Askep Asma

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN 

KEPERAWATAN 
PENYAKIT 
ASMA
Disusun oleh :
• Iga Sa’ani Laras Ayu M.(P1337420518091
• Tri Vita Wulandari        (P1337420518061)
• Fadila Nur       (P1337420518088)
• Wahyu Bintang S. Y.     (P1337420518104)

Abimanyu 2
 Definisi Asma

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif 
intermiten, refersible dimana trakea dan bronchi 
berespon secara hiperaktif terhadap stimuli 
tertentu (Smelzer, 2002 dalam Wijaya & Putri 
2013, p. 188).

Asma adalah suatu penyakit dengan ciri 
meningkatnya respon trakea dan bronkus 
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi 
adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan 
derajatnya dapat berubah ubah secara spontan 
maupun sebagai hasil pengobatan (The American 
Thoracic Society, 1962 dalam Muttaqin, 2008, p. 
172). 

Asma adalah penyakit penyempitan jalan nafas 
yang dipengaruhi oleh berbagai rangsangan.
 Etiologi

Etiologi menurut Wijaya & Putri, 2013, p. 188 dibagi atas :
1. Asma Ekstrinsik atau alergi
Asma yang disebabkan oleh allergen yang diketahui 
massanya sudah semenjak anak­anak seperti alergi terhadap 
protein, serbuk sari, bulu halus, binatang, dan debu.

2. Asma Intrinsik atau idiopatik
Asma yang tidak ditemukan factor pencetus yang jelas, 
tetapi adanya factor­faktor non spesifik seperti : flu, latihan 
fisik atau emosi sering memicu serangan asma. Asma ini 
sering muncul atau timbul sesudah usia 40 tahun setelah 
menderita infeksi sinus atau cabang trekeobronchial.

3. Asma campuran
Asma yang terjadi atau timbul karena adanya komponen 
ektrinsik dan intrinsic.
 Tanda dan Gejala

1. Stadium dini
    *Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
      Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
      ­Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, 
        sifatnya hilang timbul
      ­Wheezing belum ada
      ­Belum ada kelainan bentuk thorax
      ­Ada peningkatan eosinophil darah
      ­BGA (Blood Gas Analisys) belum patologis

    *Faktor spasme bronchioles dan edema yang lebih dominan :
      ­Timbul sesak nafas dengan atau tanpa sputum
      ­Wheezing
      ­Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
      ­Penurunan tekanan parsial oksigen
CONTINUE
2. Stadium lanjut atau kronik
 ­Batuk, ronchi

 ­Sesak nafas berat dan dada seolah­olah tertekan

 ­Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan

 ­Suara nafas melemah bahkan tak terdengar

 ­Thorak seperti barel chest

 ­Tampak tarikan otot sternocleidomastoideus

 ­Cyanosis

 ­BGA Pa O2 kurang dari 80 %

 ­Rongga paru terdapat peningkatan gambaran 
 bronchovaskuler kanan dan kiri
 ­Hypocapnea dan alkalosis bahkan acidosis respiratori

(Padila, 2013, p. 250)
PATOFISIOLOGI

 Obstruksi  saluran  nafas  pada  sma  merupakan  kombinasi  spasme  otot 


bronkus,  sumbatan  mucus,  edema,  inflasi  dinding  bronkus.  Obstruksi 
bertambah  berat  selama  ekspirasi  karena  pada  fase  itu  saluran  nafas 
menyempit.  Mengakibatkan  udara  distal  tempat  terjadinya  obstruksi 
terjebak  tidak  bisa  diekspirasikan.  Selanjutnya  terjadi  peningkatan 
volume  residu,  kapasitas  resitu  fungsional  (KRF)  dan  pasien  akan 
bernafas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). 
Untuk mempertahankan hiperiflasi ini perlu otot­otot bantu nafas.

 Penyempitan  saluran  nafas  tidak  merata  diseluruh  bagian  paru. 


Ada  darah­darah  yang  kurang  mendapat  ventilasi,  sehingga  darah 
kapiler  yang  melalui  daerah  tersebut  mengalami  hipoksemia. 
Penurunan  PaO2  mungkin  merupakan  kelainan  pada  asma  sub 
klinis.  Untuk  mengatasi  kekurangan  oksigen,  tubuh  melakukan 
hiperventilasi.  Akibatnya  perngeluaran  CO 2  menjadi  berlebihan 
sehingga  PaCO2  menurun  yang  mengakibatkan  alkalosis 
respiratorik.
CONTINUE
 Pada asma yang lebih berat banyak saluran nafas dan 
alveolus  tertutup  oleh  mucus  sehingga  tidak 
memungkinkan  terjadinya  pertukaran  gas.  Hal  ini 
menyebabkan  hipoksemia  dan  kerja  otot­otot 
pernafasan bertambah berat serta terjadi peningkatan 
CO2.  Peningkatan  CO2  dengan  penurunan  ventilasi 
alveolus  menyebabkan  retensi  CO2  (hiperkapmia)  dan 
terjadi  asidosis  respiratorik  atau  gagal  nafas. 
Hipoksemia  yang  berlangsung  lama  menyebabkan 
asidosis  metabolic  dan  konstriksi  pembuluh  darah 
paru  yang  kemudian  menyebabkan  shunting  yaitu 
peredaran  darah  tanpa  melalui  unit  pertukaran  gas 
yang  baik,  yang  berakibat  perburukan  hiperkapmia 
(Setiati, 2014, p. 479­480).
PENATALAKSANAAN
Menurut Muttaqin, 2008, penatalaksanaan medis asma antara lain :
 Pengobatan nonfarmakologi
1. Penyuluhan
Penyuluhan  ini  ditunjukan  untuk  peningkatan  pengetahuan 
klien  tentang  penyakit  asma  sehingga  klien  secara  sadar 
menghindari  factor­faktor  pencetus,  menggunakan  obat  secara 
benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
2. Menghindari factor pencetus
Klien  perlu  dibantu  mengidentifikasi  pencetus  serangan  asma 
yang  ada  pada  lingkuangnnya,  diajarkan  cara  menghindari  dan 
mengurangi factor pencetus, termasuk intake cairan yang cukup 
bagi klien.
3. Fisioterapi
Fisioterapi  dapat  digunakan  untuk  mempermudah  pengeluaran 
mucus.  Ini  dapat  dilakukan  dengan  posturaldrainase,  perkusi, 
dan fibrasi dada.
CONTINUE
Pengobatan farmakologi
Berbagai macam obat asma sesuai yang diberikan oleh dokter, diantaranya sebagai berikut: 
1. Bronkodilator
Tipe  pengobatan  asma  dengan  bronkodilator  dapat  dengan  cepat  melegakan 
gejala  asma  untuk  waktu  yang  pendek.  Seperti  albumeterol,  pirbuterol, 
salmeterol, dan teofilin.
2. Kortikosteroid
Steroid  dalam  bentuk  aerosol.  Pemberian  steroid  dalam  jangka  waktu  yang 
lama  harus  diawasi.  Contohnya  seperti  predrison,  hidrokortison,  dan 
orodexon.
 3. Antagonis histamine
Seperti setirizin dan difenhidramin.
4. Antagonis leukotrein
Seperti monteulokast, zafirlukast, dan zileuton.
5. Antiradang
Seperti kromolin dan nedikromil.
6. Oksigen aliran darah
7. Antibiotic
Diberikan bila tepat.
 (William & Wilkins, 2012).
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC
 Pemeriksaan diagnostic menurut Muttaqin, 2008, p. 178 
antara lain :
1. Pengukuran fungsi paru (spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian 
bronkodilator aerosol golongan adrenergic. Peningkatan FEV 
atau FCV sebanyak lebih dari 20% menunjukan diagnose 
asma
2. Tes provokasi bronchus
Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan FEV 
sebesar 20% atau lebih dari setelah tes provokasi dan denyut 
jantung 80­90% dari maksimum dianggap bermakna bila 
menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih.
3. Pemeriksaan kulit
Untuk menemukan adanya antibody IgE hipersensitif yang 
spresifik dalam tubuh.
CONTINUE
Pemeriksaan laboratorium

1. Analisa gas darah (AGD/Astrup)
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea, 
dan asidosis respiratori.
2. Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena 
hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa, 
sehingga terlepaslah sekelompok sek­sel epitel dari perletakannya. Pewarnaan gram 
penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji 
resistensi terhadap beberapa antibiotic.
3. Sel eosinophil
Sel eosinophil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000­1500/mm 2 baik 
asma intrinsic maupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinophil normal 100­200/mm 2. 
Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung sel eosinophil menunjukan pengobatan 
telah tepat.
4. Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15000/mm2 terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan 
SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkepmia.
5. Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma biasanya normal, tetapi prosedur 
ini harus tepat dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi di 
paru atau komplikasi asma seperti pneumothoraks, pneumodiastinum, dan atelectasis.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PENDERITA ASMA
1. Pengkajian
A. Anamnesis
 Klien dengan seragam status asma datang dengan keluhan sesak

nafas hebat dan mendadak diikuti dengan gejala-gejala lain yaitu,


wheezing, penggunaan otot bantu nafas, kelelahan, gangguan
kesadaran, sianosis, dan perubahan tekanan darah.
B. Pemeriksaan fisik focus pernapasan
 Inspeksi

 Pada klien dengan status asma terlihat adanya peningkatan usaha dan

frekuensi pernafasan penggunaan otot bantu nafas, terlihat kelelahan


sampai gelisah, dan kadang didapatkan kondisi sianosis.
 Palpasi

 Pada palpasi, ekspansi, dan traktil fremitus biasanya normal

 Perkusi
2. Diagnosa Keperawatan
 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan retensi CO2
 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi
mucus yang kental
 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan distensi dinding dada
 Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan denga keletihan
 Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
 Kurangnya pengetahuan tentang perawatan diri berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang penyakit dan pencegahan
3. Rencana Keperawatan
A. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan retensi CO2
Tujuan : pertukaran gas membaik
Kriteria hasil : dapat mendemonstrasikan batuk efektif, frekuensi napas 16-
20x/menit, warna kulit normal, tidak ada dipsnea, dan gas darah asteri (GDA) dalam
batas normal
Intervensi :
1. Pantau status pernapasan tiap 4 jam, hasil GDA, intake, dan output
2. Tempatkan klien pada posisi semifowler
3. Berikan terapi intravena sesuai anjuran
4. Penghisapan sesuai indikasi
5. Berikan pengobatan yang telah ditentukan serta amati bila tanda-tanda
toksisitas
B. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi mucus yang kental
Tujuan : kebersihan jalan nafas kembali efektif
Kriteria hasil : dapat mendemonstrasikan batuk efektif, dapat menyatakan strategi
untuk menurunkan kekentalan sekresi, tidak ada suara nafas tambahan
dan wheezing
       Intervensi :
1. Kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum
2. Atur posisi semifowler
3. Ajarkan batuk efektif
4. Bantu klien latihan nafas dalam
5. Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak
diindikasikan
6. Lakukan fisioterapi dada dengan teknik postural drainase, perkusi, dan fibrasi
dada
7. Pemberian obat bronkodilator B2
8. Kortikosteroid
C. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan distensi dinding dada
Tujuan : pola napas kembali efektif
Kriteria hasil : menunjukan pola napas efektif dengan frekuensi dan
kedalaman dalam rentang normal dan paru jelas/bersih
Intervensi :
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi dada. Catat
upaya pernapasan, termasuk penggunaan otot bantu/pelebaran nasal.
2. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius,
seperti krekels, mengi, dan gesekan pleural
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
4. Observasi pola batuk dan karakter secret
5. Observasi pola batuk dan karakter secret
6. Bantu pasien mengatasi takut/ansietas
7. Berikan oksigen tambahan
8. Berikan humidifikasi tambahan
9. Bantu fisioterapi dada
10. Siapkan alat bantu bronkoskopi
D. Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
keletihan
Tujuan : intake nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : klien dapat mempertahankan status gizi dari yang semula
kurang menjadi adekuat
Intervensi :
1. Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, derajat penurunan berat badan,
integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual/muntah, dan diare.
2. Fasilitasi klien untuk memperoleh diet biasa yang disukai klien (sesuai indikasi)
3. Pantau intake dan output, timbang berat badan secara periodic (sekali seminggu)
4. Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan serta
sebelum dan sesudah intervensi/pemeriksaan per oral
5. Fasilitasi pemberian diet TKTP, berikan dalam porsi kecil tapi sering
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi dan jenis diet yang tepat
7. Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium khusunya BUN,protein, serum, dan
albumin
8. Kolaborasi untuk pemberian multivitamin
E. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
 Tujuan : dapat mengemukakan ansietas/ketakutan pada orang yang tepat
 Kriteria hasil : mengakui dan mendiskusikan takut/masalah, menunjukan
rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak rileks/istirahat
 Intervensi :
1) Evaluasi tingkat pemahaman pasien/orang terdekat tentang diagnose
2) Akui rasa takut/masalah pasien dan dorong mengekspresikan
perasaan
3) Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab jujur. Yakinkan bahwa
pasien dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama
4) Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan
5) Catat komentar/perilaku yang menunjukan menerima dan atau
menggunakan strategi efektif menerima situasi
6) Libatkan pasien atau orang terdekat dalam perencanaan perawatan
7) Berikan kenyamanan fisik pasien
F. Kurangnya pengetahuan tentang perawatan diri
berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit
dan pencegahan
 Tujuan : dapat memahami kondisi/proses penyakit dan tindakan
 Kriteria hasil : klien mengetahui tentang penyakit dan
perawatannya. Klien mau menerima tindakan yang diberikan, klien
mau berpartisipasi dan merubah sikap perilaku yang kurang baik
untuk penyakit asma.
 Intervensi :
1) Berikan penjelasan tentang perawatannya klien dengan status
asma
2) Berikan penjelasan tentang pentingnya cairan/minum hangat
3) Berikan penjelasan tentang latihan nafas dalam dan batuk yang
efektif
D. Evaluasi
 Jalan nafas kembali efektif
 Pola nafas kembali efektif
 Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
 Klien dapat melakukan aktivitas sehari­hari 
secara mandiri
 Pengetahuan klien tentang proses penyakit 
menjadi bertambah

Anda mungkin juga menyukai