• Komposisi Biokimia Bahan Organik Menurut Waksman (1948) dalam Brady (1990) bahwa biomass bahan organik yang berasal dari biomass hijauan, terdiri dari: (1) air (75%) dan (2) biomass kering (25%). Komposisi biokimia bahan organik dari biomass kering tersebut, terdiri dari: (1) karbohidrat (60%), (2) lignin (25%), (3) protein (10%), (4) lemak, lilin dan tanin (5%). Karbohidrat penyusun biomass kering tersebut, terdiri dari: (1) gula dan pati (1% -s/d- 5%), (2) hemiselulosa (10% -s/d- 30%), dan (3) selulosa (20% -s/d- 50%). Berdasarkan kategori unsur hara penyusun biomass kering, terdiri dari: (1) Karbon (C = 44%), (2) Oksigen (O = 40%), (3) Hidrogen (H = 8%), dan (4) Mineral (8%). Dekomposisi Bahan Organik Proses dekomposisi bahan organik melalui 3 reaksi, yaitu:
(1) reaksi enzimatik atau oksidasi enzimatik, yaitu: reaksi oksidasi
senyawa hidrokarbon yang terjadi melalui reaksi enzimatik menghasilkan produk akhir berupa karbon dioksida (CO2), air (H2O), energi dan panas.
(2) reaksi spesifik berupa mineralisasi dan atau immobilisasi unsur hara essensial berupa hara nitrogen (N), fosfor (P), dan belerang (S).
(3) pembentukan senyawa-senyawa baru atau turunan yang sangat
resisten berupa humus tanah. Berdasarkan kategori produk akhir yang dihasilkan, maka proses dekomposisi bahan organik digolongkan menjadi 2, yaitu: (1) proses mineralisasi, dan (2) proses humifikasi. • Proses mineralisasi terjadi terutama terhadap bahan organik dari senyawa-senyawa yang tidak resisten, seperti: selulosa, gula, dan protein. Proses akhir mineralisasi dihasilkan ion atau hara yang tersedia bagi tanaman.
Proses humifikasi terjadi terhadap bahan
organik dari senyawa-senyawa yang resisten, seperti: lignin, resin, minyak dan lemak. Proses akhir humifikasi dihasilkan humus yang lebih resisten terhadap proses dekomposisi. • Urutan kemudahan dekomposisi dari berbagai bahan penyusun bahan organik tanah dari yang terdekomposisi paling cepat sampai dengan yang terdekomposisi paling lambat, adalah sebagai berikut: (1) gula, pati, dan protein sederhana, (2) protein kasar (protein yang lebih kompleks), (3) hemiselulosa, (4) selulosa, (5) lemak, minyak dan lilin, serta (6) lignin. Humus Humus dapat didefinisikan sebagai senyawa kompleks asal jaringan organik tanaman (flora) dan atau fauna yang telah dimodifikasi atau disintesis oleh mikrobia, yang bersifat agak resisten terhadap pelapukan, berwarna coklat, amorfus (tanpa bentuk/nonkristalin) dan bersifat koloidal. Ciri-Ciri Humus (1) bersifat koloidal (ukuran kurang dari 1 mikron), karena ukuran yang kecil menjadikan humus koloid ini memiliki luas permukaan persatuan bobot lebih tinggi, sehingga daya jerap tinggi melebihi liat. KTK koloid organik ini sebesar 150 s/d 300 me/100 g yang lebih tinggi daripada KTK liat yaitu 8 s/d 100 me/100g. Humus memiliki daya jerap terhadap air sebesar 80% s/d 90% dan ini jauh lebih tinggi daripada liat yang hanya 15% s/d 20%. Humus memiliki gugus fungsional karboksil dan fenolik yang lebih banyak. (2) daya kohesi dan plastisitas rendah, sehingga mengurangi sifat lekat tanah dan membantu granulasi aggregat tanah. (3) Tersusun dari lignin, poliuronida, dan protein kasar. (4) berwarna coklat kehitaman, sehingga dapat menyebabkan warna tanah menjadi gelap. Peranan Bahan Organik Terhadap Tanah * Bahan organik dapat berpengaruh terhadap perubahan terhadap sifat-sifat tanah berikut:
(1) sifat fisik tanah,
(2) sifat kimia tanah, dan (3) sifat biologi tanah. • Peranan bahan organik terhadap perubahan sifat fisik tanah, meliputi:
(1) stimulan terhadap granulasi tanah,
(2) memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah, (3) menurunkan plastisitas dan kohesi tanah, (4) meningkatkan daya tanah menahan air sehingga drainase tidak berlebihan, kelembaban dan temperatur tanah menjadi stabil, (5) mempengaruhi warna tanah menjadi coklat sampai hitam, (6) menetralisir daya rusak butir-butir hujan, (7) menghambat erosi, dan (8) mengurangi pelindian (pencucian/leaching). • Peranan bahan organik terhadap perubahan sifat kimia tanah, meliputi:
(1) meningkatkan hara tersedia dari proses mineralisasi
bagian bahan organik yang mudah terurai, (2) menghasilkan humus tanah yang berperanan secara koloidal dari senyawa sisa mineralisasi dan senyawa sulit terurai dalam proses humifikasi, (3) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah 30 kali lebih besar ketimbang koloid anorganik, (4) menurunkan muatan positif tanah melalui proses pengkelatan terhadap mineral oksida dan kation Al dan Fe yang reaktif, sehingga menurunkan fiksasi P tanah, dan (5) meningkatkan ketersediaan dan efisiensi pemupukan serta melalui peningkatan pelarutan P oleh asam-asam organik hasil dekomposisi bahan organik. • Dekomposisi bahan organik, sejumlah senyawa organik dilepaskan. Kebanyakan dari senyawa tersebut, seperti asam humat, dan asam fulvat mempunyai kemampuan untuk mengkhelat ion-ion terutama Al dan Fe sehingga dapat membebaskan P di dalam tanah. Fosfor tersedia di dalam tanah dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan organik akibat terbentuknya khelat antara senyawa organik yang berkombinasi dan melindungi kation, terutama Fe dan Al. Pengikatan kation itu dengan asam organik membentuk persenyawaan khelat yang dapat digambarkan sebagai berikut:
OH−Al−OOC COO−Al−OH R OH−Al−OOC COO−Al−OH
R = asam humat, asam fulvat
• Peranan bahan organik terhadap perubahan sifat biologi tanah, meliputi: (1) meningkatkan keragaman organisme yang dapat hidup dalam tanah (makroba dan mikroba tanah), dan (2) meningkatkan populasi organisme tanah (makroba dan mikroba tanah) Peningkatan baik keragaman maupun populasi berkaitan erat dengan fungsi bahan organik bagi organisme tanah, yaitu: (1) bahan organik sebagai sumber energi bagi organisme tanah terutama organisme tanah heterotropik, dan (2) bahan organik sebagai sumber hara bagi organisme tanah