Anda di halaman 1dari 13

BAHAN ORGANIK TANAH

Kuliah ke-10 Dasar-dasar Ilmu Tanah

Dr. Ir. Yusra, M.P


• Komposisi Biokimia Bahan Organik
Menurut Waksman (1948) dalam Brady (1990) bahwa biomass bahan
organik yang berasal dari biomass hijauan, terdiri dari: (1) air (75%) dan (2)
biomass kering (25%).
Komposisi biokimia bahan organik dari biomass kering tersebut, terdiri
dari:
(1) karbohidrat (60%),
(2) lignin (25%),
(3) protein (10%),
(4) lemak, lilin dan tanin (5%).
Karbohidrat penyusun biomass kering tersebut, terdiri dari:
(1) gula dan pati (1% -s/d- 5%),
(2) hemiselulosa (10% -s/d- 30%), dan
(3) selulosa (20% -s/d- 50%).
Berdasarkan kategori unsur hara penyusun biomass kering, terdiri dari:
(1) Karbon (C = 44%),
(2) Oksigen (O = 40%),
(3) Hidrogen (H = 8%), dan
(4) Mineral (8%).
Dekomposisi Bahan Organik
Proses dekomposisi bahan organik melalui 3 reaksi, yaitu:

(1) reaksi enzimatik atau oksidasi enzimatik, yaitu: reaksi oksidasi


senyawa hidrokarbon yang terjadi melalui reaksi enzimatik
menghasilkan produk akhir berupa karbon dioksida (CO2), air (H2O),
energi dan panas.

(2) reaksi spesifik berupa mineralisasi dan atau immobilisasi unsur hara
essensial berupa hara nitrogen (N), fosfor (P), dan belerang (S).

(3) pembentukan senyawa-senyawa baru atau turunan yang sangat


resisten berupa humus tanah.
Berdasarkan kategori produk akhir yang dihasilkan, maka proses
dekomposisi bahan organik digolongkan menjadi 2, yaitu:
(1) proses mineralisasi, dan
(2) proses humifikasi.
• Proses mineralisasi terjadi terutama terhadap
bahan organik dari senyawa-senyawa yang
tidak resisten, seperti: selulosa, gula, dan
protein. Proses akhir mineralisasi dihasilkan
ion atau hara yang tersedia bagi tanaman.

Proses humifikasi terjadi terhadap bahan


organik dari senyawa-senyawa yang resisten,
seperti: lignin, resin, minyak dan lemak.
Proses akhir humifikasi dihasilkan humus yang
lebih resisten terhadap proses dekomposisi.
• Urutan kemudahan dekomposisi dari berbagai
bahan penyusun bahan organik tanah dari yang
terdekomposisi paling cepat sampai dengan
yang terdekomposisi paling lambat, adalah
sebagai berikut:
(1) gula, pati, dan protein sederhana,
(2) protein kasar (protein yang lebih kompleks),
(3) hemiselulosa,
(4) selulosa,
(5) lemak, minyak dan lilin, serta
(6) lignin.
Humus
Humus dapat didefinisikan sebagai senyawa kompleks asal jaringan
organik tanaman (flora) dan atau fauna yang telah dimodifikasi atau
disintesis oleh mikrobia, yang bersifat agak resisten terhadap
pelapukan, berwarna coklat, amorfus (tanpa bentuk/nonkristalin) dan
bersifat koloidal.
Ciri-Ciri Humus
(1) bersifat koloidal (ukuran kurang dari 1 mikron), karena ukuran yang
kecil menjadikan humus koloid ini memiliki luas permukaan persatuan
bobot lebih tinggi, sehingga daya jerap tinggi melebihi liat. KTK koloid
organik ini sebesar 150 s/d 300 me/100 g yang lebih tinggi daripada
KTK liat yaitu 8 s/d 100 me/100g. Humus memiliki daya jerap terhadap
air sebesar 80% s/d 90% dan ini jauh lebih tinggi daripada liat yang
hanya 15% s/d 20%. Humus memiliki gugus fungsional karboksil dan
fenolik yang lebih banyak.
(2) daya kohesi dan plastisitas rendah, sehingga mengurangi sifat lekat
tanah dan membantu granulasi aggregat tanah.
(3) Tersusun dari lignin, poliuronida, dan protein kasar.
(4) berwarna coklat kehitaman, sehingga dapat menyebabkan warna
tanah menjadi gelap.
Peranan Bahan Organik Terhadap Tanah
* Bahan organik dapat berpengaruh terhadap
perubahan terhadap sifat-sifat tanah berikut:

(1) sifat fisik tanah,


(2) sifat kimia tanah, dan
(3) sifat biologi tanah.
• Peranan bahan organik terhadap perubahan sifat
fisik tanah, meliputi:

(1) stimulan terhadap granulasi tanah,


(2) memperbaiki struktur tanah menjadi lebih
remah,
(3) menurunkan plastisitas dan kohesi tanah,
(4) meningkatkan daya tanah menahan air
sehingga drainase tidak berlebihan, kelembaban
dan temperatur tanah menjadi stabil,
(5) mempengaruhi warna tanah menjadi coklat
sampai hitam,
(6) menetralisir daya rusak butir-butir hujan,
(7) menghambat erosi, dan
(8) mengurangi pelindian (pencucian/leaching).
• Peranan bahan organik terhadap perubahan sifat kimia
tanah, meliputi:

(1) meningkatkan hara tersedia dari proses mineralisasi


bagian bahan organik yang mudah terurai,
(2) menghasilkan humus tanah yang berperanan secara
koloidal dari senyawa sisa mineralisasi dan senyawa sulit
terurai dalam proses humifikasi,
(3) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah 30 kali
lebih besar ketimbang koloid anorganik,
(4) menurunkan muatan positif tanah melalui proses
pengkelatan terhadap mineral oksida dan kation Al dan Fe
yang reaktif, sehingga menurunkan fiksasi P tanah, dan
(5) meningkatkan ketersediaan dan efisiensi pemupukan
serta melalui peningkatan pelarutan P oleh asam-asam
organik hasil dekomposisi bahan organik.
• Dekomposisi bahan organik, sejumlah senyawa organik
dilepaskan. Kebanyakan dari senyawa tersebut, seperti
asam humat, dan asam fulvat mempunyai kemampuan
untuk mengkhelat ion-ion terutama Al dan Fe sehingga
dapat membebaskan P di dalam tanah. Fosfor tersedia di
dalam tanah dapat ditingkatkan dengan penambahan
bahan organik akibat terbentuknya khelat antara
senyawa organik yang berkombinasi dan melindungi
kation, terutama Fe dan Al. Pengikatan kation itu dengan
asam organik membentuk persenyawaan khelat yang
dapat digambarkan sebagai berikut:

OH−Al−OOC COO−Al−OH
R
OH−Al−OOC COO−Al−OH

R = asam humat, asam fulvat


• Peranan bahan organik terhadap perubahan sifat
biologi tanah, meliputi:
(1) meningkatkan keragaman organisme yang
dapat hidup dalam tanah (makroba dan mikroba
tanah), dan
(2) meningkatkan populasi organisme tanah
(makroba dan mikroba tanah)
Peningkatan baik keragaman maupun populasi
berkaitan erat dengan fungsi bahan organik bagi
organisme tanah, yaitu:
(1) bahan organik sebagai sumber energi bagi
organisme tanah terutama organisme tanah
heterotropik, dan
(2) bahan organik sebagai sumber hara bagi
organisme tanah

Anda mungkin juga menyukai