seperempat hingga sepertiga waktu digunakan untuk tidur.Tidur merupakan kebutuhan bukan suatu keadaan yang tidak bermanfaat, untuk beristirahat maupun untuk menjaga keseimbangan metabolisme dan biokimiawi tubuh. Apabila seseorang tidak bisa melakukan proses tidur, maka orang tersebut dicurigai mengalami gangguan tidur. Empat gejala utama menandai sebagian besar gangguan tidur; insomnia, hipersomnia, Terdapat dua jenis tidur yang berlainan ; tidur non rapid eye movement (NREM) dan tidur rapid eye movement (REM). Tidur NREM dibagi menjadi 4 stadium. Seorang yang baru tertidur. stadium 1, yang ditandai oleh aktivitas EEG frekuensi tinggi dengan amplitudo yang rendah. Stadium 2 ditandai oleh munculnya kumparan tidur (sleep spindle). Disini terjadi letupan gelombang mirip alfa, gelombang 10-14 Hz, 50 µV. stadium 3, pola yang timbul adalah gelombang EEG dengan frekuensi yang lebih rendah dan amplitudo meningkat. Perlambatan maksimum dengan gelombang besar dijumpai pada stadium 4. Pada permulaan tidur, berpindah dari tidur ringan (tidur ayam) stadium 1 menjadi tidur dalam stadium 4 dalam waktu 30 sampai 45 menit; kemudian berbalik melalui stadium- stadium yang sama dalam periode waktu yang sama. Pada akhir masing-masing siklus tidur gelombang lambat terdapat episode tidur paradoksal 10 sampai 15 menit. Secara paradoks, pola EEG selama periode ini mendadak berubah seperti dalam keadaan terjaga, meskipun masih dalam keadaan tidur lelap (karena itu dinamai tidur paradoksal). Selama tidur paradoksal, terjadi gerakan mata yang cepat dan acak, dan karena hal inilah tidur tersebut dinamakan tidur REM. Faktor yang mempengaruhi kualitas maupun kuantitas tidur diantaranya adalah: - Penyakit - Lingkungan - Kelelahan - gaya hidup - stres emosional - stimulan dan alkohol - Diet - Merokok - Motivasi Gangguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada penderita yang berkunjung ke praktik. Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut. Oleh karena itu, perlu diketahui beberapa macam penyebab terjadinya gangguan tidur. Tiga penyebab utama yang paling berpengaruh menyebabkan gangguan tidur yaitu kondisi medis, kondisi psikiatri, dan kondisi lingkungan sekitar seseorang. Gangguan Tidur
Dyssomnia (gangguan jumlah, kualitas, atau waktu Parasomnia ( peristiwa episodik abnormal tidur yang disebabkan karena hal emosional) yang terjadi selama tidur)
INSOMNIA HIPERSOMNIA TEROR MIMPI
SOMNABULISME TIDUR BURUK GANGGUAN JADWAL TIDUR- TERJAGA Disomnia Insomnia Hipersomnia Narkolepsi Gangguan tidur yang terkait dengan Pernapasan Gangguan tidur irama sirkadian Disomnia yang tidak tergolongkan •Mioklonus nocturnal •Restless leg syndrome •Sindrom Kleine-levin •Sindrom yang terkait menstruasi •Gangguan tidur saat hamil •Tidur yang tidak cukup •Sleep Drunkenness Parasomnia Gangguan mimpi buruk Gangguan terror tidur Gangguan berjalan sambil tidur Parasomnia yang tidak tergolongkan •Bruksisme terkait tidur •Gangguan prilaku tidur REM •Berbicara sambil tertidur (Somniloquy) •Membenturkan kepala terkait tidur •Paralisis tidur •Gangguan tidur akibat gangguan jiwa lain Insomnia adalah kesulitan memulai atau mempertahankan tidur. Gangguan ini merupakan keluhan tidur yang paling lazim ditemui dan dapat bersifat sementara atau menetap. Insomnia primer didiagnosis jika keluhan utama adalah tidur yang tidak bersifat menyegarkan atau kesulitan memulai atau memperthankan tidur, dan keluhan ini terus menerus berlangsung sedikitnya satu bulan. Istilah primer menunjukkan bahwa insomnia bebas dari adanya gangguan fisik atau psikologis. Bangun psikologis atauu fisiologis di malam hari yang makin sering serta pembelajaran negatif untuk tidur sering tampak. Pasien dengan insomnia primer secara umum memiliki preokupasi mengenai tidur cukup. Semakin mereka mencoba tidur, semakin besar rasa frustasidan penderitaan serta makin sulit terjadinya tidur. Tabel 2.Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Insomnia Primer
A. Keluhan yang dominan adalah kesulitan memulai atau mempertahankan
tidur, atau tidur yang tidak bersifat menyegarkan, selama sedikitnya 1 bulan. B. Gangguan tidur (atau kelelahan di siang hari yang terkait) menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain C. Gangguan tidur tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan narkolepsi, gangguan tidur terkait dengan pernapasan, gangguan tidur irama sirkardian, atau parasomnia D. Gangguan ini tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan jiwa lain (cth.gangguan depresif berat, gangguan ansietas menyeluruh, delirium) E. Gangguan ini bukan disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (cth, penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum Pedoman diagnostic Insomnia Non Organik (F 51.0)
Hal tersebut dibawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti :
a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas tidur yang buruk; b. Gangguan terjadi minimal 3 kali dalam seminggu selama minimal satu bulan; c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur (sleeplessness) dan peduli yang berlebihan terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari; d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan. Adanya gejala gangguan jiwa lain seperti depresi, anxietas, atau obsesi tidak menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan. Semua ko-morbiditas harus dicantumkan karena membutuhkan terapi tersendiri Kriteria lama tidur (kuantitas) tidak digunakan untuk menentukan adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi kriteria diatas (seperti pada “transient insomnia”) tidak di-diagnosis disini, dapat dimasukkan dalam Reaksi Stress Akut (F43.0) atau Gangguan Penyesuaian (F43.2) Terapi insomnia primer merupakan salah satu terapi yang paling sulit pada gangguan tidur. Ketika komponen yang dipelajari jelas, teknik deconditioning mungkin berguna. Penggolongan obat anti insomnia Benzodiazepine : Nitrazepam, Flurazepam, Eztazolam Non benzodiazepine : zolpidem
No Nama Generik Sediaan Dosis Anjuran
1 Nitrazepam Tab 5 mg 5 – 10 mg/malam
2 Zolpidem Tab 10 mg 10 – 20 mg/malam
3 Eztazolam Tab 1 mg, 2 mg 1 – 2 mg/malam
4 Flurazepam Tab 15 mg 15 – 10 mg/malam
Pengaturan Dosis Pemberian tunggal dosis anjuran 15 – 30 menit sebelum pergi tidur Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan 1 – 2 minggu, kemudian secepatnya tappering off untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat. Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan doss perlahan-lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi. Ada laporan menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2 – 3 kali seminggu untuk mengatasi insomnia pada usia lanjut. Hipersomnia tampak sebagai tidur yang berlebihan, rasa mengantuk (somnolen) di siang hari ayng berlebihan, atau kadang- kadang keduanya. Hipersomnia primer didiagnosis jika tida ada penyebab lain yang ditemukan untuk somnolen berlebihan yang terjadi dalam waktu sedikitnya 1 bulan. Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Hipersomnia Primer A. Keluhan yang dominan adalah rasa kantuk berlebihan untuk waktu sedikitnya 1 bulan (atau kurang jika berulang) yang tampak baik dengan episode tidur lama atau episode tidur siang hari yang terjadi hampir setiap hari. B. Rasa mengangtuk yang berlebihan menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan atau area fungsi penting lain. C. Rasa mengantuk sebaiknya tidak disebabkan insomnia dan tidak hanya terjadi selama perjalnan gangguan tidur lain (cth narkolepsi, gangguan tidur yang terkait dengan pernapasan, gangguan tidur irama sirkardian, atau parasomnia) dan tidak dapat disebabkan karena kurangnya tidur. D. Gangguan ini tidak hanya terjadi selam perjalanan gangguan jiwa lain (gangguan depresi berat, gangguan ansietas menyeluruh, delirium). E. Gangguan ini bukan disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum. Terapi hipersomnia primer terutama terdiri atas obat stimulan, seperti amfetamin, yang diberikan pagi atau sore hari. Obat antidepresan nonsedasi seperti buprpprion dan stimulan baru seperti modafinil juga mungkin berguna pada beebrapa pasien. Gambaran klinis di bawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti: a. Rasa kantuk pada siang hari yang berlebihan atau adanya serangan tidur (tidak disebabkna oleh tidur yang kurang), dan atau transisi yang memanjang dari saat mulai bagun tidur sampai sadar sepenuhnya. b. Gangguan tidur terjadi setiap hari selama lebih dari 1 bulan atau berulang dalam kurn waktu yang lebih pendek, menyebabkan penderitaan yang cukup berat dalam mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan. c. Tidak ada gejala tambahan narcolepsy atau bukti klinis sleep apnoe d. Tidak ada kondisi neurologis atau medis yang menunjukkan gejala rasa kantuk pada siang hari. Bila hipersomnia hanya merupakan salah satu gejala dari gangguanjiwa lain, misalnya gangguan afektif, maka diagnosis harus sesuai dengan gangguan yang mendasarinya. Diagnosis hipersomnia psikogenik harus ditambahkan bila hipersomnia merupakan keluhan yang dominan dari penderita gangguan jiwa lainnya. Narkolepsi terdiri atas rasa mengantuk yang belebihan di siang hari serta menifestasi abnormal tidur Rapid eye movement (REM) yang terjadi setiap hari selama sedikitnya 3 bulan. Serangan tidur ini khasnya terjadi dua sampai enam kali sehari dan berlangsung 10 hingga 20 menit. Serangan ini dapat terjadi pada saat yang tidak tepat (contoh, saat makan, berbicara, atau menyetir dan saat berhubungan seksual). Gangguan tidur yang terkait dengan pernapasan ditandai dengan penghentian tidur yang menyebabkan rasa mengantuk berlebihan atau insomnia yang disebabkan gangguan ernapasan tekait tidur. Gangguan pernapasan yang dapat terjadi selama tidur dapat berupa apnea, hipopnea, dan desaturasi oksigen. Gangguan ini selalu menyebabkna hipersomnia. Dua gangguan sistem pernapasan yang dapat menimbulkan hipersomnia adalah apnea tidur dan hipoventilasi alveolar sentral. Kedua gangguan juga dapat menyebabkna insomnia tetapi lebih seing menyebabkan hipersomnia.[3] Gangguan tidur irama sirkadian mecakup suatu kisaran luas keadaan yang melibatkan ketidaksejajaran antara periode tidur yang sebenarnya dengan periode tidur yang diinginkan. DSM-IV-TR mendafarkan empat jenis ganggguan tidur irama sirkadian: tipe fase tidur tertnda, tipe jet lag, tipe kerja bergiliran, dan tidak tergolongkan. Mioklonus nocturnal. Mioklonus nocturnal terdiri atas kontraksi mendadak yang sangat stereotipik pada otot-otot tungkai saat tidur. Pasien secara subjektif tidak menyadari kedutan tungkai tersebut. Keadaan ini dapar terjadi pada kira-kira 40 persen orang yang berusia di atas 65 tahun.[3] Restless leg syndrome. Pada sindrom ini, penderita merasakan sensasi dalam berupa adanya rasa merayap di dalam betis baik saat duduk atau tidur dan jarang menimbulkan rasa nyeri, tetapi merupakan penderitaan berat da menyebabkan dorongan yang hampir tidak apat ditahan untuk menggerakkan tungkai, sehingga sindrom ini mengganggu tidur dan jatuh tertidur. Sindrom ini memuncak pada usia pertengahan dan terdapat pada 5 persen populasi. Sindrom Kleine-levin. Merupakan keadaan yang relatif jarang dan terdiri atas episode berulang tidur yang lama (pasien dapat dibangunkan) dengan menyelingi periode tidur normal dan bangun. Sindrom yang terkait menstruasi. Sejumlah perempuan mengalami hipersomnia nyata yang intermitten., perubahan pola prilaku, dan makan dengan rakus pada saat atau segera sebelum onset mentruasi. Gangguan tidur saat hamil. Gangguan tidur lazim terjadi pada perempuan yang sedang hamil. Terdapat beberapa faktor hormonal yang turut berperan di dalam gangguan ini, termasuk perubahan kadar estrogen, progesteron, kortisol, dan melatonin dari kadar dasarnya. Tidur yang tidak cukup. Didefinisikan sebagai keluhan yang sunggu-sungguh akan adanya rasa mengantuk disiang hari disertai gejala terbangun pada seseorang yang terus menerus gagal memperoleh tidur setiap hari yang cukup menyokong keadaan terjaga yang penuh siaga. SleepDrunkenness. Keadaan ini merupakan bentuk abnormal bangun berupa tidak adanya kesadaran jernih pada transisi tidur menjadi benar-benarbangun, yang berleihan dan lama. Gangguan mimpi buruk Mimpi buruk adalah mimpi yang lama dan menakutkan yang membuat orang terbangun dengan rasa ketakutan. Seperti mimpi lain, mimpi buruk hampir selalu terjadi selama tidur REM dan biasanya setelah periode REM yang panjang di akhir malam Gangguan teror tidur Gangguan teror tidur adalah terbangun pada sepertiga awal malam selama tidur non-REM yang dalam (tahap 3 dan 4). Gangguan ini hampir selalu diawali dengan jeritan atau tangisan pilu dan disertai manifestasi prilaku ansietas hebat yang hampir mendekati panik. Gangguan berjalan sambil tidur Gangguan ini yang juga disebut somnambulisme, terdiri atas rangkaian prilaku kompleks yang diawali pada sepertiga pertama malam selama tidur NREM yang dalam (tahap 3 dan 4) dan sering, meskipun tidak selalu, dilanjutkan- tanpa kesadaran penuh atau ingatan mengenai episode tersebut- untuk meninggalkan tempat tidur dan berjalan berkeliling. Bruksisme terkait tidur. Bruksisme atau menggeretakkan gigi, terjadi sepanjang malam, paling menonjol pada tidur tahap 2.[3] Gangguan prilaku tidur REM. Gangguan prilaku tidur REM adalah keadaan kronis dan progresif yang terutama ditemukan pada laki-laki. Gangguan ini ditandai dengan hialngnya atonia saat tidur REMdilanjutkan munculnya prilaku kekerasan dan kompleks. Paralisis tidur. Paralisis tidur familial ditandai dengan ketidakmampuan mendadak untuk melakukan gerakan volunter, baik tepat pada onset tidur atau saat terbangun di malam atau pagi hari. Berbicara sambil tertidur (Somniloquy). Berbicara sambil tidur lazim pada anak dan dewasa. Gangguan ini telah dipelajari secara luas di laboratorium tidur dan terjadi pada semua tahap tidur.[3] Membenturkan kepala terkait tidur. Merupakan istilah untuk prilaku tidur terutama terdiri atas membenturkan kepala ke depan dan belakang dengan ritmik, biasanya jarang, membenturkan seluruh tubuh, terjadi tepat sebelum atau selama tidur. Perilaku ini jarang bertahan atau terjadi pada tidur NREM dalam. Insomniaakibat gangguan jiwa lain Hipersomnia akibat gangguan jiwa lain Insomnia yang terjadi selama sedikitnya satu bulan dan jelas disebabkan gejala prilaku dan psikologis gangguan gangguan jiwa yang dikenal baik secara klinis, digolongkan dalam golonan ini. Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Insomnia akibat Gangguan Jiwa Lain
A. Keluhan yang dominan adalah kesulitan memulai atau mempertahankan tidur,
atau tidur yang tidak menyegarkan, untuk sedikitnya 1 bulan yang disertai kelelahan pada siang hari atau gangguan fungsi di siang hari. B. Gangguan tidur (atau gejala sisa di siang hari) menyebbakan penderita secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain. C. Insomnia dianggap terkait dengan gangguan Aksis I atau II lain (cth, gangguan depresi berat, gangguan cemas mewnyeluruh, gangguab penyesuaian dengan ansietas) tetapi cuku berat sehingga memerlukan perhatian klinis tersendiri. D. Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan tidur lain (cth, narkolepsi, ganggguan tidur terkait pernapasan, parasomnia). E. Gangguan tidur ini tidak disebabkan efek fisiologis langsung atau zar (cth, penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum. Hipersomnia yang terjadi untuk selama sedikitnya 1 bulan dan terkait dengan ganguan jiwa ditemukan di dalam berbagai keadaan termasuk gangguan nood. Rasa mengantuk di siang hari yang berlebihan mungkin dilaporkan pada tahap awal banyak gangguan depresif ringan dan secara khas pada fase depresi gangguan bipolar I Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Hipersomnia Akibat Gangguan Jiwa Lain A. Keluhan yang dominan adalah rasa mengantuk yang berlebihan setidaknya 1 bulan seperti adanya episode tidur lama atau episode tidur siang yang terjadi hampir setiap hari. B. Rasa mengantuk yang berlebihan menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan atau area fungsi penting lain. C. Hipersomnia dianggap terkait degan gangguan Aksis I atau II lain (ganguan depresi berat) tetapi cukup berat sehingga memerlukan perhatian klinis tersendiri. D. Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oelh gangguan tidur lain ( narkolepsi, gangguan tidur terkait pernapasan, parasomnia) atau kurang tidur. E. Gangguan ini bukan disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum. Tidur merupakan kebutuhan bukan suatu keadaan yang tidak bermanfaat, tidur merupakan proses yang diperlukan oleh manusia untuk pembentukan sel-sel tubuh yang rusak (natural healing mechanism), memberi waktu organ tubuh untuk berisitirahat maupun untuk menjaga keseimbangan metabolisme dan biokimiawi tubuh. Insomnia adalah kesulitan memulai atau mempertahankan tidur. Gangguan ini merupakan keluhan tidur yang paling lazim ditemui dan dapat bersifat sementara atau menetap. Hipersomnia tampak sebagai tidur yang berlebihan, rasa mengantuk (somnolen) di siang hari ayng berlebihan, atau kadang-kadang keduanya. Klasifikasi menurut DSM-IV-TR : Insomnia Insomnia Primer Insomnia Akibat Gangguan Jiwa lain Hipersomnia Hipersomnia Primer Hipersomnia Akibat Gangguan Jiwa Lain Terapi farmakologi untuk insomnia dengan obat anti insomnia, yaitu golongan benzodiazepine (nitrazepam, flurazepam, eztazolam) dan golongan nonbenzodiazepine (zolpidem) Terapi hipersomnia primer terutama terdiri atas obat stimulan, seperti amfetamin, yang diberikan pagi atau sore hari. Obat antidepresan nonsedasi seperti buprpprion dan stimulan baru seperti modafinil juga mungkin berguna pada beebrapa pasien Purwanto S., Mengatasi Insomnia dengan Terapi Relaksasi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jurnal Kesehatan Vol.1(2) , 2008.Hal : 141- 148 Permana M.G.C., Insomnia dan Hubungannya Terhadap Faktor Psikososial Pada Pelayanan Kesehatan Primer, Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Udayana, 2010. Kaplan.H.I, Sadock. B.J, 2010, Buku Ajar Psikiatri Klinis, Edisi kedua, EGC, Jakarta Sherwood L., Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. 2011 : EGC.Hal 183 Ganong W.F., Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. 2008 : EGC. Hal 205 Hidayat., Tinjauan Pustaka : Gangguan Tidur. Univrsitas Diponegoro. 2012. Diakses 03 Februari 2016. Dari < http://eprints.undip.ac.id/33160/2/BAB2. pdf>. Ardinata, D., Tinjauan Pustaka: Gangguan Tidur. Universitas Sumatera Utara. 2013. Diakses 03 Februari 2016. Dari < http://repository.usu.ac.id/ bitstream/123456789/38690/4/Chapter%20II.pdf>. Maslim R, 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta. Maslim R, 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic Medication). Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta. Chawla, Insomnia Treatment & Management, Loyola University Medical Center, America, Page 1 – 20.