Anda di halaman 1dari 19

JAPANESE

ENCEPHALITIS
Oleh
Syifa Fauziah Ridwan 1820221108

Pembimbing :
dr. Teuku Reyhan Gamal, Sp.S
Japanese Encephalitis
• penyakit infeksi virus yang menyerang SSP  disebabkan oleh
Japanese encephalitis Virus  disebarkan oleh nyamuk Culex
triataeniorhynchus berasal dari hewan lain

• 1871  pertamakaliwabah di Jepang  dahulu disebut “Japanese


B encephalitis/ summer disease

• 1972  pertama kali di isolasi di Indonesia dari babi

• 2001 – 2002  74 kasus di bali  16 kasus pada anak usia 13- 24


bulan  9,46 % meninggal, 47,30% sembuh dengan gejala sisa
JE ditemukan hampir diseluruh wilayah Asia, dari Asia Timur yaitu Jepang dan Korea, Asia Selatan seperti di India dan
Srilangka, serta Asia Tenggara termasuk seluruh kepulauan Indonesia, bahkan sampai ke Negara bagian Northern Territory di
Australia (Tiwari, 2012). Beberapa Negara endemis Japanese encephalitis adalah: Malaysia, Burma, Singapura, Filipina,
Indonesia, China, Taiwan, Rusia, Banglades, Laos, Kamboja, Thailand, Vietnam, India, Nepal, Sri Lanka, Korea, Jepang,
Australia, Brunei, Pakistan, Papua Nugini
• Virus Japanese Encephalitis
• Termasuk kelompok arbovovirosis
(arthropod borne viral disease) 
disebabkan oleh virus dan
ditularkan oleh arthropoda
• Virus termasuk dalam family
flaviviridae
ETIOLOGI
Memiliki amplop

protein E  masuknya
virus ke dalam sel
protein M (hidrofobik)
untuk penempelan virus ke
sel inang

Virus japanese encephalitis


Patofisiologi • Penyakit yang
dipengaruhi oleh
lingkungan
• Culex
tritaeniorrhynchus
adalah vector
paling kompeten
• Nyamuk tsb aktif
di malam hari,
banyak ditemukan
di rawa
• Yang banyak
berperan pada
siklus ini ialah babi
dan burung sawah
Stadium prodromal Setelah virus memasuki sel
inang secara endositosis,
terjadi pelepasan genom
virus sitoplasmik dan
dilanjutkan proses
transkripsi dan pre translasi.
Maturasi partikel virus
terjadi di sitoplasmik dan
terjadi pelepasan virus JE
 VIREMIA PERTAMA
 perubahan pada jantung,
paru, hati, system
retikuloendotelial dan SSP
 menimbulkan gejala
subklinis
Stadium akut
Invasi ke SSP 
pertumbuhan virus secara
endothelial di thalamus,
ganglia basalis, batang otak,
serebelum, hipokampus, dan
cortex cerebri 
perkembangbiakan pada RE
kasar dan badan golgi 
peningkatan permeabilitas
sel neuron, glia dan endotel
 edema sitotoksik 
ensefalitis
Manifestasi klinis
• Stadium prodromal (2-3 hari)
• Demam yg tidak mudah turun dengan
antipiretik • Stadium subakut (7-10 hari)
• Nyeri kepala di dahi dan seluruh kepala Gejala SSP berkurang
yang tidak membaik dengan analgesic • Stadium konvalesens (4-7 minggu)
• Stadium akut (3-4 hari) Demam menurun
• Demam tinggi Gejala sisa SSP
• Gejala neurologis : kaku kuduk,
peningkatan TIK, ggn keseimbangan dan
koordinasi, kelemahan otot, tremor, kaku
wajah, kejang, penurunan kesadaran
Diagnosis
• Anamnesis
Keluhan : demam tinggi, sakit kepala hebat,
mual, muntah diikuti perubahan status mental
Riw. Paparan nyamuk daerah endemis dan padat
Musim tanam padi, penghujan
Memiliki hewan ternak, babi
• Demam akut
• Perubahan status mental
• Serangan kejang baru

Kriteria who
Pemeriksaan penunjang
• Darah lengkap
Leukositosis diikuti leukopenia relative, • Serologi
anemia, trombositopenia IgM pada LCS dan serum setelah minggu
• Elektrolit pertama
Hiponatremia ec sekresi ADH tidak sesuai • Isolasi virus
• LCS
Dari darah, LCS dan jaringan otak
Sel 100-1000/ml
• RT PCR
PMN  MN
• Radiologi : MRI/CT Scan
Glukosa N
• Histologi
Protein ↑ (50-100 mg%)
Tatalaksana

Awasi tanda vital Atasi kejang Antipiretik Suportif Penurunan tekanan


intrakranial
Diazepam rectal
Jika ada tanda syok 
BB < 12 kg  5 mg Parasetamol 10-15 Manitol 200 mg/kgBB selama
Nacl 20 ml/kgbb Istirahat dan kompres 3-5 menit dilanjutkan dengan
secepat mungkin BB >12 kg  10 mg mg/kgbb/kali diberikan
hangat 0,25-1 mg/kbb IV selama 30
4x/hari menit diulang tiap 4-6 jam
Dapat diulang 2x dg

14
jarak 5 menit
Pencegahan
• Penyuluhan jenis vector
• Pengendalian vector
• Vaksinasi
• Live-attenuated vaccine (strain SA 14-14-2)
• Inactivated Vero cell-derived vaccine (JE-VC)
• Inactivated mouse brain-derived vaccine (JE-
MB)
• Live attenuated chimeric vaccine (gen dari
yellow fever 17D); (IMOJEV).
• Umur  usia lebih kecil lebih sering meimbulkan gejala
sisa
• Berat ringannya gejala klinis pada stadium akut akan
mempengaruhi gejala sisa yang timbul kemudian.
• Hasil perneriksaan cairan serebrospinal. Kadar protein
yang tinggi mernberi prognosis yang kurang baik.

prognosis
Terima kasih 

Anda mungkin juga menyukai