3 x 20 jarum = 60 jarum

64
Perencanaan Logistik Non Obat Anti Tuberkulosis
Perhitungan perencanaan Logistik TB RO Non OAT

• Kebutuhan buffer stok = 1 bulan kebutuhan


• 1 x 20 spuit = 20 spuit
• 1 x 20 jarum = 20 jarum
• Total kebutuhan 1 triwulan setelah ditambah buffer adalah
• Spuit : 60 + 20 = 80 buah
• Jarum : 60 + 20 = 80 buah
• Hasil poin (e) dikurangi dengan jumlah alat suntik yang masih ada di stok pada
akhir triwulan yang lalu, misalnya :
• Sisa spuit : 10  maka kebutuhan = 80 - 10 = 70 buah
• Sisa jarum : 10  maka kebutuhan = 80 - 10 = 70 buah 65
Perencanaan Logistik Non Obat Anti Tuberkulosis
Perhitungan perencanaan Logistik TB RO Non OAT

Alat suntik yang digunakan adalah alat suntik 3ml / 5 ml


(disesuaikan dengan kebutuhan dan dosis yang dibutuhkan),
dengan 2 buah jarum suntik: ukuran no.22 dan no.23.

Disamping menghitung kebutuhan alat suntik perlu juga


dihitung kebutuhan aqua proinjeksi. Menghitung kebutuhan
aqua proinjeksi adalah identik dengan perhitungan kebutuhan
spuit.
66
Perencanaan Logistik Non Obat Anti Tuberkulosis
Perhitungan perencanaan Logistik TB RO Non OAT

Untuk setiap dosis obat suntik (1 gram Capreomycin atau 1 gram


Kanamisin) memerlukan 3,7 ml aqua proinjeksi untuk melarutkan atau
mengikuti rekomendasi pabrik pembuat. Aqua proinjeksi biasanya
tersedia dalam kemasan 5 ml.

67
Perencanaan Logistik Non Obat Anti Tuberkulosis
Perhitungan perencanaan Logistik TB RO Non OAT

Buku Register dan Formulir TB RO


Perencanaan kebutuhan register dan formulir TB RO dilakukan oleh
Dinas Kesehatan Kab/Kota atau Dinas Kesehatan Provinsi. Perhitungan
kebutuhan dilakukan untuk setiap jenis formulir dengan
mempertimbangkan frekuensi penggunaan formulir atau register
tersebut.Pastikan semua kebutuhan formulir di setiap unit pelayanan
tersedia dalam jumlah yang cukup.

68
Perencanaan Logistik Non Obat Anti Tuberkulosis
Perhitungan perencanaan Logistik TB RO Non OAT

Formulir dan register yang digunakan dalam program Manajemen Terpadu


Pengendalian TB Resistan Obat adalah sebagai berikut :

• Formulir rujukan suspek • Surat Pengantar melanjutkan pengobatan TB


• Surat Pernyataan kesediaan pasien TB RO RO
• Formulir data dasar • Formulir TB 13 A RO
• Formulir TB 05 RO • Formulir TB 13 B RO
• Formulir persetujuan pengobatan (TAK) • Formulir TB 13 C RO
• Formulir pernyataan kesediaan berobat TB • Formulir Bantu RS Rujukan TB RO
RO sampai selesai • Formulir Kunjungan Rumah Pasien TB RO
• Formulir TB 01 RO • Formulir Catatan Pengobatan Pasien TB RO
• Formulir TB 02 RO

69
Perencanaan Logistik Non Obat Anti Tuberkulosis
Perhitungan perencanaan Logistik TB RO Non OAT

Register

• Buku bantu rujukan suspek


• Register TB 06
• Register TB 04
• Register TB 03 RO

70
Perencanaan Logistik Non Obat Anti Tuberkulosis
Perhitungan perencanaan Logistik TB RO Non OAT

Respirator N95
Seperti kita ketahui bahwa penyebaran TB dengan cara transmisi udara
yaitu masuknya nucleid yang dihirup oleh penderita. Untuk mencegah
penyebaran TB maka diperlukan pengendalian infeksi yang baik.
Pengendalian infeksi tersebut bisa dengan berbagai cara yaitu
menganalisis kondisi ruangan baik di tempat layanan fasyanken dan bisa
juga pencegahan dengan cara menggunakan alat perlindungan diri. Alat
perlindungan diri bagi petugas kesehatan, pasien dan orang yang
mempunyai resiko tertular tinggi bisa mengunakan respirator N95.
Respirator N95 yang digunakan dan direkomendasikan oleh WHO untuk
pencegahan TB yaitu respirator N95 . 71
Perencanaan Logistik Non Obat Anti Tuberkulosis
Perhitungan perencanaan Logistik TB RO Non OAT

Perencanaan respirator N95 untuk kebutuhan pengobatan TB RO dapat dilakukan dengan


memperhitungkan hal hal sebagai berikut :

• Penggunaan respirator N95 untuk satu orang bisa dipakai untuk 3 hari.
• Petugas Faskes Satelit yang menggunakan respirator N95 sebanyak 2 orang.
• Petugas RS Rujukan/Sub Rujukan yang menggunakan respirator N95 12-20 orang.
• Jumlah Faskes yang ada di wilayah tertentu.
• Periode perencanaan kebutuhan respirator N95.
• Dana yang tersedia.
• Stok yang tersedia di Faskes.
• Lead time pemesanan respirator N95 sampai barang tersebut datang.
72
• Tipe respirator N95 dan ukuran respirator N95.
Pengadaan Logistik P2TB
Pengadaan Logistik

Pengadaan logistik P2TB dilakukan sesuai kebijakan dan aturan disetiap


tingkat pelaksana (Pusat, Propinsi dan Kab/Kota) dan merujuk pada
kebijakan Nasional pengadaan barang dan jasa sesuai Peraturan Presiden
(Perpres) No.4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah. Sesuai Perpres tersebut maka pengadaan barang juga
dilakukan secara terpadu oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP) atau
Pejabat Pengadaan yang ditunjuk ditiap tingkat pelaksana.

73
Pengadaan Logistik P2TB
Pengadaan Logistik

Dalam proses pengadaan ini, maka program TB (penanggung jawab


program TB) disetiap tingkat pelaksana harus melakukan koordinasi
dengan ULP/Pejabat Pengadaan untuk menyampaikan usulan kebutuhan
pengadaan logistik P2TB sesuai dengan hasil perencanaan. Usulan
tersebut harus dilengkapi dengan spesifikasi logistik P2TB yang akan
diadakan (sesuai standar Nasional) serta daftar alokasi penerima
(apabila pengadaan akan langsung dikirim ke penerima).

74
Pengadaan Logistik P2TB
Pengadaan Logistik

Sebagai contoh pengadaan OAT di Pusat. P2TB Nasional (Subdit TB) akan
mengajukan usulan kebutuhan OAT sesuai hasil perencanaan (usulan
propinsi) ke Ditjen. Binfar & Alkes Kemenkes RI. dilengkapi dengan daftar
alokasi per-propinsi + buffer pusat dan spesifikasi setiap OAT yang
diusulkan.
Demikian juga dengan pengadaan logistik Non OAT P2TB.

75
Pengadaan Logistik P2TB
Permintaan Logistik

Dalam hal pengadaan logistik P2TB ini, apabila tingkat pelaksana seperti: propinsi,
kab/kota maupun faskes yang tidak dapat melakukan pengadaan logistik P2TB dari
dana didaerahnya, maka pengadaan kebutuhan logistik P2TB ini dilakukan dengan
membuat usulan atau permintaan kebutuhan logistik P2TB ke tingkat diatasnya sesuai
dengan kebutuhan yang telah dibuat dalam perencanaan logistik P2TB di wilayahnya.
Khusus untuk Faskes permintaan dilakukan bersama-sama dengan permintaan Obat
PKD dengan menggunakan Lembar Permintaan dan Laporan Pemakaian Obat.

Sebagai contoh: apabila kab/kota tidak dapat melakukan pengadaan logistik P2TB,
maka kab/kota tersebut membuat usulan/permintaan kebutuhan logistik P2TB ke
Dinkes Propinsi, demikian juga dengan propinsi, maka akan membuat
usulan/permintaan ke Pusat.
76
Pengadaan Logistik P2TB
Permintaan Logistik

Permintaan Logistik P2TB dari Provinsi ke Pusat di pisahkan antara OAT


dan Logistik Lainnya :
• Obat Anti Tuberkulosis.
• Permintaan dilakukan oleh Pengelola Program TB Provinsi ditujukan
kepada Direktorat Obat Publik dan Alat Kesehatan dengan tembusan
Direktorat P2ML.
• Logistik lainnya
• Permintaan Logistik lain oleh Pengelola Program TB Provinsi ditujukan
langsung kepada Direktorat P2ML.
77
Pengadaan Logistik P2TB
Permintaan Logistik

78
Pengadaan Logistik P2TB
Permintaan Logistik

79
Pengadaan Logistik P2TB
Permintaan Logistik

80
Penerimaan dan Penyimpanan Logistik P2TB
Penerimaan Logistik

Penerimaan logistik P2TB baik OAT maupun Non OAT sesuai kebijakan
pengelolaan logistik satu pintu (“One Gate Policy”) dari Kementerian
Kesehatanmaka kegiatan ini dilakukan oleh pengelola gudang/Instalasi
Farmasi bersama Panitia Penerima Barang yang ada di Instansi tersebut
dan berkoordinasi dengan pengelola program TB.

81
Penerimaan dan Penyimpanan Logistik P2TB
Penerimaan Logistik

Saat penerimaan logistik P2TB harus dilakukan pengecekan sesuai standar


penerimaan barang, seperti :
• Cek kelengkapan administrasi pengiriman, yaitu: SBBK (Surat Bukti Barang Keluar) dan BAST
(Berita Acara Serah Terima).
• Cek jumlah logistik P2TB yang diterima yg diterima: jumlah harus sesuai dengan yang tertulis di
SBBK & BAST. Apabila kurang, agar segera diinformasikan kepada si pengirim dan dibuat
catatan pada SBBK.
• Cek kondisi kondisi logistik P2TB yang diterima. Apabila adayang kurang baik/rusak, agar segera
diinformasikan kepada si pengirim dan dibuat catatan pada SBBK.
• Setelah selesai dilakukan pengecekan, penerima dapat menyelesaikan administrasi dengan
menandatangani penerimaan pada SBBK untuk kemudian dikembalikan kepada pengirim.
Sedangkan BAST juga harus segera diproses untuk ditanda-tangani oleh Kepala Dinas
Kesehatan yang menerima (Propinsi atau Kab/Kota) dan kemudian segera dikirimkan kembali
ke si pengirim. 82
Penerimaan dan Penyimpanan Logistik P2TB
Penyimpanan Logistik

Penyimpanan logistik P2TB baik OAT maupun Non OAT sesuai kebijakan
pengelolaan logistik satu pintu (“One Gate Policy”) dari Kementerian
Kesehatan maka kegiatan ini dilakukan oleh pengelola gudang/Instalasi
Farmasi Dinas Kesehatan yang bersangkutan.
Dalam peleksanaan penyimpanan logistik P2TB ini harus mengikuti
persyaratan cara penyimpanan yang baik, obat maupun non obat.

83
Penerimaan dan Penyimpanan Logistik P2TB
Penyimpanan Logistik

Syarat-syarat tersebut antara lain:


• Tempat penyimpanan (Gudang/IF) memenuhi syarat “Cara Penyimpanan
Logistik (cartridge) yg Baik”.
• OAT harus disimpan disuhu kamar maksimal 28oC.
• OAT MDR disimpan disuhu 15-25oC, khusus PAS 2-15oC.
• Cartridge disimpan disuhu 2-28oC.
• Tempat penyimpanan harus dilengkapi dgn pencatatan yang baik dan lengkap,
seperti: kartu stok, dicatat dlm buku inventaris barang, dll. “Jumlah di catatan
= Jumlah fisik barang”

84
Distribusi Logistik P2TB
Prinsip Distribusi Logistik

Distribusi logistik P2TB baik OAT maupun Non OAT sesuai kebijakan
pengelolaan logistik satu pintu (“One Gate Policy”) dari Kementerian
Kesehatan.
Di level Pusat pendistribusian logistik didasarkan atas sumber
pengadaan logistik tersebut, dan khusus untuk OAT Lini 1,
pendistribusian dilaksanakan oleh Direktorat Obat Publik dan Alat
Kesehatan berdasarkan permintaan Provinsi.
Pendistribusian barang logistik harus mengacu kepada Good
Distribution Practice for Pharmaceutical Product (GDP). Beberapa hal
yang harus dipertimbangkan dalam melakukan pendistribusian yaitu : 85
Distribusi Logistik P2TB
Prinsip Distribusi Logistik

Organisasi dan Manajemen


Organisasi yang ditunjuk melakukan distribusi harus mempunyai ijin
melakukan usaha distribusi. Struktur organisasi yang menjelaskan
fungsi dan tanggungjawab dari perusahaan tersebut. Ada staf yang
ditunjuk dan bertanggung jawab terhadap implementasi dan
pelaksanaan pekerjaan. Perusahaan harus memperhatikan prosedur
keamanan pekerja, barang, dan lingkungan.

86
Distribusi Logistik P2TB
Prinsip Distribusi Logistik

Personel
Semua personel yang ditunjuk untuk melakukan pendistribusian barang harus
mendapatkan pelatihan dalam hal GDP. Manajer/PIC yang ditunjuk dalam
menjalanakan perusahaan harus mempunyai pengalaman yang mencukupi untuk
memastikan barang yang didistribusikan diterima dengan baik.
Jumlah personel yang dimiliki oleh perusahaan harus mencukupi dengan jumlah
barang dan aktivitas yang akan dilakukan. Peraturan yang berlaku dalam
pendistribusian barang harus diikuti sesuai dengan hukum yang berlaku. Jenis
pelatihan yang sudah diterima untuk seluruh karyawan harus di catat dan diupdate
setiap waktu.

87
Distribusi Logistik P2TB
Prinsip Distribusi Logistik

Manajemen Kualitas
Tersedianya infrastruktur atau alat untuk menjamin sistem kualitas manajemen
dapat dilaksanakan seperti, struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya
tersedia. Adanya aktivitas yang terstruktur untuk bisa memastikan produk atau
pelayanan yang diberikan dapat memberikan kepuasan sesuai dengan persaratan
kualitas yang ditentukan. Semua pihak yang berhubungan dengan kegiatan distribusi
harus mempunyai tanggungjawab dalam hal kualitas dan keamanan produk. Begitu
pula dengan semua aktivitas atau produk yang dilakukan harus dapat
didokumentasikan dan dilacak sehingga dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada
pengguna jasa maupun internal perusahaan. Prosedur operasi standar untuk
kegiatan administrasi dan teknis harus tersedia dan diimplementasikan dengan baik.
88
Distribusi Logistik P2TB
Prinsip Distribusi Logistik

Kendaraan dan peralatan


Kendaraan yang digunakan untuk melakukan distribusi harus memenuhi standar sesuai
dengan barang logistik yang akan didistribusikan,hal ini harus diperhatikan untuk
mencegah barang tersebut rusak, atau menurunkan efektivitas barang.
Tataletak penempatan barang harus diatur sedemikian rupa untuk meminimalkan resiko
yang tidak diinginkan seperti terjadinya kontaminasi antar barang, rusaknya barang, dll.
Kendaraan yang dipakai untuk melakukan distribusi harus memenuhi peraturan yang
berlaku dan layak digunakan. Harus tersedia prosedur operasi standar untuk penggunaan
kendaraan, proses distribusi, kebersihan kendaraan dan keamanan kendaraan.
Peralatan yang digunakan untuk monitoring suhu dan kelembaban harus rutin di kalibrasi

89
Distribusi Logistik P2TB
Prinsip Distribusi Logistik

Labeling
Semua barang yang akan di distribusikan harus mempunyai label, yang
berisikan informasi nama barang, jumlah dan bagaimana cara
penyimpanan. Bahasa yang digunakan untuk penulisan label
diusahakan menggunakan bahasa international atau bahasa nasional
yang dimengerti oleh orang pada umumnya.

90
Distribusi Logistik P2TB
Prinsip Distribusi Logistik

Pengiriman
Barang yang didistribusikan merupakan barang hak milik pengirim.
Apabila barang yang dikirim menggunakan jasa pihak ketiga maka
pengiriman barang harus diotorisasi dan dapat
dipertanggungjawabkan. Pihak ketiga yang diberi tugas melakukan
pendistribusian harus memenuhi persayaratan yang diwajibakan sesuai
dengan barang yang didistribusikan.

91
Distribusi Logistik P2TB
Prinsip Distribusi Logistik

Perintah pendistribusian barang minimal harus mempunyai informasi


sebagai berikut : Tanggal Pengiriman, nama dan alamat penerima
maupun pengirim, informasi barang yang dikirim, jumlah produk yang
dikirim, kondisi yang harus dipenuhi untuk pengiriman maupun
penyimpanan barang. Pada saat pengiriman barang yang dikirim harus
bisa dilacak, semua orang yang terlibat dalam pengiriman mempunyai
tanggungjawab terhadap pelacakan ini. Metode pengiriman, seperti
pemilihan alat transportasi yang akan digunakan, kondisi lingkungan dan
cuaca di tempat tujuan harus pula diperhatikan dalam pengiriman
barang.
92
Distribusi Logistik P2TB
Prinsip Distribusi Logistik

Jadwal pengiriman barang harus sudah ditentukan sebelumnya, sehingga


proses pengiriman barang dapat dilaksanakan dengan baik. Jadwal
pengiriman barang harus realistis dan sistematis. Hal yang perlu
dilakukan yaitu memastikan penerima barang diinformasikan terlebih
dahulu sehingga mereka bisa mempersiapakan tempat untuk
penyimapanan barang. Barang yang dikirim khususnya obat harus
memperhatikan waktu expire date obat tersebut.

93
Distribusi Logistik P2TB
Prinsip Distribusi Logistik

Dokumentasi
Prosedur operasi standar harus selalu di analisis dan diupdate
disesuaikan dengan situasi terkini. Semua dokumen yang sudah di
update harus ditandatangani oleh pihak yang berwenang. Semua
dokumentasi harus disusun secara sistematis dengan tujuan
mempermudah pencarian dokumen.Penyimpanan dokumen perlu
diperhatikan agar disimpan ditempat yang aman.

94
Distribusi Logistik P2TB
Perencanaan Distribusi Logistik

Sebelum dilaksanakan distribusi logistik ke pelayanan kesehatan,


beberapa hal yang perlu direncanakan dan diperhatikan adalah
• Anggaran yang tersedia
• Jarak dan kondisi geografis
• Sarana dan prasarana
• Jadwal distribusi logistik
• Administrasi dan kelengkapan dokumen : Surat permintaan, SBBK,dll

95
Distribusi Logistik P2TB
Pelaksanaan Distribusi Logistik

Menentukan spesifikasi logistik


Barang logistik yang akan didistribusikan harus sesuai dengan spesifikasi
barang yang diminta. Sebelum dilakukan pendistribusian konfirmasi
ulang dengan pihak yang meminta barang logistik, laksanakan
pengecekan apakah jumlah logistic yang diminta sesuai dengan
kebutuhan dan bisa dipertanggungjawabkan.Misal permintaan obat
harus dikorelasikan dengan jumlah pasien yg diobati, target pasien
baru, jumlah stok yg tersedia di farmasi dan masa kadaluarsa obat.

96
Distribusi Logistik P2TB
Pelaksanaan Distribusi Logistik

Mekanisme Distribusi
Mekanisme distribusi logistik disetiap Provinsi dan Kabupaten berbeda
beda, namun pada umumnya pendistribusian logistik bisa dilakukan
dengan cara pengambilan mandiri oleh unit yang melakukan
permintaan dan bisa dilakukan oleh pihak yang memiliki barang. Selain
itu pengiriman bisa dilakukan oleh internal maupun pihak ketiga.

97
Distribusi Logistik P2TB
Pelaksanaan Distribusi Logistik

Realokasi
Barang logistic yang ada di Dinas Kesehatan Provinsi / Kabupaten / Kota serta
di UPK dapat di relokasi ke Provinsi / Kabupaten / Kota dan UPK lain yang
membutuhkan, dengan tidak mengabaikan tertib administrasi dan aturan
yang berlaku. Realokasi antar Provinsi difasilitasi oleh Pusat. Realokasi antar
Kabupaten/Kota difasilitasi oleh Provinsi, dan UPK oleh Kabupaten/Kota.
Realokasi OAT dapat dilakukan apabila:
• Persediaan barang logistik berlebih,sedangkan daya serap lambat dan waktu kadaluarsa pendek
• Terjadi kelebihan OAT di suatu wilayah sedangkan di wilayah lain terjadi kekurangan
• Adanya situasi darurat dalam suatu wilayah

98
99
Penggunaan Logistik P2TB
Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

• Dalam materi penggunaan OAT, akan dipelajari penggunaan 2 jenis


pengobatan TB, yaitu OAT untuk pasien TB dan OAT untuk pasien TB
resistan obat.
• Penggunaan Obat Anti TB (OAT) ini harus digunakan sesuai dengan
peruntukannya serta aturan pakainya. Dimana OAT
digunakan/diperuntukkan bagi pasien-pasien TB yang telah
ditegakkan diagnosisnya.

100
Penggunaan Logistik P2TB
Penggunaan OAT tidak resistan

• OAT yang disediakan dan digunakan dalam Program Pengendalian TB


Nasional ada 2 jenis, yaitu: OAT KDT/FDC (Kombinasi Dosis Tetap/Fix
Dose Combination) dan OAT Kombipak yang berupa OAT lepasan di
kemas dalam 1 blister.
• Paduan OAT utama yang digunakan oleh P2TB dikemas dalam bentuk
KDT, sedangkan OAT Kombipak disediakan untuk digunakan apabila
terjadi efek samping pada penggunaan OAT KDT.

101
Penggunaan Logistik P2TB
Penggunaan OAT tidak resistan

Jenis-jenis paduan OAT KDT yang disediakan P2TB serta peruntukannya


adalah sebagai berikut:
• OAT KDT Kategori 1 (2(HRZE)/4(HR)3)
• Paduan OAT Kategori 1 digunakan untuk mengobati pasien TB, yaitu:
• Pasien baru TB paru BTA positif.
• Pasien baru TB paru BTA negatif foto toraks mendukung TB
• Pasien baru TB ekstraparu

102
Penggunaan Logistik P2TB
Penggunaan OAT tidak resistan

OAT KDT Kategori 2 (2(HRZE)S-HRZE/5(HR)3E3


• Paduan OAT Kategori 2 digunakan untuk mengobati pasien TB, yaitu:
• Pasien TB kambuh,
• Pasien TB gagal,
• Pasien TB dengan pengobatan setelah putus berobat (Loss to follow-up ),
• Pasien TB lain-lain.

103
Penggunaan Logistik P2TB
Penggunaan OAT tidak resistan

OAT KDT Kategori Anak (2(HRZ)/4(HR)


•Paduan OAT Kategori Anak digunakan untuk mengobati pasien TB anak usia 0-14
tahun.
•Prinsip dasar pengobatan TB Anak adalah minimal 3 macam obat dan diberikan
dalam waktu 6 bulan.OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap awal
maupun tahap lanjutan, dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.

104
Penggunaan Logistik P2TB
Penggunaan OAT tidak resistan

Paduan OAT dalam kemasan Kombipak yang disediakan P2TB hanya 2 jenis,
yaitu:
• OAT KDT Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)
• OAT KDT Kategori Anak (2HRZ/4HR
Yang digunakan apabila pada penggunaan OAT FDC Kategori 1 dan Kategori
Anak terjadi efek samping sehingga pemberian salah satu jenis OAT-nya harus
dihentikan.
Tabel untuk penentuan pemberian dosis obat-obat TB kepada pasien
berdasarkan berat badan ada di MI-2 Tatalaksana Pengobatan TB.
105
“Panduan Penyiapan Paket Perorangan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Kombinasi Dosis Tetap (KDT)” terlampir.

106
Penggunaan Logistik P2TB
Penggunaan OAT Resistan Obat

Sejak tahun 2010 Program Nasional Pengendalian TB telah melaksanakan pengobatan pada pasien
TB yang resistan obat. Obat Anti TB (OAT) yang digunakan paduan dari OAT Lini kedua ditambah OAT
Lini pertama yang masih sensitif.
Paduan standar OAT Resistan Obat yang digunakan P2TB adalah:
Km-Lfx-Eto-Cs-Z-(E) / Lfx-Eto-Cs-Z-(E)
Km : Kanamisin
Lfx : Levofloksasin
Eto : Etionamid
Cs: Sikloserin
Z : Pirazinamid
E : Etambutol

Paduan OAT Resistan Obat digunakan untuk mengobati pasien TB yang resistan obat TB lini pertama.
107
Penggunaan Logistik P2TB
Penggunaan OAT Resistan Obat

Prinsip Penggunaan Paduan Pengobatan TB MDR, adalah sebagai berikut:


• Setiap paduan obat TB MDR terdiri dari minimal 4 macam obat dengan efektifitas yang pasti atau hampir pasti.
• Dosis obat berdasarkan Berat Badan.
• Obat suntikan (Kanamisin atau Capreomisin) digunakan minimal selama 6 bulan dan 4 bulan setelah terjadi konversi
biakan.
• Lama pengobatan minimal adalah 18 bulan setelah konversi biakan.
• Setiap pemberian suntikan maupun obat oral dibawah pengawasan petugas kesehatan yang ditunjuk sebagai PMO.
• Pada pasien yang mendapat sikloserin harus ditambahkan Piridoxin (vitamin B6), dengan dosis 50 mg untuk setiap
250 mg sikloserin.
• Semua obat sebaiknya diberikan dalam dosis tunggal, kecuali jika terjadi efek samping berat ataupun pada pasien TB
MDR/HIV yang mendapatkan ART maka beberapa jenis obat diberikan dalam dosis terbagi seperti: PAS, sikloserin
dan etionamid.

108
Penggunaan Logistik P2TB
Penggunaan OAT Resistan Obat

Dalam penggunaannya, untuk menentukan dosis OAT resistan obat


yang akan diberikan kepada pasien maka harus memperhatikan
beberapa ketentuan berikut:
• Penentuan dosis OAT oleh Tim Ahli Klinis yang dibuat berdasarkan kelompok
berat badan pasien.
• Untuk mengurangi kejadian efek samping obat maka pada awal pemberian obat
diberikan secara ramping/incremental dose selama maksimal satu minggu.
• Perubahan dosis pada saat pengobatan sangatlah dimungkinkan apabila Tim Ahli
Klinis merekomendasikan hal tersebut.

109
Penggunaan Logistik P2TB
Penggunaan OAT Resistan Obat

110
Penggunaan Non OAT
Penggunaan Mikroskop

Diagnosis TB melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak merupakan


metode baku emas (gold standard). Namun, pemeriksaan kultur
memerlukan waktu lebih lama (paling cepat sekitar 6 minggu) dan
memerlukan fasilitas sumber daya laboratorium yang memenuhi
standar. Pemeriksaan 3 contoh uji (SPS) dahak secara mikroskopis
nilainya identik dengan pemeriksaan dahak secara kultur atau biakan.
Pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan pemeriksaan yang paling
efisien, mudah, murah, bersifat spesifik, sensitif dan hanya dapat
dilaksanakan di semua unit laboratorium. Untuk mendukung kinerja
penanggulangan TB, diperlukan manajemen yang baik agar terjamin
mutu laboratorium tersebut. 111
112
Penggunaan Non OAT
Prinsip Kerja Mikroskop

Cahaya yang berasal dari sumber cahaya (cermin atau sinar lampu)
diteruskan ke diafragma, kondensor dan kaca sediaan yang
diperiksa.Cahaya dari lensa objektif diteruskan melalui tabung
mikroskop ke lensa okuler dan selanjutnya diterima oleh mata sehingga
objek terlihat.

113
Penggunaan Non OAT
Cara menggunakan mikroskop untuk pemeriksaan dahak

Letakkan mikroskop di meja yang permukaannya datar, tidak licin dan dekat
sumber cahaya.
• Bila menggunakan sumber cahaya lampu :
• Atur tegangan lampu ke minimum.
• Nyalakan mikroskop memakai tombol ON.
• Sesuaikan dengan pelan-pelan sampai intensitas cahaya yang diinginkan tercapai.
• Letakkan sediaan yang telah diwarnai ke atas meja sediaan.
• Putar lempeng objektif ke objektif 10 x.
• Atur dengan tombol pengatur fokus kasar dan pengatur fokus halus sampai
sediaan terlihat jelas.
114
Penggunaan Non OAT
Cara menggunakan mikroskop untuk pemeriksaan dahak

• Sesuaikan jarak antar pupil sampai gambar kiri dan gambar kanan
menyatu dengan cara menggeser-geser kedua lensa okuler karena
setiap orang mempunyai jarak antar pupil yang berbeda-beda).
• Fokuskan gambar dengan mata kanan dengan cara melihat ke dalam
okuler kanan dan sesuaikan dengan tombol pengatur focus halus.
• Fokuskan gambar dengan mata kiri dengan cara melihat ke dalam
okuler kiri dan putar. cincin penyesuai diopter sampai didapatkan
gambar yang paling jelas, baik untuk mata kiri maupun mata kanan.
• Buka iris/diafragma sampai 70 – 80%, hingga lapangan pandang terang
dengan merata. 115
Penggunaan Non OAT
Cara menggunakan mikroskop untuk pemeriksaan dahak

• Teteskan minyak imersi di atas sediaan (aplikator jangan menyentuh sediaan) dan putar
lensa objektif 100 x ke tempatnya sampai berbunyi “klik”.
• Fokuskan dengan menggunakan tombol pengatur fokus halus, bukan dengan pengatur
fokus kasar sampai didapatkan gambar yang paling jelas.
• Begitu sediaan selesai dibaca, putar objektif 100 x menjauhi kaca sediaan, tempatkan
objektif 10 x di atas sediaan, lalu sediaan diambil.
• Bila telah selesai, atur kembali pengatur intensitas cahaya ke minimum dan matikan
mikroskop dengan menekan tombol OFF.
• Setiap selesai menggunakan mikroskop, bersihkan dengan hati-hati minyak emersi dari
lensa objektif 100 x dengan menggunakan kertas lensa, kondensor diturunkan, lensa pada
posisi lensa objektif terpendek. Simpan mikroskop dalam kotak mikroskop/ lemari yang
dijaga kelembabannya dengan menempatkan lampu 5 watt yang selalu menyala
116
Penggunaan Non OAT
Penggunaan Xpert/Rapid Test

Diagnosis TB Resistan obat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan uji kepekaan


obat dengan Metode standar yang tersedia di Indonesia. Uji kepekaan obat ini
bertujuan untuk menentukan ada atau tidaknya resistensi M.tb terhadap OAT.
Pemeriksaan laboratorium untuk uji kepekaan M.tuberculosis dilakukan dengan
metode standar yang tersedia di Indonesia yaitu metode konvensional dan
metode tes cepat (rapid test).
Test cepat yang digunakan di Indonesia menggunakan Xpert MTB /RIF atau
dikenal dengan GeneXpert. Dengan mesin ini hasil pemerikasaan dapat diketahui
dalam waktu 2 jam.GeneXpert ini digunakan untuk menguji kepekaan obat
Rifampisin.
117
118
Manajemen Pendukung Pengelolaan Logisti P2TB
Organisasi

Organisasi pengelolaan Logistik P2TB mengikuti sistim


organisasi yg ada disetiap tingkat pelaksana, baik di Pusat,
Propinsi, Kabupaten/Kota dan Fasilitas kesehatan.

119
Manajemen Pendukung Pengelolaan Logisti P2TB
Organisasi

120
Manajemen Pendukung Pengelolaan Logisti P2TB
Sumber Daya Manusia

• Dalam pengelolaan logistik P2TB diperlukan adanya tenaga pengelola yang


cukup dan kompeten.Sesuai kebijakan penglolaan logistik satu pintu, maka
tenaga pengelola logistik P2TB adalah tenaga farmasi atau tenaga lain yang
mengelola gudang/Instalasi farmasi sesuai organisasi pengelola di setiap
tingkat pelaksana program.
• Peningkatan keterampilan dan kompetensi pengelola logistik ada dibawah
pembinaan dan supervisi dari Ditjen Binfar dan Alkes. Namun apabila
diperlukan, P2TB dapat membantu untuk melakukan On the Job Training
(OJT), Pelatihan maupun Pertemuan (Workshop/Seminar) untuk
meningkatkan keterampilan dan kompetensi tenaga pengelola logistik P2TB.
121
Manajemen Pendukung Pengelolaan Logisti P2TB
Pembiayaan

Pembiayaan yang dibutuhkan di dalam pengelolaan Logistik


P2TB disetiap tingkatan pelaksana program menggunakan
dana yang ada pada masing-masingpengelola logistik
(APBN/APBD) maupun dana lain yg sah (bantuan).

122
Manajemen Pendukung Pengelolaan Logisti P2TB
Sistem Informasi

Manual
• Laporan Penggunaan dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang
digunakan di fasilitas kesehatan (Faskes) seperti Puskesmas.
• Laporan Penerimaan dan Penggunaan OAT (TB.13) yang digunakan di
tingkat kab/kota dan propinsi untuk melaporkan penerimaan dan
penggunaan OAT setiap triwulan.Contoh Formulir TB.13 Kab/Kota dan
Propinsi untuk laporan OAT dan Contoh Formulir TB.13 MDR Faskes
dan Propinsi untuk laporan OAT MDR dan Non OAT MDR terlampir.

123
Manajemen Pendukung Pengelolaan Logisti P2TB
Sistem Informasi

Elektronik
Saat ini P2TB telah memiliki sistim Pencatatan dan Pelaporan secara
elektronik yang berbasis web, yaitu :
• Sistim Informasi Terpadu TB (SITT) yang digunakan untuk mencatat
dan melaporkan penemuan dan pengobatan pasien TB yang tidak
resisten.
• E-TB Manager(E-TBM) yang digunakan untuk mencatat dan
melaporkan penemuan dan pengobatan pasien TB yang resisten obat.
124
JAGA MUTU
Pengawasan mutu didefinisikan sebagai suatu konsep yang mencakup segala aspek yang
secara individual atau bersama-sama dapat mempengaruhi mutu suatu produk. Dasar
pemikiran pengawasan mutu:
• Mutu harus dibentuk dalam setiap desain dan proses. Mutu tidak dapat diciptakan
melalui pemeriksaan.
• Inti pengendalian mutu terpadu yang sesungguhnya terletak pada kendali mutu dan
jaminan mutu.
• Pengawasan mutu yang dilaksanakan di bidang obat meliputi:
• Standardisasi produk dan sarana
• Pre-market : pemberian nomor ijin edar, sertifikasi CPOB
• Post-market : pemeriksaan setempat, sampling dan pengujian, monitoring efek samping

125
JAGA MUTU
Logistik terutama OAT yang diterima atau disimpan di gudang
perbekalan kesehatan secara rutin harus dilakukan uji mutu. Uji mutu
ini dapat dilakukan secara organoleptik dan laboratorium. Uji
organoleptik dilakukan untuk melihat perubahan fisik sediaan yang
terjadi akibat faktor fisika maupun kimia. Untuk logistik non OAT
dilakukan sesuai dengan jenis dan karakteristik.

126
JAGA MUTU
Tindak lanjut terhadap logistik yang terbukti rusak adalah :
• Dikumpulkan dan disimpan terpisah, pemisahannya berdasarkan produk yang
memiliki nomor bets atau kode produksi yang sama
• Buat Laporan ke atasan langsung yang isinya jumlah, jenis, nomor bets dan tanggal
kadaluarsa.
• Menginformasikan ke seluruh fasilitas kesehatan yang memiliki jenis produk dengan
nomor bets yang sama untuk tidak dipergunakan lagi
• Dihapuskan dan dimusnahkan sesuai aturan yang berlaku, dan ataudikembalikan sesuai
dengan kesepakatan yang berlaku (Kontrak)
Apabila dari hasil pengujian laboratorium, mutu sediaan obat yang diuji tidak
memenuhi persyaratan maka akan dilakukan Perintah Penarikan dari Peredaran
kepada industri farmasi oleh Badan POM.
127
MONITORING LOGISTIK

Monitoring atau pemantauan adalah mengamati secara langsung


ketersediaan logistik TB. Monitoring dilakukan di setiap tingkat
administrasi (pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan faskes). Kegiatan ini
merupakan bagian penting dari tugas pengelola logistik program TB di
setiap tingkat administrasi melalui pengumpulan, pengolahan dan
analisis data. Monitoring tidak sekedar mengetahui jumlah yang ada
dalam laporan, tetapi yang lebih penting tindakan yang harus dilakukan
agar ketersediaan logistik dalam keadaan cukup, tidak berlebih atau ex
pire dan tidak kekurangan.

128
MONITORING LOGISTIK
Tujuan Monitoring

• Mengetahui apakah perencanaan logistik yang dilaksanakan sudah


sesuai dengan harapan untuk mendukung capaian indikator.
• Mengukur ketersediaan logistik secara optimal sehingga
tercapainya tepat jumlah, tepat jenis, tepat penyimpanan, tepat
waktu pendistribusian, dan tepat penggunaan di seluruh faskes.
• Mengidentifikasi masalah, penyebabnya dan melakukan
tindakan/koreksi segera.

129
MONITORING LOGISTIK
Tujuan Monitoring

• Menelaah data pencatatan dan pelaporan Program TB.


• Supervisi dengan melakukan pengamatan langsung terhadap stock atau
ketersediaan logistik, baik jumlah maupun masa keberlakuannya.

130
MONITORING LOGISTIK
Waktu pelaksanaan Monitoring

Monitoring dapat dilaksanakan secara rutin, berkala setiap bulan


maupun setiap triwulan.

131
MONITORING LOGISTIK
Monitoring logistik dapat dilakukan terhadap :
• Jumlah ketersediaan logistik
• Ketersediaan dalam jumlah dapat membandingkan antara stock yang ada dengan kebutuhan , dan
akan didapat berapa lama stock yang ada dapat memenuhi kebutuhan.
• Hasil dari perbandingan ini dapat menggambarkan bahwa stock yang ada dapat memenuhi
kebutuhan atau kekurangan maupun kelebihan.
• Masa penggunaan atau batas pemakaian (Ex pire date). Ketersediaan logistik dilihat dari
masa pemakaian (ex pire date) hasilnya akan akan memberian gambaran sbb :
• Stock banyak tetapi yang bisa dipergunakan hanya sedikit atau sebagian.
• Stock banyak tetapi tingkat kebutuhan hanya sedikit.
• Mengidentifikasi masalah, dan rencana tindak lanjut :
• Jika stock ketersediaan logistik sedikit atau tidak mencukupi sampai waktu yang ditentukan, maka
permintaan kebutuhaan harus segera dilakukan.
• Jika Stock ketersedian berlebih, maka segera dilakukan relokasi.
132
EVALUASI MATERI

133
Latihan 1. Latihan Menghitung Kebutuhan OAT
• Pada tahun 2013 Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa Barat
mempunyai jumlah penduduk sebesar 210.030 jiwa, angka
pertambahan penduduk pertahun 2%. Berdasarkan data dari TB 07
didapatkan jumlah pasien BTA pos 134 kasus, pasien BTA neg Ro Pos 86
kasus, pasien Extraparu 12 kasus, pasien yang kambuh 4 kasus dan anak
37 kasus.
• Pada tanggal 5 Januari 2014 akan menyusun rencana kebutuhan OAT,
stock akhir bulan Desember 2013 yang ada di IFK adalah sbb :

134
1. OAT FDC / KDT:
• Kat 1 = 160 paket dengan ED April 20115
• = 50 paket dengan ED Oktober 2014
• Kat 2 = 5 paket dengan ED Oktober 2014
• Kat Anak= 20 paket dengan ED Sept 2014
• = 16 paket dengan ED Juli 2014
2. OAT Kombipak :
• Kat 1 = 4 paket dengan ED Agustus 2014
• Kat Anak= 1 paket dengan ED Juli 2014
3. Rencana OAT yang akan diterima melalui pengadaan tahun 2014, yang pelaksanaannya biasanya
pada bulan Oktober adalah sbb:
OAT FDC / KDT :
• Kat 1 = 140 paket
• Kat 2 = 12 paket
• Anak = 24 paket
4. Pada tahun 2015 melalui APBD II di anggarkan untuk membeli OAT Kat 1 sebanyak 50 paket dan
Anak 20 paket 135
• Pada tahun 2014 penduduk Kabupaten Majalengka sebesar 214.226
jiwa dengan perkiraan peningkatan cakupan rata-rata 6%, dari semua
cakupan.

• Buatlah perencanaan kebutuhan OAT pada perencanaan tahun 2014


dengan menggunakan langkah dan Format pada lembar kerja.

136
Latihan 2. Evaluasi akhir materi

1. Pada era desentralisasi titik berat perencanaan Program


Pengendalian TB diutamakan dilakukan di tingkat:
a. Pusat
b. Provinsi
c. Kabupaten/Kota
d. Regional
e. Fasyankes

137
2. Dalam perencanaan kebutuhan OAT perlu ditambahkan buffer
stock sebagai pengaman dan OAT Kombipak untuk mengantisipasi
terjadinya efek samping OAT KDT yang jumlahnya masing-masing:
a. Buffer stock sebanyak 10% di masing-masibng level dan OAT Kombipak
sebanyak 2-5 %.
b. Buffer stock sebanyak 30-50% dan OAT kombipak sebanyak 5-10%
c. Tergantung dengan ketersediaan anggaran
d. Buffer stock diperkirakan saja dan OAT Kombipak sesuai data tahun lalu
e. Sebanyaknya agar tidak terjadi kekurangan

138
3. Dalam perencanaan kebutuhan OAT, stock yang masih bisa dipergunakan
adalah:
a. Semua OAT yang belum kadaluarsa.
b. Kategori 1 minimal 6 bulan, kategori 2 minimal 9 bulan, sisipan minimal 1 bulan
dan Anak minimal 6 bulan.
c. Kategori 1 minimal 9 bulan, kategori 2 minimal 12 bulan, sisipan minimal 4 bulan
dan Anak minimal 9 bulan.
d. Kategori 1 minimal 9 bulan, kategori 2 minimal 12 bulan, sisipan minimal 9 bulan
dan Anak minimal 9 bulan.
e. Kategori 1 minimal 9 bulan, kategori 2 minimal 9 bulan, sisipan minimal 9 bulan
dan Anak minimal 9 bulan.
139
140
REFERENSI
1. Pedoman Nasional Program Pengendalian TB, 2014.
2. Strategi Nasional Pengendalian TB, 2015-2019.
3. RAN P2TB, 2015-2019
4. Renstra Pengelolaan Obat Publik
5. Petunjuk Teknis Pengelolaan Obat.

141
LAMPIRAN

142
143
144
145

Anda mungkin juga menyukai