Anda di halaman 1dari 27

ANTI JAMUR

KELOMPOK III 2017 (B)


AN NISA UL MURSYIDAH G701 17 052
NURHAYA G701 17 147
NI KADEK DWI PUSPITA M G701 17 152
RIZKIKA NABILA R.MAKKA G70117 205
TIKA SURYANINGSIH G701 17 162
MUSYAHIDAH G701 17
PENDAHULUAN
Infeksi Anti jamur merupakan Masalah Serius:
1. Meningkatkan angka kesakitan
2. Memperpanjang lama perawatan
3. Meningkatkan biaya kesehatan
DEFINISI
• Antijamur adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan
penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur (Siswandono dan
Soekardjo, 2016). Antijamur mempunyai dua pengertian yaitu
suatu senyawa yang dapat membunuh fungi (dikenal sebagai
fungisidal) dan senyawa yang dapat menghambat fungi tanpa
mematikannya (dikenal dengan fungistatik).
Etiologi
Penyebab dari infeksi yaitu Bakteri, virus, jamur, parasit.
1. Pseudomonas aeruginosa
2. Proteus
3. Salmonella shigella sp.
4. Hepatitis
5. Candida albicans
PATOFISIOLOGI
Infeksi jamur dapat dialami orang yang terpajan pada keadaan
apa pun dalam hidupnya. Faktor infeksi ini dapat terjadi tanpa
alasan yang jelas. Tetapi seringkali orang terpajan akibat
lingkungan atau perilakunya. Sebagai contoh, seorang atlet
dapat terinfeksi jamur yang tumbuh di loker dari keringat dan
mandi yang sering. Selain itu juga terjadi pada orang yang
mengalami penurunan fungsi imun, misalnya pasien diabetes,
wanita hamil, dan bayi. Mereka yang menderita imunodefisiensi
berat, termasuk pengidap AIDS, berisiko mengalami infeksi
jamur yang kronik dan berat. Pada kenyataannya, infeksi ragzi
pada vagina atau mulut seringkali merupakan infeksi
oportunistik yang ditemukan pada para pengidap HIV.
GEJALA INFEKSI
• Gejala infeksi jamur sangat beragam, tergantung bagian tubuh yang
terinfeksi yang meliputi :
1. Bintik merah atau ungu dikulit
2. Muncul ruam
3. Kulit pecah pecah
4. Gatal – gatal
5. Rasa sakit yang terinfeksi
6. Pembengkakaan di area yg terinfeksi
7. Sesak nafas
8. Demam
9. Mual muntah
10. Batuk
11. Sakit kepala
12. Luka melepuh dan bernanah
Penggolongan Obat
• Secara klinik, infeksi jamur dapat digolongkan menurut lokasi
infeksinya, yaitu :
1. Mikosis sistemik (infeksi jamur sistemik) terdiri dari deep
mycosis (misalnya aspergilosis, blastomikosis,
koksidioidomikosis, kriptokokosis, histoplasmosis,
mukormikosis, parakoksidio – idomikosis, dan kandidiasis) dan
sub – cutan mycosis (misalnya, kromomikosis, misetoma, dan
sporottrikosis).
2. Dermatofit, yaitu infeksi jamur yang menyerang kulit,
rambut, dan kuku, biasanya disebabkan oleh epidermofiton dan
mikrosporum.
3. Mikosis mukokutan, yaitu infeksi jamur pada mukosa dan
lipatan kulit yang lembab, biasanya disebabkan oleh kandida
(UNSRI, 2004).
• Menurut indikasi klinis obat – obat antijamur dapat dibagi atas
2 golongan, yaitu:
• 1. Antijamur untuk infeksi sistemik, termasuk : amfoterisin B,
flusitosin, imidazol (ketokonazol, flukonazol, mikonazol), dan
hidroksistilbamidin.
• 2. Antijamur untuk infeksi dermatofit dan mukokutan,
termasuk griseofulfin, golongan imidazol (mikonazol,
klotrimazol, ekonazol, isokonazol, tiokonazol, dan bifonazol),
nistatin, tolnaftat, dan antijamur topikal lainnya (kandisidin,
asam undesilenat, dan natamisin) (UNSRI, 2004).
MEKANISME KERJA OBAT
Mekanisme kerja obat antijamur adalah dengan mempengaruhi sterol
membran plasma sel jamur, sintesis asam nukleat jamur, dan dinding
sel jamur yaitu kitin, β glukan, dan mannooprotein.
a. Gangguan pada membran sel
Akibat mekanisme gangguan pada membran sel dalam mempengaruhi
permeabilitas membran sel mengakibatkan sel kehilangan isi selnya,
misalnya ion potassium. Antibiotik polien membentuk kompleks dengan
sterol dan merusak fungsi membran. Mekanisme ini mempunyai efek
fungisidal.
b. Penghambatan sintesis kitin
Mekanisme penghambatan sintesis kitin merupakan
mekanisme yang paling ideal dan selektif tanpa memberikan
efek samping pada manusia atau tumbuhan.

c. Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein Penghambatan


pada sintesis asam nukleat dan protein hanya mempunyai efek
fungistatik. Contoh : blastidin, griseovulvin, dan 5-fluorositosin.
FARMAKOKINETIK
1. Ketokonazol Ketokonazol merupakan antijamur pertama yang
dapat diberikan per oral. Ketokonazol diabsorbsi dengan baik
melalui oral yang menghasilkan kadar yang cukup untuk menekan
pertumbuhan berbagai jamur. Dengan dosis oral 200 mg,
diperoleh kadar puncak 2-3 mcg/ml yang bertahan selama 6 jam
atau lebih. Absorbsi akan menurun pada pH cairan lambung yang
tinggi, atau bila diberikan bersama antasida atau antihistamin H2.
Setelah pemberian oral, obat ini dapat ditemukan dalam urin,
kelenjar lemak, air ludah, kulit yang mengalami infeksi, tendon,
dan cairan sinovial. Ikatan dengan protein plasma 84% terutama
dengan albumin, 15 % diantaranya berikatan dengan sel darah dan
1% terdapat dalam bentuk bebas. Sebagian besar obat ini
mengalami metabolisme lintas pertam. Diperkirakan ketokonazol
diekskresi kedalam empedu, masuk ke usus dan sebagian kecil
saja yang diekskresi melalui urin; semuanya dalam bentuk
metabolit tidak aktif (UNSRI, 2004).
. Flukonazol Flukonazol diserap baik melalui saluran cerna, dan
kadarnya dalam plasma, setelah pemberian IV, diperoleh lebih dari
90% kadar plasma. Absorpsi per oral tidak dipengaruhi oleh adanya
makanan. Kadar puncak dalam plasma diperoleh 0,5 jam sampai 1,5
jam setelah pemberian dengan waktu paruh sekitar 30 jam. Kadar
menetap dalam plasma dengan dosis harian diperoleh pada hari ke 4
sampai ke 5 yang kira – kira 80% kadar plasma (UNSRI, 2004).
Obat anti jamur topikal :
1. Griseofulvin : Metabolisme terjadi di hati. Metabolit utamanya
adalah 6- metilgriseofulvin. Waktu paruhnya kira – kira 24 jam. Jumlah
yang diekskresikan melalui urine adalah 50% Kulit yang sakit
mempunyai afinitas lebih besar terhadap obat ini, ditimbun dalam sel
pembentuk kreatin, terikat kuat dengan kreatin dan akan muncul
bersama sel yang baru berdiferensiasi sehingga sel baru ini akan
resisten terhadap serangan jamur. Kreatin yang mengandung jamur
akan terkelupas dan digantikan oleh sel baru yang normal.
Griseofulvin ini dapat ditemukan dalam sel tanduk 4 – 8 jam setelah
pemberian (UNSRI, 2004).
2. Nistatin Nistatin hampir tidak diabsorpsi melalui kulit, membran
mukosa, atau saluran cerna. Semua nistatin yang masuk kesaluran
cerna dikeluarkan kembali melalui tinja, dan tidak ditemukan adanya
nistatin dalam darah atau jaringan (UNSRI, 2004).
EFEK SAMPING
• EFEK ANTI JAMUR SCR ORAL
Penggunaan obat antijamur oral biasanya tidak menyebabkan efek
samping. Anda bahkan dapat membeli flukonazol tanpa resep di apotek,
karena dianggap sebagai obat yang tidak mungkin menyebabkan
masalah.
Beberapa penggunaan antijamur dapat menyebabkan masalah hati atau
efek samping yang lebih serius pada sebagian orang. Beberapa efek
samping yang umum dari penggunaan beberapa obat antijamur yang lebih
banyak digunakan adalah sebagai berikut:
• Terbinafine kadang-kadang dapat menyebabkan sakit perut, kehilangan
nafsu makan, merasa sakit (mual), gangguan perut, diare, sakit kepala,
ruam, gangguan indera perasa dan nyeri otot atau sendi.
• Flukonazol dapat menyebabkan mual, sakit perut, diare, angin, sakit
kepala, atau ruam.
• Miconazole dapat menyebabkan mual atau mual (muntah), atau ruam.
• Nistatin dapat menyebabkan nyeri pada mulut.
secara umum, krim antijamur memiliki efek samping sebagai berikut :
• Obat antijamur topikal
Penggunaan obat antijamur topikal biasanya tidak menimbulkan
efek samping dan mudah digunakan. Kadang-kadang beberapa
orang mengalami sedikit rasa gatal, terbakar atau kemerahan di
mana obat antijamur tersebut dioleskan.
Jika efek samping ini parah, Anda harus berhenti menggunakannya.
Kadang-kadang, beberapa wanita mengembangkan iritasi di sekitar
vagina setelah menerapkan produk antijamur vagina.
Indikasi dan Kontraindikasi
1. Itrakonazol Itrakonazol mempunyai aktifitas spektrum yang luas
terhadap Aspergillosis sp., Blastomyces dermatidis, Candida sp.,
Cossidiodes immitis, Cryptococcus neoformans, Histoplasma
capsulatum, Malassezia furfur, Paracoccidiodes brasiliensis,
Scedosporium apiospermum dan Sporothrix schenckii.
Itrakonazol juga efektif erhadap dematiaceous mould dan
dermatofita tetapi tidak efektif terhadap Zygomycetes (Bennet,
2006).
2. Itrakonazol merupakan obat kategori C, sehingga tidak
direkomendasikan untuk wanita hamil dan menyusui, karena
dieksresikan di air susu (Gupta, 2002)
2. Flukonazol Menurut FDA flukonazol efektif untuk mengatasi
kandidiasis oral atau esophageal, criptococcal meningitis dan pada
penelitian lain dinyatakan efektif pada sporotrikosis (limfokutaneus
dan visceral) (Gupta, 2002).
Flukonazol ditoleransi baik oleh geriatrik kecuali dengan gangguan
ginjal. Obat ini termasuk kategori C, sehingga tidak
direkomendasikan untuk wanita hamil dan menyusui (Bellantoni,
2008).
3. Varikonazol Varikonazol mempunyai spektrum yang luas terhadap
Aspergillus sp., Blastomyces dermatitidis, Candida sp, Candida spp
flukonazol resistant., Cryptococcus neoforams, Fusarium sp.,
Histoplasma capsulatum, dan Scedosporium apospermum. Tidak
efektif terhadap Zygomycetes (Gubbins, 2009).
Vorikonazol bersifat teratogenik pada hewan dan kontraindikasi pada
wanita hamil (Bennet, 2006)
4. Ketokonazol Ketokonazol terutama efektif terhadap
histoplasmosis paru, tulang, sendi, dan jaringan lemak. Obat ini
efektif untuk kriptokokosis nonmeningeal, parakoksidioidomikosis,
beberapa bentuk koksdioidomikosis, dermatomikosis, dan kandidosis
(mukokutan, vaginal, dan rongga mulut) (UNSRI, 2004).
Ketokonazol dikontraindikasikan pada penderita yang hipersensitif,
ibu hamil dan menyusui, serta penyakit hepar akut (UNSRI, 2004)
TERAPI NON FARMAKOLOGI
• Terapi non farmakologi penyakit jamur yaitu:
1. Ganti pakaian yg sdh basah
pakaian yg sdh basah akan menimbulkan pertumbuhan jamur yg lbh
parah.
2. Jangan gunakan lotion pelembab
jika anda menggunakan pelembab terutama pd bagian kulit yg jarang
disentuhmaka akan menyebabkan pertumbuhan jamur pd kulit anda
semakin parah.
3 Gunakan pakaian bersih dan kering
jamur tdk akan bisa menggandakan diri dgn mudah keadaan kering
dan bersih
4. Rajin membersihkan diri
Dgn rajin membersihkan tubuh secra rutin dari keringat atau kotoran
yg menempel maka penyakit jamur bs sembuh dg sangat mudah, tanpa
harus mengkomsumsi obat mahal.
Resistensi Jamur
Resistensi antijamur didefinisikan sebagai adaptasi atau penyesuaian
sel jamur yang stabil, didapat akibat Obat-obat antijamur, sehingga
mengakibatkan sensitivitas terhadap antijamur tersebut berkurang
dibandingkan dengan keadaan normal.

Beberapa faktor dari jamur dapat berpengaruh terhadap kejadian


resistensi, Misalnya jenis spesies atau galur serta tipe sel yang dapat
Mengubah efektivitas terapi.14 Beberapa jamur termasuk Candida
albicans dan Candida glabrata, menunjukkan Mekanisme switch
phenotypes sehingga mempunyai Beberapa morfologi yang dapat
berubah-ubah tergantung Lokasi infeksi yang dapat meningkatkan
kemampuan Beradaptasi terhadap lingkingan pejamu.15 Beberapa
jamur Juga mempunyai biofilm yang dapat meyebabkan jamur.
STRATEGI UNTUK MENGATASI RESISTENSI
TERHADAP ANTIJAMUR
Mekanisme untuk mengatasi resistensi antijamur Mulai dari sintesis
obat-obat baru dengan aktivitas antijamur dan profil farmakokinetik
yang lebih baik, Sampai pada mengembangkan strategi pengobatan
terbaru dengan obat-obat antijamur yang telah ada, serta program
Antifungal-control untuk menghindari penggunaan Antijamur yang
luas dan tidak sesuai di rumah sakit dan Masyarakat. Seperti halnya
pada kasus resistensi obat Antibakteri, penggunaan antijamur yang
sesuai dan Terseleksi untuk setiap pasien sangat penting untuk
Menunda dan mencegah kedaruratan resistensi antijamur.
USAHA PENCEGAHAN
• Antibiotik Adekuat
• Nutrisi yang cukup
• Vaksinasi
• Membatasi resiko infeksi
• Meminimalkan tindakan invasif
• Pengawasan infeksi
• Meminimalkan penggunaan obat immunosupresif
• Identifikasi penyakit & kontrol penyebaran.
THANK YOU GUYS
Ada pertanyaan ??????
1 PERTANYAAN 1 JUGA JODOH ANDA
INGAT UMUR SUDAH TUA

KEPASAR BELI PEPAYA


DIPERJALANAN LEWATIN TAMAN

JIKA KAMU BANYAK BERTANYA


SIAP-SIAP PACAR DIAMBIL TEMAN

Anda mungkin juga menyukai