Karakteristik PPN
1. Pajak Negara
2. Pajak atas konsumsi
PPN adalah pajak atas penghasilan yang
dikenakan saat penghasilan dikonsumsi
Disposable Income: Yd = Y – Tx
Yd = C + S
PPh adalah pajak atas penghasilan yang dikenakan saat penghasilan
diterima/diperoleh.
Karakteristik PPN
3. Pajak objektif
tidak memperhatikan siapa yang melakukan
transaksi (subjek pajak),
dikenakan sepanjang terdapat objek pajak, yaitu
penyerahan Barang/Jasa Kena Pajak,
setiap objek pajak dikenakan pajak secara objektif
(sama) tanpa memandang kondisi atau subjektifitas dari
setiap objek.
Karakteristik PPN
4. Pajak tidak langsung
Pihak yang membayar PPN belum tentu pihak yang
menanggung PPN,
PPN dikenakan pada setiap mata rantai transaksi
dengan tujuan akhir adalah konsumen sebagai pihak
yang menanggung PPN.
PM: Rp150 PK: Rp200
Pabrikan
Pedagang Konsumen
PK: Rp100 Rp2000
Distributor
Rp1500
Rp1000
PM: Rp100 PK: Rp150
Karakteristik PPN
5. Regresif
Orang yang berpenghasilan tinggi menanggung porsi
PPN lebih kecil dari orang yang berpenghasilan rendah.
Keberadaan PPnBM diperlukan untuk menetralisir efek
regresif PPN.
Pajak/Income
Pajak/Income
PPN
PPN+PPnBM
Income
Income
PPh v. PPN
Apabila negara hanya mengenakan PPh:
Tarif PPh menjadi sangat tinggi untuk memperoleh penerimaan
negara yang memadai
Yang membayar pajak hanyalah orang yang memperoleh
penghasilan,
PPh yang tinggi menurunkan produktivitas (orang dan modal).
Apabila negara hanya mengenakan PPN:
Tarif PPN menjadi sangat tinggi untuk memperoleh penerimaan
negara yangmemadai
Semua orang terkena PPN, karena semua orang berkonsumsi
Kelompok ekonomi rendah akan menanggung pajak lebih besar
(regresif)
Dasar Hukum Pengenaan PPN
Undang-Undang Berlaku sejak
No 8 Th 1983 1 April 1985
“Pemungut PPN”:
Kas Negara
PPN
Contoh:
Pengusaha A yang berkedudukan di Jakarta memperoleh
hak menggunakan merek yang dimiliki Pengusaha B
yang berkedudukan di Hongkong. Atas pemanfaatan
merek tersebut oleh Pengusaha A di dalam Daerah
Pabean terutang PPN.
Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean [Pasal 4 ayat (1) huruf e]
Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang
dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam Daerah
Pabean dikenai PPN.
Pengusaha:
orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan
barang, mengimpor barang, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang
tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha
jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa
dari luar Daerah Pabean.
Pengusaha Kena Pajak (PKP)-2
Pengusaha yang melakukan:
a. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean,
b. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean;
c. ekspor BKP Berwujud/Tidak Berwujud; dan
d. ekspor JKP.
Diwajibkan:
a. melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP;
b. memungut pajak yang terutang;
c. menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran
lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta
menyetorkan PPnBM yang terutang; dan
melaporkan penghitungan pajak.
Kewajiban di atas tidak berlaku untuk pengusaha kecil yang batasannya
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pengusaha Kena Pajak (PKP)-3
Pengusaha kecil dapat memilih untuk dikukuhkan
sebagai PKP;
Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan
BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean
dan/atau yang memanfaatkan JKP dari luar
Daerah Pabean wajib memungut, menyetor, dan
melaporkan PPN yang terutang.
Penyerahan dan Bukan Penyerahan
Pengertian penyerahan BKP :
a. penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian;
b. pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian
sewa guna usaha (leasing);
c. penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
d. pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas BKP;
e. BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula
tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan;
f. penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan BKP antar cabang, kecuali PKP melakukan pemusatan
tempat terutang PPN;
g. penyerahan BKP secara konsinyasi; dan
h. penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan yang
dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap
langsung dari PKP kepada pihak yang membutuhkan BKP.
Penyerahan dan Bukan Penyerahan
Tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP :
a. penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
b. penyerahan BKP untuk jaminan utang-piutang;
c. pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha
dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang
menerima pengalihan adalah PKP; dan
d. BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas
perolehannya tidak dapat dikreditkan
Saat terutang dan Tempat terutang
Terutangnya pajak terjadi pada saat:
a. penyerahan BKP;
b. impor BKP;
c. penyerahan JKP;
d. pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean;
e. pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean;
f. ekspor BKP Berwujud;
g. ekspor BKP Tidak Berwujud; atau
h. ekspor JKP.
Dalam hal pembayaran diterima lebih dahulu, saat
terutangnya pajak adalah saat pembayaran.
Faktur Pajak (1)
Pengertian:
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang
dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP
atau penyerahan JKP.
Aturan Pelaksanaan:
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
13/PJ/2010 tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur
Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata
Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan
Atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur
Pajak
Faktur Pajak (2)
Jenis Faktur Pajak:
1. Faktur Pajak
2. Faktur Pajak Gabungan
Untuk penyerahan film cerita perkiraan hasil rata-rata per judul film;
Untuk penyerahan Barang Kena Pajak adalah harga yang disepakati antara
melalui pedagang perantara pedagang perantara dengan pembeli
Tarif PPN:
10%: umum
0%, diterapkan atas:
a. ekspor BKP Berwujud;
b. ekspor BKP Tidak Berwujud; dan
c. ekspor JKP.
Pelaporan:
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan
paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa
Pajak.
Pengkreditan Pajak Masukan (1)
Pasal 9 UU PPN:
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak
Keluaran dalam Masa Pajak yang sama.
Bagi PKP yang belum berproduksi sehingga belum melakukan
penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan
dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan.
Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak
yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (5) dan ayat (9).
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada
Pajak Masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang
harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak.
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya
merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak
berikutnya dan dapat diajukan permohonan pengembalian pada
akhir tahun buku.
Pengkreditan Pajak Masukan (2)
Atas kelebihan Pajak Masukan dapat diajukan permohonan
pengembalian pada setiap Masa Pajak oleh:
a. PKP yang melakukan ekspor BKP Berwujud;
b. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP
kepada Pemungut PPN;
c. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang
PPN-nya tidak dipungut;
d. PKP yang melakukan ekspor BKP Tidak Berwujud;
e. PKP yang melakukan ekspor JKP; dan/atau
f. PKP dalam tahap belum berproduksi.
Apabila dalam suatu Masa Pajak PKP selain melakukan penyerahan
yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang
pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat
diketahui dengan pasti dari pembukuannya, jumlah Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan
penyerahan yang terutang pajak.
Pengkreditan Pajak Masukan (3)
Apabila dalam suatu Masa Pajak PKP selain melakukan
penyerahan yang terutang pajak juga melakukan
penyerahan yang tidak terutang pajak:
Apabila bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui
dengan pasti dari pembukuannya: jumlah Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan
penyerahan yang terutang pajak.
Apabila tidak diketahui dengan pasti besarnya Pajak Masukan
untuk penyerahan yang terutang pajak, jumlah Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung
dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010.
Pengkreditan Pajak Masukan (4)
Terbatas Pajak Masukan yang berasal dari perolehan
dan/atau impor barang modal. (Psl 9 (2a))
Dalam hal ternyata PKP gagal berproduksi, maka Pajak Masukan yang
telah dikreditkan dan telah direstitusi harus dibayar kembali. (Psl 9
(6a) & PMK 81/PMK.03/2010)