Anda di halaman 1dari 31

MRI Textbook Reading

4.1. MRI of The Head & Neck : General


Imaging Principle

Presentan : dr. Rizki Amallia


Pembimbing : dr. Yana Supriatna, Ph.D, Sp.Rad (K) RI
Tanggal : September 2019
KEPALA LEHER
• Regio anatomi umum, yg terdiri dari
sejumlah struktur (ossa, nervus,
arteri, vena, musculus, & limfatik)
Potongan Transversal setinggi
VC5
 Fascia musculus terbagi
menjadi 3 lapisan :
• Lamina Superficialis
• Lamina Pretrachealis
• Lamina Prevertebralis
 Terdapat pula fascia
neurovascular (carotid
sheath & fascia visceralis)

Schuenke M,et al. Atlas of Anatomy Head,


Neck, and Neuroanatomy. 2 nd edition.
Thieme, 2016.
Lateral sinistra view.
- Potongan sagittal 
lapisan terdalam dari
deep cervical fascia,
the prevertebral layer,
directly overlies
the vertebral column in
the median plane and is
split into two
parts.
.
Schuenke M,et al.
Atlas of Anatomy
Head, Neck, and
Neuroanatomy. 2
nd edition. Thieme,
2016.
KEPALA LEHER
• Regio anatomi umum, yg terdiri dari
sejumlah struktur (ossa, nervus,
arteri, vena, musculus, & limfatik)
MRI KEPALA LEHER

 MRI >> digunakan  alat problem-solving ketika pencitraan dengan CT


belum dapat menjawab pertanyaan klinis.
 Dibanding CT, MRI memerlukan biaya lebih tinggi, waktu scanning lebih lama,
mudah terlihat gambaran artefak dari pasien & gerakan fisiologis,
memerlukan pasien yg kooperatif selama pemeriksaan, & kontraindikasi bagi
pasien dengan terpasang cardiac pacemakers & beberapa implanted
electronic devices seperti cochlear implant.
 Keuntungan MRI  resolusi kontras lebih baik, tanpa radiasi pengion, detail
citra bisa tanpa kontras iv, riziko alergi kontras Gd rendah,
 Sekuens MRI pada pencitraan kepala leher meliputi T1-WI (pre maupun post
injeksi kontras iv) & T2-WI
 Pre injeksi kontras gadolinium  T1-WI dikerjakan tanpa fat suppression
memaximalkan gambaran soft tissue yg berasal dari natural fat di kepala &
leher.
 T2-WI & post-contrast T1-WI akan lebih baik dengan adanya fat suppression
 meningkatkan conspicuity lesi.
 Alternatif lainnya dari fat suppressed T2-W sequence  STIR (Short Tau
Inversion Recovery)  menampilkan fat suppression yg lebih dapat
diandalkan  efeknya terjadi peningkatan noise & waktu scanning >>.
 Penggunanaan fat suppression pada post-contrast T1-WI masih
diperdebatkan karena fat suppression inhomogen akibat magnetic field
inhomogen  dengan akibat muncul artefak, dengan sinyal residual tinggi
akibat kegagalan mensupresi lemak  interpretasi gambar menjadi sulit.
 Dengan demikian, teknik yang lebih dapat diandalkan  IDEAL,2 dapat
mengatasi ketidaksempurnaan dalam mensupresi lemak
Anand, Shonima. Magnetic resonance imaging. Niranjan Ultrasound India
Anand, Shonima. Magnetic resonance imaging. Niranjan Ultrasound India
4.1. MRI of The Head & Neck : General Imaging Principle
 Dalam mendeteksi
kelainan pada regio
kepala & leher,
diperlukan pencitraan
yg sangat detail
 Pencitraan dapat
menggunakan suatu
matrix yg tinggi hingga
mencapai 512 × 512

 Besarnya matriks menentukan


jumlah pixel (satuan pembentuk
citra)  jika ukuran matriks
bertambah besar  jumlah pixel &
voxel akan bertambah banyak
dengan field of view sama (FOV
menentukan luas area image yg
akan diambil gambarnya) 
ukuran pixel bertambah kecil 
resolusi spasial meningkat 
mengurangi banyaknya sinyal yg
diterima oleh setiap pixel 
perbandingan SNR yang baik
(prinsip dasar MRI, scribd)

https://mrishark.com/image-matrix.html
https://www.radiologycafe.com/radiology-trainees/frcr-physics-notes/mr-image-quality
4.1. MRI of The Head & Neck : General Imaging Principle

• Namun, hal tsb


memiliki
konsekuensi 
scanning time >> &
dapat menghasilkan
gambaran dengan
signal-to-noise ratio
(SNR) yg kurang.

https://mrimaster.com/technique%20SNR.html
Ada beberapa metode dalam
mengatasi hal tsb. :
 Penggunaan small phased-
array surface coils pada kepala
atau leher diItempatkan
pada regio of interest 
menghasilkan SNR yg lebih
baik.
 Biasanya permukaan coil yg
digunakan berdiameter antara
7 atau 8 cm.

http://mriquestions.com/how-is-pi-different.html
• Kekurangan pada permukaan
coil yg kecil  terletak pada
midline, oleh karena
keterbatasan penetrasi dari
sinyal koil tsb  SNR pada
laring & leher akan cukup
tinggi.
• Pada pencitraan tulang
temporal  sinyal pada tulang
berlokasi di tengah  akan
menjadi akurat dalam
memeriksa tulang temporal
secara lebih detail.
Evaluasi otak dan
atau leher dapat
ditampilkan dengan
menggunakan suatu
multi-channel coil
pada kepala & atau
leher
• Supine, head first
• Posisi Topogram/Landmark : Pusatkan FOV pada midline
https://www.slideshare.net/Docsanjana/basic-principles-of-magnetic-resonance-imaging-for-beginner
 Apalagi penggunakan phased-
array coils  membantu teknik
pencitraan paralel
 Penggunaan 2 elemen phased-
array coil  memungkinkan untuk
mengurangi waktu pencitraan
sebesar 50%, dengan
menggunakan suatu parallel
imaging factor, R, dari maximum 2.
 Faktor pencintraan maximum
sama dengan jumlah elemen koil

Ying, L., & Liang, Z.-P. (2010). Parallel MRI Using Phased Array
Coils. IEEE Signal Processing Magazine, 27(4), 90–98.
doi:10.1109/msp.2010.936731
• Perlu kewaspadaan dalam menggunakan small
surface coils  isolating material menutupi coil.
• Coils harus tidak pernah menyentuh satu dengan
lainnya, dan kabel penghubung musti ditempatkan
parallel terhadap axis disepanjang saluran
Gbr 1.3A - D
MRI dapat (A, B) CT cervical dengan soft tissue & bone
meningkatkan akurasi windows potongan axial  suatu lesi ulserasi
dalam mengevaluasi sepanjang aspek posterolateral dextra dari
lesi soft tissue halus lidah (panah). Ada penyangatan halus di
yg berasal dari area sekitar area ulserasi. Os mandibula masih
dengan lemak tubuh intak.
yg kurang & berotot, (C) MRI STIR image  excellent fat
ex. lidah (gbr 1.3A - saturation, & gambaran yg lebih jelas dari right
D), & lesi pada posterior lateral tongue squamous cell
pharyngeal mucosal carcinoma. Terdapat pula keterlibatan tumor
space (gbr 1.4A - D). dari mukosa buccal yg berdekatan dengan
tumor.
(D) MRI axial fat saturated T1 WI post kontras
 tumor dengan komponen nekrotik yg tidak
menyangat pada bagian sentralnya (panah).
Tumor is well delineated bahkan ketika tidak
ada agen kontras yg diberikan, oleh karena
intrinsic high soft tissue contrast MRI
Gbr 1.4A - D
Ca nasofaring dengan penyebaran perineural
sepanjang divisi V3 dari nervus trigeminus
(A) CT  suatu massa soft tissue dengan
minimal contrast enhancement pada bagian
tengah fossa Rosenmueller dextra (panah).
(B) lebih atas lagi, terdapat pembesaran
asimetris halus dari foramen ovale dextra
(panah). Tampilannya non spesifik &
kemungkinan berkembang, namun adanya
diagnosis ca Nasofaring membuat kecurigaan
adanya penyebaran perineural
(C, D) MRI fatsaturated postcontrast T1 WI
pada level anatomis yg sama  massa
nasofaring dengan avid enhancement (panah).
Terdapat pembesaran & penyangatan dari
nervus V3 dextra setinggi foramen ovale
(panah), mengkonfirmasi kecurigaan yg lebih
awal adanya penyebaran perineural melalui
infiltrasi sumsum tulang abnormal
Gbr 1.5A - D
Squamous cell carcinoma dari
cavum oris dengan invasi
 MRI dapat menampilkan
mandibular.
perluasan lesi region kepala
MRI
leher.
(A) axial & (B) coronal
 Ex. Kasus Ca laryng, adanya precontrast T1 WI 
perluasan extralaryngeal dari hipointense, menggantikan
tumor & keteribatan kartilago. sinyal fat normal pada soft
 Walaupun CT baik dalam tissue & sumsum tulang
menampilkan struktur tulang, mandibula. Terdapat clear
MRI dapat menunjukkan disruption dari korteks
keterlibatan tulang yg lebih hipointense mandibular.
awal melalui infiltrasi abnormal (C) axial T2 WI dengan fat
pada sumsum tulang (gambar saturation,
1.5A - D). (D) axial post contrast fat-
saturated T1 WI (panah) 
penyangatan avid dari massa 
suatu squamous cell carcinoma
pada cavum oris sinistra dengan
invasi ke hemimandibular sinistra
(panah).
Gbr 1.6A to D Squamous cell carcinoma of
cavitas sinonasal
(A) CT dengan soft tissue window  suatu
soft tissue mass (panah putih) pada
ostium sinus maxillaris sinistra, meluas
hingga ke sinus maxillaris & cavum nasi
sinistra. Densitas soft tissue sangat halus
 MRI juga berperan pada fossa pterygopalatine sinistra (panah
dalam hitam) suggestif keterlibatan tumor.
megevaluasi lesi (B) CT dengan bone window pada level yg
sinonasal. lebih rendah  erosi tulang
(C) MRI axial enhanced T1 WI dengan fat
 Pada CT dapat
saturation  penyangatan massa (panah
sulit karena susah
putih pendek) serupa dengan CT, namun
untuk
keterlibatan fossa pterygopalatine (panah
membedakan lesi
hitam) lebih jelas terlihat. Sebagai
pada soft tissue
tambahan, adanya trapped secretion &
dari sekresi &
inflammatory sinus disease dapat
perubahan
dibedakan dari penyangatan tumor (panah
inflamasi mukosa
putih panjang) (panah putih pendek),
(gbr 1.6A - D).
suatu keuntungan dari MRI
(D) Coronal enhanced T1-WI dengan fat
saturation  penyangatan tumor yg meluas
hingga ke aspek inferior dari orbita sinistra
(panah). Kurangnya penyangatan dari
penebalan mukosa pada dasar sinus maxillaris
dextra dari penyakit sinus kronik.
MRI sangat diperlukan dalam mengevaluasi penyakit yang menyerang saraf
kranial, basis cranii, atau ketika dicurigai adanya perluasan penyakit ke
intracranial (gambar 1.4A - D). Untuk alasan inilah, MRI sering dikerjakan
untuk staging malignansi yang melibatkan cavitas sinonasal, nasofaring, &
basis cranii ketika CT sudah lebih dahulu dikerjakan.

Yu E, Shankar L. Introductory
Head and Neck
Imaging. Jaypee Brothers Medical
Publishers, 2014
TERIMA KASIH
&
MOHON ASUPAN

Anda mungkin juga menyukai