https://mrishark.com/image-matrix.html
https://www.radiologycafe.com/radiology-trainees/frcr-physics-notes/mr-image-quality
4.1. MRI of The Head & Neck : General Imaging Principle
https://mrimaster.com/technique%20SNR.html
Ada beberapa metode dalam
mengatasi hal tsb. :
Penggunaan small phased-
array surface coils pada kepala
atau leher diItempatkan
pada regio of interest
menghasilkan SNR yg lebih
baik.
Biasanya permukaan coil yg
digunakan berdiameter antara
7 atau 8 cm.
http://mriquestions.com/how-is-pi-different.html
• Kekurangan pada permukaan
coil yg kecil terletak pada
midline, oleh karena
keterbatasan penetrasi dari
sinyal koil tsb SNR pada
laring & leher akan cukup
tinggi.
• Pada pencitraan tulang
temporal sinyal pada tulang
berlokasi di tengah akan
menjadi akurat dalam
memeriksa tulang temporal
secara lebih detail.
Evaluasi otak dan
atau leher dapat
ditampilkan dengan
menggunakan suatu
multi-channel coil
pada kepala & atau
leher
• Supine, head first
• Posisi Topogram/Landmark : Pusatkan FOV pada midline
https://www.slideshare.net/Docsanjana/basic-principles-of-magnetic-resonance-imaging-for-beginner
Apalagi penggunakan phased-
array coils membantu teknik
pencitraan paralel
Penggunaan 2 elemen phased-
array coil memungkinkan untuk
mengurangi waktu pencitraan
sebesar 50%, dengan
menggunakan suatu parallel
imaging factor, R, dari maximum 2.
Faktor pencintraan maximum
sama dengan jumlah elemen koil
Ying, L., & Liang, Z.-P. (2010). Parallel MRI Using Phased Array
Coils. IEEE Signal Processing Magazine, 27(4), 90–98.
doi:10.1109/msp.2010.936731
• Perlu kewaspadaan dalam menggunakan small
surface coils isolating material menutupi coil.
• Coils harus tidak pernah menyentuh satu dengan
lainnya, dan kabel penghubung musti ditempatkan
parallel terhadap axis disepanjang saluran
Gbr 1.3A - D
MRI dapat (A, B) CT cervical dengan soft tissue & bone
meningkatkan akurasi windows potongan axial suatu lesi ulserasi
dalam mengevaluasi sepanjang aspek posterolateral dextra dari
lesi soft tissue halus lidah (panah). Ada penyangatan halus di
yg berasal dari area sekitar area ulserasi. Os mandibula masih
dengan lemak tubuh intak.
yg kurang & berotot, (C) MRI STIR image excellent fat
ex. lidah (gbr 1.3A - saturation, & gambaran yg lebih jelas dari right
D), & lesi pada posterior lateral tongue squamous cell
pharyngeal mucosal carcinoma. Terdapat pula keterlibatan tumor
space (gbr 1.4A - D). dari mukosa buccal yg berdekatan dengan
tumor.
(D) MRI axial fat saturated T1 WI post kontras
tumor dengan komponen nekrotik yg tidak
menyangat pada bagian sentralnya (panah).
Tumor is well delineated bahkan ketika tidak
ada agen kontras yg diberikan, oleh karena
intrinsic high soft tissue contrast MRI
Gbr 1.4A - D
Ca nasofaring dengan penyebaran perineural
sepanjang divisi V3 dari nervus trigeminus
(A) CT suatu massa soft tissue dengan
minimal contrast enhancement pada bagian
tengah fossa Rosenmueller dextra (panah).
(B) lebih atas lagi, terdapat pembesaran
asimetris halus dari foramen ovale dextra
(panah). Tampilannya non spesifik &
kemungkinan berkembang, namun adanya
diagnosis ca Nasofaring membuat kecurigaan
adanya penyebaran perineural
(C, D) MRI fatsaturated postcontrast T1 WI
pada level anatomis yg sama massa
nasofaring dengan avid enhancement (panah).
Terdapat pembesaran & penyangatan dari
nervus V3 dextra setinggi foramen ovale
(panah), mengkonfirmasi kecurigaan yg lebih
awal adanya penyebaran perineural melalui
infiltrasi sumsum tulang abnormal
Gbr 1.5A - D
Squamous cell carcinoma dari
cavum oris dengan invasi
MRI dapat menampilkan
mandibular.
perluasan lesi region kepala
MRI
leher.
(A) axial & (B) coronal
Ex. Kasus Ca laryng, adanya precontrast T1 WI
perluasan extralaryngeal dari hipointense, menggantikan
tumor & keteribatan kartilago. sinyal fat normal pada soft
Walaupun CT baik dalam tissue & sumsum tulang
menampilkan struktur tulang, mandibula. Terdapat clear
MRI dapat menunjukkan disruption dari korteks
keterlibatan tulang yg lebih hipointense mandibular.
awal melalui infiltrasi abnormal (C) axial T2 WI dengan fat
pada sumsum tulang (gambar saturation,
1.5A - D). (D) axial post contrast fat-
saturated T1 WI (panah)
penyangatan avid dari massa
suatu squamous cell carcinoma
pada cavum oris sinistra dengan
invasi ke hemimandibular sinistra
(panah).
Gbr 1.6A to D Squamous cell carcinoma of
cavitas sinonasal
(A) CT dengan soft tissue window suatu
soft tissue mass (panah putih) pada
ostium sinus maxillaris sinistra, meluas
hingga ke sinus maxillaris & cavum nasi
sinistra. Densitas soft tissue sangat halus
MRI juga berperan pada fossa pterygopalatine sinistra (panah
dalam hitam) suggestif keterlibatan tumor.
megevaluasi lesi (B) CT dengan bone window pada level yg
sinonasal. lebih rendah erosi tulang
(C) MRI axial enhanced T1 WI dengan fat
Pada CT dapat
saturation penyangatan massa (panah
sulit karena susah
putih pendek) serupa dengan CT, namun
untuk
keterlibatan fossa pterygopalatine (panah
membedakan lesi
hitam) lebih jelas terlihat. Sebagai
pada soft tissue
tambahan, adanya trapped secretion &
dari sekresi &
inflammatory sinus disease dapat
perubahan
dibedakan dari penyangatan tumor (panah
inflamasi mukosa
putih panjang) (panah putih pendek),
(gbr 1.6A - D).
suatu keuntungan dari MRI
(D) Coronal enhanced T1-WI dengan fat
saturation penyangatan tumor yg meluas
hingga ke aspek inferior dari orbita sinistra
(panah). Kurangnya penyangatan dari
penebalan mukosa pada dasar sinus maxillaris
dextra dari penyakit sinus kronik.
MRI sangat diperlukan dalam mengevaluasi penyakit yang menyerang saraf
kranial, basis cranii, atau ketika dicurigai adanya perluasan penyakit ke
intracranial (gambar 1.4A - D). Untuk alasan inilah, MRI sering dikerjakan
untuk staging malignansi yang melibatkan cavitas sinonasal, nasofaring, &
basis cranii ketika CT sudah lebih dahulu dikerjakan.
Yu E, Shankar L. Introductory
Head and Neck
Imaging. Jaypee Brothers Medical
Publishers, 2014
TERIMA KASIH
&
MOHON ASUPAN