Anda di halaman 1dari 91

IMUNITAS DAN RESPON IMUN

TERHADAP BAKTERI DAN


VIRUS

TIM DOSEN IMUNOLOGI

11/10/2019 1
PENDAHULUAN

Mekanisme perlindungan melawan infeksi


dan penyakit beragam
1) Imunitas non-spesifik atau innate :
berbagai barrier (misal : kulit) dan sekret
2) Immunitas spesifik atau adaptif : sel-
sel dengan terbentuk ingatan imun (sel
memori)

11/10/2019 2
A. IMUNITAS DAN RESPON IMUN TERHADAP
BAKTERI
Penyebab terjadinya imunitas terhadap bakteri
antara lain karena bakteri dapat menghindar dari
sel-sel sistem imun dengan cara :
1 Memproduksi Toksin
a. Bakteri gram positif memproduksi eksotoksin
Contoh : toksin tetanus (Clostridium tetani)
toksin difteri (Corynebacterium
difteriae)
b. Bakteri gram negatif memproduksi endotoksin
Contoh : Escherecia coli dan Salmonella typhii
11/10/2019 LAB. ENTO-PARASITOLOGI, BIOLOGI, UNSOED 3
Perbandingan sifat umum Eksotoksin dan
Endotoksin
EKSOTOKSIN ENDOTOKSIN
Sumber Produk ekstraseluler Produk dinding sel
bakteri gram positif bakteri gram negatif

Komposisi kimia Protein Lipopolisakarida protein

Toksisitas Toksin kuat Toksin lemah

Stabilitas Tidak tahan panas Tahan panas

Antigenesitas Ag kuat dapat dinetralisir Ag lemah dapat


oleh Antibodi dan dinetralisir lemah oleh
komplemen antibodi
11/10/2019 LAB. ENTO-PARASITOLOGI, BIOLOGI, UNSOED 4
Toksin yang dihasilkan bakteri dapat
menghambat kemotaksis sel fagosit.
Selain itu dapat menyebabkan pelepasan
sitokin secara berlebihan (TNF-a dan IL-1)
akibatnya terjadi inflamasi, gangguan
pada pembuluh darah dan menyebabkan
nekrosis sel.

11/10/2019 5
2. Membentuk Kapsul
Bakteri gram positif selain menghasilkan
eksotoksin juga membentuk
kapsul. Adanya kapsul dapat mencegah
perlekatan (adhesi) fagosit
pada dinding sel bakteri. Contoh : asam
hialuronat (Streptococcus pyogenes).
3. Memproduksi enzim-enzim yang
dapat menambah virulensi (Tabel 1)

11/10/2019 6
Tabel 1 Enzim bakteri daya dan pengaruh
potensialnya
Enzim Bakteri Daya Pengaruh Potensial
Koagulase Staphylococcus Penjendalan Membentuk jaring-jaring
aureus Plasma fibrin
Streptokinase Streptococcus Lisis Fibrin Memungkinkan
pyogenes Streptococcus menyebar

Kolagenase Clostridium Penghancuran Memungkinan proliferasi


perfringens kolagen bakteri, dengan produksi
gas gangren

Hemolisin Streptococcus Lisis sel darah Anemia


pyogenes merah
Protease M. tuberculosis Merusak protein Menyebabkan rusaknya
IgA.
11/10/2019 7
4. Menghambat terjadinya letupan
respirasi
M. tuberculosis menghasilkan senyawa
sulfatida, M. Leprae memproduksi phenolic
glikolipid yang dapat menghambat fusi
antara lisosom dengan fagosom. Senyawa
tersebut bahkan dapat membunuh sel
Polimorfonuklear (neutrofil), menghambat
aktivitas makrofag dan IFN-y

11/10/2019 8
5. Mengganggu fungsi makrofag sebagai APC
(Antigen Presenting Cell)
Bakteri memodifikasi struktur antigennya sehingga
tidak dikenali oleh sistem imun pejamu (inang) dan
tidak terpapar oleh antibodi. Contoh :
Streptococcus pyogenes

 epitop antigennya dibuat mirip dengan epitop otot


jantung (pada penderita demam rhema) dan pada
penyakit GNA (Glomerulus Nephrotic Acute)

 Glikoprotein sel Streptococcus pyogenes mirip


dengan glikoprotein membran basal sel glomerulus
pada ginjal sehingga terjadi kerusakan pada
membran basal glomerulus (penyakit autoimun).
11/10/2019
RESPON IMUN TUBUH TERHADAP
INFEKSI BAKTERI
A. Lokasi Bakteri Ekstraseluler

1. Memproduksi antibodi terhadap toksin


(antitoksin)
Antibodi (IgG) berfungsi sebagai APC dan
akan mengikat toksin sehingga terbentuk
kompleks yang dapat dihancurkan oleh sel
fagosit melalui proses fagositosis.

LAB. ENTO-PARASITOLOGI,
11/10/2019 BIOLOGI, UNSOED 10
2. Antibodi bekerja sama dengan
komplemen dalam proses opsonisasi
Kerjasama antibodi dengan komplemen
akan mempermudah fagosit untuk melekat
pada kapsul sel bakteri. Karena fagosit
memiliki reseptor untuk IgG dan C3b. Pada
saat pengikatan bakteri oleh IgG dan C3b
terjadi peningkatan produksi oksigen reaktif
seperti H2O2, O2-, OCl dan lain-lain

LAB. ENTO-PARASITOLOGI,
11/10/2019 BIOLOGI, UNSOED 11
3. Memproduksi IgA sekretoris (sIgA) dan
IgE
Pelekatan bakteri pada sel mukosa dicegah
oleh sIgA dengan cara melapisi sel bakteri
tersebut. Bakteri yang dapat melewati
daerah sIgA akan dihalangi oleh IgE yang
menempel pada mastosit sehingga
melepaskan histamin dan terjadi inflamasi
lokal. Selanjutnya sel PMN akan
melakukan proses fagositosis

LAB. ENTO-PARASITOLOGI,
11/10/2019 BIOLOGI, UNSOED 12
4. Mengaktifkan peran antibodi (IgG)
dan sel NK

Untuk bakteri gram negatif yang


mengandung LPS (lipopolisakarida)
penghancurannya dapat melalui
mekanisme ADCC (Antibody Dependent
Cellular Toxicity) oleh sel NK, karena sel
NK memiliki reseptor untuk IgG.

11/10/2019 13
B. Lokasi Bakteri Intraseluler
1. Mengaktifkan Sel T
Sel T akan memproduksi MAF
(Macrophage Activation Factor) untuk
mengaktifkan makrofag dan IFNγ,
sehingga memiliki kemampuan lebih
tinggi untuk melakukan fagositosis.
Setelah distimulasi oleh IFN-y, makrofag
akan menghasikan senyawa toksik yang
lebih banyak, seperti NO (Nitrit Oksida),
OH-, NO2, O2- N2O3, yang bersifat
bakterisidal.
11/10/2019 14
2. Pembentukan granuloma

Apabila sel T gagal dalam tugasnya maka


bakteri akan dikucilkan dalam peristiwa
respons imun seluler kronik. Hal ini
ditandai dengan penimbunan makrofag
disekitar bakteri disusul oleh proses
granulasi dan fibrosis (granuloma). Hal ini
terjadi pada penderita penyakit
Tuberculosis

11/10/2019 15
PERANAN ANTIBODI PADA INFEKSI BAKTERI

Antibodi thd fimbriae, asam lipoteicoat Adhesi


dan beberapa kapsul
Mencegah mekanisme
transpor dan reseptor
Proliferasi Misalnya untuk bahan
Kerusakan lapisan lipid luar bakteri Yang dapat
Mikroorganisme
Gram negatif oleh aktivasi komplemen mengikat besi

Antibodi thd Protein M dan Kapsul Menghindari


Bekerja sebagai opsonin Fagosit Menetralisasi
(melalui reseptor Fc dan C3) imunorepelen

Kerusakan
Jaringan pejamu

Menetralisasi
Antibodi terhadap Faktor
toksin Penyebar, enzim
Toksik Invasif
Hialuronidase
dsb
11/10/2019 16
Tabel 2. Respons Imun yang umum terjadi pada infeksi bakteri
yang penting

Infeksi Patogenesis Pertahanan Umum


Imunoglobulin yang
C. diphteriae Faringitis,non invasif, toksin
menetralisasi
Imunoglobulin yang
V. cholerae Enteritis, non invasif, toksin menetralisasi & mencegah
adhesi
Opsoninasi oleh
Nasofaring  bakteriemi,
N. meningitidis imunoglobulin dan
meningitis
Komplemen
Opsonisasi oleh
imunoglobulin dan
S. aureus Invasif lokal dan toksik di kulit
komplemen, dibunuh oleh
fagosit
Invasif, toksik lokal,
M. tuberculosis Aktivasi makrofag oleh sel T
hipersensitif (tipe IV)
Invasif, mengambil tempat,
M. leprae Aktivasi makrofag oleh sel T
hipersensitif (tipe IV)
11/10/2019 17
Penghancuran bakteri yang tidak berkapsul

1 LAB. ENTO-PARASITOLOGI,
11/10/2019 BIOLOGI, UNSOED 18
Gambar proses fagositosis oleh
PMN dan Makrofag

11/10/2019 19
Proliferasi bakteri masuk ke dalam sirkulasi
sistemik

11/10/2019 20
Respon Imun spesifik dan non
spesifik pada infeksi bakteri

LAB. ENTO-PARASITOLOGI,
11/10/2019 BIOLOGI, UNSOED 21
Penghancuran Toksin

5
11/10/2019 22
Induksi respon imun spesifik dalam
limfonodi

11/10/2019 23
Respon Imun terhadap bakteri
intraseluler

11/10/2019 24
Pembentukan granuloma

11/10/2019 25
Patogenesis infeksi S.typhi

11/10/2019 26
Struktur Ag S.tyhii
Antigen OMP AntigenVi

Antigen O

Antigen H

11/10/2019 27
RESPON IMUN TUBUH
TERHADAP VIRUS

TIM DOSEN IMUNOLOGI

11/10/2019 28
Contoh DNA VIRUS

11/10/2019 29
CONTOH RNA VIRUS

11/10/2019 30
RESPON IMUN TUBUH TERHADAP
INFEKSI VIRUS
1. Lokasi Virus Ekstraseluler
• Antigen virus oleh sel fagositik PMN ataupun
makrofag akan dipecah menjadi peptida dan
dipresentasikan ke sel Th2 melalui jalur MHC
II. Sel Th2 akan melepas sitokin IL- 2 untuk
mengakifkan sel B.
• Selanjutnya sel B akan menghasillkan sel
memori dan sel plasma penghasil antibodi.
Fungsi antibodi adalah untuk menetralisasi
ataupun melakukan opsonisasi terhadap
antigen virus (respon imun humoral).
11/10/2019 31
2 .Lokasi Virus Intraseluler
• Antigen virus dipecah menjadi peptida oleh sel
fagositik dan dipresentasikan melalui jalur
MHC I ke sel Th1. Sel Th1 akan melepaskan
sitokin IL – 2 dan IFN-Y akan mengaktifkan sel
Tc. Fungsi sel Tc sebagai sel efektor untuk
membunuh virus tersebut
• Sel Th 1 akan menghasilkan sitokin IFN-α
yang berfungsi untuk mengaktfikan sel NK. Ag
virus dapat dibunuh melalui mekanisme ADCC
oleh sel NK.

11/10/2019 32
INTERFERON
IFN adalah jenis sitokin yang paling berperan dalam
infeksi virus. Fungsinya adalah sebagai antivirus atau
mengganggu replikasi virus (interfere = menganggu)

JENIS-JENIS INTERFERON

AGEN
JENIS ASAL AKTIVITAS
PERANGSANG
Antivirus dari sel
1. IFN a Limfosit Virus, sel asing
NK
Fibroblas, sel
2. IFN b epitel, Virus, asam nukelat Anti virus
makrofag

Pengatur Imun
3. IFN g Limfosit T Mutagen , Antigen
(Imunoregulatori)

11/10/2019 33
PERBEDAAN ANTARA INTERFERON DG ANTIBODI

INTERFERON ANTIBODI

• Non Globulin / Glikoprotein • Globulin / Protein


• Produk sel hospes yang
• Produk sel B
terinfeksi
• Non spesifik untuk banyak
• Spesifik untuk satu antigen
virus

• Bertindak pada sel hospes


• Menginaktifkan virus
untuk menghambat replikasi
ekstraseluler
virus (intraseluler)

11/10/2019 34
JENIS – JENIS INFEKSI YANG DITIMBULKAN
OLEH VIRUS

1. INFEKSI SITOLITIK
2. INFEKSI STADIUM MANTAP (Steady
State)
3. INFEKSI TERGABUNG (Intergrated)

11/10/2019 35
INFEKSI VIRUS SITOLITIK

VIRUS

Hopes Replikasi virus Kematian sel


(sel yang rentan intra seluler (Proses sitolisis
terhadap Virus)

Contoh : •Terjadi pelepasan virus infeksius


• Warts Virus (kutil) ke cairan ekstra seluler, sesudah
• Rhino Virus (Sal Pernapasan) kematian sel hospes
• Enterovirus (genito urinarius)
• Polio Virus (Polio) •Virus mengalami pendewasaan
• Pox Virus (Cacar) intra seluler

11/10/2019 36
INFEKSI VIRUS STADIUM MANTAP

virus Hospes
Interaksi hospes-virus
Proses budding
A
Melepaskan virus ke
jar ekstraseluler.
Virus menyebar ke jar
B yang bersebelahan
Gb A. Sel membelah lewat Desmosom.
menularkan Virus baru Virus ada di dalam sel,
pada sel anak Meskipun ada antibodi
Gb B. Sel terinfeksi virus tetap hidup
Melepas virus baru pada sel
11/10/2019 anak 37
Kelompok virus penyebab infeksi
stadium mantap
• Virus Dengue
• Virus Herpes : HSV-1 dan HSV-2
penyebab karsinoma serviks dan berada
dalam ganglion syaraf selama bertahun-
tahun
• Ebstein Barr Virus (EBV)
Infeksi berulang menyebabkan mononukleus
infeksiosa
• Cytomegalovirus panyebab karsinoma serviks
• Varicella zooster penyebab cacar air
11/10/2019 38
INFEKSI VIRUS TERGABUNG
(INTEGRATED INFECTION)
1
2
Virus
DNA
2
DNA Hospes Virus integrasi
yang tidak dapat 1
berfusi seluruhnya
dengan DNA hospes

1. Antigen spesifik virus


Contoh : .Virus Hepatitis B 2. Antigen transplantasi
Penyebab kanker hati tumor spesifik
(Antigen baru)
.Virus HSV
.EBV

11/10/2019 39
Peran Interferon dalam pengobatan
infeksi virus

11/10/2019 40
Mekanisme Pertahanan terhadap Virus

1) INFEKSI DI EPITEL : Interferon dan s IgA

2) VIRAEMIA : Antibodi

3) REPLIKASI DI ORGAN SASARAN : Komplemen,


fagosit,
antibodi,
interferon

11/10/2019 41
LAB. ENTO-PARASITOLOGI,
11/10/2019 BIOLOGI, UNSOED 42
MEKANISME PERTAHANAN TERHADAP
VIRUS

11/10/2019 43
Virus Dengue
• Termasuk Arthropord Borne Virus
(Arbovirosis)
• Genus Flavivirus, familia Flaviridae
• Ada 4 serotipe : DEN-1, DEN-2, DEN-3
dan DEN-4
• Paling berat DEN-3

11/10/2019 44
Patogenesis Infeksi DBD

LAB. ENTO-PARASITOLOGI,
11/10/2019 BIOLOGI, UNSOED 45
Gambar Plasmasitoid limfosit (sel Downey II)
Infeksi DBD Stadium I
IgM + (positif)

11/10/2019 46
Gambar Monositoid limfosit (Sel Downey I )
(Infeksi DBD stadium II)
IgG +

11/10/2019 47
Gambar Blastoid limfosit (Sel Downey III)
Infeksi DBD Stadium II

11/10/2019 48
VIRUS HIV
(Human Imunodefisiensi Virus)
 Termasuk Virus Retro, terdiri HIV-1 dan HIV-2
 Penyebab penyakit AIDS
 Transmisi lewat cairan tubuh (transfusi, kontak seksual, penyalah
gunaan obat, kontak dengan darah)
 Glikoprotein gp 120 yang menempel ke virus akan menurunkan
kadar sel Th dan sel Tdh sehingga perbandingan sel Th : sel Ts atau
T4 : T8 < 1
 Dijumpai antibodi terhadap Sel T yang dibentuk oleh monosit dan
mencegah sekresi limfokin antara lain IL-2 sehingga sel T gagal
memproduksi IL - 2
 Aktivitas sel NK dan sel B terganggu
11/10/2019 49
Gambar Infeksi HIV

HIV menginfeksi Sel CD4 sehingga sel CD4 menjadi Imunokompromais


tidak dapat memberikan help kepada sel-sel sistem imun lainnya

11/10/2019 50
HEPATITIS B VIRUS (HBV)
Antigen Hepatitis B
1. HBsAg (Hepatitis B Surface Antigen)
Merupakan protein yang menyusun lapisan permukaan
luar HBV. Diproduksi dalam jumlah besar untuk
reproduksi virus. Terdeteksi 1-6 minggu setelah
terinfeksi HBV. Merupakan deteksi awal pada infeksi
HBV
2. HBeAg (Hepatitis B Envelope Antigen)
Antigen e adalah peptida yang dapat terdeteksi dalam
darah ketika HBV sedang aktif bereplikasi dan dapat
menular kepada orang lain. Keberadaan HBe pada
infeksi kronis menandakan adanya kerusakan hati dan
penyakit dapat berkembang menjadi hepatoma (kanker
hati)
3. HBcAg (Hepatitis B Core Antigen)
Tidak dapat dideteksi dalam darah, tetapi dapat
dideteksi dari sampel biopsi hati. Protein ini membentuk
kompleks lapisan inti hepatitis B yang mengelilingi HBV
DNA dan DNAp (DNA polimerase)
Antibodi Terhadap Hepatitis B yang utama:
1. Anti HBe (Antibodi terhadap HBeAg)
Merupakan antibodi yang muncul sebelum Anti
HBc terbentuk. Menandakan HBV sudah tidak
aktif bereplikasi dan tidak menular kepada orang
lain
(penyakit mulai membaik)
2. Anti HBc (Antibodi terhadap HBcAg)
Meupakan antibodi yang terbentuk menjelang
kemunculan Anti HBs atau ditemukan pada
masa jendela (window period) dan
menunjukkan penyakit makin membaik
3. Anti HBs (Antibodi terhadap HBsAg)
Antibodi yang muncul setelah sembuh dari
infeksi HBV atau setelah seseorang
mendapat vaksinasi hepatitis B
IMUNITAS TERHADAP JAMUR

TIM DOSEN IMUNOLOGI


IMUNOKOMPROMAIS
• Imunokompromais adalah sistem imun
yang fungsinya terganggu
• Nama lain Imunosupresi
• Efek yang ditimbulkan adalah terjadinya
berbagai penyakit akibat defisiensi imun
Contoh pejamu imunokompromais
• Malnutrisi : limfosit dalam sirkulasi menurun,
kemampuan fagositosis sel fagosit (PMN dan
makrofag) juga menurun
• Penyakit endokrin kronik (diabetes mellitus) :
kemampuan fagositosis menurun. Infeksi
tuberkulosis, Staphylococcus, infeksi saluran
nafas
• Rokok, inhalasi partikel (silika, spora, jamur) :
Inflamasi paru, endapan kompleks imun
terhadap spora dan jamur menimbulkan
infeksi saluran nafas dan alergi
• Sinar X, penerima cangkok ginjal, jantung dan
terapi kanker : Imunitas seluler dan humoral
menurun. Infeksi paru, bakteriemi, infeksi
saluran kencing dan jamur
• Penyakit yang ditimbulkan oleh infeksi
jamur disebut Mikosis. Sistem imun
yang berperan untuk menyingkirkan
infeksi jamur terutama adalah neutrofil,
makrofag dan limfosit T
Contoh :
• Jamur Aspergillus fumigatus
menyebabkan infeksi pada saluran
nafas (penyakit asma)
• Candida albicans menimbulkan infeksi
superfisial pada kulit dan membran
mukosa (penyakit Candidiasis/
keputihan)
Alveolitis alergik
• Merupakan penyakit yang
disebabkan manifestasi jamur di
saluran nafas
• Pajanan spora dan berbagai
jenis jamur dengan kadar tinggi
dapat menimbulkan antibodi
presipitin yang memacu
terjadinya hipersensitivitas tipe
III berupa pneumonitis pulmoner
difus atau alveolitis alergik
Akibat yang ditimbulkan oleh inhalasi
spora jamur
Mekanisme perlawanan terhadap jamur
• Perlawanan terhadap infeksi
jamur melalui kerja sama antara
sel Th1 dan Th2
• Respon Th1 merupakan respon
protektif sedangkan respon sel
Th2 merugikan pejamu yang
terinfeksi jamur intraseluler.
• Respon tersebut menimbulkan
inflamasi granulomatosa yang
menyebabkan kerusakan pada
jaringan sel pejamu
Candida albicans
Imunitas terhadap Candida
• Sifat patogen Candida terjadi pada waktu
perubahan dari yeast menjadi pseudohifa
• Pseudohifa mampu berikatan dengan sel
epitel pejamu, melalui protein pada
permukaan pseudohifa kemudian
membentuk cross link
• Protein pseudohifa mirip dengan subtrat
transaminase sel keratin manusia dan
Candida juga mensekresi proteinase serta
fosfolipase yang dapat mencerna sel epitel
pejamu dan memfasilitasi invasinya
• C. albicans mempunyai reseptor protein
(manoprotein) yang mirip dengan reseptor
neutrofil yang dapat mengikat komplemen C3
• Terikatnya C3 pada permukaan Candida
menyebabkan komplemen tidak dapat
melakukan opsonisasi
• Terapi obat-obatan anti bakteri juga
menyebabkan sel pejamu mengalami
imunokompromais terutama terhadap sel T
• Penyebab lain kerusakan mukosa adalah
akibat penyakit kronis dan terapinya (alat
kateter,kemoterapi kanker, diabetes kronis)
menyebabkan proses fagositosis oleh
neutrofil mengalami penurunan sebaliknya
meningkatkan proses invasi Candida
Imunitas terhadap Candida cont.
• Respon imun pejamu terhadap Candida
melibatkan peran Th1 dan Th2
• Th1 menghasilkan sitokin al. IL-2, IL-12,
IFN y dan TNF α yang berpotensi untuk
membunuh Candida
• Respon Th2 al. IL-4, IL-6 dan IL-10
berkaitan dengan infeksi kronis
• Antibodi yang dibentuk adalah IgG yang
dapat bekerjasama dengan komplemen
untuk melakukan opsonisasi dan bersifat
kanidisidal selanjutnya Candida dapat
difagosit oleh neutrofil
• Hal ini tidak terjadi pada penderita yang
mengalami imunokompromais, sehingga
terjadi infeksi Candida kronis
IMUNITAS TERHADAP CACING
DAN PARASIT

TIM DOSEN IMUNOLOGI


IMUNITAS TERHADAP CACING
 Cacing mempunyai ukuran lebih besar
dibandingkan dengan protozoa, bakteri dan
virus
 Cacing juga mempunyai struktur yang
kompleks, sehingga respons imun terhadap
cacing tidak efektif dan sulit untuk diperoleh
 Penyakit yang ditimbulkan oleh cacing
Schistosoma mansoni (schistosomiasis)
dan Wuchereria bancrofti (lymphatic
filariasis, elephantiasis/ penyakit kaki gajah)
banyak ditemukan di negara berkembang
Perbandingan ukuran cacing dengan
protozoa, bakteri dan virus
Mekanisme pertahanan terhadap cacing
cont

 Mekanisme pertahanan terhadap cacing


yang hidup ekstra seluler terjadi melalui
respon antibodi IgE dan eosinofil
 Ukuran cacing terlalu besar sehingga sulit
untuk difagositosis, tetapi dapat dilapisi oleh
IgA dan IgE
 Selanjutnya eosinofil dan sel mast (mastosit)
akan mengikat permukaan parasit melalui
reseptor IgE (Fcε-R), IgG (Fcγ-R) dan IgA
(Fcα-A) dan mengeluarkan isinya yang
bersifat toksik
Mekanisme pertahanan terhadap cacing
 Sistem imun yang berperan pada infeksi cacing
adalah Th2. Sitokin yang dihasilkan Th2 seperti IL-4
merangsang produksi IgE dan IL-5 merangsang
pertumbuhan dan perkembangan eosinofil serta
kemokin eotaksin yang bersifat kemotaktik terhadap
eosinofil dan sel mast
 Eosinofil lebih poten membunuh cacing
dibandingkan neutrofil maupun makrofag karena
granula eosinofil mengandung Major Basic Protein
(MBP) yang lebih toksik dibandingkan enzim
proteolitik dan ROI (Reactive Oxygen Intermediate)
yang dihasilkan neutrofil dan makrofag
 Reaksi inflamasi yang disebabkan oleh IgE diduga
dapat mencegah menempelnya cacing pada
mukosa saluran cerna
 Degranulasi sel mast melepaskan histamin
dan leukotrin.Degranulasi eosinofil
melepaskan bahan kimia poten seperti
peroksidase, protein kationik, MBP,
neurotoksin dan hidrogen peroksida (H2O2)
yang berperan terhadap penghancuran
cacing
 Neutrofil (PMN) dan makrofag menempel
melalui IgA/IgG dan melepas superoksida
(O2-) dan nitrit oksida (NO) yang efektif
untuk membunuh cacing
Mekanisme pertahanan terhadap Cacing

Saluran cerna

diare

Pengeluaran cacing bersama isi saluran cerna


Kerjasama sistem imun dalam infeksi cacing
 Tetapi ada beberapa contoh cacing yang
dapat menghindar dari sistem imun. Cacing
Ascaris dan Schistosoma berusaha
menghindar dari reaksi imunologik dengan
mengubah antigen permukaannya
sedemikian rupa sehingga mirip antigen
pejamu, atau melapisi permukaannya
dengan protein pejamu seperti glikoprotein
yang dimiliki IgG pejamu, sehingga dianggap
self oleh pejamu. Kedua jenis cacing ini
tidak dapat dihancurkan oleh sistem imun
melalui mekanisme yang telah disebutkan
 Dalam hal ini tubuh berusaha mengucilkan
parasit dengan membentuk kapsul yang
terdiri dari sel-sel inflamasi (respon seluler
dari sel T)
 Makrofag yang dikerahkan, melepas faktor
fibrogenik dan merangsang pembentukan
jaringan granuloma dan fibrotik
 Pembentukan granuloma dapat dijumpai dan
terlihat jelas di sekitar telur Schistosoma
 Tetapi defisiensi sel T (imunokompromais)
akan mengurangi kemampuan tubuh untuk
membentuk granuloma dan kapsul
 Respon imun tubuh dalam menghadapi
invasi cacing yang terdapat dalam lumen
saluran cerna dilakukan melalui kerja sama
antara sel T dan sel B, sehingga cacing
dapat dikeluarkan oleh sekresi selaput
lendir usus
 Infeksi cacing biasanya merupakan infeksi
kronik dan apabila terjadi kematian pejamu
akan merugikan cacing sendiri
Respon imun terhadap telur Schistosoma
Pengeluaran cacing dari lumen saluran
cerna melalui kerjasama sel T dan sel B
IMUNITAS TERHADAP PARASIT
Infeksi parasit dapat luput dari sistem imun
pejamu disebabkan karena:
1. Pengaruh lokasi
Letak parasit secara anatomi sulit untuk
dihancurkan antibodi, misal Tripanosoma cruzi
dan stadium intraseluler plasmodium
2. Tirai asap imunologis (Imunological Smoke
screen)
Antigen malaria sangat beragam, sehingga
sistem imun terpacu secara non spesifik,
sehingga menghambat pengaktifan respon imun
spesifik (terlambat terbentuk), akibatnya infeksi
malaria berkembang lebih dahulu
3. Variasi Antigen
Tripanosoma Afrika dapat merubah antigen mantelnya
melalui proses yang disebut variasi antigenik. Beberapa
parasit malaria seperti Plasmodium falciparum memiliki
satu keluarga besar gen yang akan mengkode
bermacam-macam antigen yang bervariasi.
Contoh :
Ag pada stadium merozoit
 Merozoit Surface Antigen 1 dan 2 (MSA-1 dan MSA-2)
Protein yang terdapat pada permukaan merozoit
 Erythrocyte Binding Antigen 175 (EBA-175)
Ag berfungsi sebagai ligan untuk berikatan dengan
reseptor glikofosfat pada membran eritrosit sewaktu
proses masuknya merozoit dalam eritrosit
Antigen pada stadium aseksual
 Ring Erythrocyte Surface Antigen (RESA)
Antibodi yang dibentuk terhadap RESA bersifat
antiparasit protektif dan bisa digunakan untuk
skreening penduduk yang kebal dan rentan terhadap
malaria
 Histidin Rich Protein-1 (HRP-1)
Protein terlarut yang disekresi oleh eritrosit terinfeksi
ke dalam plasma sejak stadium ring sampai schizon
 P. falciparum Erythrocyte Membran Protein (pf-EMP-1)
dijumpai pada penderita malaria berat. Ag
diekspresikan pada permukaan membran eritrosit
yang terinfeksi parasit dan berfungsi sebagai ligan
untuk perlekatan dengan molekul adhesi pada endotel
Tingkatan Stadium Pada infeksi Malaria

Ag RESA

Ag HRP-1
SIKLUS HIDUP PARASIT MALARIA
IMUNITAS TERHADAP PARASIT MALARIA
 Sistem imun yang berperan dalam imunitas
terhadap malaria :
1. Makrofag
berperan langsung sebagai sel efektor terhadap
plasmodium. Mensekresi IL-12 untuk
merangsang sel NK dan sel T untuk
menghasilkan IFNγ, untuk meningkatkan proses
fagositosis
2. Neutrofil
Seperti makrofag berperan langsung dalam
proses fagositosis dan aktivitas akan meningkat
setelah dirangsang oleh TNFα yang dihasilkan
makrofag dan IFNγ yang dihasilkan sel NK dan sel T
3. Komplemen
bekerjasama dengan antibodi untuk
mengopsonisasieritrosit yang terinfeksi parasit.
Komplemen diaktifkan lewat jalur klasik
4. Sel NK
Bekerjasama dengan antibodi melalui mekanisme
ADCC untuk menghancurkan parasit malaria
5. Sitokin
TNFα dan IL-1: menarik neutrofil untuk
pembunuhan parasit malaria
Limfotoksin (LT) dan IFNγ : meningkatkan aktivitas
fagositosis neutrofil terhadap parasit
Respon Imun terhadap stadium aseksual
parasit malaria
NAIF

IL-2
Sel T aktif

TNF kadar rendah proteksi


terhadap malaria
Hambatan pada parasit
stadium hati dan stadium
dalam darah

TNF kadar tinggi bersifat


patologis, gangguan
Eritropoesis,eritrofagositosis
Gejala Anemia
Siklus hidup parasit Trypanosoma
Gambar Intervensi antigen yang dilepas
parasit terhadap respon imun
Peran Antibodi dan Imunitas seluler dalam respon
imun terhadap infeksi protozoa

Variasi
antigenik

Variasi antigenik
Imunitas Terhadap Toxoplasma gondii
 Penetrasi T. gondii ke dalam sel target terjadi
secara aktif oleh bentuk infektif dari
Toxoplasma gondii yaitu takizoit yang
memiliki kemampuan replikasi sangat cepat
(sekitar 15–30 detik)
 Proses fagositosis yang menyebabkan
terjadinya proses penghancuran di vakuola
fagosom membutuhkan waktu 4 menit.
 Akibatnya terjadi Inaktivasi dan hilangnya
responsifitas sel fagositik yang menyebabkan
kegagalan terjadinya letupan respirasi
 T. gondii  membuat vakuola parasitoforus (VP)
 VP menyebabkan kegagalan fusi fagosom dengan
lisosom sehingga takizoit tidak dapat dihancurkan
 VP merupakan modifikasi dari vakuola fagosom.
 Takizoit melepaskan sejumlah protein sekretorik
ekskretorik protein granula padat (dense
granule protein) yang disingkat GRA
 Apabila GRA dapat dikenali dan direspon oleh
sistem imun tubuh maka pembentukan VP juga
akan dapat dihambat  takizoit dapat
dihancurkan karena terjadinya fusi fagosom
dengan lisosom yang menghasilkan letupan
respirasi
THANK YOU

11/10/2019 91

Anda mungkin juga menyukai