Anda di halaman 1dari 18

EXPERIMENTAL DESIGN SEDIAAN SOLID

DAN SIMPLEX LATTICE DESIGN


KELOMPOK 11

Nama Kelompok :
1. Citra Fitria Hapsari
2. Nia Oktaviana
Peta Konsep

Pengertian

Metode Simpl
ex Bentuk
lattice design Sediaan
(SLD) SEDIAAN
SOLID

Sejarah
DOE DOE
(Design of (Design of
Experimen Experiments
ts) )
Sediaan solid

Bentuk sediaan solid merupakan Bentuk Sediaan


Obat yang memiliki wujud padat, kering,
mengandung satu atau lebih zat aktif yang
tercampur homogen.
• Keuntungan Sediaan Solid
Bentuk sediaan solid dibandingkan dengan bentuk sediaan liquid
yaitu dengan keringnya bentuk sediaan tersebut, maka bentuk
sediaan tersebut lebih menjamin stabilitas kimia zat aktif di
dalamnya

• Kerugian Sediaan Solid


Pada penggunaan oral (telan), pemberian bentuk sediaan Solid pada
beberapa pasien terasa cukup menyulitkan, perlu disertai dengan
cairan untuk dapat ditelan dengan baik. Serta proses absorbsi yang
lebih.
Bentuk Sediaan Solid

1. Serbuk
Serbuk dibagi menjadi 2 yaitu pulvis dan pulveres. Menurut FI III
serbuk adalah campuran homogen dari dua atau lebih obat yang
diserbukkan.

Menurut FI IV, serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat
kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral maupun
topikal. secara kimia-fisika serbuk mempunyai ukuran antara
10.000- 0,1 mikrometer.
2. Tablet
Menurut FI edisi IV Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan
obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Tablet berbentuk kapsul
umumnya disebut kaplet. Bolus adalah tablet besar yang digunakan
untuk obat hewan besar. Bentuk tablet, umumnya berbentuk cakram
pipih / gepeng, bundar, segitiga, lonjong dan sebagainya.
3. Kapsul
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang
keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari
gelatin tetapi dapat juga terbuat dari pati atau bahan lain yang
sesuai.
4. Pil
Suatu sediaan berupa massa bulat, mengandung satu atau lebih
bahan obat (FI III, 1979 : 23).

Pil adalah sediaan kecil, berbentuk bulat atau bulat telur untuk
pemakaian dalam (Eric W. Martin, 1971 : 802).

Pil adalah suatu sediaan yang berbentuk bulat seperti kelereng


mengandung satu atau lebih bahan obat (Moh. Anief, 2008 : 80).
5. Suppositoria
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV yang dimaksud dengan
sediaan suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan
bentuk yang diberikan melalui rektal, vagina, atau uretra. Umumnya
meleleh, melunak, atau melarut pada suhu tubuh. Suppositoria dapat
bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa
zat terapeutik yang bersifat lokal atau sistemik. Bahan dasar
suppositoria umumnya lemak coklat , gelatin trigliserinasi, minyak
nabati terhidrogenasi, campuran polietilen glikol berbagai bobot
molekul dan ester asam lemak polietilen glikol.
Sejarah

Design of Experiments dikembangkan dan diperkenalkan oleh Sir


Ronald Fisher dari University of London dengan studinya
tentang Agricultural Experiment pada tahun 1930. Fisher
mengembangkan teori dan metode statistika dengan menerapkan
pendekatan analysis of variance (ANOVA) sebagai metode
primernya. Konsep-konsep DOE pertama kali dimanfaatkan
pada Rothamsted Agricultural Experimental Design Station di kota
London, Inggris.
Design of Experiments (DOE)

Merupakan salah satu pendekatan statistik dalam


metode kualitas yang diterapkan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan pada industri.
Metode Simplex lattice design (SLD)

adalah cara optimasi formula pada berbagai


perbedaan jumlah komposisi bahan. Jumlah
total nilai fraksi masing-masing komponennya
adalah satu. Pengukuran respon dapat
dihubungkan dengan model matematika yang
cocok untuk masing-masing desain.
Rumusnya

Untuk dua komponen atau faktor persamaan yang


digunakan adalah :
Y = a ( A ) + b ( B ) + ab ( A ) ( B )
Y = Respon ( hasil percobaan )
A, B = kadar komponen ( A ) + ( B ) = 1
a, b, ab = koefisien yang dapat dihitung dari hasil
percobaan

Untuk penerapan 2 komponen atau faktor perlu


dilakukan 3 percobaan yaitu percobaan yang
menggunakan 100%A, 100%B dan campuran 50%A dan
50%B.
Contoh Soal

Misal percobaan yang menggunkan pelarut A 100% dapat


melarutkan zat 25 mg/ml. Percobaan yang menggunakan pelarut B
100% dapat melarutkan zat 35 mg/ml. Sedangkan yang
menggunakan pelarut campuran 50%A dan 50%B dapat melarutkan
zat 45 mg/ml.

Berapakah nilai Y ?
Cara menghitung koefisien :
Koefisien a : dihitung dari percobaan yang menggunakan pelarut A
100%, berarti (A) = 1 dan ( B ) = 0
Y = 25 mg/ml
25 = a ( A ) + b ( B ) + ab ( A ) ( B )
25 = a ( 1 ) + b ( 0 ) + a b ( 1 ) ( 0 )
25 = a
Koefisien b : dihitung dari percobaan yang
menggunakan pelarut B 100%,
berarti (A) = 0 dan ( B ) = 1
Y = 35 mg/ml
35 = a ( A ) + b ( B ) + ab ( A ) ( B )
35 = a ( 0 ) + b ( 1 ) + a b ( 0 ) ( 1 )
35 = b
Koefisien ab : dihitung dari percobaan yang
menggunakan campuran pelarut A50% dan B50%,
berarti (A) = 0,5 dan ( B ) = 0,5
Y = 45 mg/ml
45 = a ( A ) + b ( B ) + ab ( A ) ( B )
45 = a ( 0,5 ) + b ( 0,5 ) + ab ( 0,5 ) ( 0,5 )
45 = 25 ( 0,5 ) + 35 ( 0,5 ) + ab ( 0,5 ) ( 0,5 )
45 = 12,5 + 17,5 + ab ( 0,25 )
45 = 30 + ab ( 0,25 )
15 = ab ( 0,25 )
60 = ab
Jadi persamaannya :
Y = 25 ( A ) + 35 ( B ) + 60 ( A ) ( B )
Dari persamaan tersebut kita dapat menentukan
profil hubungan kelarutan zat dengan campran
pelarut. Misalnya dalam campuran pelarut A 65%
dan 35% maka kelarutan zat adalah :
Y = 25 ( A ) + 35 ( B ) + 60 ( A ) ( B )
Y = 25 ( 0,65 ) + 35 ( 0,35 ) + 60 ( 0,65 ) ( 0,35 )
Y = 16,25 + 12,25 + 13,65 = 42,15 mg/ml
‫شكرا جزيال‬

Anda mungkin juga menyukai