Konsep Dan Askep PJK
Konsep Dan Askep PJK
Oleh: Kelompok 9
Sherly Rosita (1901200531)
Dyah Dwi W(1901200517)
Definisi Penyakit
Penyakit jantung koroner adalah gangguan fungsi jantung
akibat otot jantung kekurangan darah karena adanya
penyempitan pembuluh darah koroner. (Riskesdas, 2013)
Etiologi Penyakit
Aterosklerosis
penyempitan dan penebalan arteri
karena penumpukan plak pada
dinding arteri.
Trombosis
proses koagulasi dalam
pembuluh darah yang
berlebihan sehingga
menghambat aliran darah,
atau bahkan menghentikan
aliran tersebut.
Faktor Risiko
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi /diubah:
BAGAIMANAKAH
EVALUASI YANG
DILAKUKAN
DOKTER?
Pada mereka yang belum pernah terdiagnosis
PENYAKIT JANTUNG KORONER, dokter akan
melakukan evaluasi apakah pasiennya mempunyai faktor
risiko tinggi dan faktor risiko utama bagi
PJK/SERANGAN JANTUNG.
Hipotesis (kemungkinan) adanya PENYAKIT JANTUNG
KORONER dapat diketahui dari wawancara KELUHAN
NYERI DADA.
Diagnosis klinis adanya PENYAKIT JANTUNG
KORONER dapat ditegakkan oleh dokter melalui data-
data klinis yang diperoleh dari wawancara, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang jantung.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang ini dapat
dilakukan untuk tujuan skrining,
diagnosis, evaluasi dan menilai
‘prognosis’.
PEMERIKSAAN ELEKTROKARDIOGRAM
(EKG)
Pemeriksaan EKG tidak dapat mendeteksi adanya sumbatan
koroner secara langsung namun dapat mendeteksi adanya
gangguan aktifitas listrik jantung yang terjadi akibat adanya
sumbatan di arteri koroner jantung.
Pemeriksaan ini bermanfaat untuk mendiagnosis klinis pada
mereka yang mengeluh ‘angina’, disertai dengan adanya
faktor risiko PJK/SERANGAN JANTUNG.
Pemeriksaan ini dapat menghasilkan suatu ‘negatif palsu’,
pada orang yang saat diperiksa tidak mempunyai keluhan.
PEMERIKSAAN EKG TREADMILL
Pemeriksaan treadmill merupakan pemeriksaan EKG dengan
uji beban / uji latih jantung. Aktifitas listrik jantung direkam
ketika aktifitas jantung meningkat akibat latihan (berjalan di
atas papan treadmill).
Pemeriksaan ini dilakukan bila hasil EKG hasilnya ‘negatif-
palsu’.
Bila aktifitas treadmill tidak dapat dilakukan oleh karena
sesuatu sebab (misal penderita juga mempunyai radang/nyeri
lutut), maka dilakukan uji beban dengan menginjeksikan obat
yang dapat meningkatkan aktifitas jantung.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium seperti memeriksa profil
kolesterol dilakukan untuk menilai besarnya risiko seseorang,
dan bukan dilakukan untuk mendiagnosis adanya PENYAKIT
JANTUNG KORONER.
Pemeriksaan kadar kolesterol-LDL untuk menilai
keberhasilan target terapi KADAR KOLESTEROLTINGGI.
Pemeriksaan gula darah untuk penapisan DIABETES
MELITUS. Bila mempunyai DIABETES MELITUS,
pemeriksaan HbA1c dilakukan untuk menilai kendali gula
darah dalam 3 bulan terakhir.
ANGIOGRAFI KORONER
Pemeriksaan angiografi koroner sering disebut juga sebagai
pemeriksaan kateterisasi jantung, sebab pada pemeriksaan ini
suatu kateter akan dimasukkan melalui pembuluh darah di
lipat paha atau lengan hingga menuju jantung. Ketika ujung
kateter telah mencapai arteri koroner jantung, suatu zat
kontras di injeksikan sehingga gambaran sumbatan di
pembuluh darah pada hasil foto Rontgent akan tampak
dengan jelas.
Pemeriksaan angiografi merupakan ‘gold standar’ atau
pemeriksaan baku emas yang sangat akurat untuk
mendiagnosis adanya sumbatan di arteri koroner jantung.
CT ANGIOGRAM KORONER (CT
CORONARY ANGIOGRAM)
Pada saat scaning di tabung CT, zat kontras di injeksikan.
CT angiogram dapat menilai skor kalsium, untuk menilai
banyaknya masa kalsium di dinding pembuluh darah.
Bila nilainya 0, artinya tidak ada endapan kalsium di
dinding pembuluh darah..
Bila nilainya >0, artinya ada endapan kalsium di dinding
pembuluh darah
Pencegahan dan Penatalaksanaan
Lanjutan...
Asuhan Keperawatan Penyakit
Jantung Koroner
Pengkajian:
Aktivitas dan
Keluhan utama Istirahat Sirkulasi (TD Eliminasi (bising
(nyeri dada) (terganggu karena meningkat,dll) usus meningkat
nyeri)
Intervensi:
•Monitor dan kajikarakteristik dan lokasinyeri.
•Monitor tanda-tanda vital (tekanandarah, nadi, respirasi, kesadaran).
•Anjurkan pada pasien agar segeramelaporkanbilaterjadinyeri dada.
•Ciptaknsuasanalingkunganyangtenang dan nyaman.
•Ajarkan dan anjurkan pada pasienuntukmelakukantehnikrelaksasi.
•Kolaborasidalam :Pemberianoksigen dan Obat-obatan (beta blocker, anti
angina, analgesic)
•Ukurtanda vital sebelum dan sesudahdilakukanpengobatandengannarkosa.
Diagnosa Keperawatan
2. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan
iskemi pada miokard.
Intervensi:
• Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah
melakukan aktivitas.
•Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu.
•Anjurkan pada pasien agar tidak “mengejan” pada saat buang air besar.
•Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh dilakukan
oleh pasien.
•Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisik bahwa aktivitas melebihi
batas.
Diagnosa Keperawatan
3. Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan
dengan perubahan dalam rate, irama, konduksi jantung,
menurunya preload atau peningkatan SVR, miocardial infark.
Intervensi:
• Lakukan pengukuran tekanan darah (bandingkan kedua lengan pada posisi
berdiri, duduk dan tiduran jika memungkinkan).
•Kaji kualitas nadi.
•Catat perkembangan dari adanya S3 dan S4.
•Auskultasi suara nafas.
•Dampingi pasien pada saat melakukan aktivitas.
•Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi konsumsi kafeine.
•Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian obat-
obatan anti disritmia.
Diagnosa Keperawatan
4. Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan
dengan penurunan tekanan darah, hipovolemia.
Intervensi:
• Kaji adanya perubahan kesadaran.
•Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang dingin dan penurunan kualitas
nadi perifer.
•Kaji adanya tanda Homans (pain in calf on dorsoflextion), erythema,
edema.
•Kaji respirasi (irama, kedalaman dan usaha pernafasan).
•Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, abdominal distensi, constipasi).
•Monitor intake dan out put.
•Kolaborasi dalam: Pemeriksaan ABG, BUN, Serum ceratinin dan elektrolit.
Diagnosa Keperawatan
V. Resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan berhubungan
dengan penurunan perfusi organ (renal), peningkatan retensi
natrium, penurunan plasma protein.
Intervensi:
• Auskultasi suara nafas (kaji adanya crackless, wheezing).
•Kaji adanya jugular vein distension, peningkatan terjadinya edema.
•Ukur intake dan output (balance cairan).
•Kaji berat badan setiap hari.
•Anjurkan pada pasien untuk mengkonsumsi total cairan maksimal 2000
cc/24 jam.
•Sajikan makan dengan diet rendah garam.
•Kolaborasi dalam pemberian deuritika.
Terimakasih....