Anda di halaman 1dari 35

Metode Timeseries

Metode Time Series merupakan metode yang dipergunakan untuk menganalisis serangkaian data
yang merupakan fungsi dari waktu. Metode ini mengasumsikan beberapa pola yang selalu berulang
sepanjang waktu. Dengan analisis deret waktu, dapat ditunjukan berapa jumlah permintaan
terhadap suatu produk tertentu bervariasi terhadap waktu. Perubahan data dari waktu ke waktu
akan digunakan untuk meramalkan informasi yang dibutuhkan oleh analis pada masa yang akan
datang.
CARA ARIMA / BOX JENKINS
Cara ARIMA
ARIMA sering juga disebut metode runtun waktu Box-Jenkins. ARIMA sangat baik ketepatannya untuk
peramalan jangka pendek, sedangkan untuk peramalan jangka panjang ketepatan peramalannya kurang baik.
Biasanya akan cenderung flat(mendatar/konstan) untuk periode yang cukup panjang.

Model Autoregresif Integrated Moving Average (ARIMA) adalah model yang secara penuh mengabaikan
independen variabel dalam membuat peramalan. ARIMA menggunakan nilai masa lalu dan sekarang dari
variabel dependen untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat. ARIMA cocok jika observasi dari
deret waktu (time series) secara statistik berhubungan satu sama lain (dependent).
Skema Pendekatan ARIMA

Model ARIMA terdiri dari tiga langkah dasar, yaitu tahap


identifikasi, tahap penaksiran dan pengujian, dan pemeriksaan
diagnostik. Selanjutnya model ARIMA dapat digunakan untuk
melakukan peramalan jika model yang diperoleh memadai.
Studi Kasus
Berikut adalah data hasil penjualan (ratus ribu rupiah) disuatu perusahaan yang bersifat
Time Series
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
January 12.35 10.12 9.25 2.75 5.8 12.25 10.85
February 9.78 8.75 5.45 10.19 11.09 8.75 7.5
March 10.25 19.75 5.89 4.35 7 8 12.67
April 2.75 25.3 5.55 30.25 12.2 6.75 29.77
May 25.24 12.1 10.25 5.25 11.2 30.45 12.2
June 20.25 30 6.75 5.25 5 10.25 12.25
July 11.25 10.25 10 30.25 2.75 30.3 12.25
August 12.2 10.35 30.33 12.25 10 10.5 12.25
September 20.25 25.05 12.33 8.75 7.75 5.55 4.25
October 10 12.25 30.25 24.2 20.1 12.25 5.75
November 8.75 9.9 10.25 25.22 2.57 5.75 7.5
December 10.8 8.9 9.25 5.5 4.75 10.25 10
Proses Analisis Syarat Timeseries
1. Memetakan nilai atas waktu, hal ini dilakukan untuk menelaah kestationeran data, sebab jika data tidak stasioner maka harus
distasionerkan melalui proses stasioneritas.

2. Menggambarkan korelogram (gambar fungsi autokorelasi), untuk menelaah apakah autokorelasi signifikan atau tidak, dan perlu tidaknya
proses diferensi dilakukan. Jika autokorelasi data tidak signifikan, analisis data cukup menggunakan analisis regresi sederhana data atas
waktu, sedangkan jika signifikan harus menggunakan analisis regresi deret waktu. Jika data ditransformasikan, maka proses pemetaan data
dan penggambaran korelogram, sebaiknya dilakukan juga pada data hasil transformasi, untuk menelaah apakah proses transformasi ini
sudah cukup baik dalam upaya menstasionerkan data.

3. Jika dari korelogram disimpulkan bahwa autokorelasi signifikan, maka bangun model regresi deret waktu dan lakukan penaksiran baik
dalam kawasan waktu maupun kawasan frekuensi.

4. Lakukan proses peramalan dengan metode yang sesuai dengan kondisi data dan untuk mendapatkan hasil yang memuaskan sebaiknya
gunakan metode Box-Jenkins.
Langkah-Langkah Syarat Timeseries dengan SPSS
1. Siapkan data Timeseries yang akan dianalisis 2. Masukkan ke SPSS

3. Klik Analyze, Time Series, AutoCorellations 4. Masukkan Data dan Bulan sesuai dengan Gambar
OUTPUT DARI SPSS
Pemrosesan oleh SPSS akan dihasilkan output SPSS seperti gambar berikut. Terdapat 4 bagian utama sebagai mana dijelaskan
pada artikel sebelumnya yaitu nilai Autokorelasi, korelogram ACF, nilai Autokorelasi Parsial dan korelogram PACF.

• Nilai Autokorelasi • Diargram ACF


berdasarkan Lag-K Fungsi
Autokorelasi

• Nilai Autokorelasi • Diagram PACF


Parsial Berdasarkan Fungsi
Lag-K Autokorelasi
Parsia
Interpretasi Output SPSS
Jika ditelaah, diagram ACF dan PACF keduanya membangun pola alternating (tanda dan nilai
autokorelasi berubah secara acak sesuai dengan berjalannya nilai lag-K), hal ini
mengindikasikan data tidak stasioner dalam varians dan stasioner lemah dalam rata-rata
hitung. Sedangkan signifikansi autokorelasi kemungkinannya lemah (nilai lag-nya cukup besar
jika dibandingkan dengan ukuran sampelnya). Jika hasil telaahan secara “visual” tidak cukup
menyakinkan, maka dapat dilakukan pengujian hipotesis statistis untuk keberartian
autokorelasi.
Jika Output tidak mencukupi

1. Klik Analyze, Time Series, Sequence Charts 2. Sesuaikan menu yang muncul dengan gambar berikut
Output dan Analisis Pemrosesan oleh SPSS akan dihasilkan output SPSS seperti
gambar di atas. Menunjukkan peta data atas waktu yang dapat
peneliti amati secara kasa mata untuk memutuskan data yang
dimiliki sudah stasioner ataukah belum.

Pada hasil output SPSS di atas, peta data atas waktu


memperlihatkan pola trend yang hampir mendatar (sejajar
sumbu waktu) dan variasi data terletak pada sebuah “pita yang
meliput tidak seimbang” trend data, hal ini mengindikasikan
bahwa data stasioner lemah dalam rata-rata hitung, tetapi tidak
stasioner dalam varians.

Ketidakstasioneran dalam varians jelas terlihat pada diagram ACF


dan PACF sebelumnya. Keduanya menyajikan pola hampir
alternating. Untuk memperjelas pendapat tersebut, perlu dicoba
untuk melakukan diferensi orde-1 dari data deret waktu yang
dimiliki.
Stasioneritas Diferensi Orde-1

Kembali pada tampilan menu Squence Charts, untuk tahap lanjutan


pengidentifikasian data, centang pada menu Transform pilih/centang Difference
lalu isikan nilai 1 (satu), seperti terlihat pada gambar berikut, lalu klik OK.
Output dan Analisis
Pemrosesan oleh SPSS akan dihasilkan output SPSS seperti
gambar berikut. Menunjukkan peta data atas waktu hasil
differensi orde-1 yang dapat peneliti amati secara kasat
mata untuk memutuskan data yang dimiliki sudah
stasioner ataukah belum

Pada hasil output SPSS di atas, peta data atas waktu


dengan differensi orde-1 memperlihatkan pola data
dengan trend mendatar dan pola “terompet di sisi kiri dan
kanan”, hal ini mengindikasikan bahwa dengan diferensi
orde-1 data yang tadinya stasioner lemah dalam rata-rata
hitung menjadi stasioner kuat dalam rata-rata hitung.
Autokorelasi Diferensi Orde-1

Selanjutnya untuk menghasilkan korelogram orede-1, pada tampilan menu Autocorrelation,


centang pada menu Transform pilih/centang Difference lalu isikan nilai 1 (satu), seperti terlihat
pada gambar berikut, lalu klik OK. Maka proses penghitungan nilai Autokorelasi dan
Autokorelasi Parsial dilakukan oleh SPSS.
Output dan Analisis
Pemrosesan oleh SPSS akan dihasilkan output SPSS seperti gambar
berikut. Menunjukkan korelogram ACF dan PACF hasil differensi orde-
1 yang dapat peneliti amati secara kasa mata untuk memutuskan data
yang dimiliki sudah stasioner ataukah belum.

Pada hasil output SPSS di atas, korelogram ACF yang membangun pola
alternating dan korelogram PACF membangun pola “hampir
gelombang”, hal ini menunjukkan bahwa proses diferensi hampir bisa
menstabilkan varians sehingga tidak perlu dilakukan lagi diferensi
(cukup orde-1).

Berdasarkan output-output yang dicantumkan, maka data telah


memenuhi syarat untuk melakukan analisis Timeseries telah
memenuhi
Tahap Identifikasi
Dengan cara mencoba-coba (trial and error) terhadap model-
model umum, maka kita akan mendapatkan model ARIMA yang
terbaik bagi data.
Model Autoregressive (ARIMA 1,0,0)
Langkah-Langkah
1. Siapkan data Timeseries yang akan dianalisis 2. Masukkan ke SPSS

3. Klik Analyze, Time Series, lalu Create Models


Langkah-Langkah Setelah di klik menu Create Models, kita akan masuk
pada menu dimana terdapat menu-menu yang
digunakan untuk mendefinisikan model yang akan kita
terapkan pada data yang kita miliki. Untuk pembahasan
pada kesempatan kali ini, Autoregresif (AR1), pada
menu Method ubah dari Expert Modeler menjadi
ARIMA. Lalu klik Criteria dan isikan 1 (satu) pada kolom
Autoregressive (Non Seasonal) seperti tampak gambar
berikut. Lalu klik Continue.

Setelahnya akan tampak pada jendela utama analisis


pada Model Type akan tertuliskan (1,0,0). Lalu
pindahkan variabel atau data deret waktu yang kita
miliki dari kolom Variables ke kolom Dependent
Variables. Seperti tampak pada gambar berikut.
Langkah-Langkah
Untuk mendapatkann hasil output SPSS
dan untuk menguji kebagusan model data
deret waktu yang dihasilkan maka kita
akan definisikan kebutuhan output SPSS
dalam analisis data deret waktu pada
menu Statistics, Plot, Ouput Filter, Save
dan Options. Sekali lagi kebutuhan Output
model data deret waktu harus dibangun
atas dasar kepahaman teori yang
mendasarinya.
Output dan Analisis
Nilai µ dan γ masing-masing sebesar 12.320
dan -0.011 dengan kekeliruan baku (simpangan
baku kekeliruan, standar error) model sebesar
7.817 dan kekeliruan baku regresi sebesar
0.110. Jika melihat nilai mutlak T-Ratio (t-
hitung) regresi sebesar 0.102, yang jika
dibandingkan dengan nilai kritisnya untuk taraf
signifikansi alpha 5%, derajat bebas, DF
sebesar 82, nilainya antara 1.29 dengan 1.30,
maka T-Ratio < T-Tabel, yang berarti model
ARIMA (1,0,0) tidak signifikan untuk digunakan
sebagai model ramalan.
Output dan Analisis

Dari Grafik data terlihat perbedaan yang


mencolok antara nilai aktual yang berupa
gambar spektrum dengan nilai ramalan yang
sangat hampir mendatar (model fit).
Ketidakberartian model ARIMA (1,0,0) dengan
konstanta (koefisien regresinya), kemungkinan
karena data tidak stasioner dalam varians.
Model Moving Average (ARIMA 0,0,1)
Langkah-Langkah
Langkah-langkah pada cara Moving
Average hampir mirip dengan cara
sebelumnya, yang membedakannya
adalah pada langkah pengisian
ARIMA Criteria, sebelumnya adalah
mengisi angka 1 pada Autoregressive
pada kolom nonseasonal, namun
sekarang kolom Moving Average diisi
1 dan yang lainnya adalah 0.
Output dan Analisis • Nilai dan masing-masing sebesar 12.320
dan 0.010 dengan kekeliruan baku
(simpangan baku kekeliruan, standar error)
model sebesar 7.818 dan kekeliruan baku
regresi sebesar 0.110.
• Dimana jika melihat nilai mutlak T-Ratio (t-
hitung) regresi sebesar 0.094, yang jika
dibandingkan dengan nilai kritisnya untuk
taraf signifikansi alpha 5%, derajat bebas, DF
sebesar 82, nilainya antara 1.29 dengan
1.30, maka T-Ratio < T-Tabel, yang berarti
model ARIMA (0,0,1) tidak signifikan untuk
digunakan sebagai model ramalan.
Output dan Analisis
• Dari Grafik data terlihat perbedaan yang mencolok
antara nilai aktual yang berupa gambar spektrum
dengan nilai ramalan yang hampir mendatar (model fit).
Ketidak berartian model ARIMA (0,0,1) dengan
konstanta (koefisien regresinya), kemungkinan karena
data tidak stasioner dalam varians.

• Hasil ARIMA (0,0,1) tidak jauh berbeda dengan hasil


ARIMA (1,0,0). Hal ini menunjukkan bahwa model
tunggal AR atau MA tidak bisa digunakan sebagai model
ramalan.
Model Autoregressive-Moving Average
(ARIMA 1,0,1)
Langkah-Langkah
Langkah-langkah pada cara Moving
Average hampir mirip dengan cara
sebelumnya, yang membedakannya
adalah pada langkah pengisian
ARIMA Criteria, perbedaanya dapat
dilihat pada kolom nonseasonal baris
Autoregressive dan Moving Average
yang diisi 1 dan yang lainnya adalah
0.
Output dan Analisis
• Nilai koefisien untuk AR(1) dan MA (1) masing-
masing sebesar -0.972 dan -0.998. Jika melihat
nilai mutlak T-Ratio (t-hitung) regresi untuk AR(1)
sebesar 0.000 dan MA(1) sebesar 0.162.
• Dimana jika dibandingkan dengan nilai kritisnya
untuk taraf signifikansi alpha 5%, derajat bebas,
DF sebesar 81, nilainya antara 1.29 dengan 1.30,
maka hanya T-Ratio untuk MA (1) yang lebih kecil
dari T-Tabel, yang berarti model ARIMA (1,0,1)
tidak cukup signifikan untuk digunakan sebagai
model ramalan, disamping kekeliruan residunya
masih cukup besar yaitu sama dengan 7.841.
Output dan Analisis • Dari Grafik data terlihat perbedaan yang mencolok
antara nilai aktual yang berupa gambar spektrum
dengan nilai ramalan yang hampir mendatar (model
fit). Ketidakberartian model ARIMA (1,0,1) dengan
konstanta (koefisien regresinya), kemungkinan karena
data tidak stasioner dalam varians.

• Hasil ARIMA (1,0,1) tidak jauh berbeda dengan hasil


ARIMA (1,0,0) dan ARIMA (0,0,01), meskipun jika
digabungkan (ARMA) memberikan perbedaan
tersendiri atas signifikansi koefisien dari model regresi
deret waktu yang terbentuk. Dengan dipertegas dengan
grafik yag dihasilkan, hal ini menunjukkan bahwa model
gabungan ARMA masih belum baik jika digunakan
sebagai model ramalan.
Model Autoregressive Intergrated Moving Average
(ARIMA 1,1,1)
Langkah-langkah pada cara Moving
Average hampir mirip dengan cara
sebelumnya, yang membedakannya
adalah pada langkah pengisian
ARIMA Criteria, perbedaanya dapat
dilihat pada setiap baris kolom
nonseasonal yang diisi 1 dan yang
lainnya adalah 0.
• Nilai koefisien untuk AR(1) dan MA (1) masing-
Output dan Analisis masing sebesar 0.009 dan 0.995. Jika melihat nilai
mutlak T-Ratio (t-hitung) regresi untuk AR(1)
sebesar 0.074 dan MA(1) sebesar 2.12.
• Dimana jika dibandingkan dengan nilai kritisnya
untuk taraf signifikansi alpha 5%, derajat bebas,
DF sebesar 81, nilainya antara 1.29 dengan 1.30,
maka hanya T-Ratio untuk AR (1) yang lebih kecil
dari T-Tabel, yang berarti model ARIMA (1,1,1)
tidak cukup signifikan untuk digunakan sebagai
model ramalan, disamping kekeliruan residunya
masih cukup besar yaitu sama dengan 8.041.
Untuk lebih jelas dapat ditelaah dari gambar peta
data nilai aktual dengan nilai ramalan dengan
model ARIMA (1,1,1).
Output dan Analisis • Dari Grafik data terlihat perbedaan yang mencolok
antara peta nilai aktual yang berupa gambar spektrum
dengan peta nilai ramalan yang hampir mendatar
(model fit). Ketidakberartian model ARIMA (1,1,1)
dengan konstanta (koefisien regresinya), kemungkinan
karena data tidak stasioner dalam varians.

• Hasil ARIMA (1,1,1) tidak jauh berbeda dengan hasil


ARIMA (1,0,0), ARIMA (0,0,1) dan ARIMA (1,0,1). Dari
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa stabilitas
varians diperlukan untuk memperkecil bias dan
kekeliruan baku model.
Rangkuman Studi Kasus
Berdasarkan hasil analisis dengan metode ARIMA/Box Jenkins dalam 4
model dasar, menunjukkan bahwa ke-empat metode masih belum baik
apabila diterapkan sebagai model peramalan. Sehingga diperlukannya
menganalisis model ARIMA lainnya dengan cara menguji coba (trial and
error).

Selain itu, kita dapat pula melakukan metode Timeseries lainnya seperti
smoothing, regresi, dan lain-lain yang mungkin lebih berarti untuk
dijadikan model ramalan.

Anda mungkin juga menyukai